Home , , � Bantuan Kemanusiaan Jadi Ancaman???...aneh...

Bantuan Kemanusiaan Jadi Ancaman???...aneh...




Obama! Sejak Kapan Bantuan Kemanusiaan Jadi Ancaman?
Gedung Putih mengumumkan bahwa Presiden Barack Obama menyampaikan keprihatinan mendalam kepada Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, atas serangan militer Israel terhadap konvoi Freedom Flotilla pengangkut bantuan kemanusiaan untuk Gaza, yang telah menewaskan dan mencederai para aktivis yang sebagian besar berwarganegara Turki.

Gedung Putih dalam sebuah statemen yang dirilis Selasa (01/6) menyatakan bahwa Obama kepada Erdogan menekankan dukungan Washington melakukan penyelidikan secara transparan dan objektif yang mencakup seluruh fakta-fakta seputar tragedi tersebut.

Obama lebih lanjut menjelaskan bahwa Washington tengah bekerjasama dengan Israel untuk membebaskan kapal dan para aktivis seraya menekankan pentingnya upaya merumuskan cara yang "lebih baik" untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Gaza tanpa merusak keamanan Israel.

Statemen tersebut senada dengan ungkapan yang dilontarkan Wakil Amerika Serikat untuk PBB, Alejandro Wolff, pada sidang khusus Dewan Keamanan Senin (31/5). Menurutnya, pengiriman bantuan kemanusiaan yang dilakukan oleh konvoi Freedom Flotilla sangat provokatif. Ia juga mengklaim bahwa seharusnya pengiriman dilakukan dengan cara-cara yang non-provokatif.

Tidak jelas apa yang dimaksud Wolff dengan penyaluran bantuan provokatif, atau statemen Gedung Putih bahwa penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa mengganggu keamanan Israel. Sejak kapan bantuan kemanusiaan sejati mengancam keamanan pihak seberang? (IRIB/MZ/RM/2/6/2010)


Kejanggalan Justifikasi Israel Atas Serangan Flotilla

Setelah kemarin (01/6/2010) Israel menjustifikasi aksi perompakan lautnya terhadap konvoi kapal bantuan kemanusiaan Freedom Flotilla, dengan mengklaim bahwa kapal-kapal dalam konvoi tersebut mengangkut senjata, kini Tel Aviv kembali berdalih bahwa mayoritas penumpang Mavi Marmara, kapal pemimpin konvoi Freedom Flotilla memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan gerakan Global Jihad...?????....

Menurut laporan koran Yediot Aharonot, berdasarkan investigasi oleh militer Israel, 100 orang diklaim telah menginfiltrasi konvoi perdamaian dan bantuan kemanusiaan menuju Gaza itu dengan merencanakan serangan terhadap tentara Israel menggunakan senjata dingin.

Ini merupakan bagian dari gerilya propaganda Israel yang dibantu media-media Barat dalam menjustifikasi serangannya terhadap Freedom Flotilla. Tidak cukup dengan klaim ditemukannya senjata di kapal Mavi Marmara, kini dilontarkan pula klaim soal kerjasama dan hubungan para aktivis dengan kelompok Global Jihad aliansi jaringan teroris AlQaeda.

Kejanggalan

Terdapat beberapa kejanggalan dari klaim-klaim Israel tersebut.

Pertama, jika memang Mavi Marmara mengangkut persenjataan untuk disuplai ke Gaza, tentu para komando Israel itu tidak akan pernah berhasil menginjakkan kaki mereka ke atas dek kapal tersebut. Karena dipastikan para aktivis akan menggunakan senjata tersebut melawan para komondo Israel demi menyalurkan persenjataan itu kepada Gaza. Plus fakta tidak perlu lagi para aktivis menggunakan pipa, pentungan, butir-butir kelereng, dan ketapel untuk melawan para komando Zionis.

Kedua, kapal-kapal dalam konvoi Flotilla, berangkat dari pelabuhan di sebuah negara yang stabil dan aman. Bukan pelabuhan di sebuah negara yang tengah dilanda perang seperti Afghanistan atau Irak. Berbeda dengan di pelabuhan di negara aman, segala kemungkinan dapat terjadi di pelabuhan negara-negara yang dilanda perang. Sebelum bertolak menuju Gaza, kapal-kapal dalam konvoi tersebut telah diperiksa menyeluruh di pelabuhan terakhir.

