Sabtu pagi waktu Gaza, tiga kapal Israel membuntuti kapal pengangkut bantuan kemanusiaan dan para relawan untuk Gaza, Rachel Corrie. Dari kapal Israel itu, angkatan laut Israel mengirim pesan yang intinya melarang kapal tersebut melanjutkan perjalanan ke Gaza. Berikut adalah isi pesan yang dikirim angkatan laut Israel lewat radio ke kapal Rachel Corrie.
"Ini angkatan laut Israel. Anda mendekati area yang berada di bawah blokade angkatan laut. Wilayah Gaza, daerah pantai, dan pelabuhan Gaza adalah tertutup untuk semua jalur pelayaran. Pemerintah Israel mendukung pengiriman bantuan kepada masyarakat sipil di Jalur Gaza dan meminta Anda untuk masuk pelabuhan Ashdod. Pengiriman bantuan yang disarankan oleh petugas berwenang dan aturan resmi, akan dilakukan lewat jalan formal, jalur darat, di bawah pengawasan Anda. Setelah itu Anda bisa kembali menggunakan kapal yang sekarang Anda gunakan ke pelabuhan asal pemberangkatan."
Pesan ini intinya tidak mengizinkan Rachel Corrie untuk berlayar ke Gaza. Namun para aktivis yang berada di kapal tersebut menolak tekanan Israel. Mereka tetap ingin meneruskan perjalanan ke Gaza. Isi pesan yang disampaikan melalui gelombang radio itu tercatat dalam situs Israel Defense Forces (IDF).
Lima Tuntutan Penting HamasPetinggi Hamas, Dr Ismail Ridlwan, mengungkapkan gerakannya meminta lima tuntutan yang diwujudkan segera sebagai respons atas serangan berdarah dan sabotase Israel terhadap relawanan dan kapal bantuan kemanusiaan. Dalam aksi Hamas di kamp pengungsi Nasherah pada Jumat (4/6) Ridlwan mengungkap kelima tuntutan itu.
Poin-poin tuntutan Hamas itu adalah:
1. Meminta agar prakarsa perdamaian Arab dengan Israel dicabut.
2. Semua duta besar Israel di negara-negara Arab dan Islam harus diusir.
3. Legalitas Arab terhadap perundingan Abbas dengan Israel harus dicabut.
4. Blokade terhadap Jalur Gaza selama lebih dari 1000 hari harus dibuka
5. Perlintasan Rafah harus dibuka selamanya.
Ridlwan menyampaikan apresiasi kepada pemerintah dan rakyat Turki karena telah memberikan solidaritas dan dukungannya kepada warga Palestina di Jalur Gaza.
"Hari ini kami berdiri memberikan dukungan dan solidaritas kepada korban meninggal dan luka dalam Armada Kebebasan yang datang kepada kami untuk membebaskan blokade. Salam penghormatan kepada Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan yang merupakan contoh mulia bagi para pemimpin lainnya," tutur dia.
Kepada dunia, Ridwan meminta agar membuka kedok kejahatan Israel. Apa yang dilakukan Israel sebagai bukti mereka kelompok teroris asli. Mengomentari pernyataan Sekjen PBB, Ban Ki-Mon, bahwa blokade tidak berhasil menekuk Hamas. "Kini peperangan bukan saja antara Hamas dan penjajah Israel, tapi perang sudah menjadi antara dunia internasional, dunia Arab, umat Islam dan penjahat Israel yang menggelar kejahatannya dengan terorganisir," ungkap dia. (Republika/IRIB/RM/NA/5/6/2010).Hubungan Turki dan Rezim Zionis Israel semakin memanas. Krisis antara Istanbul dan Tel Aviv terus menjadi topik penting media-media massa lokal. Koran Yeni Shafaq, terbitan Turki menulis, puluhan ribu warga muslim Turki kembali menggelar aksi demonstrasi di bundaran Caqlayan, Istanbul. Dalam demonstrasi itu, masyarakat menyuarakan yel-yel kehancuran Israel. Para demonstran juag meyatakan, Zionis Israel suatu hari akan mendapat balasan setimpal dari hasil sikap aorgansinya.
