Home , , , � Fenomena Revolusi Islam Iran dianggap sebagai ancaman bagi kerajaan keluarga Saudi yang kini berkuasa di Arab Saudi.

Fenomena Revolusi Islam Iran dianggap sebagai ancaman bagi kerajaan keluarga Saudi yang kini berkuasa di Arab Saudi.

Riyadh Kebanjiran, Arab Saudi Kebingungan

Pemerintah Arab Saudi memberlakukan kondisi darurat menyusul angin kencang dan hujan deras yang mengakibatkan banjir di Riyadh.

Menurut laporan kantor berita Arab Saudi, Pangeran Salman bin Abdul Aziz, emir Riyadh Selasa (4/5) mengumumkan kondisi darurat di kota ini setelah mendapat informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika negara ini.

Selain itu, sekolah-sekolah juga diliburkan. Sejak dzuhur Senin (3/5) angin kencang dan hujan deras mengguyur Riyadh yang mengakibatkan jalan-jalan digenangi air, kemacetan dan parahnya lagi air telah masuk ke rumah-rumah warga.

Hingga berita ini diturunkan belum ada konfirmasi soal korban dan jumlah kerugian akibat bencana ini. Tahun lalu hujan deras di kota Jeddah dan Mekah merenggut puluhan korban jiwa. Korban ini dikarenakan kerusakan infrastruktur di kota tersebut.(irib/4/5/2010)

Abbas Tiba di Riyadh

Pemimpin Otorita Ramallah Mahmoud Abbas tiba di Riyadh, Arab Saudi (4/5) bersama rombongan delegasi politik-keamanannya.

Mengutip sumber-sumber pemberitaan Saudi, IRNA melaporkan: Pemimpin Otorita Ramallah menurut rencana selama kunjungan seharinya ke negara ini akan membahas perkembangan terakhir di Palestina dan hasil negosiasi soal penindaklanjutan prakarsa perdamaian Liga Arab dengan Raja Abdullah bin Abdul Aziz.

Komite penindaklanjutan prakarsa Liga Arab yang juga dianggotai oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi, dalam sidang di Kairo menetapkan keputusan untuk memulai babak baru perundingan tidak langsung Palestina-Israel, meski Suriah dan Lebanon menentang.(IRIB/MZ)

Syiah di Arab Saudi dan Ketertindasan

Kelompok minoritas adalah di antara masalah sensitif di dunia. Sangat disayangkan, sejumlah negara tidak menjaga hak-hak minoritas agama, dan malah mendorong ke arah diskiriminasi. Kondisi Syiah di Arab Saudi dapat disebut sebagai contoh jelas pengabaian hak-hak kelompok minoritas.

Di Arab Saudi, kelompok Syiah tidak mendapat hak-hak mendasar. Akan tetapi pemerintah negara ini tidak melakukan tindakan apapun untuk kelompok tertindas di negara ini. Padahal mereka adalah warga negara ini yang semestinya mendapatkan hak-hak seperti warga lainnya.

Meski jumlah populasi Syiah di Arab Saudi tidak terdata secara detail, tapi sekitar 10 hingga 15 persen penduduk negara ini bermadzhab Syiah. Pada umumnya, komunitas Syiah di Arab Saudi berada di timur negara ini. Sebagian lainnya juga berada di kota suci Madinah.

Dari sisi sejarah, Syiah di Arab Saudi mempunyai sejarah penjang di negara ini dan dunia Arab. Meski sepanjang sejarah, komunitas Syiah hidup di bawah pemerintah Sunni, namun mereka biasanya mempunyai posisi terhormat di tengah masyarakat. Akan tetapi kondisi ini tidak bertahan lama setelah berkuasanya keluarga Arab Saudi di awal abad ke-20.

Komunitas Syiah di negara ini ditindas di masa keluarga Saudi. Keluarga Saudi berkeyakinan Wahabi. Menurut keyakinan ini, sejumlah ajaran Syiah dianggap syirik yang harus ditentang. Yang lebih ekstrim lagi, sejumlah ulama Wahabi mengeluarkan fatwa menghalalkan darah Syiah.