Kejanggalan ketiga, apakah Anda yakin keberadaan senjata-senjata tersebut dapat lolos dari pantauan para wartawan, jurnalis, koresponden, dan reporter dari berbagai lembaga pemberitaan dunia itu..?????...

Keempat. Partisipasi anggota kelompok teroris dalam konvoi bantuan kemanusiaan Flotilla tidak relevan dengan watak dan ciri khas para teroris. Pada umumnya teroris beraksi secara anonim dan sembunyi-sembunyi, namun partisipasi dalam konvoi tersebut berarti sama artinya dengan "menyerahkan diri". Selain itu, jika benar klaim Zionis, ini berarti pertama dalam sejarah kelompok teroris beralih kegiatan mengacu pada nilai-nilai kemanusiaan.

Para penumpang

Berdasarkan berbagai laporan yang telah diterbitkan, para penumpang konvoi kapal Freedom Flotilla terdiri atas para aktivis, diplomat, seniman, dan tokoh politik. Seperti dilaporkan dari The Guardian tertanggal 31 Mei 2010 misalnya, Flotilla membawa nama-nama terkemuka kelas dunia. Di antaranya, pemenang Nobel Perdamaian Mairead Corrigan-Maguir,dia adalah pendiri Masyarakat Perdamaian Irlandia Utara. Atau Henning Mankell, pengarang novel kriminal Wallader. Ada juga sutradara film dokumenter asal Skotlandia, Hassan Ghani, yang menumpang di Mavi Marmara.

Mavi Marmara, kapal terbesar dalam konvoi itu, juga mengangkut tiga orang penting dari Jerman, yaitu Juru Bicara Kebijakan HAM Annette Groth, anggota komite pertahanan dan kesehatan Inge Hoger, dan profesor hukum publik Norman Paech. Juga ada wartawan tersohor Pakistan, Syed Talat Hussain dari Aaj Television yang bertandem dengan rekan senegaranya, Raza Mahmood Agha.

Menyaksikan rentetan nama beken itu, relevankah klaim rezim Zionis tersebut? (IRIB/MZ/RM/2/6/2010)

Pengakuan Menyayat Para Aktivis Freedom Flotilla

Norman Paech, aktivis Freedom Flotilla

Para aktivis Freedom Flotilla yang telah dibebaskan militer Israel mulai mengungkap kebengisan para serdadu Zionis dan fakta bahwa konvoi tersebut tidak mengacu tujuan apapun kecuali penyaluran bantuan kemanusiaan.

Norman Paech, mantan anggota parlemen Jerman, 72 tahun, setibanya di bandara Berlin menyatakan dirinya terbangun mendengar "ledakan mengejutkan" saat serangan tentara Israel terhadap kapal Mavi Marmara dimulai.

"Aku bergegas bangun dan berpakaian dan rekan-rekan berkata kepada saya 'kita diserang Israel'," katanya.

"Serangan berlangsung dari udara, dari helikopter yang menurunkan pasukannya menggunakan tali. Kemudian aku melihat banyak - mungkin 10 - penumpang yang terluka parah, luka, berlumuran darah."

Henning Mankell, penulis novel kriminal Wallander, yang juga di antara aktivis Flotilla yang dibebaskan menyerukan sanksi global terhadap Israel agar bersedia mencabut blokade Gaza.

Dia membantah adanya senjata dalam kapal kapal bantuan. "Saya bisa bersumpah tidak ada satu senjata pun di atas kapal-kapal itu," katanya kepada wartawan setibanya di Swedia.

Nilufer Cetin, seorang aktivis Turki bersama anak bayinya bersembunyi di kamar mandi di dek bawah di saat granat pengejut, peluru aktif dan gas air mata ditembakkan di dek atas. Setibanya di Istanbul, ia menggambarkan bagaimana "kapal itu berubah menjadi danau darah". Mereka (tentara Israel) menurutnya menggunakan bom asap diikuti oleh tabung gas.

Iara Lee, seorang sutradara film Brasil yang juga di Marmara Mavi, mengatakan pasukan Israel menyerang kapal setelah memotong semua jaringan komunikasi dan "mulai menembaki orang-orang". "Serangan itu mengejutkan, karena terjadi di tengah malam, dalam kegelapan, di perairan internasional, karena kami tahu akan ada konfrontasi tetapi tidak di perairan internasional."

