Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyepakati amnesti dan keringanan hukuman penjara bagi 81 tahanan politik yang dinyatakan bersalah dalam peristiwa pasca pemilu presiden Iran kesepuluh.
Amnesti dan pengurangan hukuman itu diputuskan bersamaan dengan Hari Kelahiran Sayidah Fatimah Az-Zahra as, putri Nabi Besar Muhammad Saww. Rahbar menyepakati permohonan amnesti dan penggurangan hukum yang diajukan Ketua Mahkamah Republik Islam Iran, Ayatullah Sadeq Amoli Larijani. Para tahanan politik itu mendapat amnesti dan keringanan hukuman setelah menyesali perbuatan mereka dalam peristiwa pasca pemilu presiden.
Dalam surat yang ditujukan kepada Rahbar, Ayatollah Sadeq Amoli Larijani menyinggung partisipasi besar rakyat Iran dalam pemilu presiden kesepuluh dan fenomena fitnah yang meliputi pesta demokrasi ini, menyebutkan, "Meski dilandasi berbagai tendensi, sejumlah pihak yang lalai menyulut api fitnah. Akan tetapi dengan terungkapnya peran musuh, sejumlah pihak merasa tertipu dan menyesali semua perbuatan mereka. Dengan rasa menyesal yang mendalam, mereka memohon amnesti."
Dalam surat itu disebutkan bahwa berdasarkan butir 11 undang-undang dasar, 81 tahanan yang dinyatakan bersalah layak mendapat amnesti dan keringanan hukuman, dan keputusan itu hanya berlaku bila Rahbar mengeluarkan instruksi.
Dalam menjawab permohonan Ketua Mahkamah Agung Republik Islam Iran, Rahbar menyepakatinya sambil mengucapkan selamat atas Hari Kelahiran Sayidah Fatimah Az-Zahra as, putri kesayangan Rasulullah Saww. (IRIB/AR/3/6/2010)Salah satu isu penting yang selalu menjadi perhatian dalam sebuah sistem pemerintahan adalah masalah tata kelola negara. Di setiap negara, masing-masing lembaga kenegaraan melakukan tugasnya sesuai dengan koridor yang ditetapkan dalam konstitusi. Legislatif bertugas membuat dan mengesahkan undang-undang yang diperlukan. Eksekutif memegang wewenang untuk mengelola negara. Sementara Yudikatif berfungsi sebagai lembaga pengawas dan penegak hukum. Namun demikian, terkadang terdapat wilayah kekuasaan yang berada di luar wewenang ke tiga lembaga tinggi negara tadi. Salah satu isu penting terkait masalah ini adalah wewenang untuk melakukan koordinasi di antara ketiga pilar negara tersebut di tingkat kebijakan strategis.
Dalam sistem pemerintahan Republik Islam Iran, koordinasi di antara tiga lembaga tinggi negara, penentuan kebijakan strategis, komando angkatan bersenjata, dan penetapan sejumlah jabatan tinggi merupakan wewenang rahbar atau pemimpin besar Revolusi Islam. Sebagai pemimpin tertinggi, rahbar memiliki peran menentukan dalam mengelola negara. Peran tersebut diimplementasikan ke dalam penetapan garis-garis besar kebijakan strategis negara dan pemberian pedoman terperinci dan menyeluruh mengenai pelbagai persoalan makro negara.
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei senantiasa menjadikan tolak ukur Revolusi Islam sebagai acuan dasar strategi Iran dalam menggapai kemajuan. Dia menjelaskan, "Tugas kita adalah membela identitas dan landasan revolusi serta dasar negara. Hal ini tidak akan bisa terwujud jika kita tidak memperhatikan apa tugas kita sebagaimana yang ditetapkan oleh konstitusi sebagai undang-undang dasar yang termasuk paling komprehensif dan sempurna di dunia saat ini".
Di mata rahbar, mengamalkan amanat konstitusi akan memperkokoh pondasi Revolusi Islam dan memperkuat upaya dalam mempertahankan identitas keislamannya. Ia juga menilai, konstitusi merupakan landasan rasional untuk mengelola negara. Karenanya seluruh perangkat pemerintahan harus menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh konstitusi. Rahbar menuturkan, "Undang-undang harus efektif, mudah, transparan, aktual, sekaligus memiliki pandangan ke depan, memiliki cakupan yang luas dan tahan lama, serta mampu memenuhi tuntutan masyarakat dan kepentingan publik".
