Home , , � 13 Rajab adalah hari kelahiran Imam Ali as : "Bersikaplah adil bahkan dalam kemarahanmu."

13 Rajab adalah hari kelahiran Imam Ali as : "Bersikaplah adil bahkan dalam kemarahanmu."

Wawancara: Imam Ali as di Mata Ben Sohib

Siapa yang tidak mengenal Ben Sohib?!! Dia adalah penulis esai humor dan cerpen satir juga sastrawan. Da Peci Code, novelnya yang pertama dipublikasikan, menjadi bestseller. Setelah sukses dengan karya pertama, Da Peci Code, Ben Sohib kembali meluncurkan buku keduanya,"Rosid dan Delia". Kedua buku karya Ben Sohib berhasil menggebrak dunia pernovelan Indonesia. Tidak salah bila Mizan Cinema melirik karya Ali Shahab yang akrab disapa dengan nama Ben Sohib, untuk diangkat menjadi film layar lebar. Dua karya itu disulap menjadi film 3 Hati, Dua Dunia, Satu Cinta.

Mizan Productions setelah sukses membuat beberapa film yang diangkat dari bovel seperti Laskar Pelangi , Sang Pemimpi, Emak Ingin Naik Haji, kembali memproduksi film yang kisahnya berasal dari buku. Tak tanggung-tanggung, dua novel karya Ben Sohib dijadikan dasar untuk membuat film yang berjudul 3 Hati, Dua Dunia, Satu Cinta. Film ini akan ditayangkan secara serentak di tingkat nasional pada tanggal 1 Juli.

Belum lama ini, IRIB berhasil mewancarai Ben Sohib soal sosok Imam Ali as. Bagaimana novelis bernas ini memandang sosok agung Imam Ali as? Berikut ini adalah wawancara IRIB dengan Ben Sohib.


IRIB:Tanggal 13 Rajab adalah hari kelahiran Imam Ali as. Bagaimana anda memandang sosok agung ini?

Ben Sohib: Buat saya Imam Ali seorang manusia paripurna. Beliau merupakan sosok yg kuat dalam berbagai sisi. Di satu sisi beliau seorang sufi yg berlimpah cinta, tapi di sisi lain beliau seorang yang mencengangkan dalam perkelahian di medan pertempuran. Beliau memiliki kharisma yg amat kuat sehingga disegani oleh lawan maupun kawan. Beliau juga seorang filosof, sosiolog, dan psikolog. Melalui kata-katanya, kita dapat menangkap bahwa beliau merupakan orang yg mengerti setiap serat yg terdapat dalam jiwa manusia dan masyarakat. Buat saya, Imam Ali adalah keajaiban.

IRIB: Salah satu aspek yang menonjol pada figur Imam Ali as adalah keadilan beliau, bahkan ada buku tentang keadilan Imam Ali as yang ditulis seorang penulis Kristen, George Jordac. Bagaimana anda memandang keadilan Imam Ali as?

Ben Sohib: Salah satu kata-kata Imam Ali yg saya ingat : "Bersikaplah adil bahkan dalam kemarahanmu." Tentu saja orang semacam George Jordac yang Kristen mengagumi beliau. Imam Ali milik seluruh pecinta kebenaran. Kearifan dan kebesarannya melampaui segala sekat, baik etnis maupun agama. Sebuah kekeliruan yang teramat besar jika Imam Ali dianggap sebagai milik umat Islam saja, atau lebih spesifik milik penganut Syiah saja.

IRIB: Bisakah anda jelaskan kepada kami mengenai kedekatan Imam Ali as dengan Rasulullah Saw?

Ben Sohib: Setahu saya Imam Ali berada dalam asuhan dan didikan Rasulullah semenjak beliau masih bayi. Saya rasa dibandingkan seluruh manusia pada zamannya, Imam Ali lah yg paling dekat dengan Rasulullah. Semenjak bayi hingga dewasa, Imam Ali menjadi murid Rasulullah. Buat saya, Imam Ali merupakan Platonya Muhammad. Orang yg paling menguasai dan mengerti ajaran Muhammad. Seperti Plato dengan Socrates

IRIB: Bagaimana anda memandang kepemimpinan atau imamah Imam Ali as?

