Home , � keputusan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan kunjungannya ke Belanda sebagai keputusan yang tepat

keputusan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan kunjungannya ke Belanda sebagai keputusan yang tepat

Harga Diri Bangsa Bukan Basa-basi !

Berbagai kalangan menilai keputusan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan kunjungannya ke Belanda sebagai keputusan yang tepat.

Pemerintah Indonesia harus mengambil sikap tegas bila sudah menyangkut harga diri dan martabat bangsa. Hal ini disampaikan Counsellor Penerangan, Sosial dan Budaya Kedutaan Besar RI di Den Haag, Firdaus Dahlan.

Sebagaimana dilaporkan kantor berita Antara hari ini (Rabu,6/10) Duta Besar Indonesia untuk Belanda, JE Habibie mengatakan, penundaan kunjungan Presiden Yudhoyono ke Belanda berkaitan dengan sidang kilat pengadilan Den Haag atas permohonan wakil Republik Maluku Selatan (RMS) yang menuduh Presiden ikut bertanggung jawab terhadap masalah pelanggaran HAM di Maluku.

Terkait ancaman John Wattilette yang mengaku sebagai Presiden RMS di pengasingan terhadap kunjungan Presiden RI pada 6-8 Oktober, Dubes Habibie telah menghubungi para sahabatnya di lingkungan elite politik di negara Eropa.

Jaminan keamanan disampaikan secara langsung oleh Menteri Kehakiman Belanda Hirsh Balin kepada Dubes Habibie. Dubes mengemukakan pemerintah Belanda sepenuhnya menjamin keamanan dan keselamatan Presiden saat berkunjung ke Belanda dan Pemerintah Belanda sekali lagi mempertegas posisinya untuk tidak mengakui RMS.

Posisi Pemerintah Belanda juga dipertegas oleh PM Jan Peter Balkenende yang memberikan jaminan tidak akan terjadi apa-apa selama lawatan Presiden ke Belanda.

Kendati sudah ada jaminan bahwa tidak ada ancaman apapun terhadap Presiden SBY, namun vonis pengadilan secara psikologis akan mengganggu .

Dalam wawancara dengan Radio Nederland, mantan Menteri Luar Negeri Belanda, Ben Bot, sangat mengharapkan kunjungan tetap dilangsungkan, jika perlu dipersingkat.

Menurut Bot, kejadian ini juga menggambarkan hubungan antara Den Haag-Jakarta. Dikatakannya, hubungan kedua negara berjalan baik itu baik namun ibaratnya tetap seperti berjalan di atas kulit telur.

Dalam percakapan lewat telepon dengan Dubes Habibie Senin malam, Bot mengatakan, jika kunjungan tetap dilangsungkan, juga kalau dipersingkat, pemerintah Belanda harus menjelaskan bagaimana sikapnya terhadap RMS.
Menurut Bot, aksi RMS hanya didukung minoritas orang Maluku di Belanda, dan RMS bukan merupakan suatu isu lagi.

Sementara itu, Menteri Luar Belanda yang sebentar lagi mengakhiri jabatannya, Maxime Verhagen, berharap Presiden Republik Indonesia Yudhoyono tetap ke Belanda untuk kunjungan kenegaraan. Verhagen mengaku tidak mengetahui bahwa Selasa ini Presiden Yudhoyono telah membatalkan kunjungan itu di menit-menit terakhir keberangkatannya.

Verhagen mengatakan bahwa permohonan peradilan kepada pengadilan negeri Den Haag yang menuding peran Presiden Indonesia dalam tuduhannya, tidak akan dikabulkan dalam waktu dekat. Verhagen mengaku telah berkata kepada Duta Besar Indonesia Belanda Habibie bahwa tak ada satu alasan apapun yang membuat Presiden Indonesia tidak mendapat imunitas (dari tuntutan pengadilan) dari Belanda.

Menlu Belanda ini berharap pengadilan Den Haag segera mengeluarkan keputusan sehingga kunjungan Presiden Yudhoyono bisa segera dilaksanakan.

