Home , � Otak Paranoid : Paling enak nyalahkan negara Islam!!!! Dasar Zionis!!!!

Otak Paranoid : Paling enak nyalahkan negara Islam!!!! Dasar Zionis!!!!

Dasar Amrik! Sudah Terbongkar, Masih Saja Salahkan Iran

Menyusul dibeberkannya dokumen rahasia kejahatan perang Amerika Serikat di Irak di laman Wikileaks, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Navi Pillay menginginkan digelarnya penyelidikan soal dokumen tersebut. Seperti diketahui, untuk kesekian kalinya situs Wikileaks kembali menjadi sorotan dunia setelah beberapa waktu lalu mempublikasikan sekitar 400 ribu laporan rahasia tentara AS soal Perang Irak sejak tahun 2004 hingga 2009.

Navi Pillay dalam pernyataannya menjelaskan, dokumen tersebut mengandung banyak informasi mengenai beragam persoalan termasuk bagaimana pembantaian yang dilakukan oleh para tentara AS terhadap warga sipil Irak di pos-pos pemeriksaan dan operasi militer. Komisaris tinggi Hak Asasi Manusia PBB itu menambahkan, "Laporan-laporan itu semakin meningkatkan kecemasan mengenai pelanggaran HAM di Irak yang disertai dengan rangkaian eksekusi hukuman mati di padang pasir dan penyiksaan para tahanan".

Dokumen yang dirilis situs Wikileaks itu juga membongkar informasi yang dimiliki militer AS mengenai kekejaman tentara Irak terhadap para tahanannya. Poin inilah yang juga menjadi perhatian khusus Navi Pillay.

Ironisnya, beberapa media-media Barat berusaha menutup-nutupi kasus kejahatan perang AS di Irak itu dengan membesar-besarkan dugaan intervensi Iran dan Irak. Padahal isu tersebut hanya disinggung sedikit saja dalam dokumen rahasia yang dibocorkan Wikileaks. Informasi menyangkut campur tangan Iran di Irak yang ditudingkan Wikileaks itu tak kurang hanya satu persen dari 400 ribu dokumen rahasia yang membongkar kebengisan tentara AS di Irak. Itupun hanya sebatas dugaan dan prasangka sejumlah tentara AS mengenai pengaruh Iran di Irak.

Tak ayal permainan politik dan perang propaganda yang dimainkan media-media besar Barat itu merupakan upaya nyata untuk menyembunyikan kejahatan AS yang telah ditelanjangi terang-terangan oleh para aktivis Wikileaks.

Juli lalu, saat Wikileaks memampang 700 ribu dokumen rahasia yang membongkar kejahatan perang AS di Afghanistan, Pemerintah AS menyebut perilisan dokumen rahasia itu bisa mengancam kebijakan AS di kawasan. Namun kini, puak-puak di balik situs Wikileaks mencoba memberi peluang manuver kepada Washington. AS diberi peluang untuk memanfaatkan isu lain yang sedikit disinggung dalam 400 ribu dokumen rahasia perang Irak seperti dugaan intervensi Tehran di Baghdad dan ketidakpedulian pemerintah Irak terhadap tindakan tentaranya yang berlaku semena-mena terhadap para tahanan.

Namun demikian, di mata masyarakat Irak apa yang diungkapkan Wikileaks mengenai kejahatan perang AS di Irak sejatinya bukanlah rahasia lagi. Sebab mereka setiap hari dengan mata kepala sendiri menyaksikan secara langsung kebiadaban dan brutalitas tentara AS di Irak. Tanpa perlu melakukan penyelidikan pun dan hanya dengan mendatangi rumah warga Irak kita akan mengetahui dengan mudah bagaimana kekejian yang dilakukan militer AS di Negeri Kisah 1001 Malam ini. (IRIB/LV/NA/27/10/2010)

Beginilah Otak Paranoid Paman Sam Hadapi Iran

Menyusul tudingan Gedung Putih yang menyebut bantuan Tehran kepada Kabul menyimpan skenario jahat, Jurubicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran Ramin Mehmanparast menampik tudingan tersebut dan menegaskan bahwa Republik Islam Iran justru menaruh perhatian yang serius atas terwujudnya stabilitas dan keamanan di Afghanistan.

