Home , � Bahrain dijajah Inggris selam 1 abad, Protes ke pemerintah Bahrain berarti Teroris???

Bahrain dijajah Inggris selam 1 abad, Protes ke pemerintah Bahrain berarti Teroris???

Gonjang-ganjing Hasil Pemilu Legislatif Bahrain

Gonjang-ganjing Hasil Pemilu Legislatif Bahrain

Pemilu legislatif di Bahrain akhirnya digelar pada tanggal 23-30 Oktober 2010. Pada pemilu ini, al-Wefaq Islamic Society Bahrain yang merupakan partai Syiah terpenting di negara ini meraih 18 kursi, dan menjadi fraksi terbesar di parlemen Bahrain. Setelah partai ini, Partai Mustaqil menyusul dengan perolehan 15 kursi. Adapun partai Sunni yang terdiri dari kelompok pendukung Salafi dan Ikhwanul Muslimin hanya meraih tujuh kursi.

Di luar kemenangan itu ada fenomena lain di Bahrain. Sebagaimana negara-negara di Teluk Persia lainnya, ada dewan lain di luar parlemen bernama Dewan Permusyawaratan yang beranggotakan para raja dan pangeran. Ratifikasi ketetapan parlemen harus mendapat persetujuan dari dewan ini.

Bahrain terdiri dari 32 pulau dengan luas total 700 km persegi dan dengan populasi 750.000 orang. Sekitar 70 persen penduduk Bahrain adalah pemeluk syiah. Namun sejak tahun 1782, Bahrain diperintah oleh Dinasti Al-Khalifa yang bermazhab Sunni.

Setelah berada dalam imperialisme Inggris selama satu abad, akhirnya Bahrain merdeka pada tahun 1971, kemudian memiliki undang-undang dasar dan parlemen.

Namun mantan Amir Bahrain tidak bisa menerima kritik parlemen, hingga akhirnya membubarkan parlemen pada tahun 1975. Sejak itu, rakyat Bahrain terutama warga syiah mendesak pembentukan kembali parlemen di negara ini.

Pada tahun 1994 muncul tuntutan pendirian parlemen dan penghilangan diskriminasi yang semakin serius. Buntutnya terjadi berbagai friksi dan bentrokan. Komunitas syiah Bahrain menilai pemicu utama friksi tersebut adalah kepala keamanan Bahrain yang berkebangsaan Inggris.

Dengan naiknya Sheikh Hamad bin Isa Al Khalifa menjadi Amir Bahrain pada tahun 1999, maka dimulailah fenomena baru di negara ini. Sheikh Hamad bin Isa Al Khalifa berkomitmen melakukan reformasi politik dan menghilangkan diskriminasi terhadap warga syiah. Ia membebaskan sejumlah tahanan politik dan membiarkan koran-koran oposisi beroperasi.

Pada tahun 2001 disusun Undang-undang Dasar Bahrain. Setahun kemudian digelar pemilu legislatif. Dengan demikian, rakyat Bahrain terutama warga syiah berharap bisa mengubah kondisinya dan mengakhiri diskriminasi di sektor politik dan ekonomi di negara ini. Namun keadaan sebenarnya tidak terjadi demikian.
Meskipun Syiah adalah populasi mayoritas di Bahrain, tetapi mereka hanya dibolehkan menguasai 18 kursi dari 40 kursi di parlemen. Selain itu parlemen pilihan rakyat ini tidak memiliki wewenang yang memadai.

Terkait hal itu, Nabil Rajab, anggota Pusat HAM Bahrain mengatakan, "Jika seluruh anggota parlemen Bahrain dari kelompok Syiah sekalipun, suara mereka yang mayoritas itu tetap tidak akan didengar. Karena berdasarkan sistem politik Bahrain, Dewan Tinggi Permusyawaratan Bahrainlah yang mengangkat mereka dan bertanggung jawab mengesahkan seluruh ketetapan parlemen." Dengan kata lain, meskipun digelar pemilu parlemen, namun tetap saja kekuasaan berada di tangan para raja dan putra mahkota. Nabil Rajab menilai masalah ini memicu turunnya partisipasi rakyat dalam pemilu legislatif terbaru.

