Keputusan kontroversial Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan Resolusi 1929 berisi sanksi tambahan bagi Iran menyangkut program pengembangan nuklir negara ini, menjadi berita hangat di berbagai media massa nasional dan internasional.
Kantor berita Antara hari ini (Kamis,10/6/2010) melaporkan, hasil pemungutan suara yang dipimpin oleh Wakil Tetap Meksiko, Claude Heller, selaku Presiden Dewan Keamanan bulan Juni itu merupakan resolusi dengan dukungan paling kecil terhadap empat resolusi tentang Iran sejak tahun 2006.
Tidak semua anggota Dewan Keamanan setuju terhadap sanksi baru tersebut. Pada pemungutan suara yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, dua dari 15 negara anggota, yakni Brazil dan Turki, menyatakan tidak mendukung resolusi, sementara Lebanon lebih memilih abstain.
Resolusi disahkan DK-PBB setelah melalui proses negosiasi penjang selama lima bulan yang diusung lima anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, China dan Rusia, plus satu negara bukan anggota Dewan Keamanan yaitu, Jerman.
Resolusi anti Iran ini sebetulnya menegaskan resolusi sebelumnya yang dikeluarkan pada 3 Maret 2008. Isi dari resolusi sepihak ini antara lain:
Pertama, menambah embargo persenjataan dan sanksi di bidang perbankan serta melarang Iran melakukan kegiatan di luar negeri yang `sensitif` seperti penambangan, produksi atau penggunaan bahan-bahan serta teknologi uranium.
kedua, meminta semua negara untuk tidak memasok, menjual atau mengirim tank-tank perang, kendaraan tempur bersenjata, sistem artileri kaliber tinggi, pesawat tempur, helikopter penyerang, kapal perang, dan sistem peluru kendali kepada Iran.
Ketiga, meminta negara-negara untuk tidak mentransfer atau memberika bantuan teknologi peluru kendali balistik untuk senjata nuklir kepada Tehran.
keempat, meminta negara-negara untuk melakukan pemeriksaan terhadap kapal-kapal laut Iran yang diyakini mengangkut barang-barang terlarang dari Iran.
Kelima, menambah 40 pihak ke dalam daftar orang atau kelompok yang dikenai sanksi finansial serta larangan bepergian, termasuk Javad Rahiqi, kepala pusat teknologi nuklir Iran, Isfahan.
Menyikapi resolusi sepihak itu, Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad mereaksi keras disahkannya resolusi sanksi tambahan terhadap Iran di Dewan Keamanan PBB. Ahmadinejad menegaskan, "Bagi Bangsa Iran, resolusi tersebut tidak ada artinya".
Kantor Berita ISNA melaporkan, Presiden Ahmadinejad di sela-sela lawatannya di Tajikistan menyatakan, "Mereka yang memiliki dan menggunakan bom atom, serta memanfaatkannya untuk mengancam pihak lain, kini mengeluarkan resolusi melawan kami dengan dalih kemungkinan Iran di masa mendatang bakal membuat bom atom".
Sembari menegaskan tidak bernilainya resolusi tersebut, Ahmadinejad menandaskan,
"Ranah politik saat ini sudah menjadi ajang penipuan, agresi, dan ekspansionisme. Sebab di ranah ini, akhlak dan cinta telah disingkirkan dari hubungan sosial".
Sebelumnya, Presiden Ahmadinejad memperingatkan bakal menghentikan perundingan soal program nuklir Iran jika AS bersama sekutunya bertekad mengeluarkan sanksi baru terhadap Tehran. Ia juga menegaskan bahwa perilisan sanksi baru tidak akan mengubah kebijakan nuklir Iran.