Koran Gezette, terbitan Turki, mengutip pernyataan Ketua Partai Rastakhiz di Turki menyatakan, "Dengan serangan ke konvoi kapal Freedom Flotilla, telah dimulai perang total anti-Islam oleh Barat." Politisi asal Turki itu juga menyebut serangan brutal Israel itu sebagai perang habis-habisan antara peradaban radikalisme dan peradaban kemanusiaan. Ia seraya menyinggung perang Irak dan Afghanistan, Afrika dan Kaukakus yang masih di wilayah geografi Islam, juga mengatakan, "Perang total dan pendudukan ini dapat disaksikan secara jelas.
Koran Wakit (Time), terbitan Turki, mengutip pernyataan Ketua Partai Saadat, melaporkan, "Partai ini kepada pemerintah Ankara mengusulkan enam pasal terkait sikap Turki atas brutalitas terbaru Zionis Israel." Enam usulan yang ditegaskan Partai itu adalah pembentukan blok diplomatik atas Zionis Israel, penarikan Duta Besar Turki dari Palestina pendudukan, pengaduan atas para pejabat utama Zionis Israel di pengadilan internasional, pemindahan kapal-kapal yang dibajak Israel ke pelabuhan netral untuk mengatasi klail-klaim sepihak Tel Aviv atas muatan kapal tersebut, pemutusan hubungan dagang dan milter dengan Zionis Israel, serta pengembalian semua penghargaan yang diberikan instansi-instansi Israel.
Selain itu semua, pemerintah Turki juga menuntut Zionis Israel supaya meminta maaf atas arogansinya terhadap kapal pengangkut bantuan kemanusiaan Gaza. Duta Besar Turki di AS mengatakan, "Pemerintah Ankara mengajukan tiga tuntutan atas Zionis Israel, termasuk permohonan maaf Tel Aviv atas tindakan brutalnya." Akan tetapi Koran Haaretz menyatakan bahwa Tel Aviv tidak akan meminta maaf atas syahidnya delapan warga Turki kepada Istanbal.
Jerusalem Post juga melaporkan sekelompok Zionis berniat menggelar demonstrasi anti-Turki di Siprus. Meski demonstrasi ini berniat menyatukan dua warga Turki dan Yunani yang berdomisili di Siprus, namun sejumlah media massa kawasan menyebut langkah itu sebagai upaya melanjutkan konfrontasi antara Ankara dan Tel Aviv. Apalagi dalam demontrasi itu terlibat sejumlah mantan anggota parlemen Zionis Israel (Knesset).
Sementara itu, pejabat-pejabat Turki dan Zionis Israel terus terlibat dalam konflik verbal. Belum lama ini, Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu, menyebut Israel sebagai pelaku kriminal internasional. Perdana Menteri Turki Erdogan juga menegaskan bahwa Gerakan Perjuangan Islam Palestina (Hamas) bukanlah teroris, tapi gerakan perjuangan anti-pendudukan. Hubungan Israel dan Turki kian berada di ujung tanduk, bahkan sejumlah pejabat Ankara memprediksikan terputusnya hubungan diplomatik.(IRIB/AR/SL/6/6/2010)
Situs voanews menyebut pembatalan lawatan itu akibat krisis tumpahan minyak terparah dalam sejarah Amerika. Juru Bicara Gedung Putih Robert Gibbs, Ketika ditanya mengenai alasan penundaan, mengatakan, Obama memutuskan untuk tidak meninggalkan Amerika untuk "menangani isu-isu penting, salah satunya adalah tumpahan minyak."
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy menilai batalnya kedatangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama ke Indonesia dengan alasan terjadi tumpahan minyak di Teluk Meksiko adalah alasan yang mengada-ada.
Kantor berita Antara melaporkan, Romahurmuziy melalui surat elektronik atau email, Minggu (6/6/2010) menuturkan bahwa tumpahan minyak di laut adalah persoalan jangka menengah dan tidak membutuhkan perhatian mendadak, sehingga solusinya juga tidak secara mendadak. Dikatakannya, pembatalan itu menunjukkan ada kekhawatiran Obama terhadap respon masyarakat internasional termasuk Indonesia yang melakukan aksi unjuk rasa anti-Israel.
Romahurmuziy menilai, Obama khawatir "dipaksa" elemen masyarakat Indonesia yang mayoritas anti-Israel supaya Amerika Serikat tidak menggunakan hak veto menentang resolusi terhadap Israel.
Pembatalan kunjungan Obama ke Indonesia berkaitan erat dengan pembelaan Gedung Putih terhadap anak emasnya, rezim Zionis Israel.