Minimnya wewenang lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif hanya salah satu masalah yang menimpa warga Syiah Bahrain. Di tingkat kabinet, hanya segelintir jabatan menteri diberikan kepada warga Syiah dan posisi kementerian sentral hanya dipegang oleh anggota keluarga al-Khalifa. Contohnya, meskipun partai Syiah dari fraksi Wefaq meraih suara mayoritas di parlemen, namun raja Khalifa bin Salman al-Khalifa kembali terpilih sebagai perdana menteri Bahrain. Ia terpilih menjadi perdana menteri Bahrain sejak negara ini merdeka pada tahun 1971. Dengan demikian, pemerintahan Bahrain bisa disebut sebagai kekuasaan minoritas atas mayoritas. Penguasa Bahrain memanfaatkan diskriminasi terhadap warga Syiah, hingga mereka diposisikan sebagai warga kelas dua.

Syiah Bahrain sejatinya berada di wilayah marjinal dan tidak mendapatkan fasilitas yang sama dengan saudaranya Sunni. Mengenai hal ini, Rebecca Santana, jurnalis Associated Press dalam reportasinya mengungkapkan, "Syiah bahkan tidak bisa disebut sebagai warga kelas dua. Karena lapangan kerja yang memadai, tempat yang layak dan seluruh fasilitas sosial dan politik di Bahrain dikuasai oleh minoritas Sunni yang mendapat dukungan dari Dinasti Al-Khalifa."

Mengenai kondisi yang menyedihkan dari warga Syiah di Bahrain, BBC melaporkan, "Syiah Bahrain banyak yang menganggur, tinggal di tempat-tempat yang tidak layak, dilarang menduduki berbagai jabatan di lembaga-lembaga pemerintah, tidak boleh menduduki jabatan penting di sektor minyak dan perbankan, serta diskriminasi besar-besaran di negara ini."

Bukan hanya itu, di sejumlah buku pelajaran negara ini yang berada dalam kekuasaan Salafi terjadi penghinaan terhadap keyakinan orang-orang syiah di sekolah. Pemimpin politik syiah Bahrain menyatakan, jika penghinaan ini terhadap warga syiah di sekolah terus berlanjut, kami akan mencegah anak-anak kami masuk kelas-kelas pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah negeri. Menyikapi hal ini, menteri pendidikan Bahrain berkomitmen akan melakukan reformasi sistem pendidikan di negara ini.

Salah satu pemicu utama friksi antara warga syiah dengan penguasa adalah diskriminasi. Aksi protes warga syiah dalam bentuk keluarnya statemen bersama wawancara dan demonstrasi. Aksi protes terhadap warga syiah kian meningkat menyikapi eskalasi tekanan pemerintah dan pasukan keamanan terhadap aktivis syiah. Pemerintah Bahrain menindak keras aksi protes warga syiah dan menilainya sebagai mengganggu keamanan negara. Menteri kehakiman Bahrain beberapa hari lalu menyebut aktivitas warga Syiah sebagai sebuah masalah keamanan yang sejenis dengan aksi teroris. Ditegaskannya, kemenangan Syiah di parlemen tidak bermakna sebagai berakhirnya sebuah periode dan dimulainya babak baru. Pengacara salah seorang tahanan Syiah kepada BBC mengatakan, "Setiap kritikan terhadap pemerintah disebut sebagai aksi teroris. Bahkan kontak telpon saja mereka kategorikan sebagai aksi teroris."

Tidak hanya itu, penahanan warga Syiah Bahrain biasanya tidak mengenal batas waktu dan dilakukan tanpa vonis pengadilan. Berbagai fakta menunjukkan terjadinya berbagai penyiksaan terhadap para tahanan di penjara-penjara Bahrain.