"Mereka bilang kami teroris - konyol sekali. Mereka turun di tempat yang banyak perempuan di situ. Mereka membawa senjata berat seolah-olah mereka di medan perang," katanya. "Kami berharap mereka menembak di kaki atau ke udara hanya untuk menakut-nakuti, tapi sejumlah penumpang ditembak di kepala, dibunuh - itu tidak dapat terbayangkan."

Annette Groth, politisi Jerman, menjelaskan, "Mereka menembak tanpa peringatan. Mereka membawa senapan, beberapa jenis gas air mata dan senjata lainnya. Dibandingkan dengan tongkat kayu kami. Maka berbicara membela diri konyol sekali."

Menyangkut rekaman video yang dirilis militer Israel yang menunjukkan beberapa komando Israel dipukul penumpang, Paech mengatakan "Hanya ada dua orang menggunakan dengan tongkat pendek. Saya tidak melihat pisau, pipa besi, pistol atau senjata betulan."

Terkait perlakuan tentara Zionis terhadap para tahanan, Aris Papadokostopoulos mengaku, "Selama interogasi mereka (para aktivis) dipukuli di depan kami." (IRIB/MZ/SL/2/6/2010)

Kecam Israel, Kuwait Akan Keluar dari Prakarsa Perdamaian Arab-Israel

Kuwait (IRIB News) - Pemerintah Kuwait berencana keluar dari Prakarsa Perdamaian Arab-Israel sebagai reaksi atas serangan Rezim Zionis Israel terhadap konvoi kapal pengangkut bantuan kemanusiaan internasional untuk rakyat Jalur Gaza, Freedom Flotilla.

Seperti dilansir Kantor Berita Fars News, pemerintah Kuwait mengumumkan usulan parlemen negara ini untuk mengkaji rencana keluar dari Prakarsa Perdamaian Arab-Israel. Parlemen Kuwait dalam usulannya kepada pemerintah menghendaki negara ini keluar dari prakarsa perdamaian tersebut. Hal ini dilakukan parlemen sebagai sikap protes atas aksi brutal tentara Israel terhadap para aktivis kemanusiaan internasional untuk rakyat Gaza.

Para pemimpin Arab dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahun 2002 di Beirut, Lebanon membeberkan prakarsa perdamaian dengan Israel yang diprakarsai Arab Saudi. Berdasarkan prakarsa Riyadh tersebut, negara-negara Arab akan mengakui secara resmi Israel jika rezim ini bersedia keluar dari wilayah yang mereka jajah sejak tahun 1967.

Sementara itu, kelompok pejuang menilai usulan Arab Saudi ini tidak benar dan menguntungkan Israel. (IRIB/MF/SL/2/6/2010)

Anggota Knesset: Tidak Ada Senjata di Konvoi Kapal

Anggota Parlemen Zionis Israel (Knesset), Hanneen Zuabi, yang juga ada saat terjadinya penyerangan tentara rezim ini ke konvoi kapal pengangkut bantuan kemanusiaan Gaza, menepis adanya senjata di kapal-kapal tersebut.

Press TV melaporkan, Zuabi yang juga anggota senior dari Partai Balad, Zionis Israel, hari Rabu (2/6) , menepis tudingan yang menyebutkan bahwa kapal-kapal itu juga mengangkut senjata untuk Hamas.

Zuabi yang juga ikut dalam rombongan konvoi perdamaian mengatakan, "Tujuan kami adalah menjebol blokade atas Gaza. Kami sama sekali tidak berniat untuk bentrok. Akan tetapi Israel memulai serangan militer itu."

"Tentara-tentara Israel itu bertujuan menghancurkan sebagian besar bawaan yang dimuat di konvoi kapal. Akan tetapi serangan yang ada menunjukkan bahwa Israel selain memusnahkan sebagian besar bantuan kemanusiaan itu, juga berupaya mengantisipasi pengiriman bantuan kemanusiaan selanjutnya di masa mendatang, "tegas Zuabi. (IRIB/AR/3/6/2010)

Menlu Turki: Insiden Mavi Marmara Seperti Serangan 9/11

Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu mengibaratkan serangan rezim zionis Israel terhadap kapal pembebasan Gaza, Mavi Marmara seperti serangan 11 September 2001.