Ben Sohib: Saya dibesarkan dalam tradisi Sunni sehingga saya tidak begitu akrab dengan persoalan imamah dalam pengertian teologis. Tetapi kalau dalam konteks kepemimpinan beliau sebagai seorang khalifah, tentu dapat kita yakini keadilan beliau dalam memimpin. Lihat saja bagaimana surat-surat dan nasihat beliau kepada para gubernurnya. Atau bagaimana sikap beliau menghadapi tipu daya musuh-musuh politiknya. Imam Ali jelas lebih mendahulukan kepentingan umum ketimbang kepentingan dirinya sendiri. Imam Ali tidak pernah membalas tipu daya politik dengan tipu daya politik, padahal beliau mampu jika mau.

IRIB: Bisakah anda ceritakan keutamaan-keutamanan Imam Ali as, kepada kami?

Ben Sohib: Menceritakan keutaman-keutamaan Imam Ali sulit buat saya. keutamaan beliau terlalu banyak. Tapi satu hal yg jelas buat saya, Imam Ali seorang sastrawan hebat. Beliau ahli retorika yg luar biasa. Kalimat-kalimatnya sangat berkharisma.

IRIB: Apakah anda tidak tertarik menulis novel yang mengambil inspirasi dari ketokohan Imam Ali as?

Ben Sohib: Tidak. Setidaknya untuk saat ini.
(irib/24/6/2010)

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) Hakim yang Zuhud

Ali bin Abi Thalib (sa), selain dalam kehidupan pribadinya, ia adalah
orang yang zuhud (sederhana dalam hidup), beliau memandang bahwa zuhud
bagi penguasa merupakan sesuatu yang penting dan wajib. Beliau
berkata, “Allah menjadikanku sebagai imam dan pemimpin dan aku melihat
perlunya aku hidup seperti orang miskin dalam berpakian, makan, dan
minum sehingga orang-orang miskin mengikuti kemiskinanku dan orang-
orang kaya tidak berbuat yang berlebihan.” (Biharul Anwar, jilid 40,
hlm. 326)

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) memakai pakaian yang keras, yang
dibelinya seharga lima dirham. Pakaian itu bertambal sehingga
dikatakan, “Wahai Imam Ali! Pakaian apa yang engkau kenakan?” Beliau
berkata, “Pakaian yang menjadi contoh bagi Mukminin menjadi penyebab
khusyuknya hati dan tawadhu’, menyampaikan manusia kepada tujuan,
merupakan syiar orang saleh, dan tidak menyebabkan kesombongan.
Alangkah baiknya kalau Muslimin mencontohnya.” (Biharul Anwar, jilid
4, hlm 323)

Dalam suratnya kepada Usman bin Hunaif, Imam Ali (sa) menyatakan:
“Setiap makmum memiliki imam yang diikutinya dan dimanfaatkan cahaya
ilmunya. Ketahuilah bahwa imam kalian qanaah ‘merasa cukup’ dengan dua
pakaian yang sudah tua dan makanan dengan dua keping roti. Namun,
kalian tidak mampu menerima hal seperti itu. Maka, bantulah aku dalam
menjauhi dosa dan jihad nafs serta menjaga iffah (kesucian diri) dan
kebenaran. Demi Tuhan! Dari dunia kalian, aku tidak menyimpan sedikit
pun dan dari ghanimah (harta rampasan perang), aku tidak menyimpan
sesuatu apa pun. Aku tidak membeli pakaian karena cukup dengan pakaian
tuaku. Adakah aku cukup puas dengan masyarakat yang memangilku Amirul
Mukminin tetapi tidak menyertai mereka dalam penderitaan dan kesulitan
hidup serta tidak menjadi contoh dalam menahan kesulitan-kesulitan?
Aku tidaklah diciptakan untuk disibukkan dengan makanan-makanan yang
enak, seperti binatang ternak yang kehidupannya hanyalah untuk makan
rumput atau binatang liar yang sibuk makan dan lupa dengan masa
depannya.” (Nahjul Balaghah, surat nomor 45)

