Home , , � Amerika dan Islamophobia

Amerika dan Islamophobia


AS Tinjauan dari Dalam (8 September 2010)

Barack Obama

Presiden AS, Barack Obama dalam pidatonya kepada masyarakat AS, mengatakan, "Saya ingin berbicara mengenai operasi militer di Irak. Saya tahu bahwa saat ini adalah masa bersejarah saat masyarakat Irak mengalami kebingungan besar terkait perang tersebut. Kita berperang sekitar satu dekade." Dikatakannya, "Perang terjadi sejak tujuh setengah tahun lalu saat George W.Bush menjadi Presiden AS. Saat itu, Presiden AS mengumumkan perang di Irak. Dari malam itu hingga sekarang ini banyak hal yang berubah. Perang yang dimulai untuk melucuti senjata pembunuh massal di negara itu, berubah menjadi perang dengan kelompok militan."

Presiden Obama menyatakan tugas utama pemerintah AS setelah mengakhiri operasi militer di Irak adalah menghidupkan perekonomian dan menciptakan peluang kerja di AS.

Dalam pidatonya terkait perang Irak, Obama juga menyinggung kepedihan dan kesengsaraan masyarakat AS. Akan tetapi, Obama yang menjadi presiden dari jalur Partai Demokrat, sama sekali tidak menyinggung kebijakan sepihak Bush terkait perang Irak. Presiden berkulit hitam ini dalam pidatonya, sama sekali tidak menyebutkan kesengsaraan masyarakat Irak akibat kebijakan sepihak pemerintah Washington. Bahkan Obama dalam pidatonya juga tidak menyinggung kebohongan-kebohongan Bush untuk menjustifikasi perang di Irak.

Menteri Luar Negeri AS saat itu, Collin Powel, memaparkan gambar-gambar buatan terkait keberadaan senjata pembunuh massal di Irak. Bahkan Powel mengklaim bahwa gambar-gambar itu diambil dari satelit. Meski Perancis dan Jerman yang juga mitra dekat AS, tidak bersedia mendampingi Washington setelah menyadari bahwa gambar-gambar terkait senjata pembunuh massal adalah infaktual, tapi AS tetap menyerang Irak tanpa adanya persetujuan dari PBB. Beberapa bulan setelah berlalunya perang, tidak ada senjata pembunuh massal ditemukan di Irak.

Dalam tujuha tahun terakhir ini, ribuan warga sipil Irak tewas. Masyarakat Irak kini juga terjebak dalam perang saudara. Dengan agresi AS itu, Washington sama sekali tidak mampu mengendalikan masyarakat Irak. Mereka tidka menyukai kehadiran militer AS. Kondisi ini membuat AS terjebak di kubangan lumpur. Di Negeri Kisah 1001 Malam selalu diliputi aksi teror, bahkan seharipun tidak pernah lewat dari aksi teror. Perang Irak dengan segala negatifnya mencerminkan arogansi AS.

Koran Jerman, Süddeutsche Zeitung, seraya menyinggung dampak-dampak negatif perang Irak di kawasan dan dunia, menyebut perang itu sebagai simbol kehancuran kekuatan dan kredibilitas AS di dunia.


Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, secara resmi mengumumkan dimulainya perundingan langsung antara Otorita Ramallah dan rezim Zionis. Perundingan yang diistilahkan perdamaian Timur Tengah itu dibuka dengan dihadiri oleh Pemimpin Otorita Palestina, Mahmoud Abbas, PM Israel, Benyamin Netanyahu, Presiden Mesir, Hosni Mubarak, dan Raja Jordania, Abdullah II.

Pada faktanya, perundingan yang diistilahkan perdamaian itu digelar untuk menutupi kegagalan Partai Denokrat yang tidak dapat mewujudkan janji-janjinya selama kampanye. Selain itu, perundingan itu bertujuan menutupi brutalitas Zionis Israel yang sudah kelawat batas. Yang lebih uniknya, perundingan itu berlangsung saat Zionis berada di puncak kebrutalannya.