Bukan hanya Tehran yang kecewa atas keluarnya resolusi baru anti Iran. Wakil Tetap Brazil di Dewan Keamanan PBB, Maria Luiza Ribeiro menyebut pengesahan resolusi tersebut sebagai kesalahan besar. Maria dalam pernyataannya sebelum pengambilan voting Resolusi 1929 ini menekankan kembali bahwa Brazil menolak draft resolusi anti-Iran. Ia menyatakan, "Pengesahan resolusi ini bertentangan dengan upaya sukses yang ditempuh Brazil dan Turki untuk bekerjasama dengan Iran, sehingga program nuklir Iran bisa diselesaikan lewat jalur perundingan".
Wakil Tetap Brazil di DK PBB itu mengingatkan, "Deklarasi Tehran yang ditandatangani pada 17 Mei 2010 lalu merupakan kesempatan langka yang tidak boleh dilepas begitu saja". Lebih lanjut, Maria Luiza memaparkan bahwa banyak negara, organisasi, dan tokoh terkemuka yang mengakui arti penting Deklarasi Tehran. Ditambahkannya, "Jawaban kelompok Wina (yang terdiri atas AS, Perancis, dan Rusia) atas surat Iran tertanggal 24 Mei yang berisi komitmen Iran terhadap Deklarasi Tehran, telah diterima beberap jam lalu. Namun jawaban itu sama sekali tidak memberikan waktu bagi Iran untuk memberikan jawaban atas pandangan kelompok Wina". Wakil Tetap Brazil di DK PBB itu menegaskan, "Menurut kami Dewan Keamanan PBB bergerak ke arah yang keliru".
Senada dengan Brazil, Utusan Tetap Turki untuk PBB, Ertugrul Apakan sangat prihatin dengan dijatuhkannya sanksi baru terhadap Iran, dan menilai langkah itu hanya akan berdampak negatif.
Iran sebelumnya berupaya menghilangkan kekhawatiran dunia internasional dengan menyetujui satu kesepakatan dengan Turki dan Brazil lewat perilisan Deklarasi Tehran. Berdasarkan kesepakatan itu, Iran sepakat mengirim 1.200 kg uranium berkadar rendah (LEU) ke Turki untuk ditukar dengan bahan bakar reaktor nuklir riset Tehran, yang memproduksi isotop medis untuk pasien kanker.
Sejatinya, resolusi 1929 hanyalah akal-akalan negara adidaya global untuk menekan negara-negara berkembang dan independen seperti Iran agar bergantung kepada mereka dengan memanfaatkan lembaga internasional seperti Dewan Keamanan.
Hingga kini, PBB tidak bisa membuktikan program nuklir Iran untuk kepentingan militer, dan menyimpang dari tujuan damai. Padahal AS dan Rusia selaku pemilik senjata nuklir terbesar di dunia tidak pernah mendapat tekanan resolusi sejenis dari Dewan Keamanan PBB. Bukan hanya itu, PBB sendiri tidak mampu memaksa rezim Zionis yang terang-terangan memiliki hulu ledak nuklir di gudang senjatanya dan menggunakan bom yang mengandung fosfor putih dalam perang 22 hari di Jalur Gaza.
Ironisnya, resolusi ini dikeluarkan di tengah-tengah gencarnya kecaman publik dunia terhadap kejahatan rezim Zionis Israel menyerang kapal bantuan kemanusiaan Freedom Flotilla. Anehnya, Dewan keamanan PBB sendiri hanya mengeluarkan resolusi lemah mengenai kejahatan Israel, dengan menegaskan penyelidikan terhadap kasus anti kemanusiaan yang terang-benderang itu.
Dewan Keamanan sedang didikte negara-negara adidaya. PBB tidak bisa melepaskan cengkeraman cakar hegemoni negara adidaya global. Lembaga internasional itu dikendalikan oleh segelintir negara, sisanya yang mayoritas hanya bisa menonton kesal dan tidak boleh protes, apalagi melawan.(Antara/kompas/IRIB/PH/10/6/2010)
Presiden Ahmadinejad Bertolak ke Cina
Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad hari ini (Kamis,10/6/2010) meninggalkan Tajikistan menuju Cina.
