Sampai saat ini negara-negara pemilik senjata nuklir masih tetap berusaha menekan Republik Islam Iran agar melepaskan haknya yang diakui dalam Traktat Non-Proliferasi Nuklir. Namun pada saat yang sama rezim Zionis Israel yang didukung Amerika dan negara-negara Barat tetap menolak menandatangani perjanjian NPT.
Sumber-sumber yang dapat dipercaya di departemen pertahanan negara-negara Barat termasuk Inggris meletakkan rezim Zionis Israel di urutan ke-60 dari negara-negara yang memiliki senjata nuklir.
Rezim Zionis Israel sebelum tahun 1970 berhasil memproduksi senjata nuklir dengan bantuan negara-negara Barat, khususnya Amerika dan Perancis. Tapi sampai saat ini secara resmi para pejabat Zionis Israel tidak pernah menyatakan memiliki senjata nuklir. Semuanya berjalan rapi sampai Shimon Peres, Presiden Zionis Israel dalam wawancara mengakui, baik sengaja atau tidak, kepemilikan senjata nuklir oleh rezim buatan ini.
Pasca wawancara itu, Shimon Peres berkali-kali menyebut pernyataannya itu hanya bercanda, namun pembelaan dirinya malah membuat mata dunia terbuka dan kini yakin bahwa rezim ini memiliki senjata nuklir.
Hal yang tidak diprediksikan sejak sebelumnya oleh Barat kembali pada tekanan yang dilakukan mereka terhadap program nuklir sipil Iran. Bila Barat tidak terlalu kaku dan provokatif dalam melihat masalah ini, dunia juga tidak akan begitu peduli dengan senjata nuklir yang dimiliki Zionis Israel. Karena dalam setiap pembelaannya, Republik Islam Iran pasti menyertakan masalah senjata nuklir yang dimiliki rezim Zionis Israel dan bahaya yang mengancam kawasan Timur Tengah dan dunia. Upaya Iran berhasil menjadikan masalah nuklir Zionis Israel pusat perhatian dunia dan negara-negara Timur Tengah.
Patut diketahui bahwa program nuklir berbahaya Zionis Israel telah dimulai sejak setengah abad lalu. Kemampuan ini dimulai ketika tahun 1953 Zionis Israel mampu memproduksi air berat dan produk olahan uranium lalu mengirimkan pakar-pakar nuklirnya ke Amerika untuk menyempurnakan informasi mereka.
Pada tahun 1986, pakar nuklir Zionis Israel Mordecahi Vanunu mengungkap kepemilikan Zionis Israel atas 100 bom nuklir dan 20 rudal dengan hulu ledak nuklir. Pasca pengungkapan ini, dunia mulai melek terkait aktifitas rahasia nuklir Zionis Israel.
Berdasarkan pengumuman dari sumber-sumber intelijen regional, rezim Zionis Israel hingga tahun 1984 berhasil memproduksi 31 bom plutonium dan pada tahun 1994 jumlah itu meningkat menjadi 64 hingga 112. Itulah mengapa banyak analis yang memprediksikan rezim Zionis Israel kini memiliki 300 hulu ledak nuklir.
Dengan mengoperasikan reaktor nuklir Dimona di Palestina pendudukan, rezim Zionis Israel telah berhasil menguasai teknologi nuklir yang rumit dan produksi senjata nuklir. Jangan lupa pula bahwa usia produktif reaktor ini telah lama berakhir dan kebocoran zat-zat radio aktif telah meradiasi air dan lingkungan hidup warga Palestina dan Yordaina. Bahkan penyebaran pelbagai penyakit kanker terhadap warga Palestina yang tinggal di sekitar reaktor nuklir ini berasal dari aktifitas reaktor Dimona yang sudah tidak standard lagi.
Sekaitan dengan hal ini, para pakar lembaga-lembaga hak asasi manusia, lingkungan hidup dan Badan Tenaga Atom Internasional berkali-kali menuntut adanya pengawasan terhadap aktifitas nuklir rezim Zionis Israel. Tapi para pemimpin rezim ini menolak permintaan yang ada dan tidak menerima masuknya tim investigasi IAEA ke area instalasi nuklirnya.
