Home , , � Setelah di Vietnam, sekarang di Afghanistan...perang yang dikobarkan Amerika...selalu dan tetap saja Amerika kalah..???!!!

Setelah di Vietnam, sekarang di Afghanistan...perang yang dikobarkan Amerika...selalu dan tetap saja Amerika kalah..???!!!


Tak Ingin Kalah di Medan Propaganda, Sensor Pun Diterapkan

Aktualpress--Departemen Pertahanan AS memutuskan untuk menggelar perang Afghanistan dalam situasi tertutup dan mengontrol segala bentuk pemberitaan media mengenai perang tersebut. Hanya selang beberapa hari setelah pencopotan Jenderal Stanley McChyrstal buntut wawancara kontroversialnya dengan majalah Rolling Stone, Menteri Pertahanan AS, Robert Gates membatasi wawancara tentara AS dengan media. Dalam peraturan baru Pentagon sepanjang tiga halaman itu dinyatakan, segala bentuk wawancara tentara dengan media ataupun pemberian informasi mengenai perang Afghanistan harus melalui koordinasi terlebih dahulu dengan deputi menteri pertahanan. Dengan demikian, satuan operasional maupun para komandan utama AS di Afghanistan tidak akan diijinkan memberikan keterangan ataupun wawancara pers tanpa melalui sensor.

Pembatasan kebebasan informasi di AS pada masa perang memiliki rekam jejak yang panjang. Di era Perang Vietnam, tatkala tanda-tanda kekalahan militer AS mulai tampak dan kejahatan perang tentara AS terbongkar, Pentagon juga sempat melakukan langkah serupa. Begitu halnya saat menjelang invasi militer AS ke Irak pada Maret 2003, corong-corong media pun berusaha dibungkam oleh Pentagon dan segala bentuk pemberitaan mengenai perang Irak harus melewati tajamnya pisau sensor departemen pertahanan AS.

Kini setelah 8 tahun semenjak invasi AS ke Afghanistan berlangsung, Pentagon mulai kian ketakutan dengan terbongkarnya realitas di balik perang. Perang yang disebut-sebut oleh publik Paman Sam sebagai Perang Obama itu saat ini tengah memasuki fase yang sangat kritis. Perang yang tak menyisakan bayangan kemenangan bagi Washington ini telah menjadi momok menakutkan bagi Gedung Putih. Bayangkan saja, meski AS sudah menggelontorkan ongkos perang lebih dari 300 miliar USD dan mengorbankan lebih dari seribu tentaranya yang tewas, namun sinyal kemenangan tak juga tampak. Sebaliknya, nasib perang Afghanistan makin tak tentu arah.

Tak ayal, perintah penyensoran segala bentuk pemberitaan soal perang Afghanistan oleh Pentagon niscaya bakal memberikan tamparan keras bagi legitimasi Perang Obama ini di mata publik dalam negeri AS.

Dirilisnya wawancara kontroversial Jend. McChyrstal dengan majalah Rolling Stone dan terkuaknya rekaman video aksi penembakan helikopter AS terhadap warga sipil Irak termasuk dua wartawan, menjadi catatan penting bagi Pentagon untuk lebih waspada dalam membatasi kebebasan media. Pasalnya, jika rangkaian kenyataan itu terus terbongkar, bisa dipastikan nasib perang Afghanistan pun bakal seperti Vietnam. Sebuah perang yang tidak hanya mempercundangi AS di medan pertempuran tapi juga mengalahkannya di depan lensa media. (Ap/LV/NA/6/7/2010)


Intervensi tak Kenal Lelah Abang Sam

Aktualpress--Wakil Presiden Amerika Serikat, Joe Biden melakukan kunjungan mendadak ke Irak di tengah meningkatnya penjajakan dan negosiasi antarkubu-kubu politik negara itu untuk membentuk pemerintahan baru Irak.

Sejak awal tahun 2010 hingga sekarang, Biden, yang bertugas menangani masalah Irak dalam pemerintahan Obama ini, telah dua kali melakukan kunjungan ke Negeri Kisah 1001 Malam ini. Ia bertandang ke Irak untuk pertama kali pada Januari lalu ketika parlemen tengah sibuk menyusun dan meratifikasi undang-undang pemilu Irak.

Saat ini, pembicaraan dan lobi untuk membentuk pemerintahan baru di Irak tengah memanas dan Biden kembali datang ke Baghdad untuk melakukan penjajakan dengan pejabat-pejabat setempat.

Kebanyakan pengamat politik menilai kunjungan tak terencana Biden ke Baghdad sebagai upaya Washington untuk mempengaruhi proses pembentukan pemerintahan baru Irak. Baru-baru ini, 34 anggota Kongres AS juga meminta Nouri al-Maliki untuk bekerjasama dengan Iyad Allawi, pemimpin blok sekuler al-Iraqiya.

Mantan Duta Besar AS di Afghanistan dan Irak, Zalmay Khalilzad juga mengusulkan pembagian masa kekuasaan antara Maliki dan Allawi untuk menyelesaikan krisis tersebut. Artinya dua tahun pertama, kepemimpinan pemerintahan Irak dikendalikan oleh Maliki dan dua tahun berikutnya diperintah oleh Allawi.