Republik Islam Iran memberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan melakukan kegiatan sosial-politik. Karena itu wajar jika kebebasan semacam itu akhirnya memunculkan beragam perbedaan di kalangan partai-partai politik dan aliran pemikiran lainnya. Dalam pandangan rahbar, jika perbedaan pendapat semacam itu diungkapkan secara sahih dan disalurkan melalui jalur-jalur konstitusional tentu bisa menjadi faktor konstruktif bagi kemajuan negara. Ia meyakini, salah satu tugas Republik Islam Iran adalah mendukung penuh kebebasan berpendapat. Tentu saja kebebasan tersebut harus dilakukan dalam kerangka yang sehat dan rasional. Rahbar menegaskan, "Kebebasan harus dilindungi di tengah masyarakat secara rasional dan sahih, sebagaimana kebebasan yang selama ini dikibarkan oleh Revolusi dan Republik Islam Iran di kancah dunia Islam. Kita berkeyakinan bahwa kebebasan dan jaminan terhadap hak-hak sipil di ranah sosial harus berakar dan berdasarkan landasan agama".
Salah satu contoh nyata kebebasan dan demokrasi di sebuah negara adalah adanya partisipasi rakyat dalam menentukan nasib negaranya. Sejak kemenangan Revolusi Islam, negara telah memberikan peluang bagi rakyat untuk turut serta secara aktif dalam mengelola negara. Peluang itu termanifestasikan dengan jelas dalam bentuk partisipasi politik seperti melalui pemilu presiden, parlemen, dan anggota dewan kota dan desa.
Berdasarkan konstitusi Republik Islam Iran, seorang rahbar atau pemimpin besar Revolusi Islam haruslah seorang yang pakar dalam masalah keislaman, bertakwa, berani, cakap dalam memimpin, dan merakyat. Di sisi lain, rakyat juga memiliki peran menentukan dalam mengelola negara. Karena itu, hubungan antara rahbar dan rakyat harus terjalin kokoh dan erat. Selama ini pun, Ayatollah Ali Khamenei selaku pemimpin besar revolusi dikenal sebagai sosok pemimpin yang memiliki ikatan emosional yang sangat dekat dengan rakyatnya.
Tentu saja dalam sebuah masyarakat yang hidup dan dinamis seperti di Iran, munculnya perbedaan di antara kelompok-kelompok dan tokoh politik merupakan hal yang wajar. Dan terkadang perbedaan pandangan itu berujung pada silang sengketa yang tidak terselesaikan. Dalam kondisi semacam inilah, peran seorang rahbar memiliki andil yang sangat signifikan dalam menyelesaikan persoalan yang ada. Ajakan untuk kembali menghormati konstitusi dan menjauhi segala bentuk perpecahan dan pertikaian merupakan salah satu solusi yang biasa ditawarkan oleh Ayatollah Khamenei selaku pemimpin besar revolusi. Terkait hal ini, ia mengingatkan, "Konsekuensi dari ketakwaan adalah jangan sampai kita termakan oleh tipu daya musuh dan tunduk terhadap kehendak yang mereka paksakan. Musuh ingin menebarkan perpecahan di antara kita. Mereka berharap terjadi konflik di antara para pejabat tinggi negara".
Sepanjang 21 tahun masa kepemimpinan Ayatollah Khamenei, telah terjadi beragam peristiwa penting. Menyikapi rangkaian peristiwa itu, rahbar membuktikan dirinya memiliki kemampuan yang mumpuni dan berperan kunci dalam menyelesaikan masalah yang ada. Selama masa itu, AS melancarkan dua kali serangan ke Irak, menduduki Afghanistan, dan hingga kini pun kedua negara tetangga Iran itu masih berada di bawah pendudukan AS. Kehadiran militer AS di kawasan, tentu saja bisa menimbulkan masalah baru bagi Iran. Namun berkat kesigapan dan kepemimpinan Ayatollah Khamenei selaku panglima tertinggi angkatan bersenjata membuat musuh tak memiliki keberanian untuk menyerang Iran sebagaimana nasib yang menimpa Irak dan Afghanistan.