De Telegraaf mengatakan belum ada kejelasan apakah kunjungan Presiden Yudhoyono itu akan dilakukan dalam waktu dekat nanti sehingga kunjungan bisa diperpendek.

Pembatalan lawatan Presiden SBY ke Belanda mendapat dukungan dari DPR RI. Ketua Komisi I DPR RI Mahfuz Sidiq mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung keputusan tersebut dan menilai Belanda tidak menghormati Indonesia.

Mahfuz Siddiq mengatakan, "Pemerintah Belanda tidak memiliki rasa hormat. Bagaimana hal ini dibiarkan prosesnya, ini tidak masuk akal, mempermalukan tamunya yang diundang."

Klik diplomasi tersebut membiarkan RMS mengajukan tuntutan ke Pengadilan di Den Haag terkait HAM, bahkan ada pernyataan untuk menangkap Presiden RI yang akan berkunjung ke Belanda.

Mahfuz menyatakan mendukung pembatalan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda. Ditegaskannya, "Ini bukan masalah keamanan Presiden. Saya yakin pemerintah Belanda akan mampu mengamankan itu. Tapi ini masalah harga diri."

Ia juga meminta agar pemerintah melakukan tindakan selanjutnya untuk memberikan tekanan kepada Belanda agar menghormati Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mahfuz menuturkan, "Ini tidak bisa dibiarkan. Ini harusnya menjadi sinyal yang kuat untuk mereka menghormati NKRI. Kalau pemerintah Belanda memang ingin bersahabat, maka pengadilan Den Haag tidak akan memproses tuntutan RMS itu,"

Ia menyatakan, pihak Belanda juga tidak bisa terus-menerus memberikan kelonggaran dukungan kepada RMS bila memang menghormati Indonesia. (IRIB/Antara/PH/6/10/2010)

Wow, Anggaran Naskah Pidato SBY Rp.1,9 M

Anggaran naskah pidato Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono mencapai Rp.1,9 milyar. Sebagaiamana dilaporkan situs HMInews, Setneg mengalokasikan anggaran penyusunan pidato kenegaraan ditambah anggaran khusus untuk kurikulum naskah pidato mencapai Rp.1,9 milyar.

Dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) 2011, di pos anggaran Pelaksaanaan Acara/Keprotokolan Mensesneg, Ketatausahaan dan Kearsipan di Lingkungan Setneg point 014, 015, 019 dicantumkan bahwa anggaran penyusunan pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebesar Rp1,473 miliar.

Setneg juga mengalokasikan anggaran khusus untuk kurikulum naskah pidato di pos anggaran penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan SDM.

Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar ketika diminta konfirmasinya terkait hal tersebut, mengaku belum mengetahui secara detil penggunaan anggaran yang diajukan oleh Setneg kepada Badan Anggaran, khususnya mengenai anggaran pidato Presiden tahun 2011 yang mencapai Rp1,9 milyar.

Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat anggaran perjalanan dinas Presiden, pejabat negara dan DPR mencapai Rp 19,5 triliun pada tahun 2010.

Sekjen Fitra, Yuna Farhan menjelaskan bahwa anggaran biaya perjalanan dinas terbesar dihabiskan oleh Presiden SBY dengan biaya sebesar Rp 179 miliar, disusul DPR dengan Rp 170 miliar. SBY pun diminta lebih berhemat saat melakukan perjalanan dinas ke dalam dan luar negeri.
(IRIB/PH/7/10/2010)

Pencalonan Kapolri Baru Jangan Dipolitisasi

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri mempertanyakan proses pemilihan calon Kapolri yang mendadak, tertutup, tidak partisipatif dan tidak akuntabel. Koalisi yang terdiri dari gabungan LSM di antaranya KontraS, ICW, LBH Jakarta, Imparsial, ICJR, Praxis, ILRC, IDSPS, YLBHI, INFID ini menengarai ada upaya politisasi yang kuat dalam proses ini.

Sejak awal, proses seleksi internal Calon Kapolri dari institusi Polri dan Kompolnas sudah sangat tertutup dan tidak transparan. Beberapa nama calon yang muncul tidak pernah diakui secara definitif sehingga wacana berkembang tanpa arah yang jelas. Jelang pengiriman nama calon Kapolri dari Presiden kepada DPR semakin mengentalkan politisasi tersebut.