Sebagaimana diberitakan kantor berita Qodsna mengutip harian Yediot Ahronot cetakan Israel, Menlu Turki Ahmet Davutoglu dalam konferensi persnya mengkritik sikap hati-hati AS soal kecaman terhadap serangan rezim zionis Israel terhadap kapal Mavi Marmara.

Ia menyatakan, "Bagi Turki, dari sisi psikologis, serangan ini seperti serangan 11 September 2001. Pasalnya, warga Turki diserang oleh sebuah negara dan bukan oleh teroris. Itupun dengan niat dan dan keputusan jelas dari pemimpin politik rezim tersebut."

Davutoglu menambahkan, "Israel berpikir mereka berada di atas hukum. Tapi Turki bersama masyarakat internasional akan menghentikan mereka".

Senin Pagi (31/5/2010) pasukan komando rezim zionis Israel menyerang konvoi kapal bantuan kemanusiaan ke Gaza di perairan internasional. Sedikitnya 20 aktifis kemanusiaan tewas sementara 60 lainnya mengalami cidera. (IRIB/LV/SL/2/6/2010)

Keluarga Diplomat Israel Ngibrit dari Turki

Demo anti-Zionis di Istanbul

Puluhan keluarga diplomat Israel di Ankara dan Istanbul diinstruksikan kembali ke Israel pada hari Selasa (01/5) setelah krisis meruncing dalam hubungan Turki-Israel pasca perompakan terhadap konvoi Freedom Flotilla. Beberapa sudah kembali dan sejumlah lainnya diperkirakan akan tiba hari ini (Rabu 02/5).

Kementerian Luar Negeri Israel menekankan bahwa ini merupakan prosedur rutin dalam kasus ancaman keamanan dan kekhawatiran terjadinya serangan terhadap warga Israel.

Instruksi dirilis menyusul pengepungan konsulat Israel di Istanbul dan rumah Duta Besar Israel Gabi Levi, yang dimulai beberapa jam setelah serangan terhadap Freedom Flotilla, dan berlanjut hingga hari kedua. Pada hari Selasa konsulat dan kedutaan ditutup, sedangkan diplomat dan keluarga mereka terjebak di rumah. (IRIB/MZ/SL/2/6/2010)

Semangat Patahkan Blokade Israel Terus Berkobar

Kegagalan enam kapal misi kemanusiaan mancanegara mencapai Gaza akibat serangan brutal Israel hari Senin (31/5/2010) tidak menyurutkan semangat para aktivis. Gerakan pro-Palestina, Free Gaza Movement berencana mengirimkan kembali dua kapal kemanusiaan untuk mencoba menembus blokade Israel atas Gaza. Mereka tak gentar meski upaya konvoi Freedom Flotilla pada Senin, 31 Mei 2010 telah berakhir tragis.

Greta Berlin dari Free Gaza Movement mengatakan, misi itu akan dilakukan dalam beberapa hari mendatang. Dikatakan Berlin, sebuah kapal kargo dan satu kapal yang akan membawa puluhan orang akan kembali mencoba mengirimkan barang-barang bantuan untuk rakyat Gaza.

Mereka berjanji untuk kembali mencoba menembus blokade Israel terhadap Gaza dengan memberangkatkan MV Rachel Corrie, kapal dagang yang dibeli para aktivis pro-Palestina.

Pihak penyelenggara misi mengatakan bahwa kapal yang menyandang nama aktivis perempuan Amerika yang tewas di Jalur Gaza pada 2003 itu sudah diberangkatkan dari Malta, Senin.

"Kami berinisiatif mendobrak blokade Israel kepada satu setengah juta orang warga Gaza. Misi kami tidak berubah dan ini menjadi misi `flotilla` terakhir," kata Greta Berlin, aktivis Gerakan Pembebasan Gaza yang berbasis di Siprus ini.

Pihak penyelenggara pelayaran MV Rachel Corrie mengatakan, kapal itu mengangkut peralatan medis, kursi roda, barang sekolah dan semen, bahan bangunan yang dilarang Israel memasuki Gaza.