Amnesti Internasional dalam statemennya yang dirilis beberapa pekan lalu menyatakan, "Menjelang pemilu legislatif, sekitar 250 aktivis Syiah ditangkap dan disiksa petugas keamanan Bahrain." Beberapa waktu lalu tersebar gambar penyiksaan terhadap para tahanan Syiah di penjara-penjara Bahrain. Sontak lembaga-lembaga internasional mendesak diakhirinya penyiksaan tersebut.

Pada bulan Agustus lalu, sekitar 300 warga Syiah termasuk 27 aktivis ditangkap dan disiksa oleh petugas keamanan Bahrain. Meski demikian, para analis menilai aksi penangkapan dan penyiksaan tersebut justru menjadi pemicu utama partisipasi aktif warga syiah dalam pemilu legislatif di negara ini. Namun tampaknya, sejumlah negara di kawasan mendukung aksi yang dilakukan pemerintah Bahrain. Karena terwujudnya hak-hak warga Syiah Bahrain atas hak-hak politik dan ekonominya menyebabkan masalah bagi penguasa di kawasan yang tidak mengakui hak-hak minoritas terutama syiah.

Warga syiah Bahrain meyakini pemerintah negara ini menerima para imigran Sunni dari sejumlah negara seperti Yordania, Suriah, Arab Saudi dan Palestina. Mereka diberikan kewarganegaraan ganda, berbagai fasilitas dan lapangan kerja. Padahal pengangguran menjadi masalah utama syiah Bahrain. Tahun lalu mereka membuat rantai manusia sepanjang empat kilometer mengecam kebijakan pemerintah. Mereka menyatakan, pemerintah Manama telah memberikan kewarganegaraan Bahrain kepada sekitar 280 ribu orang imigran Sunni. Jika kondisi ini terus berlanjut hingga 2050 lebih dari 80 persen populasi Bahrain diisi oleh warga sunni.

Meski pemerintah Bahrain melakukan berbagai aksi kekerasan untuk membungkam suara mayoritas syiah di negara ini, namun organisasi-organisasi syiah Bahrain tetap menegaskan penyelesaian masalah melalui jalur damai. Hujatul Islam Sheikh Ali Salman, Sekjen al-Wefaq Bahrain mengatakan, "Kami mendesak penyelesaian masalah melalui cara-cara damai. Pemerintah harus tahu aksi keamanan tidak akan membuahkan hasil apapun dan tidak menyelesaikan masalah di negara ini, bahkan justru semakin mempersulit keadaan." (IRIB/PH/SL/8/11/2010)

Baghdad Gelar Sidang Paling Vital Pasca Pemilu

Ali al-Dabbagh

Juru Bicara Pemerintah Irak, Ali al-Dabbagh, mengkonfirmasikan dimulainya sidang besar di Baghdad hari ini (9/11) yang melibatkan seluruh tokoh politik Irak dalam rangka membentuk pemerintahan baru.

Dalam wawancaranya dengan Fars, al-Dabbagh mengatakan sidang antarpemimpin partai Irak itu diusulkan oleh Masoud Barazani dalam rangka membentuk "pemerintahan persatuan nasional."

Menyinggung partisipasi seluruh partai Irak, Al-Dabbagh menyatakan, sidang tersebut juga sama seperti sidang sebelumnya di Arbil yang akan melibatkan seluruh politisi dan kelompok tanpa pengecualian.

Pejabat Irak ini menambahkan bahwa pembentukan pemerintahan baru Irak akan rampung dalam beberapa hari mendatang.

Dalam sidang Arbil (8/11) ditandatangani kesepakatan berisi 12 poin oleh seluruh fraksi Irak dan ditetapkan bahwa seluruh partai akan mematuhi kesepakatan tersebut.