Menyikapi pemberitaan Koran New York Times soal pemberian bantuan tunai Iran kepada Pemerintah Afghanistan, Mehmanparast dalam konferensi pers mingguannya hari ini (Selasa, 26/10) menjelaskan, "Iran telah melaksanakan beragam program pembangunan untuk merekonstruksi Afghanistan dan berbagai proyek teknis di negara itu".

Berbeda dengan sejumlah negara yang menempatkan pasukan militernya di Afghanistan pasca tragedi 11 September 2001 dan menghambur-hamburkan uangnya untuk membantai warga tak berdosa di negara itu serta mengacaukan keamanan regional, Republik Islam Iran justru mengulurkan tangan persahabatannya kepada negeri jirannya yang porak-poranda di landa perang tersebut. Bahkan hingga kini, Iran telah banyak merealisasikan beragam proyek infrastruktur ekonomi untuk membantu Afghanistan keluar dari krisis.

Jubir Kemenlu Iran menambahkan, "Seluruh negara harus ikut membantu untuk mempersiapkan infrastruktur ekonomi Afghanistan. Orientasi militer terhadap negara ini juga harus diubah. Pelbagai dalih yang diusung untuk membenarkan kehadiran tentara asing sama sekali tidak bisa diterima. Karena itu pendekatan yang ada selama ini harus diarahkan menuju pendekatan regional."

Seperti diketahui, Surat kabar The New York Times, Sabtu (23/10) memberitakan bahwa kepala staf kantor kepresidenan Afghanistan, Umar Daudzai, menerima uang tunai dari Iran secara tetap. Ironisnya, Pemerintah AS menanggapi bantuan Iran itu dengan nada curiga dan sinis. Wakil jurubicara Gedung Putih Bill Burton mengklaim, "Saya kira rakyat Amerika Serikat dan masyarakat internasional memiliki setiap alasan berkaitan dengan Iran yang berusaha menggunakan pengaruh negatif di Afghanistan."

Tentu saja kecurigaan yang dilontarkan Gedung Putih itu sama sekali tidak berdasar. Selama ini pun, fakta yang terjadi justru menunjukkan bahwa AS merupakan biang utama instabilitas keamanan di Afghanistan dan kawasan. Dengan mata telanjang, masyarakat internasional juga telah menyaksikan sendiri bagaimana kekacauan yang diciptakan Washington di Afghanistan dan Irak.

Anehnya, setelah membantai ribuan warga sipil atas nama perang anti-terorisme dan menegakkan demokrasi, kini AS justru datang bak seorang yang begitu pengasih dan peduli terhadap Afghanistan. Washington menyebut-nyebut bantuan Tehran terhadap Kabul menyimpan motif jahat. Padahal siapapun tahu bahwa aktor yang paling dicurigai saat ini justru AS dengan segala skenario imperialismenya itu. (IRIB/LV/NA/26/10/2010)

Revolusi Islam dan Pengaruhnya di Dunia Islam

Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei menyatakan bahwa revolusi Islam telah menghidupkan kembali harga diri, ketangguhan dan identitas keislaman serta berhasil menggagalkan program kubu imperialis yang sudah dijalankan sejak lama. Hal itu ditegaskan pemimpin yang di Iran lazim disebut Rahbar ini dalam pidatonya hari Senin lalu di depan ribuan pelajar asing di kota Qom, Iran tengah. Dalam pidato itu beliau mengingatkan agenda kaum imperialis dalam dua abad terakhir untuk membuat kaum muslimin merasa lemah dan kehilangan harga diri. Akan tetapi, kemenangan Revolusi Islam di Iran sekitar tiga dekade lalu yang terus berkembang dan maju telah mengubah situasi dan menyadarkan umat Islam akan jatidiri dan kehormatannya.

Sejak kemenangan revolusi Islam, Imam Khomeini (ra) menyeru Dunia Islam untuk menghidupkan kembali jatidirinya dan melawan kubu arogansi dunia. AS yang mewakili dan memimpin kubu arogansi merasa terpukul dengan kemenangan revolusi Islam karena kehilangan pijakan kakinya di Iran. Sejak itulah permusuhan AS terhadap pemerintahan Islam di Iran mulai nampak. Dengan berbagai cara, AS berusaha keras melumpuhkan Iran dan merusak citranya di dunia. Iran dituduh berusaha mengeskpor revolusinya ke negara lain. Tuduhan itu dimaksudkan untuk menyulut sentimen permusuhan negara-negara lain, khususnya negara Islam, terhadap Iran. Menjawab tuduhan itu, Rahbar menegaskan bahwa revolusi bukanlah fenomena yang bisa dialihkan ke negara lain dengan sarana politik atau militer.

