Home , � AS merupakan tauladan yang baik bagi penerapan hak asasi manusia di dunia???!!! ( Minoritas Suku Indian dan ras kulit hitam sangat diperhatikan???)

AS merupakan tauladan yang baik bagi penerapan hak asasi manusia di dunia???!!! ( Minoritas Suku Indian dan ras kulit hitam sangat diperhatikan???)

Menelanjangi HAM AS di PBB

Tanggal 5 November 2010 dapat dikatakan sebagai hari penting dalam sejarah pengkajian kondisi hak-hak asasi manusia di dunia oleh PBB. Sebab, AS yang disebut-sebut sebagai negara terbesar yang mengklaim pembela hak asasi manusia, terpaksa harus melaporkan laporan terkait hak asasi manusia. Di sidang itu, para wakil pemerintah AS menuai kritikan dari berbagai negara dan lembaga atas pelanggaran hak asasi manusia Washington di dalam dan luar negeri. AS yang biasanya menggunakan propaganda media menyerang pelanggaran hak asasi manusia negara-negara independen, kini terbalik menjadi sasaran serangan dan kritikan pelanggaran hak asasi manusia.

Pengkajian akan kondisi hak asasi manusia di AS adalah bagian kegiatan dan proses yang dilakukan Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk seluruh negara di dunia. Tim yang melakukan pengkajian itu dinamakan Universal Periodic Review (UPR). Keputusan itu ditetapkan bulan Maret 2006. Hingga kini, UPR sudah memeriksa dan mengkaji kondisi hak asasi manusia bagi ratusan negara. Negara-negara itu juga menjelaskan dan mempertanggungjawabkan kondisi hak asasi manusia masing-masing depan UPR.

Pada dasarnya, AS sejak awal, sudah menolak diubahnya Komisi Hak Asasi Manusia ke Dewan Hak Asasi Manusia. Bahkan Washington memberikan suara negatif atas pembentukan Dewan baru itu. Akan tetapi pada akhirnya, AS harus menerima pembentukan itu dan terpaksa harus menyampaikan laporan hak asasi manusia ke Dewan itu. Menurut sejumlah kalangan garis keras AS, khususnya di tubuh Partai Republik, penyampaian laporan hak asasi manusia AS ke UPR adalah penghinaan bagi bangsa AS. Mereka meyakini bahwa AS merupakan tauladan yang baik bagi penerapan hak asasi manusia di dunia. Untuk itu, laporan hak asasi manusia AS yang menuai kritikan dari berbagai negara dan lembaga, membuat negara ini dipermalukan depan masyarakat dunia.

Klaim AS

Sejumlah pejabat AS menilai negara-negara Barat khususnya AS sebagai tauladan yang tepat bagi penerapan Piagam Hak Asasi Manusia yang disusun berlandaskan ideologi liberalisme. Berdasarkan klaim ini, hak asasi manusia AS tidak seharusnya dipermasalahkan. Bagi Washington, negara-negara di dunia kecuali AS, berkewajiban melaporkan kondisi hak asasi manusia yang kemudian disesuaikan dengan hak asasi manusia liberal. Untuk itu, AS ketika menyampaikan laporan hak asasi manusia, tidak memahaminya sebagai kewajiban yang harus dilakukannya.

AS menyadari bahwa laporan hak asasi manusia akan menuai kritik luas dari berbagai negara dan lembaga. Untuk itu, negara ini tetap melaporkan sejumlah pelanggaran terhadap warga yang dianggapnya enteng. Pada saat yang sama, AS ingin menekankan bahwa negara ini tetap berkomitmen dengan hak asasi manusia. Dengan cara itu, AS tetap bisa mengklaim sebagai negara yang berpengaruh pada hak asasi manusia di dunia.