Ke-12 poin tersebut adalah, kepatuhan seluruh fraksi Irak terhadap undang-undang dasar, implementasi pokok kesepakatan, penjagaan keseimbangan faktor etnis, pembentukan dewan politik strategis, konsolidasi nasional dan keadilan sosial, penyelesaian friksi Arbil dan Baghdad, penjaminan implementasi butir-butir kesepakatan, reformasi birokrasi Irak, pemberantasan dan pengadilan para koruptor, penyelesaian friksi dalam negeri, serta penunjukan calon presiden, perdana menteri, dan ketua parlemen. (IRIB/MZ/SL/9/11/2010)

Aljazeera: Ahmadinejad dan Raja Saudi Tamatkan Puzzle Pemerintahan Irak

Pasca pengumuman berakhirnya krisis perebutan jabatan Perdana Menteri Irak dan pernyataan Nouri al-Maliki bahwa kelompok Iyad Allawi tidak akan dilibatkan dalam pemerintahan mendatang, televisi Aljazeera menurunkan analisa terkait hal ini.

Dalam analisanya Aljazeera menyinggung kontak telepon antara Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad dan Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz, serta kunjungan sehari PM Irak, Nouri al-Maliki ke Tehran.

Disebutkan Aljazeera bahwa Allawi yang didukung penuh oleh Arab Saudi, berharap bahwa Raja Abdullah akan mendukungnya. Namun setelah dua kali perbincangan via telepon, kedua pihak menyetujui kesepakatan yang merugikan Allawi.

Di sisi lain, Nouri al-Maliki dalam kunjungan seharinya ke Tehran menyempurnakan upaya tersebut dan dalam beberapa jam, hubungan kelompok oposisi pemerintah Irak dengan pihak asing dapat diputus. Al-Maliki juga berhasil menggalang dukungan dari Iran.

Puzzle itu disempurnakan pula dengan kunjungan Sayid Ammar Hakim ke Suriah dan kunjungan Iyad Allawi ke Mesir. Dan peta pemerintahan baru Irak terselesaikan di "jalur" Tehran-Damaskus-Riyadh, dan Allawi pun akhirnya menerima kepemimpinan al-Maliki. Kubu Allawi rela hanya diberi "jatah" beberapa jabatan kementerian.

Meski analisa ini sepihak dan lebih menonjolkan ketertindasan Allawi, namun terdapat fakta yang tidak dapat dielakkan bahwa meski pemerintahan Irak menginginkan sekali pun, mereka tetap tidak dapat mengabaikan dukungan pemerintah Iran. (IRIB/MZ/SL/31/102010)

Al-Maliki Punya Bukti Campur Tangan Raja Saudi

Sumber-sumber dekat Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki mengungkap dokumen terkait campur tangan Dinas Rahasia Arab Saudi di Irak untuk merusak proses politik di Irak.

Kantor berita Haramain mengutip keterangan sumber-sumber tersebut (7/11) melaporkan, al-Maliki dalam beberapa waktu terakhir memberitahu seorang penasehatnya soal dokumen yang membuktikan bahwa Raja Arab Saudi menilai berkuasanya kelompok Syiah di panggung politik Irak sebagai bahaya besar bagi masa depan Arab Saudi. Dan oleh karena itu, Raja Saudi itu berupaya keras untuk mengubah kondisi politik yang berlaku di Irak.

Di lain pihak, Nahrainnet mereaksi ledakan hari ini (7/11) di Karbala menulis, dinas intelijen Arab Saudi berupaya mencegah peningkatan hubungan antara Iran dan Irak serta pertukaran peziarah antarkedua negara tersebut. Arab Saudi dituding mendanai kelompok-kelompok ekstrim di Irak untuk melancarkan serangan teror tersebut.

Sumber-sumber resmi Irak menyatakan bahwa Arab Saudi menyokong para eks pejabat rezim Baats bahkan merekrut mereka untuk bekerjasama dengan dinas intelijen Arab Saudi. Mereka juga beraktivitas untuk dua lembaga militer-keamanan di negara lain di Teluk Persia termasuk di antaranya Bahrain.

Sumber-sumber itu menyebutkan bahwa Dinas Intelijen Arab Saudi menyediakan sarana dan fasilitas kepada para eks-perwira Baats yang kini tinggal di kota al-Jubayl, di wilayah as-Sharqiya, Arab Saudi, agar dapat melanjutkan aktivitas mereka anti-Irak.