Pada dekade 1980, ketika dua kutub kekuatan menguasai dunia, hampir semua negara berada di bawah hegemoni, atau setidaknya, bayang-bayang dua kekuatan Timur dan Barat. Revolusi Islam di Iran menyentak dunia dengan slogannya yang menafikan hegemoni Timur dan Barat. Revolusi ini menggugah Dunia Islam untuk bangkit dan tidak tenggelam di bawah kekuasaan pihak lain yang ingin melumat identitas keislaman mereka. Akibatnya, Iran dimusuhi oleh kedua adidaya itu. Dengan kata lain, permusuhan sistem kuasa dunia dengan Iran sudah ada sejak 30 tahun lalu seiring dengan kemenangan Revolusi Islam.

Penyebab permusuhan AS dan konco-konconya saat ini terhadap Iran adalah sikap negara Islam ini yang menentang kezaliman dan menolak hegemoni kaum arogan. Pesan dan slogan yang diusung Iran sudah mengalir di dunia Islam. Iran pun dikenal sebagai negara yang memperjuangkan Islam, keadilan dan kebebasan sekaligus menjadi panutan bangsa-bangsa Muslim khususnya di kawasan Timur Tengah dan Teluk Persia.

Revousi Islam di Iran telah membuka jalan bagi bangsa-bangsa di dunia khususnya umat Islam, sekaligus membuktikan bahwa adidaya dunia bukanlah kekuatan yang tak bisa dilawan. Hanya ada satu cara untuk membebaskan diri dari hegemoni kubu arogansi yaitu melawan, bersabar dan resisten. Tanpa pengorbanan, perlawanan, dan kesabaran yang diperkuat dengan keimanan kepada Islam, Iran tak akan bisa mengukir beragam prestasi yang diraihnya saat ini atau tegar dalam menghadapi berbagai macam sanksi dan embargo dalam 30 tahun terakhir. (IRIB/AHF/SL/26/10/2010)

Bukan Basa-Basi! Iran Pecundangi AS di Irak

Apa yang terjadi di Irak saat ini merupakan pesan tegas bagi Kelompok 5+1. Irak menegaskan bahwa penekanan Iran terhadap perundingan dalam penyelesaikan masalah global, bukan sekedar "basa-basi" politik melainkan mengisyaratkan pada kondisi yang tengah berlaku di negara-negara Barat dan masalah yang mereka hadapi di kawasan.

Selama bertahun-tahun Iran bertanya kapan pemerintahan diktator Saddam yang telah memaksakan perang kepada Iran selama delapan tahun dengan dukungan Amerika Serikat itu akan runtuh. Juga pertanyaan tentang bagaimana pemerintahan diktator yang pasca perang delapan tahun itu menumpas dan menindas kaum Syiah Irak itu akan runtuh.

Penantian lama Iran itu diakhiri tahun 2003 oleh Amerika Serikat dan berdasarkan laporan Wikileaks, Washington mengeluarkan 704 milyar dolar hasil pendapatan pajaknya untuk menjawab pertanyaan Iran tentang Irak.

Meski serangan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak sangat arogan, kasar, dan dengan tetap menjaga seluruh aspek propaganda, bahkan menurut menlu Inggris kala itu, Jack Straw, "Mereka datang untuk memetik buah dari serangan ke Irak pada perundingan nuklir Saad Abad, Tehran." Namun kelihaian manajemen Iran dalam beberapa tahun terakhir yang juga didukung kerjasama pemerintah dan rakyat Irak, pada akhirnya mengubah Irak menjadi salah satu negara pendukung kuat Iran di kawasan. Tentu ini semua tidak akan terwujud tanpa bantuan ‘ketidakmatangan' politik Amerika Serikat.