Di bagian lain dari surat yang sama, beliau menyatakan: “Apabila
meghendaki, aku tahu bagaimana caranya membuat madu yang telah
disaring, biji gandum dan pakaian sutera. Namun, semoga hawa nafsu
tidak mengendaraiku dan kerakusan tidak menyeretku kepada berbagai
jenis makanan. Padahal, mungkin Badui Hijaz atau Yaman tidak mempunyai
harapan untuk mendapatkan makanan roti dan tiada pernah mengenyangkan
perut mereka sedangkan aku tidur dengan perut yang kenyang sementara
di sekelilingku, banyak perut yang lapar dan kerongkongan yang
haus.” (Nahjul Balaghah, surat 45)

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) dan Belanja Harta Negara


Di masa khilafah-nya, secara syariat Imam Ali (sa) memiliki hak
seperti para penguasa pada umumnya, dalam membelanjakan baitul-mal
untuk keperluan pribadi dalam batas yang umum. Namun, berbeda dengan
khalifah yang lain, Imam Ali (sa) sama sekali tidak pernah menggunakan
harta milik umum. Adakalanya beliau menggunakannya hanya dalam batas
yang sangat kecil yang tak berarti. Imam Ali hidup sangat sederhana
dan zuhud. Belanja hidupnya ditopang dari panen ladang kurma di
Madinah yang beliau miliki sebelumnya.

Zadan berkata: “Bersama dengan Qanbar (pembantu Imam Ali), aku
menjumpai Imam Ali (sa). Qanbar berkata, “Wahai Imam Ali! Aku
menyembunyikan sesuatu untukmu.” Beliau bertanya, “Apa itu?” Qanbar
berkata, “Datanglah ke rumah kami agar aku tunjukkan kepada Anda.”
Imam bangun dan bersama Qanbar menuju rumah pembantunya itu. Qanbar
menunjukkan satu wadah besar yang dipenuhi dengan emas dan perak. Dia
berkata, “Engkau telah membagikan semua harta baitul-mal kepada
Muslimin dan tidak meninggalkan sedikit pun untuk diri Anda sendiri.
Maka, aku menyimpan dan menyembunyikan harta ini untuk Anda.”

Imam Ali (sa) berkata: “Engkau ingin memasukkan api ke dalam rumahku?”
Kemudian, Imam Ali (sa) mengeluarkan pedangnya dan memotong-motong
emas dan perak itu lalu memerintahkan agar dibagikan kepada Muslimin.
Lantas beliau berkata: “Wahai emas dan perak! Janganlah menipuku!
Tipulah selain aku!”

Harun bin Antharah mengutip dari ayahnya yang berkata: “Suatu ketika,
aku menemui Imam Ali (sa) di gedung Khurnaq. Beliau melilitkan sehelai
handuk di tubuhnya yang menggigil kedinginan. Aku bertanya, “Wahai
Amirul Mukminin! Allah swt telah menetapkan bagian dari baitul-mal
untukmu dan keluargamu. Namun, mengapa engkau menyiksa dirimu seperti
ini!” Imam berkata, “Demi Allah! Aku tidak pernah membeli pakaian dari
harta milik kalian dan handuk yang aku lilitkan di tubuhku ini aku
bawa dari Madinah.” (Tarjumah Imam Ali bin Abi Thalib (sa), jilid 3,
hlm 181)

Asbagh bin Nabathah mengutip ucapan Imam Ali : “Demi Allah! Aku datang
ke negeri kalian dengan satu pakaian ini dan perlengkapan hidupku
hanyalah kuda (binatang kendaraan). Apabila aku keluar dari negeri
kalian dalam keadaan membawa sesuatu yang lain dari apa yang aku
miliki sebelumnya, niscaya aku termasuk orang yang berkhianat.”