Secara tiba-tiba Kapolri melantik Irjen Timur Pradopo menjadi Kabahankam Mabes Polri yang berhak menyandang bintang 3 (sebagai prasyarat calon Kapolri). Tanpa sempat membuktikan kinerjanya, Komjen Timur Pradopo menjadi pihak yang dinominasikan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden.

Tindakan Presiden ini telah mengabaikan proses yang tengah berlangsung dan sistem yang ada. Presiden bahkan tidak membuka hasil rekomendasi Komnas HAM, KPK dan PPATK yang semestinya menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan ini. Lebih khusus, tindakan Presiden ini telah mengabaikan hak publik untuk mengetahui latar belakang dan rekam jejak calon Kapolri yang nantinya akan menjadi garda terdepan pengamanan masyarakat Indonesia.

Seorang calon Kapolri baru harus bersih dari catatan tindakan pelanggaran HAM, rekening gendut dan intervensi penguasa hitam. Rekam jejak ini penting, karena Kapolri akan menjadi pemimpin dari institusi Polri yang harus berani membersihkan diri dari persoalan-persoalan besar tersebut.

Kapolri baru juga harus membuka diri dan bekerjasama terhadap pengawasan eksternal dan institusi independen lainnya. Lebih jauh, Kapolri di masa yang akan datang harus berani bekerja secara independen dan menolak intervensi berbagai kepentingan politik. Tantangan ini harus diuji langsung kepada calon Kapolri untuk membuktikan konsistensinya.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri meminta DPR tidak terjebak dalam proses politisasi ini. DPR harus membuka ruang seluas-luasnya kepada publik untuk memberikan masukan terhadap kinerja Komjen Timur Pradopo. Sebagai bagian dari proses pencalonan yang akuntabel, koalisi ini mendesak DPR untuk membuka hasil rekam jejak dari calon Kapolri ini berdasarkan penilaian lembaga independen, yaitu Kompolnas, KPK, Komnas HAM dan PPATK.

DPR harus berani membuat pakta integritas atau kontrak politik terhadap calon Kapolri untuk berani menyelesaikan persoalan-persoalan besar dan krusial yang selama ini mengganggu proses reformasi Polri. Jika calon Kapolri yang diajukan Presiden tidak memenuhi persyaratan dan komitmen yang diajukan, DPR harus berani untuk merekomendasikan nama lain untuk mendapatkan calon Kapolri terbaik.

Komjen Timur Pradopo adalah mantan Kapolres Jakarta Barat pada saat terjadinya penembakan mahasiswa Trisakti dan kerusuhan Mei 1998. Ia juga mantan Kapolres Jakarta Pusat saat penembakan di Semanggi II tahun 1999. Dalam laporan penyelidikan Komnas HAM, ia adalah salah satu pihak yang harus dimintakan pertanggungjawaban atas peristiwa tersebut. Meskipun hingga saat ini belum ada proses hukum lebih lanjut, tapi Komjen Timur Pradopo adalah salah satu pihak yang menolak hadir sebagai saksi dalam pemeriksaan Komnas HAM. Di tahun 1999, Komjen Timur Pradopo sebagai Kapolres Jakarta Pusat tidak melakukan proses hukum terhadap penyerangan kantor YLBHI.

Komjen Timur Pradopo juga mantan Kapolda Metro Jaya yang hingga saat ini belum berhasil mengungkap pelaku atas penganiayaan Tama, Aktivis ICW serta pelemparan bom molotov terhadap kantor Tempo. Di akhir masa jabatannya, terjadi kerusuhan di Ampera dan beberapa wilayah yang membuat masyarakat Jakarta merasa tidak aman. Di tengah pengabaian atas situasi keamanan itu, ia justru dipromosikan menjadi Kabahankam.(IRIB/PH/7/10/2010)


0 comments to "keputusan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan kunjungannya ke Belanda sebagai keputusan yang tepat"

Leave a comment