Contoh lain dari kepiawaian Ayatollah Khamenei dalam memimpin tampak jelas dalam kasus nuklir sipil Iran. Selama ini, Barat berupaya keras menghentikan program nuklir sipil Iran lewat beragam cara. Namun dengan gaya kepemimpinan yang cerdas, rahbar menerapkan langkah sedemikian rupa sehingga bisa melindungi kepentingan nasional bangsa Iran sekaligus bisa menarik kepercayaan negara-negara independen terhadap program nuklir sipil Iran. Sebagaimana diketahui, puluhan negara-negara anggota Gerakan Non-Blok (GNB) dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) mendukung program nuklir sipil Iran. Sementara AS dan segelintir negara Eropa yang berusaha mencabut hak bangsa Iran dan menjatuhkan sanksi kian terkucilkan di kancah global.
Menyangkut isu nuklir Iran dan penentangan negara-negara Barat terutama AS, Ayatollah Ali Khamenei menyatakan, "AS mengetahui dengan jelas bahwa proyek senjata nuklir Iran hanya sekedar mitos belaka dan sama sekali tidak pernah ada. Sejatinya bukan itu yang mereka persoalkan. Persoalan sebenarnya adalah mereka takut Iran bakal berubah menjadi negara yang kuat dan maju".
Pasca pemilu presiden 12 Juni tahun lalu dan bergama rangkaian peristiwa setelahnya, pemimpin besar revolusi kembali menampilkan kecakapannya dan kewaspadaannya dalam menyikapi persoalan yang terjadi. Menjelang pemilu, rahbar berkali menyerukan rakyat Iran untuk berpartisipasi secara luas dalam pemilu. Tak sia-sia, hampir 40 juta pemilih atau sekitar 85 persen dari peserta pemilu yang memenuhi syarat turut ambil bagian dalam pemilu. Angka itu terbilang sebagai rekor partisipasi tertinggi setelah referendum tahun 1979.
Namun tak lama setelah pemilu digelar, Barat berusaha mencoreng prestasi demokrasi Iran dengan melancarkan perang lunak (softwar) dan serangan propaganda anti-Iran. Mereka berupaya menebarkan fitnah dan perpecahan di kalangan elite politik Iran. Untungnya, dengan sigap dan bijak Ayatollah Khamenei segera mematahkan konspirasi musuh. Untuk mengakhiri konflik politik di dalam negeri, ia kembali menegaskan bahwa hukum harus menjadi satu-satunya tolak ukur dan landasan dalam menyelesaikan persoalan yang ada.
Selama 21 tahun menjadi rahbar, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei menampilkan sebuah praktik kepemimpinan yang tangguh dan cerdas sehingga mampu mengantarkan bangsa Iran menuju kemajuan meski dirintangi dengan beragam tantangan dan hambatan serius. (IRIB/LV/NA/2/6/2010)
pesan Rahbar atas tragedi kapal kemanusiaan silakan baca ini Dunia akhirnya membuka mata kantuknya saat para aktivis perdamaian dari 44 negara menuju ke tanah Gaza demi membawa pesan kebebasan mereka dari blokade rezim Zionis Israel. Aksi mereka membuka kembali jendela harapan bagi 1,5 juta warga Gaza. Dunia ingin bangkit, namun mentari belum juga muncul.
Para pembawa misi perdamaian dan persahabatan tersungkur bersimbah darah oleh rezim penjarah. Pejaman mata dunia masih belum juga terbuka untuk menyaksikan mimpi buruk yang didemonstrasikan rezim buatan yang didukung para pengusung (baca: pengaku) hak asasi manusia. Segala kebiadaban ini telah dilakukan selama 60 tahun, dan dunia Barat yang mengaku beradab masih saja asyik mengingkarinya.
Imam Khomeini ra sebagai pemimpin besar dunia adalah politikus besar yang paling pertama menyikapi rezim penjajah Palestina.
Ketika orang-orang Zionis membakar Masjidul Aqsa pada 18 Agustus 1969, Imam Khomeini ra langsung mengutuk tindakan tersebut. Beliau dalam pernyataan bersejarahnya mengenai renovasi Masjidul Aqsa menyatakan, "Selama Palestina belum dibebaskan, umat Islam tidak boleh merenovasinya dan puing-puing Masjidul Aqsha dampak kejahatan Zionis disaksikan oleh seluruh dunia."
Pada periode Revolusi Islam, Imam Khomeini ra dalam berbagai pernyataannya senantiasa menegaskan wajib jihad bagi seluruh umat Islam untuk membebaskan Palestina, mendukung kelompok-kelompok pejuang Palestina dan pentingnya memerangi Zionis. Semua ini dilakukan Imam Khomeini ra agar opini publik dunia terus mengingatnya.