Rentetan kegagalan Amerika Serikat di Irak khususnya pada proses pemilu parlemen, menyimpan banyak pelajaran berhaga bagi para pemimpin Kelompok 5+1. Setelah tujuh bulan friksi dan tarik ulur antarfraksi politik Irak pasca pemilu parlemen, akhirnya jabatan perdana menteri mendatang negara ini akan dipegang oleh tokoh yang dalam masa tugasnya empat tahun lalu telah membuktikan solidaritas dan persatuannya dengan Iran.

Uang dan Senjata vs Manajemen Iran

Iyad Allawi, eks anggota partai Saddam, Baath dan pro Amerika Serikat, yang gagal merebut kursi perdana menteri, mengancam akan melancarkan gelombang instabilitas dahsyat di Irak jika partainya tidak menang dalam pemilu. Namun kini, Allawi tampak lebih "jinak" setelah menerima usulan bijak Iran. Bahkan ia kini menyatakan ikut bertanggung jawab atas kedaulatan negaranya.

Kenyataannya adalah bahwa aliansi dua partai Syiah Irak, Negara Hukum dan Aliansi Nasional, yang juga dibarengi oleh partai Kurdistan, dengan sendirinya mampu membentuk pemerintahan baru tanpa melibatkan List al-Iraqiya pimpinan Allawi. Akan tetapi terang kondisi seperti itu akan membuka lebar peluang munculnya fitnah dan campur tangan bengis Amerika Serikat dengan menunggangi situasi. Jika hal itu terjadi, maka untuk selamanya bangsa Irak akan merugi karena akan selalu menjadi mangsa penyalahgunaan Amerika Serikat dalam menebar instabilitas untuk mendukung kubu yang tersingkir di Irak.

Menghadapi kondisi tersebut, Republik Islam Iran mengusulkan bahwa pemerintahan mendatang Irak harus merefleksikan pemerintahan yang stabil dan mencakup seluruh kelompok politik negara ini dan List al-Iraqiya diberi wewenang untuk memilih sejumlah menteri di kabinet. Usulan Iran itu pada saat yang sama menobatkan Amerika Serikat sebagai pihak yang kalah dalam pemilu Irak.

Meski telah mengeluarkan dana besar dan menggunakan berbagai macam senjata dalam perang Irak, Amerika Serikat kalah di hadapan manajemen Iran, dan akhirnya terpaksa menyerahkan kancah politik Irak kepada Iran. Dalam hal ini, ada beberapa poin yang masih sulit dicerna oleh para pejabat Gedung Putih. Selain dimensi budaya, fakta bahwa hanya politik persatuan yang dapat direalisasikan di Irak. Atas dasar itu, Republik Islam Iran mengusulkan bergabungnya List al-Iraqiya ke dalam kabinet Irak dan memisahkan kelompok tersebut dari Amerika Serikat.

Pengakuan Media Massa Atas Kemenangan Iran di Irak

Tak ayal kemenangan manajemen Iran atas senjata dan uang Amerika Serikat sontak menjadi ‘buah bibir' di media massa internasional. Politics Daily dalam laporannya menyatakan, "Banyak pengamat yang berpendapat bahwa pemenang senjata di kancah politik Irak bukan Amerika Serikat melainkan Republik Islam Iran."

Adapun Progresive Involvement menyinggung masuknya kubu Allawi dalam kabinet mendatang Irak menulis, "Kini Baghdad berada di bawah pengaruh penuh Syiah yang bersekutu dengan Iran."

Pengakuan yang sama juga dilontarkan oleh Long Report. Di lain pihak, Gulf Today menulis, "Setelah tujuh bulan tarik ulur, Iran berhasil tampil sebagai pemenang di kancah politik Irak."

Namun faktor yang perlu dicermati adalah bahwa keberhasilan Iran tersebut tidak terbatas pada pemilu parlemen Irak saja, melainkan jauh sebelum pemilu. 23 September 2005 misalnya, Times Online menyebut Iran sebagai pemenang tanpa tanding dalam proses penyingkiran Saddam dari arena kekuasaan di Irak.

Indie Media bahkan menilai Amerika Serikat dan Inggris sebagai pihak yang kalah dalam perang Irak. Kandungan serupa juga secara implisit diakui oleh The Guardian dalam laporannya 16 Maret 2008.

Pelajaran Bagi Kelompok 5+1

Rangkaian koleksi kegagalan Amerika Serikat di Irak dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa para pejabat Gedung Putih benar-benar membutuhkan peran urgen Iran di kawasan. Mereka juga tidak memiliki pilihan lain kecuali mengakui fakta tersebut.