Memperhatikan sikap-sikap tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kehadiran Biden di Bahgdad untuk mengintervensi urusan internal Irak.

Sebelum pemilu parlemen Irak, Washington berupaya meloloskan orang-orang yang didukungnya ke parlemen dan pemerintahan Irak. Namun menyusul keputusan Komisi keadilan dan integritas Irak, AS gagal membuka pintu parlemen bagi eks Partai Baath. Kini Washington dengan memanfaatkan perkembangan di Irak, berharap dapat menambah bobot politik bagi kubu-kubu politik yang didukungnya dalam pemerintahan mendatang negara itu.

Memaksa Aliansi Negara Hukum untuk menerima sebagian tuntutan blok al-Iraqiya dan juga menciptakan perpecahan di tubuh aliansi-aliansi Syiah, merupakan bagian dari kebijakan AS dalam menyikapi transformasi di Irak. Sementara itu, pemimpin kubu-kubu pembentuk persatuan nasional atau fraksi mayoritas di parlemen tengah berusaha untuk segera mencapai kata sepakat terkait kandidat tunggal perdana menteri baru Irak.

Joe Biden sepertinya juga tidak akan mencapai tujuan-tujuannya dalam kunjungan kali ini. Sebab pemimpin kubu-kubu populer Irak menegaskan bahwa pembentukan pemerintahan baru merupakan masalah internal dan pihak asing tidak punya hak untuk mencampuri urusan dalam negeri Irak. (Ap/RM/SL/5/7/2010)


Tongkat Dipukulkan, Wortel Pun Diumpan

Aktualpress--Juru runding Jerman dan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang tergabung dalam Kelompok 5+1 menyatakan kesiapannya untuk menggelar perundingan nuklir dengan Iran. Wakil AS, Cina, Inggris, Jerman, Perancis dan Rusia, kemarin (Jumat, 2/7) dalam pertemuannya di Brussel menekankan bahwa pihaknya tetap menginginkan dilanjutkannya kembali perundingan nuklir dengan Tehran kendati DK PBB telah menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Iran.

Pertemuan itu berlangsung di saat Christophe de Margerie, direktur eksekutif perusahaan minyak Total menilai penerapan sanksi baru terhadap Iran sebagai kekeliruan serius. Dia menyatakan, "Kami tidak berpikir embargo atas penyerahan produk bensin ke Iran adalah cara yang baik untuk menyelesaikan perbedaan yang bersifat politik". Pimpinan perusahaan raksasa energi Perancis itu juga mengkritik atas penjatuhan sanksi terhadap perusahaan yang memasok kebutuhan bensin ke Iran dan menegaskan, segera setelah kesempatan pertama terbuka, Total akan langsung menjual bensinya ke Iran.

Resolusi anti-Iran 1929 DK PBB yang telah disahkan sekitar 3 minggu lalu itu hingga kini terus menyulut banyak kritikan. Ironisnya, AS sepertinya tak menggubris semua kritikan itu bahkan Kamis (1/7) lalu, Presiden Barack Obama nekad menandatangani draft undang-undang sanksi sepihak terhadap Iran yang disahkan Kongres beberapa waktu sebelumnya. Tentu saja, langkah kontroversial Washington itu memantik banyak keraguan dan tanda tanya besar.

Terlepas dari alasan ekonomi, para analis politik menilai, pemberlakuan sanksi sepihak AS terhadap Iran ini menunjukkan bahwa hingga kini masih terdapat silang sengketa yang tajam di tubuh Kelompok 5+1. Pasalnya, sebagian negara-negara anggota kelompok 5+1 masih sangat kesal dengan sikap unilateralisme AS di kancah internasional. Pernyataan direktur eksekutif perusahaan energi Total yang menyebut sanksi anti-Iran sarat dengan muatan politik sejatinya merupakan bukti penguat atas pandangan tersebut.

Di sisi lain, pengumuman atas kesediaan Kelompok 5+1 untuk melanjutkan kembali perundingan nuklir dengan Iran dilontarkan tak lama setelah pekan lalu Presiden Ahmadinejad mengajukan syarat baru perundingan. Dalam syarat yang diajukannya itu, Tehran menghendaki negara-negara kelomok 5+1 untuk terlebih dahulu menyatakan kepatuhannya terhadap Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan menyebutkan tujuan dilanjutkannya perundingan. Iran juga menginginkan perubahan komposisi negosiator.

Sejatinya, syarat yang baru yang diajukan Iran ini merupakan peringatan tegas bagi kelompok 5+1. Di mata Tehran, jika Barat memang menginginkan hubungan yang rasional di bidang nuklir, maka mereka pun harus menghormati hak-hak dan keinginan Iran sesuai dengan apa yang digariskan dalam NPT. Yang jelas bagi Tehran, pemberlakuan sanksi tambahan tidak akan mengubah kenyataan dan justru memperteguh tekad Iran untuk meraih kemajuan di bidang nuklir sipil. (Ap/LV/NA/5/7/2010)

0 comments to "Setelah di Vietnam, sekarang di Afghanistan...perang yang dikobarkan Amerika...selalu dan tetap saja Amerika kalah..???!!!"

Leave a comment