Di sidang pengkajian kondisi hak asasi manusia AS di UPR, banyak negara yang ingin menyampaikan kritikan atas hak asasi manusia AS, namun hanya 47 negara yang dapat menyampaikan kritikan atas Negeri Abang Sam ini. Selain itu, laporan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia yang diambil dari pandangan dan laporan 103 lembaga swadaya masyarakat dan institusi. Di antara instansi yang mengkritik hak asasi manusia AS adalah 77 lembaga dari dalam negeri AS. Semua ini menunjukkan bahwa hak asasi manusia tidak diperhatikan di dalam negeri AS. Semua lembaga yang sebagian besar berasal dari AS memprotes kondisi hak asasi manusia Negeri Abang Sam dan mengadukannya ke Dewan Hak Asasi Manusia.

Laporan Manfred Nowak, pelapor khusus PBB terkait penyiksaan, termasuk laporan yang urgen. Dalam laporan itu disebut bahwa AS terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang terorganisir. Nowak juga mengkawatirkan pelanggaran hak asasi manusia dalam skala luas seperti penyiksaan para tahanan, kekerasan aparat kepolisian, diskriminasi dan penelantaran hak-hak atas kelompok minoritas khususnya ummat Islam.

5 November, Noktah Hitam AS

Para wakil negara di sidang yang digelar pada tanggal 5 November mengisyaratkan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia AS.

Salah satu wakil yang menyampaikan pelanggaran hak asasi manusia adalah Zohreh Ilahiyan, salah satu wakil dari Republik Islam Iran. Dalam pernyataannya, Zohreh Ilahiyan menuntut Washington supaya menjamin hak-hak warga Indian dan memperhatikan deklarasi PBB yang menegaskan hak-hak pribumi. Suku Indian adalah warga asli Amerika yang tersisa ribuan orang dari puluhan juta warga AS.

Selain itu, ada warga kulit hitam yang juga komunitas minoritas di AS. Mereka seringkali mendapat perilaku diskriminatif dan kekerasan di negara ini. Berdasarkan data yang ada, jumlah warga kulit hitam di AS mencapai sepersepuluh dari warga kulit putih di negara ini. Akan tetapi jumlah tahanan kulit hitam di AS berkali-kali lipat lebih banyak dari tahanan kulit putih. Ini semua menunjukkan tidak beresnya sistem di negara ini yang mengenyampingkan hak-hak minoritas.

Tak dipungkiri bahwa banyak negara yang menelantarkan hak-hak asasi dan mendapat kritikan dari berbagai pihak. Akan tetapi tidak ada negara seperti AS yang mempunyai pelanggaran hak asasi manusia dalam skala besar yang melebar ke seluruh dunia. Untuk itu, bukanlah hal yang mengherankan, jika banyak wakil negara di dunia pada sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengkritik pelanggaran hak asasi manusia AS dan mengadukannya ke lembaga internasional ini. Meski demikikan, AS masih tidak tahu malu bahkan mengklaim diri sebagai negara yang menjaga hak asasi manusia di dunia. Inilah kepongahan Negeri Abang Sam ini!!!

HAM Versi AS

Pembangunan penjara-penjara AS di berbagai negara dunia menjadi sorotan utama para wakil negara di Sidang UPR. Sebab, pelanggaran semacam ini hanya dilakukan oleh AS. Valery Loshinin, wakil Rusia di Kantor PBB Jenewa mengatakan, "Rusia mengharapkan AS dapat melakukan investigasi serius dan detail terkait penyiksaan para tahanan di penjara-penjara rahasia AS seperti di Begram dan Guantanamo." Lebih dari itu, Rusia dan Cina secara kompak menyatakan bahwa AS harus segera menutup penjara-penjara yang digunakan untuk para tahanan yang diduga teroris.

Masih mengenai penjara-penjara AS di luar negeri, Barak Obama dalam kampanyenya sebelum menjadi Presiden AS, juga menjanjikan akan menutup penjara-penjara rahasia negaranya. Tuntutan penutupan penjara menakutkan seperti Guantanamo juga ditegaskan berbagai negara, termasuk Perancis yang juga mitra dekat AS. Dengan demikian, penyiksaan para tahanan di penjara-penjara rahasia AS sudah menjadi rahasia umum yang sama sekali tidak dapat ditutupi.