Para penguasa Negeri Paman Sam itu mungkin saja menepis peran Iran di kawasan dengan kembali menghamburkan 700 milyar dolar tambahan di Irak. Namun apakah ada jaminan bahwa hasilnya tidak seperti pasca pemilu Irak?

Dengan demikian, tawaran Iran kepada Kelompok 5+1 agar mempertimbangkan peran dan partisipasi Tehran dalam upaya menyelesaikan krisis global, sebelum kedua pihak berunding, bukan sekedar "basa-basi" politik belaka.

Namun apakah para penguasa Gedung Putih yang cenderung menyelesaikan segala masalah dengan cara-cara ala ‘koboi' itu dapat menerima kenyataan tersebut dengan lapang dada?
(IRIB/MZ/SL/26/10/2010)

Sistem Kapitalis Barat Kian Mendekati Ajal

Yahya Abdurrahman, pendiri bank Islam di Amerika Serikat (AS) menandaskan, sistem kapitalis disebarkan Barat saat ini membuat manajemen ekonomi dunia menemui jalan buntu.

"Sistem finansial dan perbankan Islam merupakan pilihan tepat untuk menggantikan sistem ekonomi dan perbankan yang berkuasa saat ini. Sistem yang malah membuat dunia mengalami berbagai krisis serius," demikian diungkapkan Yahya Abdurrahman seperti dilaporkan IRNA Selasa (26/10).

Pakar ekonomi asal Mesir ini mengingatkan, sistem finansial dan perbankkan islam meski dibandingkan dengan sistem yang berkuasa di dunia saat ini termasuk pendatang baru, namun sistem Islam ini memiliki kelebihan tersendiri. Ia menyatakan, volume perdagangan pasar finansial Islam mencapai 650 miliar dolar.

Ia mengatakan, mengingat maraknya pasar di negara-negara Islam maka sistem perbankan Islam memiliki masa depan cerah. Sistem ini mampu menjadi teladan baru bagi manajemen ekonomi global.

Menurutnya sistem perbankan Islam terpaksa terlambat muncul karena desakan sistem kapitalis Barat dalam beberapa tahun terakhir. Ia menandaskan, negara-negara Islam harus menunjukkan tekad kuatnya untuk memperkokoh sistem perbankan dan finansial Islam.

"Krisis global saat ini menunjukkan ketidakmampuan sistem kapitalis memenej ekonomi dunia," ungkap Abdurrahman. Ia mengingatkan, sistem ekonomi Barat menyebarkan kesulitannya kepada negara-negara lain. Investasi para investor Barat di bank dan lembaga finansial Islam menunjukkan kapabilitas kuat sistem Islam untuk memimpin sistem finansial dunia. Ia mengatakan, di saat dunia dilanda krisis ekonomi, sistem finansial Islam paling minim terkena dampaknya. (IRIB/IRNA/MF/SL/26/10/2010)

Diam-diam Kunjungi Israel, Paspor Sembilan Politisi Irak Dicabut

Pemerintah Irak mencabut paspor sembilan elit politik negara ini gara-gara mereka berkunjung ke Israel.

Seorang pejabat pemerintah Irak hari ini (Rabu 27/10) dalam wawancaranya dengan Koran al-Arab cetakan Qatar menyatakan bahwa kesembilan politikus tersebut adalah tokoh terkenal Irak yang selama tahun 2010 melakukan kunjungan ke Israel dan melakukan pertemuan dengan petinggi rezim ilegal Tel Aviv.

Pejabat ini menambahkan, sejumlah elit politik Irak dalam beberapa pekan terakhir melawat sejumlah negara dan menyampaikan pandangan mereka terkait pembentukan pemerintahan baru di Irak. Namun ternyata dalam paspor sembilan orang tercantum stempel bandara udara Tel Aviv.

Nama kesembilan politikus ini tidak diungkap. Namun sejumlah informasi menyebutkan bahwa di antara mereka terdapat anggota dari List al-Iraqia pimpinan Iyad Allawi. (IRIB/MF/SL/27/10/2010)

0 comments to "Otak Paranoid : Paling enak nyalahkan negara Islam!!!! Dasar Zionis!!!!"

Leave a comment