Meski demikian, Obama tetap harus menggelar perundingan yang diistilahkan perdamaian untuk menutupi kejahatan Zionis Israel. Kekuatan lobi Zionis di AS membuat Persiden berkulit hitam ini tidak berkutik dan bersikap seperti yang ditempuh Partai Republik.

Satu tahun lalu, Obama berbicara tentang kegagalannya untuk menghidupkan perundingan yang berhenti setelah perang 22 hari. Namun Obama tiba-tiba kembali mendesak Mahmoud Abbas dan Netanyahu untuk menggelar perundingan. Langkah tiba-tiba yang ditempuh Obama tidak mempunyai tujuan lain melainkan mempersiapkan strategi menjelang pemilu sela dan mencari dukungan dari lobi Zionis Israel.
Menjelang peringatan Peristiwa 11 September, kekhawatiran akan Islamphobia di AS terus meningkat. Kali ini, 11 September bersamaan dengan jatuhnya Hari Raya Iedul Fitri.

Ketua Dewan Hubungan Keislaman (CAIR) di AS mengatakan, pidato-pidato tokoh terkenal yang dirilis berbagai media massa negara ini meningkatkan Islamphobia di tengah-tengah warga. Corey Saylor mengkritik media massa AS karena menebarkan rasa asing kepada muslim dan menimbulkan ketidakamanan kepada warga AS yang bertetangga dengan mereka. Ia menandaskan, masalah utama adalah para orator yang dipublikasikan pidatonya oleh Fox News kerap memburukkan citra Islam dan para pengikutnya. Ia menambahkan, dampak dari pidato tersebut adalah ketakutan terhadap Islam berubah menjadi kegeraman dan kemarahan..

Belum lama ini, seorang pemuda di New York menikam tenggorokan dan memotong lidah seorang supir taksi. Hal ini ia lakukan setelah menghentikan sebuah taksi dan mengetahui sang sopir adalah warga muslim.
Sebelumnya, peristiwa serupa juga terjadi pada Mei lalu, saat seorang sopir taksi hendak menunaikan shalat di kota San Diego diserang dan dianiaya oleh sejumlah warga di lokasi tersebut.

Masih mengenai Islamphobia di Negeri Paman Sam, tempat pembangunan masjid di negara bagian Tennesse dibakar. ummat Islam di kota Murfeesboro, negara bagian Tennesse tengah membangun masjid di kawasan itu. Akan tetapi masjid yang masih dalam proses pembangunan itu dibakar dalam sebuah tindakan rasis. Sementara itu, Polisi Federal Amerika Serikat (FBI) mengkonfirmasikan bahwa kebakaran di Islamic Center di negara bagian Tennessee adalah tindakan yang disengaja.

Isu anti-Islam semakin kencang setelah adanya rencana pembangunan masjid dekat bekas WTC yang menjadi korban Peristiwa 11 September. Sebelum ini, Keputusan Pendeta AS, Terry Jones, untuk membakar kitab suci Al-Quran menuai kritik dan kecaman luas. Dove World Outreach Center, gereja non-denominasi di Gainesville, Florida, baru-baru ini mengumumkan akan menggelar acara pembakaran Al-Qur'an di properti gerejanya dalam peringatan ulang tahun serangan 11 September untuk memperingatkan warga Amerika tentang bahaya Islam.

Perilaku rasialis dan radikalis AS mempunyai sejarah panjang. Di Perang Dunia II, AS memerintahkan pemenjaraan atas semua warga Jepang dan keturunan negara ini di kamp-kamp perang. Padahal ada sejumlah keturunan Jepang di kamp-kamp perang itu yang belum pernah berkunjung ke Jepang meski sekali. Satu dekade setelah itu, McCarthyism berkuasa di Negeri Paman Sam. Pada masa itu, FBI dapat menangkap siapapun atas dasar prasangka terhadap Sosialisme dan menjebloskannya ke penjara. Sepanjang periode itu, sejumlah pemikir dan cendekiawan AS terlibat bertindak radikal dan kehilangan kredibilitas mereka.

