Home , � Dari Ideologi Komunis Hingga Jihadis!

Dari Ideologi Komunis Hingga Jihadis!



Cosa Nostra: Dari Ideologi Komunis Hingga Jihadis! (1)

pablo-escobar.jpg
_389643_laden_head150.jpg 170px-mullaomar.png
“Setelah kematian Pablo Escobar … Osama dan Molla Omar (Sufyani-sufyani kecil) segera mengambil alih kerajaan narkoba milik Escobar di Asia Tengah”

Inilah fakta dunia bandit kelas kakap yang tergabung di dalam organized crime dan secret society. Sebuah kerajaan gelap yang dipenuhi oleh aktivitas kriminal. Namun tak seorangpun yang mampu mendeteksi kegiatan mereka. Sedemikian besar dan tersembunyinya kekuasaan mereka, sehingga kita bahkan tak pernah menyadari keberadaan dan jaringan mereka hadir di sekitar kita. Hirarki kekuasaan mereka tersusun rapi. Produk haram yang dijual dan pendapatan yang diperoleh diatur dengan pola manajemen moderen.

Pihak yang terlibat bermula dari pedagang eceran, pengedar, distributor wilayah, broker pusat, hingga kelompok penguasa dan konglomerat. Mereka di beking oleh oknum-oknum kepolisian dan ketentaraan, politisi, wakil rakyat di pemerintahan, bahkan hingga ke level seorang kepala negara. Upaya pelebaran sayap kekuasaan terus dilakukan, bahkan dengan bantuan para rohaniawan agama, dari ulama hingga pendeta. Mereka memiliki jaringan ke kampus dan pusat-pusat riset berskala internasional. Tak alang kepalang, mereka bahkan memiliki jaringan dengan para peneliti produk barang haram tersebut.

Media benar-benar menjadi mediator mereka di dalam melakukan aksi. Pembocoran pengiriman berskala kecil kepada pihak berwajib di suatu daerah sering dilakukan, dan hal itu hanya untuk mengalihkan terselundupnya produk haram itu dalam jumlah besar. Sebagian orang yang terlibat dalam aktivitas ini bahkan terdiri dari para pemilik bank berskala lokal hingga internasional dan mereka siap mendaur ulang seluruh penghasilan yang didapat dari penjualan barang haram tersebut melalui pasar valas dan bursa saham.

Inilah dunianya para mafia. Sebuah kata yang akrab di telinga setiap orang dan sering diduga berasal dari bahasa Italia yang mengakar dari kata mafiusu. Tapi beberapa pakar bahasa menyatakan bahwa kata mafiusu yang akrab di lisan orang-orang Sicilia di Italia ini justru berasal dari kata sifat bahasa Arab mahjas yang berarti agresif atau mendorong, atau botak. Ada pula yang mengatakan bahwa kata ini berarti cosa nostra, yaitu “our thing“.

Entah apa dan dari siapakah kata mafia itu asalnya? Namun yang jelas, aktivitas kelompok ini sudah ada sejak beberapa abad silam dan mereka baru mencuat serta beken di awal abad ke-20an.

Singkat cerita, “Don Juan” Cosa Nostra pada dekade lalu adalah justru seseorang yang bernama Pablo Escobar (1949-1993). Pria asal Colombia yang terbunuh pada 2-Desember-1993 ini adalah drug lord terbesar di abad ke-20an. Ketika meletusnya perang narkoba yang dimotori oleh beberapa pemerintahan dunia dengan kelompok kartel yang dipimpin oleh Escobar ini, maka banyak pihak yang memiliki reputasi internasional segera mendukung aksi tersebut. Tapi sayangnya! Mereka segera menyuarakan upaya pembunuhan terhadap pria itu, dan bukan menangkapnya hidup-hidup.