Di dalam riwayat lain, beliau berkata: “Wahai penduduk Basrah! Mengapa
kalian masih mengkritikku?” Kemudian beliau menunjuk pakaiannya dan
berkata : “Pakaian ini telah kumiliki sebelum aku berkuasa dan dijahit
oleh keluargaku.” (Biharul Anwar, jilid 4, hlm 325)

Pembelanjaan hidup Imam Ali (sa) ditopang dari hasil ladang yang
beliau miliki di Madinah dan diperoleh dari Yanbu’ (mata air). Beliau
mengundang makan orang dengan daging dan roti sedangkan yang beliau
makan sendiri adalah roti, zaitun, dan kurma. (Gharat, jilid 1, hlm
68)

Nasehat Imam Ali (sa) untuk para Pejabat Negara


Dikutip dari: Surat Imam Ali bin Abi Abi Thalib (sa) kepada
Pembantunya yang Menyalahgunakan Jabatan

Ammâ ba’du. Sesungguhnya aku telah mempercayakan kepada Anda amanat
yang dibebankan atas diriku. Kuanggap Anda sebagai “orang dalam” yang
amat kupercayai. Tidak ada seorang pun dari keluargaku terdekat yang
sangat kuharapkan dukungannya serta keikhlasan dan kejujurannya lebih
daripada Anda. Namun kini, ketika Anda lihat aku ditantang oleh
keganasan zaman dan kekalapan lawan, di saat rusaknya amanat
kebanyakan manusia, dan parahnya kelalaian yang menimpa umat ini …,
justru Anda sendiri telah “membalikkan punggung”, meninggalkan aku
bersama orang-orang yang meninggalkan, menelantarkan aku bersama
mereka yang menelantarkan, dan mengkhianati aku bersama mereka yang
berkhianat. Maka, tiada bantuan yang Anda berikan dan tiada pula
amanat yang Anda tunaikan.

Seolah-olah bukan karena Allah Anda berjuang sebelum ini, dan bukan
berdasarkan petunjuk-Nya Anda berjalan selama ini. Seakan-akan Anda
hanya ingin menjerumuskan umat ini guna memperoleh dunia mereka, dan
merencanakan tipu daya demi merampas hak mereka.

Manakala kesulitan negeri ini makin bertambah, membuka jalan bagi Anda
untuk mengkhianati umat, Anda pun segera bertindak dan meloncat,
menerkam apa saja yang dapat Anda kuasai – dari harta mereka yang
tersimpan untuk janda dan anak yatim – dengan kecepatan laksana seekor
serigala menerkam anak domba yang terluka. Lalu Anda bergegas
membawanya semua jauh ke negeri Hijaz dengan hati amat puas, tak
sedkit pun bercampur perasaan berbuat dosa, seakan-akan Anda telah
mewarisi dari ayah dan ibu Anda …!

Sungguh, sebelum ini Anda termasuk di antara orang-orang yang berpikir
sehat. Betapa kiranya Anda dapat menelan minuman dan makanan yang Anda
tahu benar-benar sebagai minuman haram dan makanan haram …! Betapa
teganya Anda membeli sahaya dan menikahi wanita dengan harta anak
yatim, kaum fakir-miskin, orang-orang mukmin dan para mujahidin yang
untuk merekalah Allah swt telah memelihara semua harta ini, dan dengan
mereka pula ditundukkan-Nya negeri-negeri ini?!

Bertakwalah kepada Allah dan kembalikan semuanya itu kepada mereka!
Jika tidak, dan Allah memberiku kuasa atas Anda, niscaya akan kuhukum
Anda dengan hukuman yang setegas-tegasnya demi memenuhi
pertanggunganjawabku kepada Allah. Dan akan kuhantam Anda dengan
pedangku yang tidak seorang pun kuhantam dengannya melainkan ia pasti
masuk neraka!

Demi Allah, seandainya salah seorang di antara kedua putraku Hasan dan
Husein, melakukan perbuatan yang Anda lakukan, tidak sedikit pun akan
kuringankan perlakuanku terhadap mereka, dan tidak sejenak pun akan
kubiarkan mereka selamat dari kejaranku sampai aku berhasil mengambil
kembali segala yang bukan menjadi haknya dan menghapus kebatilan dari
perbuatan aniaya mereka.

Aku bersumpah demi Allah, Tuhan semesta alam, sekali-kali aku takkan
merasa senang sedikit pun sekiranya apa yang Anda ambil itu menjadi
milikku yang kemudian kutinggalkan sebagai warisan bagi keluarga
sepeninggalku.