Gelombang Kecaman Dunia atas Israel Terus Berlanjut

Aktivis di seluruh dunia terus memprotes aksi militer secara biadab yang dilakukan Israel. Di Turki unjuk rasa telah memasuki hari ketiga. Orang-orang berkumpul di luar kedutaan Israel di ibu kota Ankara. Setelah sehari sebelumnya demonstran di Istanbul menunjukkan kemarahannya atas Israel dan tumpah-ruah ke jalanan.

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menyeru masyarakat internasional tidak menerima penyelidikan independen dari pihak Israel terkait kasus serangan brutal terhadap konvoi kapal Freedom Flotilla. Erdogan menilai serangan itu pembantaian massal dan memperingatkan Israel untuk tidak menguji kesabaran Turki.

Dalam pidatonya di hadapan anggota parlemen Turki di Ankara, Erdogan menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan sebuah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip PBB. Dikatakannya, "Kejahatan yang tidak dapat dijustifikasi terhadap Flotilla itu merupakan tamparan bagi perdamaian dunia dan hukum internasional."

Turki merupakan tuan rumah berbagai organisasi penyelenggara konvoi bantuan ke Gaza, sementara paling banyak aktivis yang gugur dan terluka adalah warga Turki. Kapal yang disergap militer Israel pun berbendera Turki.

Di Malaysia dan Australia,Indonesia dan di Banjarmasin Kalimantan Selatan aksi unjuk rasa mengutuk kebiadaban Israel juga terjadi seperti yang terjadi di belahan dunia lainnya.

Sekjen Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Anders Fogh Rasmussen meminta Israel segera membebaskan para penumpang dan kapal misi kemanusiaan ke Gaza yang mereka tahan.

"Saya menyampaikan belasungkawa yang tulus kepada keluarga para korban dan mengutuk aksi (brutal Israel-red.) yang menjadi penyebab tragedi ini," katanya di Brussels, Selasa.

Rasmussen juga meminta pembebasan segera para warga sipil dan kapal yang ditahan Israel. Seruan kepada Tel Aviv itu disampaikannya setelah menghadiri pertemuan darurat Dewan Atlantik Utara yang digelar atas permintaan Turki.

Para duta besar 27 negara anggota Uni Eropa juga mengutuk aksi kekerasan Israel dan meminta adanya penyelidikan independen terhadap insiden berdarah di perairan internasional itu.

Pertemuan Troika Plus Majelis Perlemen se-Asia (Asian Parliamentary Assembly/APA), mengeluarkan sebuah komunike bersama mengutuk serangan Israel atas konvoi bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Di antara butir-butir Komunike Tehran itu menyatakan perbuatan tersebut sebagai terorisme negara (state terrorism) dan mendesak Menteri Pertahanan Isreal Ehud Barak diadili.

Pertemuan Troika Plus tersebut digelar di gedung Parlemen Iran, di Teheran, Selasa (1/6), dihadiri Ketua DPR-RI, Marzuki Alie, yang juga Presiden APA; Ketua Parlemen Iran, Ali Larijani, yang merupakan Presiden APA periode sebelumnya; Ketua Parlemen Suriah, Mahmud al-Abrash, yang akan menjadi Presiden APA periode berikutnya; Wakil Ketua Parlemen Nasional Palestina dari Fatah, Tayseer Qubba; Sekjen APA,Nejad Hosseinian; dan Wakil Ketua Parlemen Afghanistan.

"Serangan tersebut merupakan kejahatan perang, pelanggaran hukum internasional, dan pelanggaran konvensi hukum laut internasional," demikian antara lain butir komunike bersama yang dibacakan dua kali, oleh Marzuki Alie dan Ali Larijani.

Dalam draf komunike sebelumnya, tidak tercantum adanya seruan kepada Mesir untuk membuka perbatasan Rafah, yang menghubungkan Gaza dengan Mesir. Poin tersebut masuk dalam pembahasan delegasi parlemen, yang antara lain diusulkan oleh Iran.

Israel Bebaskan Tahanan, Pengakuan Mengalir

Israel mulai membebaskan sebagian dari 700 aktivis yang ditangkap pasca aksi "perompakan laut" terhadap konvoi bantuan kemanusiaan Freedom Flotilla untuk Gaza.