Satu Abad Penindasan Syiah

Masa penindasan terhadap kelompok Syiah di Arab Saudi sudah memasuki satu abad. Selama itu, kelompok Syiah di negara ini benar-benar dimarginalkan, bahkan hak-hak mereka diabaikan. Kondisi itu terus berlanjut hingga kini, bahkan kelompok Syiah sekarang ini tidak boleh menggelar shalat jamaah di rumah mereka. Seorang tokoh Syiah di Arab Saudi, Hasan Ali Al-Maliki ditangkap karena tudingan menggelar shalat jamaah di rumahnya.

Ternyata Hasan Ali Al-Maliki bukan orang pertama yang ditangkap karena menggelar shalat jamaaah di rumahnya. Sebelumnya, ada beberapa warga Syiah di Arab Saudi yang dijebloskan ke penjara dengan tudingan menggelar shalat jamaah di rumah mereka.


Sikap pemerintah Arab Saudi ini tentunya mendapat reaksi keras dari berbagai pihak.
Direktur Arabic Network for Human Rights, Gamal Eid menilai tindakan Arab Saudi yang melarang warga Syiah menggelar shalat jamaah di rumah mereka, sebagai sikap rasis dan arogan.

Hal yang harus menjadi catatan bahwa larangan menggelar shalat jamaah di rumah bukan berarti memperbolehkan warga Syiah melakukan shalat di masjid. Ibrahim Al-Muqaithib yang juga anggota Organisasi Hak Asasi Manusia di Arab Saudi mengatakan, "Warga Syiah di Arab Saudi tidak boleh melakukan shalat di masjid dan juga tidak boleh berpartisipasi dalam peringatan-peringatan agama. Mereka juga tidak diizinkan untuk mengerjakan shalat di masjid-masjid."

Hujjatul Islam Mohammad Bagir Al-Naser, imam jamaah di wilayah Khobar, mengeluarkan statemen keras mengenai pelarangan pelaksanaan shalat jamaah di masjid. Dalam statemen itu, ia menyatakan, "Setelah pemerintah melarang shalat jamaah di masjid-masjid, warga Syiah ingin bergabung dengan kelompok Sunni dan bersedia menjadi makmum imam masjid setempat. Akan tetapi upaya ini tetap dilarang oleh pemerintah Arab Saudi." Bagian lain statemen itu juga menambahkan, " Untuk itu, kita baru bisa melakukan shalat jamaah di masjid-masjid dengan syarat meninggalkan hukum fikih Syiah."

Ketika komunitas Syiah tidak diizinkan menggelar shalat jamaah dan acara keagamaan di masjid dan rumah-rumah mereka, maka peringatan Asyura atau Hari Kesyahidan Cucu Rasulullah Saww, Imam Husein as, juga tidak dapat dilaksanakan di negara ini. Padahal acara Asyura mendapat perhatian tersendiri dari kalangan Syiah di dunia. Acara semulia peringatan mengenang kesyahidan cucu kesayangan Rasulullah Saww pun dilarang di negara ini. Lantaran memperingati kesyahidan Imam Husein as, sekitar 30 warga Syiah ditangkap.

Selain itu, para pejabat Arab Saudi juga berupaya menghalangi warga Syiah memiliki tempat untuk menyelenggarakan acara-acara keagamaan. Karena kebijakan ini, sejumlah masjid dan huseiniyah ditutup di negara ini. Belum lama ini, Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, Nayef bin Abdul Aziz mengeluarkan perintah menutup sembilan masjid Syiah. Penutupan ini mendorong kelompok Syiah di negara ini mengumpulkan tanda tangan yang kemudian dikirimkan ke Raja Abdullah bin Abdul Aziz.

Dengan pengumpulan tanda tangan itu, komunitas Syiah di Arab Saudi meminta Raja Abdul Aziz supaya kembali membuka masjid-masjid Syiah dan menyetop larangan bagi warga Syiah untuk beraktivitas. Selain itu, mereka juga meminta pembebasan warga Syiah yang ditahan karena menggelar shalat jamaah di rumah mereka. Apalagi para tahanan Syiah yang ditahan mempunyai umur di atas 50 tahun. Sebagian besar pengikut madzhab Ahlul Bait di Arab Saudi dipenjara karena masalah agama dan politik.

Protes dan reaksi atas sikap diskriminasi terus berlanjut, dan Komite Kebebasan Beragama di AS akhirnya melayangkan surat protes terhadap pemerintah Arab Saudi. Komite itu juga meminta pembebasan terhadap tahanan terlama di Arab Saudi yang bernama Hadi Al-Mathif.