Perhatikan dirimu baik-baik, sebentar lagi Anda sudah akan mencapai
“tujuan akhir dan tertanam di bawah lapisan tanah. Segala perbuatanmu
akan diperlihatkan kepada dirimu di padang mahsyar, tempat orang-orang
yang telah berbuat aniaya akan merintih menyesali diri, orang-orang
yang lalai akan sangat mengharap seandainya ia dapat kembali ke dunia
… Namun waktu itu tiada sedikit pun kesempatan untuk melarikan diri
…!
(Syarah Nahjul Balaghah Syeikh Muhammad Abduh, jilid 3, hlm 62)

Wassalam
Syamsuri Rifai
http://www.alfusalam.web.id
http://shalatdoa.blogspot.com

Bagi yang ingin pesan website, dapat pesan tim kami berikut contoh2nya
klik di sini:
http://tokoku99.com/pelayanan-jasa/pembuatan-website/230-contoh-dan-keuntungan-pesan-website-pada-kami-.html

Yang ingin bergabung bersama tim kami di PeopleString Jejaring social
mirip Facebook fasilats dan apilikasinya, detail dan caranya klik di
sini:
http://tokoku99.com/artikel/246-cara-daftar-ke-peoplestring-.html

Ali bin Abi Thalib, Insan Yang Sempurna

Hari ketika Ali terlahir ke dunia di dalam Kaabah, mata warga Mekah terbelalak menyaksikan keajaiban ini. Sebab, tak pernah ada seorangpun yang lahir di dalam Kaabah selain putra Abi Thalib ini. Kejadian tersebut mengisyaratkan bahwa putra yang lahir pada tanggal 13 Rajab ini adalah orang besar yang disegani dan dikagumi bahkan ribuan tahun setelah kematiannya. Kehidupannya yang penuh makna telah melahirkan pemikiran besar yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang hidup sezaman dengannya dan diwarisi oleh generasi-generasi berikutnya.

Hari ini kita memperingati kelahiran insan yang dikenal keluasan dan kedalaman ilmunya. Dia figur pemimpin yang bijak dan ramah. Dia adalah sosok manusia dengan kepribadian yang kuat dan stabil. Sebelum menjalankan keadilan dia terlebih dahulu menerapkannya pada diri sendiri. Kemuliaan akhlak menjelma dalam bentuk terindah dalam dirinya. Beliau memadukan antara pemikiran yang tajam dan mendalam dengan kasih sayang yang lembut. Malam hari ketika larut dalam ibadah, dia terputus dari segala sesuatu kecuali Allah. Di siang hari, dia terjun ke tengah medan dengan berbagai aktivitas sosial dan politik.

Sosok pemimpin agung ini dikenal pemaaf, pemberani dan ksatria tanpa tandingan. Jawara di medan perang ini tampil sebagai ilmuan yang bijak saat berbicara menebar hikmah. Semua orang dengan seksama mendengar tutur kata yang bak mutiara bertebaran dari lisannya. Setiap malam bintang-bintang di langit menjadi saksi air mata penghambaan dan kekhusyukannya dalam beribadah. Suara lirih munajatnya di kegelapan malam menyentuh hati siapa saja yang mendengarnya. Dialah Ali bin Abi Thalib, sosok insan kamil yang menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan keindahan manusia Ilahi.

Imam Ali (as) putra keempat Abi Thalib lahir tanggal 13 Rajab sepuluh tahun sebelum kenabian Rasulullah Saw. Ibunya bernama Fatimah binti Asad, wanita agung yang dikenal karena kesucian dan kemuliaannya. Ali yang lahir di dalam Kaabah hanya hidup bersama ayahandanya sampai berusia enam tahun. Sebab, kota Mekah kala itu didera paceklik yang melambungnya harga barang-barang kebutuhan hidup. Beban biaya pengeluaran keluarga warga Mekah melonjak. Nabi Saw akhirnya mendatangi sang paman dan menawarkan diri untuk mengasuh Ali demi meringankan beban ekonomi Abu Thalib. Sejak itulah Ali diasuh dan dididik langsung oleh Nabi Saw. Dalam salah satu khotbahnya yang tercatat dalam kitab Nahjul Balaghah, Imam Ali (as) menceritakan masa itu dan mengatakan, "Aku selalu mengikuti Nabi layaknya anak unta yang mengikuti induknya. Setiap hari Nabi Saw mengajarkan akhlak yang mulia kepadaku dan memintaku untuk mencontohnya."