Pada awal abad 21, kelompok radikal AS berniat membakar mukjizat Nabi Besar Muhammmad Saw, kitab suci Al-Quran yang menjadi pedoman bagi satu setengah milyar pengikut Islam di dunia ini. Yang jelas, upaya konyol dan gila ini sama sekali tidak mengurangi kemuliaan kitab suci Al-Quran. Selama 1500 tahun, kelompok-kelompok anti-Islam silih berganti dari masa ke masa, tapi tidak ada satupun yang mampu mengurangi kemuliaan dan keagungan agama suci Islam.

Di awal pekan lalu, ada demonstrasi yang digelar di Wsahington. Pertama, sebuah demonstrasi yang digelar oleh kalangan Republik dan para pendukung The Tea Party Movement. Kedua, demonstrasi lain yang digelar oleh para pendukung lembaga hak sipil.

Para pendukung Republik dalam demonstrasi tersebut menentang kebijakan Obama. Ia menyebut pemerintah Obama sebagai kehancuran nilai-nilai dan kerapuhan pemerintah. Dalam aksi unjuk rasa yang digelar di kawasan monumen Abraham Lincoln, Sarah Palin, kandidat wapres Partai Republik pada pemilu 2008 juga berpidato dalam acara tersebut. Dikatakannya, "Negara ini harus kembali ke masa lalu, dan harga diri yang hilang harus dikembalikan."
Demonstrasi itu bersamaan dengan peringatan 47 pidato terkenal, "I Have a Dream" yang disampaikan oleh Martin Luther King, pemimpin perjuangan hak sipil untuk memerangi diskriminasi terhadap kelompok kulit hitam. Tempat pelaksanaan demonstrasi itu digelar di monumen Abraham Lincoln yang juga tempat Martin Luther King berpidato.(irib/6/9/201)

Amerika dan Islamophobia

World Trade Center

Gelombang Islamophobia semakin tampak di Amerika Serikat seiring rencana pembangunan sebuah masjid dan Islamic Center di dekat reruntuhan gedung kembar, WTC New York. Padahal Walikota New York, Michael Bloomberg dan pejabat teras kota itu mendukung rencana pembangunan Islamic Center tersebut. Rencana pembangunan masjid dan pusat budaya Islam itu ditentang keras oleh para politikus konservatif dan sejumlah warga AS. Mereka keberatan soal lokasinya, yang hanya berjarak dua blok dari lokasi runtuhnya gedung World Trade Center (WTC) akibat serangan teroris 11 September 2001 tersebut. Menurut mereka, hal ini akan melukai perasaan keluarga ribuan korban yang tewas dalam serangan teroris itu.

Mantan Gubernur Alaska yang pernah maju dalam pencalonan wakil presiden Amerika Serikat, Sarah Palin, menyatakan penolakannya atas rencana pembangunan masjid Ground Zero. Menurut Palin, tindakan itu akan mencabik-cabik hati orang-orang yang kerabatnya tewas dalam serangan 11 September 2001. Ditambahkannya, "Untuk membangun sebuah masjid di Ground Zero adalah menusuk jantung terhadap keluarga korban tak bersalah dari serangan mengerikan beberapa tahun silam."

Penolakan terhadap pembangunan masjid itu tak hanya datang dari Partai Republik yang kini menjadi oposisi, penentangan juga disuarakan partai mayoritas, Demokrat. Anggota Senat dari Partai Demokrat, Harry Reid menentang pembangunan masjid yang terletak dua blok dari Ground Zero tersebut. Harry Reid meminta Islamic Center umat Islam di bangun di tempat lain dan jauh dari reruntuhan WTC.