Dalam kondisi yang demikian, pertanyaan paling utama masyarakat internasional dari rezim Zionis Israel dan pendukung Baratnya, termasuk Amerika, Perancis dan Inggris. Sejumlah negara ini yang begitu getol menuntut negara-negara lain mengindahkan isi perjanjian NPT. Bila memang demikian, mengapa rezim Zionis Israel tidak mau mengikuti aturan internasional?
Bungkamnya Barat terkait aktifitas nuklir dan senjata pemusnah massal rezim Zionis Israel membuat rezim ini melakukan aktifitasnya secara sembunyi-sembunyi.
Bila rencananya NPT akan ditinjau kembali, maka harus ada mekanisme untuk menekan Zionis Israel menaati aturan internasional.
Dengan kata lain, Barat, khususnya Amerika dan Perancis yang membantu Zionis Israel memproduksi senjata nuklir harus diperkenalkan sebagai pelanggar utama perjanjian NPT. Karena berdasarkan butir pertama NPT disebutkan, setiap negara yang memiliki senjata nuklir harus komitmen untuk tidak mengalihkan senjata nuklir, alat-alat pembelah atom atau memberikan kontrol langsung atau tidak senjata nuklir kepada negara-negara lain.
Mungkin ini alasan yang membuat Benyamin Netanyahu, Perdana Menteri Zionis Israel tidak menghadiri Konferensi Keamanan Nuklir di Washington dan menyatakan dirinya tidak punya keingingan untuk membongkar program nuklir Zionis Israel.
Hal ini pula yang memaksa Menteri Luar Negeri Amerika Hillaru Clinton mengomentari lawatan Presiden Mahmoud Ahmadinejad ke New York guna mengikuti konferensi peninjauan ulang NPT. Dikatakannya, "Amerika dan Zionis Israel tidak akan menyambut bila Presiden Iran ingin berbicara tentang masalah lain yang mengubah orientasi konferensi."
Mencegah penyebaran, perlucutan senjata nuklir dan pemanfaatkan energi nuklir untuk tujuan damai merupakan tema utama yang ditekankan oleh Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Kehadiran Presiden Ahmadinejad dalam konferensi ini ingin memberikan ide guna memperkuat keseimbangan terkait masalah-masalah yang akan dibicarakan.
Di sini tampak kehebatan diplomasi Iran. Pasca Konferensi Perlucutan Senjata Nuklir di Tehran, Iran berhasil membuat rezim Zionis Israel dikepung oleh dunia internasional dan bila masyarakat internasional berkehendak, maka Gedung PBB akan menyaksikan peristiwa penting yang akan menjamin keamanan dunia dengan mengawasi aktifitas nuklir rezim Zionis Israel.[IRIB/SL/3/5/2010]
Di New York, Masa Depan Nuklir Dipertaruhkan
Konferensi Peninjauan Ulang Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) Senin (3/5) ini mulai digelar di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York. Konferensi ini diikuti perwakilan dari 189 negara. Dijadwalkan selama sekitar 3 minggu, para peserta akan mengkaji kembali perjanjian NPT yang sudah berusia 4 dekade.
Konferensi peninjauan ulang NPT digelar setiap lima tahun sekali. Negara-negara yang menandatangani perjanjian tersebut wajib memegang komitmennya untuk tidak mengembangkan senjata nuklir. Sementara itu, AS, Cina, Inggris, Perancis, dan Rusia merupakan lima negara pemilik resmi senjata nuklir yang diharuskan untuk memusnahkan seluruh persenjataan nuklirnya.
Kendati perjanjian NPT terbilang sebagai kesepakatan internasional terbesar dalam upayanya untuk mengontrol dan mengurangi senjata nuklir di dunia, namun pelanggaran rutin yang terus-menerus dilancarkan oleh negara-negara pemilik senjata nuklir menjadikan isu pengembangan senjata pemusnah massal ini sebagai ancaman yang makin serius bagi masa depan umat manusia. Isu tersebut bahkan menjadi bahan perdebatan utama mayoritas negara-negara dunia dengan negara-negara pemilik senjata nuklir yang juga mempunyai hak veto di Dewan Keamanan PBB. Masa berlaku NPT telah kadaluwarsa pada tahun 1995 namun masa berlakunya masih diperpanjang secara terbatas.