Setelah wahyu turun dan Nabi Saw memulai tugas risalah kenabian, Ali adalah orang pertama yang menerima seruan Nabi dan mengikuti agama yang beliau bawa. Suatu hari, Abu Thalib melihat putranya sedang shalat bersama Nabi Saw. Kepada putranya itu, Abu Thalib bertanya, "Anakku, apa yang kau lakukan tadi?" Ali menjawab, "Aku telah menerima ajaran Islam dan demi mendapat keridhaan Allah aku melaksanakan shalat bersama sepupuku." Abu Thalib berkata, "Anakku, jangan sampai engkau berpisah darinya, sebab dia tak akan pernah mengajakmu kecuali kepada kebaikan dan kebahagiaan."

Allah memerintahkan RasulNya untuk pertama-tama mengajak sanak keluarga terdekatnya kepada ajaran tauhid. Untuk melaksanakan perintah Allah, Nabi Saw mengundang 40 orang dari keluarga dekatnya untuk sebuah jamuan makan. Namun di hari pertama, beliau tak sempat menyampaikan risalah kenabian kepada mereka. Di hari berikutnya, beliau melakukan hal yang sama. Di hadapan sanak keluarga itu, Nabi Saw bersabda, "Siapakah di antara kalian yang bersedia membantuku dan beriman kepadaku sehingga aku menjadikannya sebagai saudaraku dan penerus setelahku?' Ali bangkit dan menjawab, "Aku siap membantu dan membelamu, ya Rasulullah." Nabi Saw meminta sepupunya itu untuk duduk. Beliau mengulang kata-kata sebelumnya untuk kali kedua. Tak ada yang menjawab selain Ali. Kejadian yang sama terulang sampai tiga kali. Akhirnya Nabi Saw di hadapan sanak keluarga beliau bersabda, "Ali adalah saudara, penerima wasit, pewaris dan penggantiku di tengah kalian."

13 tahun berlalu sejak Nabi Saw pertama kali menyampaikan risalah tauhid di Mekah. Segala macam gangguan beliau hadapi dengan tabah dan kesabaran yang tak terlukiskan. Akhirnya, setelah kondisi tidak lagi memungkinkan bagi beliau untuk melanjutkan misinya di kota itu, Rasul Saw hijrah ke kota Madinah setelah sebelumnya beliau memerintahkan kaum muslimin untuk berhijrah terlebih dahulu. Malam hari ketika hendak meninggalkan rumahnya, beliau meminta Ali (as) untuk tidur di pembaringannya. Ali menerima perintah itu dengan senang hati meski nyawa harus menjadi taruhannya. Kisah pengorbanan besar putra Abu Thalib itu diabadikan oleh Allah Swt dalam al-Qur'an. Allah berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambanya. (QS. al-Baqarah (2) : 207)

Selama tiga hari setelah Rasulullah hijrah, Ali menyerahkan semua amanat yang ada di tangan Rasul kepada para pemiliknya. Selanjutnya, beliau bersama ibunya Fatimah binti Asad, Fatimah putri Rasulullah Saw dan beberapa orang lainnya bertolak meninggalkan Mekah menuju Madinah. Menyaksikan kedatangan Ali dan rombongan di Madinah, Rasulullah Saw bersuka cita dan memuji pengorbanan Ali yang tiba di kota baru itu dalam kondisi kaki yang melepuh dan terluka.

Di Madinah, Rasulullah Saw mengikat kaum muslimin dalam ikatan persaudaraan antara mereka. Masing-masing orang menemukan saudaranya sedangkan Ali dikhususkan oleh Rasul untuk menjadi saudaranya. Beliau bersabda, "Wahai Ali, engkau adalah saudaraku di dunia dan akhirat." Tahun kedua, Nabi menikahkan putri kesayangannya, Fatimah (as) dengan Ali. Tak lama kemudian, terjadi perang Badar yang mementaskan keberanian, kepahlawanan dan ketulusan Ali. Kepahlawanan Ali pun menjadi buah bibir.