Kebrutalan AS terhadap para tahanan juga diungkap dengan data lengkap yang disertai dengan gambar dan rekaman video. Meski demikian, AS tetap menolak data-data yang terlanjut terungkap di media-media dunia. Penasehat Hukum Departemen Luar Negeri AS, Harold Koh, dengan lantang menyatakan, " Ketahuilah bahwa AS sama sekali tidak melakukan penyiksaaan terhadap para tahanan."

Manfred Nowak meminta Washington supaya menginvestigasi kasus penyiksaan dan data-data yang dipublikasikan oleh Wikileaks. Data yang disebutkan situs Wikileaks menyebutkan bahwa 285 ribu warga tewas dan terluka. Menurut data itu, 63 persen dari jumlah seluruh korban adalah warga sipil.

Setiap tahun, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan laporan-laporan terkait pelanggaran hak asasi manusia. Bahkan Negeri Abang Sam ini juga menyebut hukuman eksekusi sebagai praktik yang keliru di sejumlah negara. Akan tetapi uniknya, AS sendiri menerapkan hukuman itu, bahkan beberapa waktu lalu, perempuan yang mengalami gangguan jiwa dijatuhi hukuman eksekusi di negara ini.

Yang lebih menarik lagi, para pembicara di sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB menuntut AS supaya bergabung dalam berbagai traktat yang yang dapat menekan pelanggaran hak asasi manusia di negara ini. Mereka menghendaki AS supaya bergabung dalam Konvensi Hak-Hak Anak, Perempuan dan Imigran di PBB. Yang lebih unik lagi, AS hingga kini tidak bersedia bergabung dalam Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang bertanggung jawab atas kriminalitas perang di dunia. Jika bergabung, Washington bisa diadukan sebagai penjahat perang. Karena inilah AS tidak bersedia bergabung dalam ICC.

Mengingat pelanggaran luas hak asasi manusia di AS yang juga dikaji dalam sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB, maka klaim AS terkait hak asasi manusia hanyalah standar ganda. Para analis menilai bahwa klaim-klaim semacam ini sengaja dikembangkan AS sehingga negara ini terbebas dari tudingan pelanggaran hak asasi manusia . Melempar batu sembunyi tangan.

Bukanlah hal yang mengherankan, jika para pejabat AS spontan menolak tudingan pelanggaran hak asasi manusia di negara mereka. Yang jelas, Washington mempunyai kesempatan tiga bulan untuk menjawab berbagai pelanggaran hak asasi manusia di negaranya kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan UPR. Akan tetapi AS tetaplah AS yang hingga kini tetap menolak fakta dan menutup mata semua tuntutan yang ada. Bahkan sejumlah anggota Kongres meminta AS supaya keluar dari keanggotaan Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang kini menjadi ganjalan bagi AS. Kondisi ini membuat AS kian dikenal sebagai pelanggar hak asasi manusia nomor wahid di dunia. Tidaklah salah bila Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei, pekan lalu, sambil mengingatkan ucapan kepala-kepala negara AS di pelbagai periode yang tampak lahiriahnya bersahabat seraya mengatakan, "Sekalipun ucapan itu lunak secara lahiriah, tapi batinnya sama dengan serigala yang berbulu domba." (IRIB/AR/SL/11/11/2010)



TNI Langgar HAM? AS-lah yang Berhak Menilai



Kamis lalu, Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso menyatakan, persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus), sudah selesai. "Bagi TNI, persoalan dugaan pelanggaran HAM oleh Kopassus telah selesai," katanya, di Jakarta, menanggapi pembukaan kembali latihan bagi Kopassus oleh Amerika Serikat (AS) yang disampaikan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Robert Gates, usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro.

Seperti dilaporkan Republika, Panglima TNI mengatakan, sejak sepuluh tahun lebih TNI telah melakukan reformasi internal di berbagai lini dan itu telah disampaikan di berbagai forum internasional. "Misalnya, dalam pertemuan Panglima Angkatan Bersenjata se-Asia Pasifik (Chief of Defence Conference/CHOD), kepercayaan yang diberikan kepada TNI untuk ikut dalam Latihan Bersama Komando AS Kawasan Asia Pasifik Cobra Gold, latihan misi perdamaian PBB Garuda Shield dan lainnya," tutur Djoko.