Presiden AS Barack Obama ternyata membela rencana kontroversial tersebut. Obama pun mengakui ada persoalan "kepekaan" atau kesensitifan masyarakat muslim mengelilingi lokasi 11 September itu, tetapi ia pun mengatakan bahwa umat Muslim memiliki hak yang sama untuk mempraktikkan agama mereka sebagaimana pemeluk keyakinan lain yang juga ingin diperhatikan haknya. "Komitmen kami untuk kebebasan beragama harus tak tergoyahkan," kata Obama. Obama pun berharap agar rakyat setempat dapat lebih menghargai hak beribadah satu sama lain. ''Termasuk hak untuk membangun tempat ibadah dan pusat kegiatan masyarakat milik pribadi di Manhattan rendah, sesuai dengan hukum setempat," ujarnya.

Pernyataan Obama itu menuai reaksi keras dari berbagai kalangan. Kubu Republik dan penentang Obama di Partai Demokrat bangkit menyerang sikap Obama. Propaganda Islamophobia di AS semakin memuncak sampai-sampai media setempat mempertanyakan agama Obama. Propaganda ini memaksa Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang menolak rumors itu dan menegaskan Obama sebagai penganut agama Kristen.

Sekilas tampak bahwa umat Islam di AS memiliki kedudukan yang sama dengan pengikut agama dan keyakinan lain di negara itu. Mereka sama-sama punya hak untuk beribadah dan membangun pusat agama. Populasi umat Islam AS diperkirakan sekitar sembilan juta jiwa dan 600 ribu dari mereka tinggal di kota New York. Perubahan pertama undang-undang dasar AS yang disahkan 220 tahun lalu, mengakui kebebasan beragama. Begitu juga dalam sistem Kapitalisme AS, milik pribadi dilindungi oleh hukum. Oleh karena itu, umat Islam punya hak untuk membeli lahan bagi pembangunan masjid dan mendirikannya dengan modal sendiri.

Walikota New York, Michael Bloomberg menyetujui pembangunan masjid Ground Zero, namun penentangan rencana itu terus berlanjut. Motivasi penolakan Harry Reid atas rencana itu kembali pada penyelenggaraan pemilu sela November 2010. Posisi pemimpin mayoritas Demokrat di Senat dalam pertarungan pemilu sela masih goyah. Dan tragis jika pejabat tinggi Partai Demokrat ini tidak mampu mempertahankan kursinya di Kongres berikutnya. Oleh sebab itu, Harry Reid mulai memasang strategi dan menentang pandangan Gedung Putih dan Obama soal pembangunan masjid tersebut. Langkah ini bertujuan mempertahankan kemenangannya dalam pemilu mendatang.

Kubu Konservatif AS yang terdiri dari anggota Partai Republik dan Tea Party Movement secara ideologis menentang pembangunan pusat umat Islam. Gerakan ini terpengaruh oleh upaya anasir-anasir Zionis, Kristen fundamentalis dan kelompok rasis. Mereka secara prinsip tidak mengakui hak kegiatan politik dan sosial umat Islam.

Gerakan Islamophobia di AS kerap mengangkat peristiwa 11 September 2001 untuk menjustifikasi tindakan ilegal, diskriminatif dan rasisnya. Dalam logika mereka, karena 19 anggota Al Qaeda telah menyerang pusat ekonomi dan militer AS, maka ratusan ribu Muslim negara itu tidak punya hak untuk membangun sebuah pusat Islam di Manhattan. Padahal Muslim AS bersama 1,5 miliar umat Islam di seluruh dunia mengecam keras peristiwa 11 September. Selain itu, Al Qaeda bukan wakil dunia Islam dan tidak berhak menghukum satu orang Islam pun karena kesalahan organisasi teroris itu. Sebagaimana umat Islam tidak menganggap Zionis yang menduduki tanah Palestina sebagai wakil agama Yahudi dan kejahatan sejumlah pemimpin Barat juga tidak boleh disandarkan kepada agama Kristen.