Berikut ini pernyataan beberapa aktivis:

Issam Zaatar, kameramen Aljazeera:

"Saya sedang merekam, tiba-tiba dia (seorang tentara Israel) berlari ke arah saya dengan menodongkan senjata. Dia tidak dapat menangkap saya. Salah satu rekannya memukul tangan saya dengan senjata dari belakang."
Kemudian ia berusaha menghancurkan kamera saya. Saya berkata padanya, jangan hancurkan kamera saya. Jika kamu mau, saya berikan kasetnya. Mereka benar-benar tidak punya batasan.

Huseyin Tokalak, kapten salah satu kapal yang disita:

"Kapal Angkatan Laut Israel mengancam akan menenggelamkan kapal sebelum pasukan naik dan menodongkan senjata mereka padanya dan krunya. Mereka menodongkan dua senjata ke kepala kita masing-masing."

Norman Paech, mantan anggota parlemen Jerman:

"Ini bukan aksi membela diri oleh tentara Israel, melainkan aksi yang sungguh tidak proporsional - karena kami sebelumnya sudah memperkirakan bahwa kapal kami mungkin akan diblokir dan bahkan diperiksa. Ini merupakan pelanggaran yang sangat serius, ini adalah kejahatan perang. Saya pribadi melihat dua tongkat kayu yang digunakan [oleh aktivis]. Dengan cara apapun kami tidak siap untuk melawan. Kami bahkan tidak memperkirakannya. Tidak ada kekerasan dan tidak ada perlawanan- karena kami tahu benar bahwa kami tidak akan menang melawan tentara seperti ini."

Nilufer Cetin, Turki:

"Kami berada di dalam kabin dan tetap bermain di sela-sela suara tembakan. Putra saya sangat cemas sejak kemarin sore... Saya tidak perlu melindungi anak saya. Mereka tahu ada bayi di dalam kapal. Saya memakaikan topeng gas dan jaket pelampung untuk anak saya.
Terdapat ribuan, jutaan bayi di Gaza. Anak saya dan saya sendiri ingin bermain dengan bayi-bayi itu. Kami berencana membawakan mereka bantuan. Kami ingin mengatakan: "Lihat, ini adalah tempat yang aman, aku datang dengan anak bayi ku."

"Saya melihat suami saya dari kejauhan, dia tampak baik-baik saja. Personil kapal tidak terluka, karena mereka (tentara Israel) membutuhkan mereka untuk memandu kapal menuju pelabuhan. Saya akan pergi lagi jika ada kapal berangkat." (Antara/Republika/Tempo Interaktif/Detik/IRIB/RM/2/6/2010).

Ahmadinejad: Israel Hidup Bersama Ilusi

Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad mengatakan, rezim Zionis Israel tidak mampu menyerang Iran, Suriah dan Libanon. Ditambahkannya, Israel hanya mampu melakukan kejahatan-kejahatan seperti menyerang Freedom Flotilla.

Ahmadinejad, Selasa (1/6) dalam wawancaranya dengan televisi LBC Lebanon, menandaskan, Israel tengah berupaya mengobarkan perang, sebab rezim itu memang dibentuk untuk menciptakan perang.

"Selama bertahun-tahun, Israel hidup bersama ilusi kekuatan yang tak terkalahkan, namun kini kedigdayaan Zionis telah hancur dan tidak mampu bernafas lagi," tegasnya.

Ahmadinejad menegaskan, kemungkinan kemenangan Israel dalam setiap perang di masa mendatang, di titik nol.

Menyinggung serangan brutal tentara Israel terhadap konvoi bantuan kemanusiaan Gaza, Freedom Flotilla di perairan internasional, Ahmadinejad menyatakan, serangan itu bukan bukti kekuatan Israel, tapi indikasi kelemahan mereka.

Menurut Ahmadinejad, serangan Israel merupakan ujian bagi negara-negara Barat khususnya AS terkait klaim-kalim mereka dalam membela hak asasi manusia. Ditambahkannya, "Apa yang akan dikatakan Barat sebagai pihak yang mengaku membela HAM? Tragedi berdarah Freedom Flotilla adalah parameter untuk mengukur kejujuran mereka meski peristiwa itu telah menciptakan skandal bagi mereka dan mereka sudah tidak punya kehormatan lagi." (IRIB/MZ/RM/2/6/2010).

0 comments to "Bantuan Kemanusiaan Jadi Ancaman???...aneh..."

Leave a comment