Gembong mafia boleh saja tertangkap dieliminasi, tapi arus perdagangan barang haram yang berlalu lalang lintas benua itu harus tetap berjalan dan tak boleh berhenti. Bagi sebagian negara, pertanian dan perdagangan opium adalah devisa bagi pemerintahan mereka. Daerah yang biasa mengembangbiakkan produk ini di negara tertentu justru mendapat julukan no man’s land alias tanah tak bertuan. Dari perbukitan di daerah Serambi Mekah (Nangroe Aceh Darussalam), Golden Triangle di Thailand, hingga lereng-lereng gunung di Amerika Selatan sana, maka seluruh daerah itu secara tak resmi adalah miliknya para drug lord. Pihak pemerintah pun tak berani mengusik daerah tersebut, karena setoran/upeti mereka kepada oknum-oknum pejabat di negara itu selalu mengalir tepat di awal bulan.

O ya … ! Masih ada satu tempat lagi, dan negara ini adalah pemasok opium terbesar di dunia. Secara resmi, negara ini dikenal sebagai pemasok kebutuhan rumah sakit dunia. Sedangkan secara tidak resmi, kelebihan produk ini juga dijual kepada para pengguna opium dari level pemula sampai kawakan. Dari pemuda ingusan yang bersarang di diskotek dan bar-bar karaoke, hingga di rumah-rumah khusus yang diperuntukan bagi pengguna advance alias para jangki. Sebuah istilah khusus yang dibuat untuk menyebut seorang pemadat narkoba. Penggunanya pun bervariasi, dari rakyat jelata, orang kaya, politisi, pejabat hingga rumah-rumah rehabilitasi pengguna narkoba itu sendiri. Tentu saja, semua deal itu terjadi di bawah meja.

Negara pemasok opium yang saya maksudkan itu tak lain adalah Afghanistan. Sebuah negara gersang di wilayah Asia Tengah, tapi sangat subur untuk menanamkan produk haram yang satu ini. Bisa dikatakan bahwa negeri itu nyaris tak memiliki hasil bumi yang signifikan, tak ada pelesir yang berminat untuk seliweran ke sana.

Sejak dulu pemerintahan negara ini dicap sebagai penguasa antah berantah. Pengelolaan negara Afghanistan bisa dikelompokkan ke dalam very poor management. Tak ada negara tetangga di sekitarnya yang mengharapkan Afghanistan bisa menjadi negara makmur dan maju. Bahkan negara-negara tetangganya itu justru sering memiliki andil di dalam merusak kebijakan dan stabilitas negeri tersebut. Memang benar bahwa daerah pegurunan seperti di Arab sana, biasanya selalu ada emas hitam di bawah permukaan pasirnya yang tandus alias minyak mentah (crude oil). Akan tetapi, eksplorasi minyak membutuhkan dana jutaan dolar dan itu hanya cukup untuk mengeksplorasi satu buah sumur saja. Belum lagi ditambah dengan setumpuk resiko lain yang mengakibatkan bisnis minyak dikelompokkan sebagai high risk investment.

Akan tetapi di padan gurun Afghanistan yang tandus itu, para investor tidak perlu mencari sumur minyak, karena disana ada yang lebih berharga dari minyak dan semuanya tumbuh dengan sendirinya. Setiap orang tinggal melempar benih dan menantikan musim panen. Tak butuh investasi jutaan dolar. Tak perlu menyewa para ekspat ceroboh yang tarifnya mahal. Cukup membudayakan petani lokal dan dengan biaya relatif murah, maka setiap orang bisa langsung menjadi jutawan dalam semusim. Tak ayal bila dua negara adidaya seperti USSR (sekarang Rusia) dan Amerika Serikat jatuh cinta sama Afghanistan.

Afghanistan Menjadi Ladang “Emas Putih”-nya Amerika Setelah Soviet Hengkang

Afganistan merupakan negara penghasil opium terbesar di dunia menyusul terjadinya ledakan produksi bunga opium di negara itu. Lonjakan produksi opium ini akan diikuti dengan lonjakan perdagangan obat terlarang hampir di seluruh dunia, khususnya Asia Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat. Jika hal itu terjadi, dunia semakin rentan terhadap penyebaran virus HIV/AIDS.