Djoko bahkan menegaskan, TNI juga telah memasukkan pendidikan HAM dalam kurikulum di setiap jenjang pendidikan di TNI sehingga tidak ada lagi prajurit TNI yang akan melanggar HAM dalam penungasannya, baik di daerah aman maupun di daerah konflik. "Jadi, bagi TNI, persoalan Kopassus terkait pelanggaran HAM sudah selesai," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Panglima TNI menyatakan, pihaknya menyambut positif keputusan AS untuk memberikan kembali latihan bagi Kopassus. "Kami akan mempersiapkan dengan sebaik-baiknya, apalagi Kopassus merupakan salah satu satuan khusus terbaik di dunia," ujarnya, usai mendampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengadakan pembicaraan bilateral dengan Menhan Robert Gates.

*****

Seorang senator senior Amerika Serikat, 22 Juli, menyuarakan penyesalan akan pelanjutan hubungan dengan pasukan khusus Indonesia. Ia mengatakan satuan tersebut harus memecat petugas yang terlibat dengan kekerasan sebelum bekerja sama lebih mendalam.

Senator Patrick Leahy dari Vermont, penggagas hukum yang melarang dukungan AS pada militer asing yang melanggar hak asasi manusia, mengatakan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) militer Indonesia tetap tidak mengungkap penyesalan, secara umum belum mereformasi dan tidak akuntabel. "Saya sangat menyesal bahwa sebelum menempuh jalan untuk memulai hubungan kembali, Kopassus tidak melakukan reformasi sepantasnya yang kami harapkan," kata Leahy, anggota Partai Demokrat yang mengusung Presiden AS Barack Obama.

Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, berkunjung ke Jakarta pada Kamis, mengumumkan bahwa AS akan meneruskan kerja sama dengan Kopassus, pasukan elit yang terlibat dengan operasi besar di Indonesia pada masa lalu. Pemerintah Obama mencari cara untuk membangun hubungan dengan Indonesia, negara Muslim terbanyak di dunia, yang telah berubah dalam tempo satu dekade menjadi demokrasi dipimpin oleh sipil.

Tetapi Gates mengatakan hubungan dengan Kopassus akan terbatas pada tahap awal dan AS hanya akan mengembangkan kerja sama bila unit tersebut dan keseluruhan militer Indonesia, melakukan reformasi.

Leahy, yang mengetuai sub-komite Kepatutan Senat yang berwenang untuk pendanaan kegiatan luar negeri, lega bahwa Gates tidak mengumumkan kerja sama penuh.

*****

Masih terkait TNI, Republika melaporkan, sejumlah warga di Kabupaten Gorontalo Utara meminta agar seluruh anggota TNI Komando Strategi Angkatan Darat (KOSTRAD) yang bermarkas di wilayah tersebut segera dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. "Sejak ada KOSTRAD di daerah ini, kami justru tak merasa aman karena mereka sering terlibat bentrok dengan masyarakat," ujar Hamzah, salah seorang warga yang turut menjadi korban penganiayaan oknum anggota TNI.

Menurut dia, tindakan sewenang-wenang sejumlah anggota KOSTRAD, selalu mengakibatkan jatuhnya korban dalam beberapa bulan terakhir. "Sebelumnya Gorontalo Utara sangat aman, tapi setelah ada mereka kok justru jadi banyak konflik. Saya berharap anggota TNI tidak bersikap kasar dan arogan bila berhadapan dengan warga," tukasnya.

Bentrok antara warga dan anggota KOSTRAD berulang kali terjadi di Gorontalo Utara dan puncaknya terjadi pada Kamis (22/7) dan mengakibatkan puluhan orang luka-luka dari kedua pihak dan dua diantaranya nyaris tewas.