Larangan Bekerja di Instansi

Tak diragukan lagi, selama diskriminasi terhadap warga Syiah terus berlanjut, pemerintah Arab Saudi tidak akan mengizinkan warga Syiah terlibat aktif dalam kegiatan sosial dan politik di negara ini. Warga Syiah di negara ini tidak boleh bekerja di instansi resmi pemerintah seperti militer dan kepolisian. Dengan demikian, warga Syiah tidak akan mendapatkan posisi penting di negara ini.

Selain itu, kondisi warga Syiah terus menghadapi penghinaan, bahkan anak-anak Syiah mendapat cemoooh di lingkungan-lingkungan pendidikan dan akademi. Yang lebih ekstrim lagi, buku-buku pendidikan di negara ini sarat dengan doktrinasi anti-Syiah. Para guru Syiah juga tidak berhak menonjolkan keyakinan mereka. Jika tetap membangkang, mereka akan dijebloskan ke penjara. Para ulama Syiah juga dilarang menyampaikan ajaran-ajaran Ahlul Bait kepada para pengikut madzhab ini. Kondisi Syiah benar-benar terisolir di Arab Saudi.

Berbagai penghinaan anti-Syiah juga mewarnai kampus-kampus di negara ini. Mahasiswa yang ketahuan bermadzhab Syiah akan mendapatkan kendala serius untuk mendapat prestasi. Sementara itu, mahasiswa yang menulis skripsi anti-Syiah akan mendapat poin istimewa. Bahkan, pemerintah juga akan mencetak hasil skripsi tersebut. Sebaliknya, warga Syiah sama sekali tidak berhak mencetak karya-karya mereka. Pada saat yang sama, pemerintah Arab Saudi mengeluarkan dana besar hingga jutaan dolar untuk mencetak buku-buku anti-Syiah di negara ini. Lebih dari itu, situs dan media-media anti-Syiah di dalam dan luar Arab Saudi seperti Televisi Al-Arabiah, juga mendapat dukungan penuh dari Arab Saudi.

Komunitas Syiah di Arab Saudi berada di sumber-sumber minyak. 40 persen pekerja perusahaan minyak Amerika, Aramco Services Company (ASC) yang juga perusahaan utama eksplorasi minyak di Araba Saudi, adalah warga Syiah. Dengan demikian, kondisi ekonomi komunitas Syiah tidak ideal. Pemerintah Arab Saudi menutup pintu niaga bagi para pengusaha Syiah. Dengan demikian, Arab Saudi menerapkan diskriminasi terhadap komunitas Syiah di bidang politik, sosial dan ekonomi.

Faktor Anti-Syiah di Arab Saudi

Pada intinya, ada dua faktor yang menyebabkan pemerintah Arab Saudi bersikap sentimen terhadap kelompok Syiah. Pertama, keyakinan radikal Wahabi yang bertolak belakang dengan Syiah.

Adapun faktor kedua adalah unsur politik. Fenomena Revolusi Islam Iran dianggap sebagai ancaman bagi kerajaan keluarga Saudi yang kini berkuasa di Arab Saudi. Munculnya gerakan-gerakan perjuangan Syiah di Irak, Lebanon dan Yaman kian mengkhawatirkan para penguasa Arab Saudi. Kondisi inilah yang membuat pemerintah Arab Saudi kian menekan warga Syiah di dalam negeri.

Pandangan sempit dan radikal pemerintah Arab Saudi menyebabkan para pejabat negara ini memasukkan diskriminasi dan pelecehan terhadap Syiah dalam program kerja pemerintah. Pada mulanya, warga Syiah berharap Raja Abdullah bin Abdul Aziz yang menggantikan kakaknya, Fahd bin Abdul Aziz, dapat mengubah kondisi yan ada. Akan tetapi hingga kini, tidak ada perubahan akan kondisi yang ada. Syiah tetap dimarginalkan di negara ini. Padahal keterlibatan Syiah di berbagai kancah malah justru menguntungkan pemerintah Arab Saudi.(irib/4/5/2010)

0 comments to "Fenomena Revolusi Islam Iran dianggap sebagai ancaman bagi kerajaan keluarga Saudi yang kini berkuasa di Arab Saudi."

Leave a comment