Penentangan terhadap pembangunan Islamic Center itu menunjukkan bahwa sentimen anti Islam yang muncul pasca peristiwa 11 September masih berlanjut hingga sekarang. Kini ekstrimis AS berupaya menyebarluaskan sentimen anti Islam di tengah rakyat negara adidaya itu. Mereka memanfaatkan masalah tersebut sebagai senjata untuk mendulang suara pada pemilu sela Kongres November mendatang. Republikan ekstrim berupaya meningkatkan perolehan suara dengan mengkritik pembangunan masjid Ground Zero dan menebarkan Islamophobia.

Dalam pertarungan pemilu presiden pada 2008 lalu, Barack Obama mengusung tema perubahan dalam kebijakan luar negeri AS khususnya hubungan Washington dengan negara-negara Islam. Kebijakan konfrontatif dan unilateralisme George W. Bush memunculkan gelombang kebencian terhadap AS tidak hanya di negara-negara Islam, tapi bahkan di Eropa.

Kebencian itu memaksa Obama untuk membentuk sebuah seksi di Kementerian Luar Negeri AS guna memperbaiki citra negara itu di tengah opini publik dunia. Barack Obama tampil di Gedung Putih lewat slogan perubahan. Obama dengan mengunjungi beberapa negara Islam, berupaya menampilkan wajah baru AS. Sekilas Obama ingin membangun hubungan dengan dunia Islam berdasarkan penghormatan terhadap keyakinan umat Islam dan mengesampingkan kebijakan Islamophobia Bush.

Namun slogan perubahan Obama hanya sebatas retorika dan dalam prakteknya, Obama belum mampu memperbaiki wajah AS yang kadung dibenci oleh masyarakat Muslim. Secercah harapan yang muncul di sebagian umat Islam terhadap Obama juga sirna ditelan masa. Jajak pendapat terbaru menunjukkan kebencian umat Islam terhadap kebijakan Islamophobia AS. Dalam kebijakan luar negeri AS, Obama tidak mampu memperbaiki citra AS di tengah umat Islam. Di dalam negeri, ia terpaksa tunduk terhadap gerakan Islamophobia yang digulirkan oleh kubu Konservatif.

Provokasi dan pelecehan masyarakat Barat terhadap umat Islam tak jua berhenti. The Council on American-Islamic Relations (CAIR) mengungkap rencana gereja-geraja di Florida membakar Alquran dalam sebuah acara yang diberi tajuk: International Burn A Koran Day'. Acara yang diprakarsai World Dove Outreact Center ini nantinya mengagendakan pembagian al-Quran kepada setiap jamaah gereja, masyarakat umum, penegak hukum, dan pers. Setelah dibagikan, al-Quran tersebut bakal dibakar pada momen peringatan tragedi 11 September.

Perwakilan organisasi tersebut mengatakan akan membakar al-Quran di luar gereja pada tanggal 11 September. Mereka juga meminta dukungan masyarakat AS untuk memasyarakatkan ide pembakaran al-Quran tersebut. Otak di balik ide tersebut, Pastor Terry D Jones mengatakan, tujuan aksi itu dan kegiatan serupa untuk memberi kesempatan kepada umat Islam agar mereka meninggalkan agamanya. Terry Jones, mengatakan, ''Islam adalah agama kekerasan dan menindas yang mencoba menyamar diri sebagai agama damai serta berusaha untuk menipu masyarakat kita.'' Jones juga menyindir Islam sebagai agama yang didasarkan pada kebohongan dan penipuan serta rasa takut.

Jones juga mendukung kebijakan George W. Bush dan invasi ke Afghanistan dan Irak. Jones adalah juru dakwah Perang Salib Modern yang aktif menyebarkan Islamophobia. Ide gilanya itu membangkitkan kemarahan dan kecaman keras dari berbagai kalangan baik di AS sendiri maupun dunia. (IRIB/RM/4/9/2010)

0 comments to "Amerika dan Islamophobia"

Leave a comment