Sebelumnya, Afganistan pernah dijuluki sebagai negara opium terbesar di dunia ketika masih di bawah kekuasaan rezim Taliban. Rekor produksi opium saat itu, pada tahun 1999, mencapai 4.600 ton.

esimage4.jpg
“Laporan PBB tentang meningkatnya produksi opium di era Taliban”

International Narcotics Control Board (INCB) mengeluarkan laporan terbaru mengenai produksi narkotika dunia di Vienna, Rabu (2/3). INCB mengatakan, produksi bunga opium di Afganistan pada 2004 mencapai 4.200 ton. Jumlah itu hanya 400 ton lebih sedikit dibandingkan dengan rekor yang dicapai saat Taliban berkuasa.

Pada 2003, produksi bunga opium Afganistan hanya 3.200 ton. Dengan demikian, dalam satu tahun terjadi lonjakan produksi hingga 1.000 ton. Presiden INCB Hamid Ghodse, di Vienna, mengatakan, lonjakan sebesar itu membuat Afganistan menjadi negara utama yang memperdagangkan obat terlarang.

Laporan INCB menyebutkan, sepertiga dari produksi bunga opium yang dipanen di Afganistan tahun lalu masuk ke negara-negara tetangga Afganistan di Asia Tengah, khususnya Kazakstan dan Tajikistan. Barang-barang haram tersebut hanya singgah sebentar di Asia Tengah, setelah itu masuk ke Rusia dan negara-negara Eropa dalam bentuk heroin. INCB juga mencatat, bunga opium mulai masuk kembali ke Pakistan sejak tahun lalu.

HIV semakin menyebar

Lonjakan produksi opium di Afganistan akan memberikan dampak langsung terhadap permasalahan obat terlarang terutama di negara-negara sekitar Afganistan. Kemungkinan, penggunaan heroin dengan jarum suntik langsung dalam pembuluh darah di Asia Tengah akan meningkat. Hal itu membuat kemungkinan penyebaran virus HIV yang menjadi penyebab AIDS akan meningkat pula, terutama di Nepal dan India.

Vincent McClean, Perwakilan Kantor Urusan Obat-obatan Terlarang dan Kriminal di Islamabad, juga memberi peringatan kepada Pakistan yang kemungkinan menghadapi lonjakan kasus HIV/AIDS jika negara itu tidak mencegah penyebaran penggunaan narkotika dengan jarum suntik.

Saat ini, ada 500.000 pengguna heroin dan 60.000 di antaranya menggunakan barang haram itu dengan jarum suntik. Diperkirakan, di negara itu terdapat 70.000 orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS tahun 2003.

afgmothersopium1.jpg
“para wanita Afghan yang menjadi korban narkoba … tak segan untuk membawa anak balita”

Lonjakan produksi opium ini juga akan berdampak buruk terhadap upaya Pemerintah Afganistan untuk membangun kembali negara itu pasca-serbuan invasi Amerika Serikat (AS) dan Inggris untuk menjatuhkan rezim Taliban tahun 2001 lalu.

Perwakilan Asia di Kantor Urusan Obat-obatan Terlarang dan Kriminal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Akira Fujino, di Bangkok, mengatakan, meluasnya penggunaan obat terlarang merupakan ancaman bagi demokrasi yang baru dibangun di negara itu. Hal tersebut juga mengganggu proses perbaikan stabilitas dan ekonomi secara keseluruhan di negara itu. “Situasi ini harus direspons dengan cepat oleh dunia internasional,” kata Fujino. (Bersambung)

Sumber:Posted on by Musadiq Marhaban

Cosa Nostra: Atas Nama “Allah” Dan “Perang suci” (2)