Sementara itu, Komandan Batalyon Infanteri 221 Motuliato Komando Strategi Angkatan Darat (KOSTRAD), Letkol Infanteri Dendi Suryadi mengatakan bahwa pihaknya tak pernah mengandalkan kekerasan dalam bertugas. "Dalam kasus bentrok yang terakhir, kejadiannya dipicu oleh sejumlah warga yang sudah mabuk dan menganiaya anggota kami," ujarnya.

*****

Adanya oknum TNI yang bersikap arogan dan membusungkan dada di depan warga sudah bukan pemandangan aneh. Mungkin kasus yang terjadi Gorontalo adalah bias dari kegeraman warga melihat tingkah pongah oknum yang mengenakan seragam korps yang seharusnya membela negeri bukan menganiaya anak negeri. Tanpa harus menghakimi pihak manapun, adalah harapan dari masyarakat kepada para perwira dan komandan militer untuk bersikap jujur dan tidak asal main bela anak buah. Orang yang merasa berada di atas memang selalu punya alasan untuk membenarkan semua tindakan, termasuk dengan menyebut pihak lain sebagai pemicu masalah.

Keberadaan TNI adalah sebuah keharusan bagi negara dan bangsa. TNI adalah korps yang siap menyumbangkan jiwa dan darahnya demi membela tanah air dan kesatuan negara. Pengorbanan TNI untuk bangsa dan negara memang tak diragukan dan itulah tugas mulia yang disandang oleh militer. Hanya saja, TNI harus membenahi diri untuk bersikap proporsional dan merangkul rakyat.

Yang menyedihkan sebenarnya adalah pandangan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso saat menyebut masalah HAM TNI khususnya Kopassus sudah selesai. Artinya, TNI sudah tidak punya tuduhan pelanggaran HAM lagi. Alasannya, AS sudah mengumumkan itu. Sebagai bukti membaiknya HAM TNI adalah keputusan AS untuk memberikan kembali latihan bagi Kopassus.

Entah komentar apa yang mesti diberikan. Pepatah maling teriak maling mungkin pepatah yang paling tepat untuk menyifati AS. Tak ada yang tak tahu bahwa negara super power ini pelanggar HAM terberat di dunia. Lihat saja apa yang dilakukannya di Afghanistan, Irak, Palestina, Lebanon, Panama, Nikaragua, Guantanamo, Jepang, Vietnam dan masih banyak lagi. Berhakkah AS memberi penilaian tentang sebuah negara atau lembaga sebagai pelanggar HAM atau bukan? Semoga para petinggi TNI menyadari benar fakta ini. (IRIB/Republika/AHF/24/7/2010)

Pelanggaran HAM AS di Irak

Mayor Jenderal, Antonio Taguba, kepala investigasi para tahanan Abu Ghraib menyampaikan pengakuan bahwa AS melakukan tindak kriminal pada perang Irak dan Afganistan. Dalam laporannya kepada Kongres AS, Taguba mengakui bahwa penyiksaan para tahanan di sel Abu Ghraib berdasarkan perintah dari pejabat teras Gedung Putih.

Menurut Taguba, apa yang terjadi di Abu Ghraib telah mencoreng wajah AS di mata dunia. Dilaporkannya, sebagian tahanan, di penjara tanpa alasan yang jelas. Sebagaimana pengakuannya, "Kondisi 11 orang yang ditahan tanpa alasan yang jelas, menusuk hati nurani setiap orang yang sadar".

Para dokter dan psikolog AS yang tidak mempedulikan janji profesinya, ikut andil dalam penyiksaan para tahanan Irak tersebut, dengan tidak melaporkan fakta sebenarnya.

Berbagai sumber berita melaporkan, sekitar 21400 orang menempati kamp tahanan di Bagdad dan Bashrah. Mereka diperlakukan secara tidak manusiawi dan mengalami siksaan fisik dan mental. Lebih parah lagi kebanyakan di antara mereka tidak terbukti bersalah. Mereka yang ditahan di penjara-penjara AS di Irak, tidak diijinkan untuk dijenguk oleh ahli dari PBB.