Sebelum meninggalkan Dushanbe, Ahmadinejad dilepas secara resmi oleh Presiden Tajikistan Imam Ali Rahman. Di Cina Ahmadinejad dijadwalkan meninjau pameran Expo 2010 di Shanghai Cina dan ikut serta dalam acara Iran's Day.
Sebelumnya, di Tajikistan, Presiden Ahmadinejad menyampaikan beberapa usulan penting terkait perlindungan, pelestarian dan penggunaan air secara benar, yang merupakan isu-isu penting di dunia saat ini.
Ahmadinejad juga sempat bertemu dan berunding dengan Presiden dan sejumlah pejabat tinggi Tajikistan untuk membahas hubungan bilateral dan berbagai masalah regional dan internasional.
Keikutsertaan Iran di Konferensi 'Air untuk Kehidupan' di tingkat tertinggi dipandang sebagai poin penting konferensi tersebut. Pasalnya, Iran termasuk di antara negara-negara teratas dalam hal kemampuan membuat bendungan.(IRIB/AHF/PH/10/6/2010)
Resolusi DK PBB Dikecam Banyak Pihak
Keputusan terbaru Dewan Keamanan PBB soal sanksi keempat atas Iran disebut oleh Presiden Brazil Lula da Silva sebagai kesalahan besar.
Lula da Silva dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi setempat mengatakan, dengan resolusi ini negara-negara adidaya telah menyia-nyiakan peluang bersejarah yang sudah tersedia untuk berunding dengan Iran.
Seraya menegaskan perlunya dilakukan perombakan pada Dewan Keamanan PBB Presiden Brazil menambahkan, langkah terbaru telah membuat kredebilitas DK PBB dipertanyakan.
Brazil bersama Turki menolak draf resolusi yang berisi sanksi terbaru atas Iran di Dewan Keamanan, sementara Lebanon memilih suara absen.(IRIB/AHF/PH/10/6/2010)
Ahmadinejad: Resolusi Tak Bisa Melumpuhkan Iran
Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad menanggapi resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1929 terkait sanksi atas Iran dengan mengatakan, para penyusun resolusi ini hendaknya tahu bahwa cara-cara seperti ini tidak akan bisa melumpuhkan bangsa Iran.
Kantor berita IRNA melaporkan, Ahmadinejad menegaskan, mereka yang menyimpan senjata nuklir dan berulang kali menyusun resolusi anti Iran harus menyadari bahwa resolusi ini tidak berarti sama sekali bagi bangsa Iran.
Di bagian lain pernyataannya, Presiden Ahmadinejad menyinggung dunia kapitalisme seraya mengungkapkan, untuk memenuhi saku para pemilik pabrik senjata dan menyelesaikan kesulitan dunia kapitalisme, Presiden AS mengerahkan pasukan ke Timur Tengah dan memerintahkan untuk menyerang dan menduduki Afganistan.
Ahmadinejad menegaskan, sekarang sudah bukan zaman bagi pemikiran yang meyakini dunia bisa dikelola tanpa cinta dan hanya bersandar pada kecenderungan materi, etika dan pengorbanan saja. "Dunia saat ini dipenuhi oleh kebohongan dan ambisi," tambahnya. (IRIB/AHF/PH/10/6/2010)
Khazaee: Resolusi Anti-Iran, Kesalahan Historis DK PBB
Setelah melalui proses negosiasi panjang selama lima bulan, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, kemarin (Rabu, 9/6) akhirnya mengesahkan Resolusi 1929 berisi sanksi tambahan bagi Iran menyangkut program pengembangan nuklir negara pimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad itu. Sanksi baru ini diloloskan setelah diperlunak dalam perundingan dengan Rusia dan Cina pada hari Selasa (8/6).
Tidak semua anggota Dewan Keamanan setuju terhadap sanksi baru yang diprakarsai oleh AS dan sekutunya itu. Pada pemungutan suara yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, dua dari 15 negara anggota, yakni Brazil dan Turki menolak resolusi sementara Lebanon memilih abstain.