1_461.jpg
“Kami berjihad demi tegaknya syariat Allah di bumi … :evil:

Untuk menjadi penguasa opium (baca: bukan pengusaha) diperlukan keberanian dan kecerdikan ketimbang modal uang yang besar. Pada dekade 60an ketika John F. Kennedy memerangi Cosa Nostra dan berusaha menjinakkan mereka. Maka dalam sekejap, para drug lord ini langsung menganti paradigma ideologi masyarakat di no man’s land milik mereka itu dengan memperkenalkan sosialisme dan komunisme yang saat itu merupakan musuh besar kaum kapitalisme. Dengan paradigm shift yang baru itu, maka era baru pun bermula. Cosa Nostra memeluk USSR erat-erat dan pihak komunis pun menyambut hangat sekutu barunya itu.

Atas nama ideologi sosialisme dan komunisme, maka Cosa Nostra bisa memasok senjata ilegal dan membentuk milisi tentara dari kelas rakyat yang mendambakan tegaknya sebuah negara ideal yang berkerakyatan. Padahal semuanya sudah di seting sejak awal oleh para intelektual yang bertengger di dewan rahasianya Cosa Nostra. Melalui mulut para politikus yang terafiliasi di dalam organisasi Cosa Nostra, maka mereka menyerukan bahwa kaum kapitalis adalah musuh besar bagi tegaknya ideologi komunisme dan sosialisme. Untuk itu, rakyat harus berjuang dan membangun gerakan bawah tanah demi jayanya ideologi yang hendak ditegakkan.

Dalam waktu singkat, Cosa Nostra telah berhasil membentuk sebuah armada militer yang tidak tangung-tanggung di Amerika Latin. Berbondong-bondong para pendamba keadilan mendaftar sebagai pejuang sukarelawan demi tegaknya ide-ide sosialisme dan komunisme. Mereka siap mati demi ide yang mereka usung. Sadar maupun tidak, para milisi bersenjata itu sebenarnya tak lebih adalah kaki tangan dan pengawal untuk barang haramnya Cosa Nostra.

Keberhasilan perdagangan Cosa Nostra dengan cara menyebarkan paham-paham sosialisme dan komunisme di Amerika Latin pada era 60an membuat USSR semakin tergiur untuk mempraktekkan hal serupa, dan tentu saja, untuk sekaligus menguasai dan menikmati kenikmatan wirausaha sebagaimana yang dilakukan oleh Cosa Nostra.

Untuk itu pada awal tahun 1980an, tepatnya ketika Rezim Syah Iran yang bernaung di bawah ketiak Amerika dan sekutunya berhasil ditumbangkan oleh Revolusi Islam Iran pada tahun 1970an, maka USSR pun menyadari bahwa kekuatan Amerika di Timur Tengah sedang susut. USSR yakin ideologi revolusi yang diusung oleh kelompok Muslim-Syiah di Iran akan membuat Amerika semakin sibuk di masa-masa mendatang. Dengan copotnya kekuasaan Amerika dan sekutunya atas Iran, maka USSR langsung menggunakan momentum itu untuk menginvasi Afghanistan. Tentu saja bukan untuk meraup minyak seperti yang dilakukan Bush atas Irak saat ini, tapi untuk menguasai salah satu sentra pertanian opium terbesar di dunia.

Dengan masuknya USSR ke Afghanistan, maka opium pun semakin sulit dicari, harga meroket sementara kebutuhan masyarakat dunia meningkat. Periode itu membuat Amerika melakukan pendekatan baru. Mereka butuh sekutu baru di Timur Tengah untuk melindungi anak emas mereka di sana, yaitu Israel.