Fakta-fakta sejarah membuktikan bahwa perselisihan paling penting Imam Khomeini ra dengan rezim Syah Pahlevi kembali pada masalah pengaruh rezim Zionis Israel di Iran dan kehadiran anasir-anasir Zionis Israel di sejumlah jabatan pemerintahan.
Sikap pertama Imam Khomeini ra bersamaan dengan dimulainya perjuangan politik beliau terhadap rezim Syah Pahlevi terkait dengan penolakan rezim ini memboikot minyak bagi Zionis Israel dan pemutusan hubungan dengan rezim penjajah al-Quds.
Imam Khomeini ra dalam wawancaranya tertanggal 17 Desember 1978 mengatakan,
"Satu alasan mengapa saya berhadap-hadapan dengan Syah, kembali pada sikapnya membantu Israel. Ia menjarah minyak umat Islam dan memberikannya kepada Israel. Ini dengan sendirinya menjadi faktor penentangan saya terhadapnya."
Puncak sikap anti-Zionis Israel Imam Khomini ra dan dukungannya terhadap rakyat tertindas Palestina dalam menentukan Hari Quds Sedunia, hari Jumat terakhir bulan Ramadhan sebagai hari perjuangan melawan para arogan, zalim dan Zionis. Sekaitan dengan hari ini, Imam Khomeini ra dalam pesannya mengatakan, "Hari Quds adalah hari sedunia. Bukan hari yang dikhususkan untuk al-Quds, tapi hari orang-orang tertindas menghadapi para arogan..."
Bila saat ini, dunia tengah sedih menyaksikan pembantaian para aktivis perdamaian, mengapa tidak menyimak petunjuk Imam Khomeini ra dalam menghadapi arogansi rezim Zionis Israel?
Cara pandang komprehensif Imam Khomeini ra terhadap masalah perjuangan melawan Zionis Israel mengantarkan beliau pada satu kesimpulan bahwa Zionis Israel adalah manusia-manusia yang tidak pernah taat pada hukum internasional. Mereka berbuat segalanya sekehendak hati. Bagi Israel, masyarakat internasional hanya angin lalu.
Dalam pemikiran Imam Khomeini ra, solusi masalah Palestina bukan melalui jalur politik dan diplomasi. Menurut Imam Khomeini ra, rezim Zionis Israel merupakan kanker dan satu-satunya jalan mengobatinya adalah dengan memusnahkannya. Imam Khomeini ra berkeyakinan bahwa negara-negara dunia harus mengisolasi rezim Zionis Israel dan memutuskan segala bentuk hubungan perdagangan dan diplomasi.
Sekaitan dengan peran lembaga-lembaga internasional yang berafiliasi dengan kekuatan-kekuatan imperialis dunia, Imam Khomeini ra menyampaikan pandangan tegasnya. Kepada seluruh umat Islam dan banga-bangsa independen dunia Imam berkata, "Umat Islam tidak perlu menanti lembaga-lembaga internasional melakukan sesuatu untuk mereka. Bangsa-bangsa harus bangkit dan memaksa setiap pemerintahnya menghadapi Israel. Jangan cukup hanya dengan mengecam."
Serangan brutal rezim Zionis Israel hari Senin yang berujung pada syahidnya 20 aktivis perdamaian dan melukai puluhan lainnya, dunia semakin terbuka matanya. Debu yang dahulunya menutupi wajah para pemimpin Zionis Israel mulai menepi dan wajah bengis mereka semakin tampak. Dunia semakin ngeri menyaksikan wajah asli Zionis Israel.
Namun sampai kini dunia masih bingung dan jalan di tempat. Sementara ular yang diciptakan oleh kekuatan hegemoni dunia mulai membuka mulutnya ingin membinasakan manusia. Peristiwa perang 6 hari, 22 hari dan 33 hari serta pelbagai kebiadaban lainnya dan pada akhirnya serangan brutal terhadap konvoi bantuan kemanusiaan menyadarkan manusia. Apa yang dikatakan oleh Imam Khomeini ra itu benar adanya.
Menghadapi Zionis Israel bukan di meja perundingan, tapi harus di medan nyata. (IRIB/SL/PH/2/6/2010)
0 comments to "Kelahiran Sayidah Fatimah Az-Zahra as, putri Nabi Besar Muhammad Saww"