Di saat mayoritas publik dunia mengecam aksi rezim Zionis membajak kapal bantuan kemanusiaan Gaza, Freedom Flotilla, Wakil presiden AS, Joseph Biden terang-terangan membela aksi brutal militer rezim Zionis Israel itu. Bahkan, dalam wawancara dengan televisi Amerika Serikat, Biden menyatakan, "Israel berhak bertindak sesuai dengan kepentingan keamanannya."
Pembatalan kunjungan Obama ke Indonesia ini, juga menunjukkan bahwa Indonesia bukan prioritas dalam agenda kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR ini mengimbau pemerintah agar tidak perlu terlalu gembar-gembor soal rencana kedatangan Obama.Menurut dia, Kementerian Luar Negeri lebih baik fokus pada upaya menggalang solidaritas internasional bagi kemerdekaan Palestina dan upaya boikot terhadap Israel.(Voanews, Antara/IRIB/PH/6/6/2010)
Dubes RI untuk Rusia: Israel, Teroris Negara
Pembajakan kapal bantuan kemanusian Gaza Freedom Flotilla yang dilakukan Israel membuka mata dunia mengenai kejahatan rezim agresor ini.
Kejam karena militer Israel menyerang aktivis Sipil. Mereka membawa misi kemanusiaan, namun tetap diperlakukan tidak manusiawi.
Israel memutus komunikasi sehingga tidak ada yang bisa melacak dan mengetahui apa yang sesungguhnya dan bagaimana nasib anak-anak dunia tersebut. Lebih dari itu, penyerangan ini dilakukan atas instruksi Tel Aviv. Bukan keteledoran komandan dan pembangkangan orang per orang dalam pasukan tersebut. Ini adalah kekejaman yang didesain oleh negara Israel.
Terkait hal ini, tulisan Hamid Awaludin yang dimuat kompas hari ini (Ahad,6/6/2010) menarik untuk disimak bersama. Dubes RI untuk Rusia ini menyebut kebrutalan Israel sebagai terorisme negara.
Israel ingin membenarkan tindakannya dengan alasan pembelaan diri. Namun, penggunaan kekerasan yang dilakukan Israel tidak memenuhi persyaratan/
Pertama, pembelaan diri dengan kekerasan hanya boleh dilakukan bila ancaman tersebut bersifat mendadak. Pihak yang terancam harus segera mengambil langkah kekerasan untuk membela diri.
Kedua, harus ada ancaman kekerasan nyata yang keterlaluan (armed attack occurred yang sudah overwhelmed). Bila ini terpenuhi, kriteria lain muncul lagi, yakni tidak ada pilihan lain selain melakukan kekerasan (leaving no choice of means). Persyaratan terakhir untuk menggunakan kekerasan dengan alasan membela diri adalah bila pintu bernegosiasi tidak ada (no moment for deliberation).
Berdasarkan kriteria tersebut, dalih Israel menyerang para aktivis kemanusiaan sama sekali tidak memenuhi persyaratan yuridis. Para aktivis tersebut tidak menunjukkan gelagat penyerangan yang membahayakan Israel. Mereka bekerja dalam wilayah niat untuk membantu secara kemanusiaan, sekelompok orang yang dianiaya oleh Israel. Ancaman dan bahayanya di mana? Di sini, lagi-lagi Israel memang menunjukkan tindakan semena-mena.
Amat mengherankan, penilaian kita atas serangan Israel kali ini hanya fokus pada aspek kebrutalan. Dunia seolah enggan melabel Israel sebagai teroris, padahal yang dilakukan adalah state terrorism karena tindakan Israel tersebut merupakan kebijakan negara.
Terorisme adalah kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan dengan mengorbankan manusia atau barang, yang menimbulkan rasa takut dan kengerian (Richard English, Terrorism: How To Respond, 2003).
Amerika Serikat dan sejumlah negara besar selalu mengecam kegiatan terorisme yang dilakukan oleh kelompok tertentu, tetapi state terrorism seperti yang dilakukan oleh Israel ini seolah tidak dijadikan agenda.
Belakangan ini, dunia juga mengecam praktik bajak laut yang terjadi di Somalia oleh sekelompok orang. Namun, kebijakan bajak laut yang dilakukan oleh negara Israel terhadap aktivis kemanusiaan ini luput dari pengamatan dunia.
Dengan serangan kali ini- yang mengorbankan relawan kemanusiaan dari sejumlah bangsa dengan latar belakang yang majemuk-Israel hanya memiliki sebuah kategori: tidak berperikemanusiaan, wajib dikecam dan diberi sanksi. Pasalnya, yang dikorbankan adalah warga tak berdosa dari sejumlah negara dan bangsa, maka inilah saatnya dunia secara penuh memberikan sanksi.