Pada saat yang sama, Amerika mempelajari keberhasilan USSR di dalam melebarkan ideologi sosialisme dan komunisme di Asia dan Amerika Latin. Di masa-masa itu, Amerika juga mempelajari siapakah musuh besar sosialisme dan komunisme? Tentu saja hal itu tidak sulit. Invasi USSR ke Afghanistan telah mengundang kemarahan umat Muslim dunia. Media internasional pun semakin dikibarkan, dan perjuangan mujahidin Afghanistan langsung dicorongkan melalui media dunia. Seluruh dunia memberitakan perjuangan kaum mujahidin Afghanistan. Jargon bahwa Amerika adalah pembela kelompok Mujahidin Afghanistan juga di usung oleh media-media Barat.Film Rambo III yang diedarkan Hollywood seolah-olah untuk meyakinkan umat Muslim sedunia bahwa Amerika sangat akrab dengan kelompok pejuang Afghanistan.

Senjata mujahidin bukan lagi bedil made in awal abad 19an, tapi M-16 yang dipakai juga oleh para “GI Joe” Amerika. Anti tank kelompok Mujahidin bukan lagi dinamit yang biasa digunakan untuk menjebak tank seperti di era PD II, tapi sebuah rudal anti tank dan helikopter bermerek Stinger ikut pula “diwakafkan” oleh Paman Sam demi kemaslahatan pejuang mujahidin Afghan. Dari White Ops hingga Black Ops-nya CIA, MOSSAD, MI-6 terjadi di Afghanistan. Kegagalan Paman Sam untuk menguasai sentra opium di Amerika Latin menjadikan Amerika berjuang mati-matian demi keselamatan sebuah negara tak bertuan yang bernama Afghanistan. Amerika turun tangan di Afghanistan bukan demi membela kaum Muslim, tapi untuk menggagalkan rencana Soviet di dalam merebut ladang serbuk putih terbesar di dunia.

Pada sisi lain, kekalahan Amerika dengan kelompok Cosa Nostra di Amerika Latin memberi kesempatan bagi Cosa Nostra untuk membuat kekuasaan sendiri. Negara Colombia dipilih menjadi singgasana kerajaan Cosa Nostra. Pemimpin Cosa Nostra yang selama ini sembunyi segera tampil kehadapan publik. Pablo Escobar terpilih menjadi penguasa baru di benua Amerika Latin, sementara kaum gringgo (sebutan untuk kaum kulit putih) harus tunduk kepada kebijakan Cosa Nostra.

Di saat-saat USSR jaya, Amerika cukup kualahan untuk menandingi ekspansi ideologi dan kekuasaan mereka dibelahan Asia dan Amerika Latin. Baru setelah kejatuhan Jerman Timur dan dicanangkannya ideologi prestroika di USSR serta kejatuhan USSR di periode 90-an membuat Amerika semakin bergerak bebas. Amerika sudah belajar banyak dari kekalahan mereka di Asia dan Amerika Latin. Apabila USSR bergerak dengan satu kaki hingga terjungkal, maka Amerika telah menyempurnakannya. Dan kini Amerika memiliki dua kaki. Yang pertama adalah mengusung ideologi liberalisme ke masyarakat dunia sebagai anti komunisme. Dan yang kedua adalah penggunaan kekuatan radikal dari kelompok Islam untuk menguasai ladang “emas hitam” dan “emas putih” yang paling berharga di dunia. Apa selanjutnya … ? Tulisan selanjutnya akan berjudul: Cosa Nostra: Dari Escobar Hingga Osamah! (3)™

(Bersambung sampai saya mau sambung sendiri tulisan ini ok … :mrgreen: )

2 comments to "Dari Ideologi Komunis Hingga Jihadis!"

  1. Anonymous says:

    Ikam penulis tuh Dajjal, kaki tangan teroris amerika. Yakalo????
    Ikam pantasnya urang nang pertama kali kena bom jihad para mujahid.

  2. Admin says:

    @ Anonymous Semoga Anda diberkahi Allah Swt dan ditunjuki jalan menuju ridha Allah Swt...Illahi Amin....^_^

Leave a comment