Home , , � Iranphobia...

Iranphobia...


Iranphobia yang Merugikan Israel, Bikin Bingung Tel Aviv

"Nyaris tiada hari tanpa pernyataan dari para pejabat, politisi, pengamat, dan publik di Israel tentang keberadaan Iran sebagai ancaman terhadap rezim Zionis."

Demikian ungkap Scott Petersen, staff penulis di Christian Science Monitor. Hal itu mengemuka menyusul setiap problem yang dihadapi Israel, mulai dari persenjataan Hizbullah Lebanon hingga aktivis "teroris" penyalur bantuan kemanusiaan untuk Gaza di atas kapal Freedom Flotilla.

Sang penulis itu melontarkan pertanyaan seberapa kuat pola pikir anti-Iran di Israel?

"Kita membuat mereka lebih kuat," kata David Menashri, Direktur Pusat Studi Iran di Universitas Tel Aviv. Menurutnya, Israel harus mengurangi berkomentar tentang Iran dan tidak membuat perbandingan historis yang berlebihan.

Di lain pihak, Dr. Haggai Ram dari Universitas Ben Gurion, dalam bukunya berjudul The Logic of an Israeli Obsession, menulis bahwa terdapat pemahaman yang sangat irasional dan sangat mengecewakan di Israel dalam memahami ancaman Iran.

Iranophobia yang dikemukakan Israel terkait program nuklir Iran justru lebih merugikan Tel Aviv. Ancaman program nuklir Iran yang ditegaskan oleh para pejabat Tehran sepenuhnya bertujuan damai, selalu direaksi Iran dengan menekankan tekadnya dalam memberantas senjata nuklir. Secara otomatis, perhatian dunia kembali tertuju pada gudang-gudang senjata nuklir yang dimiliki Israel.

Israel bersemangat sekali menebar Iranophobia, namun pada saat yang sama aksi tersebut justru membuat rezim Zionis makin tersudut(IRIB/MZ/AHF/nasibatanak/21/6/2010)

Imperium dan Bom Nuklir AS, Mana Dulu yang Harus Hancur?

Robert Jensen, seorang penulis dan jurnalis Amerika Serikat menyatakan, mengingat imperium politik dan ekonomi Amerika Serikat terjamin aman berkat kekuatan atomnya, maka tidak mungkin membicarakan perlucutan senjata nuklir sebelum imperium ini runtuh.

Jensen yang juga peneliti di Universitas Texas menyatakan, "Jika kita benar-benar serius memusnahkan senjata nuklir, maka tahap awalnya kita harus menggulingkan imperium Amerika Serikat terlebih dahulu!"

"Untuk menggapai dunia bebas senjata nuklir kita harus, bukan hanya merombak kelompok-kelompok kolot di Amerika Serikat, melainkan juga mengubah struktur kekuatan Amerika Serikat yang dibentuk oleh para politisi seperti Bush, Cheney, dan Rumsfeld," tambahnya. Selain itu, perombakan yang sama juga harus dilakukan di partai-partai moderat seperti yang disetir oleh Obama, Biden, dan Clinton.

Menurut Jensen, kelompok pertama adalah kumpulan para politisi paranoid sementara kelompok kedua hanya para politisi yang skeptis dan ragu. Setelah delapan tahun kekuasaan kelompok pertama, maka untuk saat ini tentu mudah bagi kelompok moderat untuk memahami rekayasa situasi keamanan pada masa itu.

Perlucutan Senjata Nuklir Berarti Hancurnya Amerika

Imperialisme kontemporer Amerika Serikat melindungi kapitalisme dan perusahaan-perusahaan raksasa. Sistem ini bukan hanya berkuasa di dalam negeri melainkan juga terhadap perekonomian dunia. Hegemoni kekuasaan tersebut juga sangat bergantung pada kekuatan militer dan senjata-senjata nuklir Amerika Serikat.

Setiap orang yang memegang kontrol Amerika Serikat harus melestarikan imperialisme politik, militer, dan ekonominya. Hingga kini, imperium ini masih menjadi ancaman terbesar bagi keadilan dan keamanan dunia. Setiap upaya serius untuk mengontrol dunia khususnya di sektor perlucutan senjata nuklir sangat bertentangan dengan imperialisme Amerika Serikat.

Oleh karena itu, menurut Jensen kita tidak bisa berhadap baik dari para Republikan atau Demokrat agar bersedia melucuti senjata nuklir Amerika karena tidak mungkin mereka melakukannya.

Enam Dekade Barbarisme

Penembakan bom atom di Jepang secara lahiriyah memang untuk mengakhiri Perang Dunia II, namun pada hakikatnya aksi kejam itu adalah pesan penting dari Amerika untuk Uni Soviet. Tragedi Hiroshima dan Nagasaki, tegas Jensen, mengakhiri brutalitas pada Perang Dunia II, akan tetapi mengawali lembaran baru barbarisme Amerika Serikat selama enam dekade terakhir.

Pasca Perang Dunia II, Amerika Serikat dapat hidup aman dengan investasi dan sumber-sumbernya yang melimpah. Namun kerakusan para politisi Amerika Serikat memaksa mereka untuk menerapkan politik dominasi bukan politik damai. Oleh karena itu, pada tahun 1947, Staf Perencanaan Kebijakan Departemen Dalam Negeri Amerika memberikan ringkasan bahwa "Menggapai sesuatu kurang dari kekuatan lebih besar berarti opsi untuk kalah. Kekuatan yang lebih besar harus menjadi tujuan politik Amerika."

Kekuatan yang lebih besar berarti "kontrol" terhadap dunia. Syarat ekonomi global harus didikte. Pihak lain harus mencari tempatnya di dalam sistem tersebut atau harus menerima kehancuran, dan tidak ada tantangan apapun yang dapat diterima dari sistem lain.

Untuk merealisasikan hal itu, Amerika perlu melakukan sesuatu dan terjadilah tragedi Hiroshima. Sejak saat itu, senjata-senjata nuklir Amerika menjamin imperialisme, hegemoni, dan dominasi Negeri Paman Sam itu di berbagai sektor global. Atas dasar itu dapat dipahami mengapa Presiden Amerika Barack Obama berniat meningkatkan pengeluaran negara untuk modernisasi senjata-senjata nuklirnya. (IRIB/MZ/AHF/21/6/2010)

0 comments to "Iranphobia..."

Leave a comment