Resolusi ini merupakan resolusi putaran keempat yang dijatuhkan terhadap Iran terkait program nuklirnya dan diklaim sebagai resolusi "yang paling signifikan" dibanding sebelumnya. Namun, Turki dan Brazil menentang resolusi terbaru itu. kedua negara itu mengkritik AS dan sekutunya lantan tidak memberikan kesempatan terhadap implementasi Deklarasi Tehran.
Utusan Tetap Brazil untuk PBB Maria Luiza Ribeiro Viotti mengatakan, "Kami tidak melihat sanksi merupakan alat efektif dalam kasus ini. Sanksi itu hanya akan membuat warga Iran menderita dan menjadi kemenangan bagi pihak-pihak yang memang tidak mau berdialog."
Sementara itu Utusan Tetap Turki untuk PBB Ertugrul Apakan sangat prihatin dengan dijatuhkannya sanksi baru terhadap Iran dan menilai langkah itu hanya akan berdampak negatif.
Iran sebelumnya berupaya menghilangkan kekhawatiran dunia internasional dengan menyetujui satu kesepakatan dengan Turki dan Brasil lewat perilisan Deklrasi Tehran. Berdasarkan kesepakatan itu, Iran sepakat mengirim 1.200 kg uranium berkadar rendah (LEU) ke Turki untuk ditukar dengan bahan bakar reaktor nuklir riset Tehran, yang memproduksi isotop medis untuk pasien kanke.
Ahmadinejad: Resolusi Anti-Iran Tidak Ada Artinya!
Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad mereaksi keras disahkannya resolusi sanksi tambahan terhadap Iran di Dewan Keamanan PBB. Ahmadinejad menegaskan, "Bagi Bangsa Iran, resolusi tersebut tidak ada artinya". Kantor Berita ISNA melaporkan, Presiden Ahmadinejad di sela-sela lawatannya di Tajikistan menyatakan, "Mereka yang memiliki dan menggunakan bom atom, serta memanfaatkannya untuk mengancam pihak lain, kini mengeluarkan resolusi melawan kami dengan dalih kemungkinan Iran di masa mendatang bakal membuat bom atom".
Sembari menegaskan tidak bernilainya resolusi tersebut, Ahmadinejad menandaskan, "Ranah politik saat ini sudah menjadi ajang penipuan, agresi, dan ekspansionisme. Sebab di ranah ini, akhlak dan cinta telah disingkirkan dari hubungan sosial".
Sebelumnya, Presiden Ahmadinejad memperingatkan bakal menghentikan perundingan soal program nuklir Iran jika AS bersama sekutunya bertekad mengeluarkan sanksi baru terhadap Tehran. Ia juga menegaskan bahwa perilisan sanksi baru tidak akan mengubah kebijakan nuklir Iran.
Sementara itu, mengomentari sanksi tambahan Dewan Keamanan PBB terhadap Iran, Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Manochehr Mottaki yang kini tengah berkunjungan ke Dublin, Irlandia menyatakan, "Langkah semacam itu merupakan kekeliruan. Dan dengan langkah itu, Barat sebenarnya menekan dirinya sendiri".
Seperti diketahui, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Rabu (9/6) mengesahkan Resolusi 1929 berisi sanksi tambahan bagi Iran menyangkut program pengembangan nuklir negara pimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad itu.
Tidak semua anggota Dewan Keamanan setuju terhadap sanksi baru tersebut sehingga pada pemungutan suara yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, dua dari 15 negara anggota, yakni Brazil dan Turki menolak resolusi sementara Lebanon memilih abstain.