AS adalah agresor di Irak. Para pejabat AS tidak hanya memenjarakan warga tak berdosa Irak di kamp-kamp tahanan. Lebih dari itu, mereka berada dalam kondisi tersulit dan mengalami penyiksaan yang melanggar HAM.

Perilaku tidak manusiawi yang dilakukan AS di Irak sudah diketahui oleh semua orang. Namun, saat ini yang muncul adalah pertanyaan, apa yang dilakukan PBB dan masyarakat dunia dalam menyikapi kekejian ini?

Dengan adanya pengakuan dari seorang pejabat tinggi militer AS tentang kekejian yang dilakukan tentara AS di Irak, sudah saatnya PBB dan masyarakat dunia, khususnya lembaga-lemnaga pembela HAM untuk mengambil langkah serius guna mengakhiri tragedi penindasan terhadap rakyat Irak yang tidak berkesudahan ini.(irib/25/6/2008)

Reaksi Cina atas Laporan HAM AS

Laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS soal kondisi hak asasi manusia (HAM) di dunia menuding Cina melanggar prinsip-prinsip HAM, dan mengabaikan hak-hak sipil dan politik warganya. Namun Beijing berkilah balik dan menyebut telah tejadi penyimpangan dalam laporan tahunan pemerintah AS tersebut. Juru Bicara Departemen Luar Negeri Cina, Qin Gang, mengingatkan, AS tidak akan berhasil meraih ambisinya lewat cara-cara semacam itu. Di mata pemerintahan Beijing, AS berupaya turut campur dalam urusan internal negara lain, dengan cara memanfaatkan isu HAM. Jubir Deplu Cina ini menambahkan, Beijing kini tengah menerapkan langkah mendasar untuk memperbaiki kondisi HAM. Qin Gang menyarankan Washington supaya mengamati pelanggaran HAM secara luas yang terjadi di dalam negerinya, ketimbang mencawe-cawe persoalan HAM di negara-negara lain.

Dalam laporan akhir Dewan Penerangan Pemerintah Cina disebutkan, sejak dimulainya serangan militer AS di Irak pada bulan Maret 2003, tercatat lebih dari 700 ribu warga Irak tewas. Sementara 99 persen dari jumlah tersebut, adalah korban dari kalangan sipil. Masih menurut laporan tersebut, akibat agresi AS ini, sekitar satu juta warga Irak terpaksa mengungsi.

Keputusan veto Presiden AS, George W. Bush yang menolak disahkannya draft undang-undang pencabutan hukuman penyiksaan terhadap para tersangka teroris, baru-baru ini, merupakan bukti betapa tragisnya kondisi HAM di AS. Orang nomor satu di Gedung Putih ini, lebih memilih berseberangan langsung dengan opini publik internasional, dan keluar dari batas-batas moral.

Sementara itu, Asosiasi Kebebasan Madani di AS dalam laporannya mengungkapkan, AS kini memenjarakan sekitar 18 ribu tahanan di Irak, 620 tahanan di Afghanistan, dan 375 lainnya di Guantanamo. Menurut hasil investigasi Human Rights Watch, sebagian besar tahanan tersebut disiksa secara sadis dan diperlakukan secara tidak manusiawi.

Tak jauh berbeda dengan reaksi Beijing, Moskow juga mengkritik keras laporan tahunan Washington soal kondisi HAM di Rusia. Moskow menilai gambaran kondisi HAM dalam laporan tahunan Deplu AS, sangat tendensius, keliru, dan lahir dari sikap sepihak AS. Cina dan Rusia sepakat bahwa laporan tahunan Deplu AS tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip yang berlaku dalam hubungan internasional dan muncul akibat politik standar ganda AS terhadap masalah HAM. Beijing dan Moskow beranggapan, laporan tahunan Washington tersebut merupakan kedok untuk menutupi pelanggaran HAM-nya selama ini.(irib/14/3/2010)


Tags: ,

0 comments to "AS merupakan tauladan yang baik bagi penerapan hak asasi manusia di dunia???!!! ( Minoritas Suku Indian dan ras kulit hitam sangat diperhatikan???)"

Leave a comment