Sheikh Mufid mengatakan, "Ketika perang berkecamuk di Uhud, Ali menjadi primadona sehingga Nabi Saw bersabda, "Ali dariku dan aku darinya." Di perang inilah, dari langit terdengar suara yang berseru, "Tidak ada ksatria seperti Ali dan tak ada pedang seperti Dzul Fiqar."

Tahun kelima hijrah terjadi perang Khandaq. Lebih dari sepuluh ribu orang memperkuat lasykar Kafir. Mereka datang dari berbagai penjuru jazirah Arabia untuk menghancurkan Madinah. Terjadi duel yang terkenal antara Ali dari pasukan Islam dan Amr bin Abdi Wad, dari pasukan Kufur. Duel itu dikomentari oleh Nabi Saw dalam sabdanya, "Keimanan sepenuhnya tengah bertempur melawan kekafiran seutuhnya''. Ali berhasil menyungkurkan Amr dan jawara kafir yang ditakuti itu tewas di tangan pemuda bernama Ali.

Perang Khaibar pecah. Pengkhianatan orang-orang Yahudi Khaibar tidak bisa dibiarkan. Nabi Saw dua kali mengirim ekspedisi militer untuk menundukkan Khaibar yang dikokohkan dengan sejumlah benteng kuat. Kedua ekspedisi itu gagal. Akhirnya, Rasul Saw mengumumkan akan mengirim ekspedisi berikutnya dan bersabda, "Besok aku akan menyerahkan bendera ini kepada orang yang tidak akan pernah lari dari medan perang. Dia orang yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai oleh Allah dan RasulNya. Allah akan membuka benteng Khaibar dengan tangannya." Esok hari, Rasulullah Saw menyerahkan panji itu kepada Ali bin Thalib dan Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum muslimin.

Ali selalu menyertai Rasul dalam suka maupun duka. Ali bersama Nabi kala beliau terusir dari Mekah dan menyertai beliau kala Mekah ditakluk. Tahun kesepuluh hijrah, sekembalinya dari Haji Wada' atau haji perpisahan, Nabi Saw mengumpulkan semua yang bersama beliau di Ghadir Khum dan bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya pula."

Imam Ali (as) adalah sosok pemimpin yang dikenal adil. Tak ada yang dapat menandingi keadilan figur yang dididik langsung oleh Nabi Muhammad Saw ini. Dalam sebuah riwayat, Imam Ali (as) berkata, "Ketahuilah, bahwa sejengkal pun tanah yang dihadiahkan kepada orang tanpa hak dan sekeping pun uang yang diambil secara tidak benar dari baitulmal akan ditarik kembali ke kas pemerintahan Islam Sesungguhnya kebenaran tidak akan mengubah apapun menjadi batil. Berlalunya masa tidak membuatku melupakan masalah ini..."

Suatu malam, Talhah dan Zubair datang menemui Imam Ali saat beliau sedang melakukan penghitungan khazanah Baitul Mal. Ali memadamkan lampu dan menghidupkan lampu yang lain. Beliau berkata, "Lampu ini adalah milik baitul mal yang aku gunakan untuk kepentingan baitul mal sendiri. Tapi lampu yang sekarang ini kuhidupkan adalah milik pribadi sebab kalian datang kepadaku untuk berbicara soal pribadi. Aku tak mau menggunakan barang baitul mal untuk kepentingan yang lain." Setelah pertemuan itu usai, keduanya beranjak pergi sambil bergumam, "Tidak ada orang yang kuat menghadapi keadilan seperti ini."

Mengapa Ali sedemikian diagungkan dan dipuja? Mengapa sepanjang sejarah dia dicintai dan disanjung? Ali adalah manusia Ilahi yang hanya berbuat dan berkata untuk keridhaan Allah. Itulah yang membuatnya kekal. Beliau pernah menggambarkan keunggulan ilmu atas harta, yang salah satunya adalah;

"Pengumpul harta adalah orang yang mati saat mereka masih hidup sementara orang yang berilmu akan tetap hidup meski ia telah mati. Jasadnya telah lebur dan binasa tapi kesan dan pengaruhnya kekal di hati."

0 comments to "13 Rajab adalah hari kelahiran Imam Ali as : "Bersikaplah adil bahkan dalam kemarahanmu.""

Leave a comment