Salah satu isu utama yang digariskan dalam NPT adalah non-proliferasi senjata nuklir. Setelah 40 tahun berlalu semenjak traktat tersebut ditandatangani, jumlah negara-negara pemilik senjata nuklir justru makin bertambah. Negara-negara tersebut berhasil menguasai teknologi pembuatan senjata nuklir berkat bantuan lima kekuatan mayor dunia. Rezim zionis merupakan contoh yang paling nyata. Negara penjajah ini berhasil membuat senjata nuklir dengan bantuan Perancis, AS, dan Inggris. Dan kini terbilang sebagai satu-satunya pemilik senjata nuklir di Timur Tengah.
Ironisnya, sekarang ini negara-negara pemilik senjata nuklir tidak hanya menjalankan komitmennya untuk memusnahkan senjata nuklir tapi justru berusaha membatasi akses negara-negara lain untuk memanfaatkan nuklir bagi kepentingan sipil. Namun dengan tercapainya konsensus di antara mayoritas negara-negara di dunia untuk menentang kebijakan monopoli tersebut, membuat ambisi AS dan negara-negara pemilik senjata nuklir lainnya menjadi layu sebelum berkembang.
Dalam konferensi peninjauan ulang NPT di New York kali ini terdapat dua front utama yang saling berhadap-hadapan. Front pertama yang dimotori AS berusaha membatasi hak negara-negara berkembang dalam memanfaatkan teknologi nuklir sipil dengan mengusung kedok mewujudkan dunia yang bebas dari senjata nuklir. Sementara front kedua diwakili negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir dan menghendaki pemanfaatan teknologi nuklir bagi kepentingan damai. Front ini berupaya menentang barisan AS dan sekutunya yang berusaha memonopoli teknologi nuklir.(3/5/2010)
Di New York, Ahmadinejad Meningkatkan Saling Pengertian
Rogan Kersh" profesor Universitas New York berpendapat bahwa kehadiran Presiden Republik Islam Iran pada sidang revisi Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) di New York, meningkatkan saling pengertian..
Ahmadineajd menjadi pembicara kedua setelah Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon.
Menyangkut tentang hasil sidang Kersh mengatakan: "Saya percaya pada sidang revisi NPT akan diambil langkah-langkah kecil yang "menusuk" yang dengan berlalunya waktu menjadi sangat bernilai."
Pakar politik publik ini menambahkan, langkah ini dapat meningkatkan hubungan antara negara dan wilayah penting.
"Tampaknya kehadiran Presiden Iran dalam konferensi ini meningkatkan pemahaman dari dua sisi, Iran dan masyarakat dunia, dan ini akan efektif dalam meningkatkan kesepahaman kedua pihak," tegasnya.
Mark Fitz Patrick, pakar perlucutan senjata dan mantan analis deplu Amerika Serikat menyinggung partisipasi Ahmadinejad di New York seraya mengatakan: "Salah satu isu penting bahwa sidang ini akan membahas program nuklir Iran."
Ditambahkannya, sejumlah negara telah mengklaim bahwa kebijakan Iran merupakan ancaman bagi NPT. Oleh karena itu Ahmadinejad akan berupaya meningkatkan dukungan untuk Iran pada sidang ini.(IRIB/MZ/4/5/2010)
Pejabat Rusia: Pidato Ahmadinejad di New York Pesan Serius untuk Dunia
Ketua Pusat Riset Strategis Rusia di bidang perlucutan senjata, menilai pernyataan Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad dalam sidang revisi Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), sangat seimbang, orientatif, dan membawa pesan serius bagi program perlucutan senjata.
IRNA melaporkan, pasca pidato Ahmadinejad, pejabat Rusia ini menyatakan, "Literatur dan sikap seperti ini sangat konstruktif dan melihat ke masa depan."
Di akhir pidato Mahmoud Ahmadinejad pada sidang revisi NPT banyak pemimpin delegasi dalam perundingan tersebut mengucapkan apresiasi dan terima kasih kepada para wakil Iran atas pidato tegas Ahmadinejad.
Partisipasi terpadu negara-negara anggota GNB dalam pertemuan ini sekali lagi membuktikan bahwa Amerika Serikat dan sekutunya dari Eropa, serta rezim Zionis Israel benar-benar terisolasi.
Menariknya, pasca pidato Ahmadinejad, podium para wartawan tampak lengang dan terasa sekali bahwa sebagian besar wartawan yang hadir hanya datang untuk meliput Pidato Ahmadinejad.(IRIB/MZ/4/5/2010)
0 comments to "Bungkamnya Barat terkait aktifitas nuklir dan senjata pemusnah massal rezim Zionis Israel"