Sayang, gerakan global untuk kecaman ini terkesan lamban. Dunia seolah masih berkalkulasi politik tentang untung ruginya mengecam kelakuan Israel. Banyak pemimpin dunia seakan hanya bermain selancar dengan papan semantik: mencari terminologi yang tepat agar di satu sisi bisa memuaskan rakyat masing- masing dan di sisi lain tidak bertabrakan dengan kekuatan lain yang mendikte dunia, yang punya kepentingan untuk tidak memojokkan Israel. Mengamini seruan Dubes RI untuk Rusia ini, Israel adalah teroris negara. Lebih dari dua puluh tahun lalu, Imam Khomeini mengatakan, rezim Zionis Israel adalah kanker bagi dunia yang harus dimusnahkan dari muka bumi (Kompas/IRIB/PH/6/6/2010)
Investigasi Freedom Flotilla Sarat Motif Politik
Menteri luar negeri Perancis dan Inggris mengkonfirmasikan upaya bersama untuk membentuk komite internasional menyelidiki serangan rezim Zionis Israel terhadap konvoi bantuan kemanusiaan Gaza, Freedom Flotilla. Menlu Perancis Bernard Kouchner dalam konferensi pers bersama sejawatnya dari Inggris, William Hague, mengatakan, "Investigasi itu harus transparan, kredibel dan berskala internasional mengingat para aktivis yang hadir dalam konvoi itu berasal dari berbagai negara dan menyisakan korban tewas dan cidera.""Kami percaya harus ada kehadiran internasional paling tidak dalam penyelidikan atau investigasi itu," kata William Hague, setelah berunding dengan timpalannya dari Perancis.
Pada 31 Mei 2010 lalu, pasukan komando Israel menyerang Armada Kebebasan yang mengangkut para aktivis HAM dan bantuan kemanusiaan di perairan internasional. Serangan brutal itu menggugurkan 20 orang dan melukai puluhan lainnya. Perilaku tidak manusiawi Israel terhadap relawan internasional mengundang kemarahan warga dunia.
Pada dasarnya penjajakan dan upaya yang dilakukan beberapa pemerintah Barat adalah "respon terpaksa mereka" terhadap tekanan opini publik. Tujuan penjajakan ini tentu saja bukan untuk melemahkan Israel. Kouchner terang-terangan menyatakan, "Menurut kami melakukan investigasi internasional akan menguntungkan Israel."
Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dalam pembicaraan telepon dengan Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri rezim Zionis Israel, mengusulkan bantuan Paris kepada Tel Aviv dalam investigasi PBB soal serangan tersebut. Berdasarkan usulan Kouchner dan Hague, investigasi itu dilakukan di bawah pengawasan Dewan Keamanan PBB.
Pengalaman menunjukkan bahwa Amerika Serikat sebagai sekutu dekat Israel, berulang kali menggunakan hak veto untuk mencegah penerapan tekanan terhadap Israel. Beberapa pengamat politik meyakini bahwa Barat tengah berupaya mengeksploitasi tekanan opini publik dunia sebagai sebuah peluang untuk mengendalikan gerakan ultra ekstrimis yang berkuasa di Israel khususnya pemerintahan Netanyahu. Menurut mayoritas pemerintah Barat, sikap ekstrim pemerintah Netanyahu akan memperkuat posisi bangsa Palestina di tengah opini publik dunia.
Dalam kondisi seperti ini, kelanjutan dukungan negara-negara Barat terhadap Israel dapat merusak reputasi negara-negara itu di Timur Tengah dan pada tingkat dunia. Karena itu setelah tiga tahun blokade Gaza, Inggris dan Perancis mengumumkan programnya untuk mengakhiri blokade kawasan itu. Berdasarkan proposal Kouchner dan Hague, Uni Eropa bertugas mengawasi penyaluran bantuan ke Gaza.
Menurut proposan itu, pasukan Uni Eropa akan meyakinkan Israel terkait upaya mencegah penyelundupan segala jenis senjata ke Gaza. Dari sisi lain, aliran penyaluran bantuan ke Gaza juga akan terus berlanjut.
Gelombang anti-Zionis Israel pasca serangan brutal rezim ini terhadap konvoi kapal pengangkut bantuan kemanusiaan Gaza, semakin kencang. Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB di Palestina melaporkan, serangan udara Zionis Israel ke kawasan Gaza sejak awal bulan ini sudah menggugurkan lima warga Palestina dan menciderai 39 orang lainnya.