Segera setelah disahkannya sanksi tambahan DK PBB terhadap Iran, Khazaee menandaskan, "Penggunaan standar ganda secara sembarangan dan memprihatinkan yang diterapkan DK PBB, suatu hari nanti pasti bakal berakhir". Di tambahkannya, "Di masa itu, sebagian kekuatan anggota Dewan Keamanan harus menjawab pertanyaan sah opini publik dunia soal perilkau keliru mereka di DK PBB"
Sementara itu, Sekretaris Dewan Tertinggi Keamanan Nasional Iran memperingatkan sejumlah negara kuat Dewan Keamanan PBB bahwa pemilihan opsi konfrontasi akan dijawab dengan sikap tegas Iran. Ia menjelaskan, "Jalan konfrontasi dengan bangsa Iran merupakan jalan buntu dan bagi para pelakunya bakal menelan ongkos yang mahal dan kesia-siaan".(irib/10/6/2010)
Bom Meledak, Pesta Jadi Ajang Duka
Sebuah bom meledak dalam sebuah acara pernikahan di wilayah Kandahar Afganistan selatan. Ledakan tersebut menewaskan sedikitnya 39 orang.
Menurut keterangan pihak keamanan setempat, ledakan tersebut terjadi di 30 kilometer dari kota Kandahar. Selain menewaskan 39 orang, ledakan bom juga melukai 73 lainnya.
Sampai saat ini belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas terjadinya serangan teror itu. Sumber rumah sakit memperkirakan jumlah korban tewas akan semakin bertambah.(IRIB/AHF/PH/10/6/2010)
Mottaki: Tunggu Jurus Baru Iran
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Manouchehr Mottaki mengatakan, pengesahan resolusi Dewan Keamanan yang berisi sanksi baru terhadap Iran adalah langkah mundur.
Berbicara di Dublin Irlandia, Mottaki menegaskan, "Dalam permainan di papan catur, kami sudah melangkah ke arah kerjasama dan menciptakan kepercayaan, itulah yang tertuang dalam Deklarasi Tehran." Mottaki menambahkan, "Hari ini mereka melangkah di papan catur, dan sesuai aturan, kini mereka harus menunggu langkah Republik Islam Iran selanjutnya."
Bangsa Iran, tegasnya, sudah melangkah di jalan yang benar. Logika yang digunakan Iran juga logika yang unggul di atas logika mereka.
Di bagian lain, meski mendukung resolusi berisi sanksi terhadap Iran, Uni Eropa menyatakan masih berharap bisa melakukan perundingan dengan Iran. Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton menyatakan keinginan pihaknya untuk melanjutkan perundingan dengan Iran.
Menurut kantor Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, resolusi Dewan Keamanan tetap membuka peluang bagi perundingan Iran dan negara-negara besar untuk mencapai kerjasama. Ashton mendesak dibukanya kembali perundingan Iran dan enam besar dunia.(IRIB/AHF/PH/10/6/2010)
Siapa Pelatih Militer Taliban?
Tentara Inggris melatih dan memberikan bantuan dana kepada gerilyawan Taliban di wilayah selatan Afganistan. Hal itu diungkap salah seorang anggota Taliban.
Press TV melaporkan, Mulla Abdussalam Hanafi kepada situs pemberitaan Beneva mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir gerilyawan Taliban mendapat pelatihan militer dari tentara Inggris. Tak hanya itu, setiap bulan Inggris juga memberi 300 dolar kepada masing-masing anggota Taliban.
Mulla Abdussalam Hanafi adalah salah seorang senior di jaringan Taliban. Dia sempat menjabat sebagai Gubernur Uruzgan saat Taliban berkuasa di Afganistan. Fakta tersebut diungkap Hanafi setelah Inggris secara terbuka membeberkan prakarsa damai dengan Taliban.
Tahun 2001, AS yang dibantu Inggris dan sejumlah negara sekutunya menyerang Afganistan dengan alasan untuk menumpas kelompok Taliban. Serangan dan pendudukan Afganistan hanya membuat negara itu tenggelam dalam ketidakamanan dan kekacauan. Warga sipil adalah pihak yang paling banyak menderita akibat invasi dan pendudukan asing di Afganistan.(IRIB/AHF/PH/10/6/2010)
0 comments to "Bukan mengenakan sanksi berat ke Israel, PBB atas desakan negara Adidaya malah menjatuhkan sanksi tambahan bagi Iran yang kontra Israel..aneh..."