Menurut laporan tersebut, serangan periodik Rezim Zionis Israel ke Gaza terus berlanjut. Pada tahun 2005, Zionis Israel terpaksa mundur setelah kalah menghadapi kekuatan muqawama di Gaza. Ini termasuk kekalahan beruntun Zionis Israel di kawasan setelah dipukul mundur Hizbullah dari kawasan selatan Lebanon pada tahun 2005.
Meski sudah dipermalukan berulangkali, rezim bengis Israel masih berambisi kuat menguasai Palestina dalam skala luas dengan terus menyerang Jalur Gaza. Tak diragukan lagi, brutalitas Zionis Israel di Palestina mencerminkan hakekat rezim ini. Rezim ini berupaya eksis di kawasan melalui radikalisme dan penindasan.
Masyarakat Gaza benar-benar tertindas. Selama tiga tahun kawasan ini diblokade tanpa ampun. Seluruh bahan makanan dan obat-obatan yang merupakan kebutuhan utama sebuah masyarakat, dilarang masuk ke kawasan ini. Zionis Isreal sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk hidup wajar. Tiga tahun tanpa pasokan bahan makanan dan obata-obatan bukanlah waktu yang sebentar. Meski demikian, masyarakat Gaza tetap berkomitmen untuk mempertahankan kawasannya di tengah kelaparan. Bagi mereka, kelaparan lebih mulia dibanding kenyang di bawah kehinaan Rezim Zionis Israel.
Dengan segala penderitaan yang ada, Gaza masih terus menjadi sasaran serangan periodik Zionis Israel. Apa dosa mereka? Dosa mereka adalah menerapkan sistem demokrasi secara benar. Pada pemilu tahun 2006, Gerakan Perjuangan Islam Palestina (Hamas) berhasil mengantongi kursi terbanyak di parlemen. Semenjak itu, Gaza menjadi momok menakutkan bagi Zionis Israel. Pada puncaknya, Gaza menjadi ajang brutalitas total, tahun 2008, yang dikenal dengan perang 22 hari. Akan tetapi pasukan militan Hamas mampu memukul mundur Zionis Israel. Benar-benar menakjubkan, Gaza di tengah blokade dan kelaparan, mampu mengalahkan kekuatan yang disebut-sebut tertangguh di Timur Tengah. Ini semua membuktikan bahwa kekuatan iman di atas segala-galanya.
Opini umum kian sadar bahwa muqawama adalah satu-satunya solusi menghadapi arogansi Zionis Israel. Konvoi kapal pengangkut bantuan kemanusiaan dari 40 negara tidak luput dari sasaran kebiadaban Zionis Israel. Dunia kian sadar bahwa Israel ternyata tidak menarget bangsa Palestina. Tak diragukan lagi, kekuatan arogan semacam ini bila terus dibiarkan, akan menggilas semua bangsa di dunia. Israel benar-benar menyeramkan dan mengancam dunia. Tidak salah, jika Ahmadinejad mengingatkan bahwa konflik antara bangsa Palestina dan Israel adalah konfrontasi antara kebenaran dan kebatilan. Israel telah resmi menjadi simbol kebatilan di dunia yang harus dilawan. Menurut Ahmadinejad dalam salah satu pidatonya, serangan brutal terhadap kapal Freedom Flotilla adalah tolok ukur untuk mengidentifikasi siapa kawan dan lawan.
Di tengah puncaknya brutalitas Zionis Israel yang dikecam oleh seluruh penghuni bumi, AS bukan mengevaluasi kebijakan kelirunya dalam mendukung Zionis Israel, tapi malah terus mendukung rezim bengis dan biadab ini. AS memang layak disebut sebagai "Setan Besar".
Yang lebih mengecewakan lagi, lembaga-lembaga internasional, khususnya PBB, masih bersikap lemah dalam mereaksi serangan brutal Israel ke konvoi kapal pengangkut kemanusiaan. Kini, tiba saatnya bagi seluruh bangsa muslim dan independen bersikap. Ingat, brutalitas terbaru Israel telah menjadi tolok ukur untuk mengetahui siapa kawan dan lawan. Kawankah anda atau lawan ?!! (IRIB/AR/SL/7/6/2010)
0 comments to "Legalitas Arab terhadap perundingan Abbas dengan Israel harus dicabut."