Menurut para pengamat, eskalasi serangan teror dan ledakan di Irak, sangat berkaitan dengan penentangan para pejabat Irak atas usulan Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz. Raja Saudi itu mengusulkan agar seluruh fraksi dan kelompok politik di Irak bersidang di Riyadh guna menyelesaikan krisis politik negara tersebut.

Usulan itu disampaikan di saat krisis pembentukan pemerintahan di Irak telah nyaris diselesaikan.(IRIB/MZ/SL/8/11/2010)

Irak Kirim Pesan Pedas kepada Raja Saudi

Pembentukan pemerintahan baru Irak merupakan masalah internal dan jangan ada pihak yang mengintervensi masalah ini, ujar Menteri Luar Negeri Irak Hoshyar Zebari dalam sebuah pernyataan yang dialamatkan kepada pemerintah Arab Saudi.

Sebagaimana dilaporkan kantor berita Irak, Kamis (4/11), Zebari menyatakan, Irak mampu mencari solusi konstitusional dan demokratis untuk keluar dari krisis yang ada. Ditambahkannya, "Karena itu, sahabat kami dari negara-negara Arab terutama pemerintah Arab Saudi perlu memahami masalah ini dan cukup membantu memelihara persatuan dan stabilitas Irak dengan mendorong kelompok-kelompok politik di negara ini untuk berpartisipasi dalam proses politik."

Sebelumnya di tengah upaya kelompok-kelompok politik Irak untuk segera mencapai kesepakatan terkait pembentukan pemerintahan baru di negara itu, Raja Arab Saudi Abdullah Bin Abdull Aziz meminta partai-partai Irak untuk menggelar sebuah pertemuan di Riyadh.

Dalam pesannya kepada seluruh kelompok politik Irak, Raja Saudi meminta mereka untuk membahas proses pembentukan pemerintahan baru Irak di Riyadh di bawah pengawasan Liga Arab.

"Kami nyatakan kesiapan penuh kami untuk membantu Anda dan mendukung resolusi apapun yang Anda capai nanti guna memulihkan keamanan dan perdamaian di bumi Mesopotamia," kata Raja Saudi dalam sebuah pernyataannya.

Namun para politisi Irak menyatakan keraguannya tentang ketulusan dan niat baik Riyadh untuk membantu Baghdad. Selama ini, Saudi dituduh mendanai kelompok ekstrim dan militan untuk melancarkan operasi teror di Irak. (IRIB/RM/MF/4/11/2010)

Iran Usulkan Pembentukan Aliansi Timteng

Ketua parlemen Republik Islam Iran Ali Larijani menekankan pentingnya membentuk sebuah aliansi Timur Tengah untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara regional.

"Mengingat sebuah aliansi regional akan menguntungkan semua negara yang terlibat, maka Republik Islam Iran dan Oman dapat memainkan peran utama dalam hal ini," kata Larijani ketika bertemu Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi bin Abdullah di Tehran kemarin (Senin,8/11).

"Iran selalu menyerukan terciptanya stabilitas regional dan keamanan di kawasan strategis Timur Tengah khususnya di Irak dan Afghanistan. Tehran juga berharap terciptanya kehidupan yang damai dan aman dengan mengakhiri kehadiran pihak asing di kawasan," tambahnya.

Seraya menyinggung kemajuan hubungan Iran dan Oman, Larijani menyerukan peningkatan kerjasama lebih lanjut antara kedua negara tetangga itu berdasarkan kepentingan bersama.

"Kebijakan prinsipil Iran didasarkan pada penguatan hubungan yang bersahabat dan kerjasama dengan semua negara tetangga berdasarkan rasa saling menghormati," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Yusuf bin Alawi bin Abdullah mengatakan, Iran adalah sebuah negara penting di kawasan dan selama ini Muscat dan Tehran menjalin hubungan atas dasar niat baik dan persahabatan.

Alawi menyatakan bahwa Oman bertekad memanfaatkan potensi politik, ekonomi dan perdagangannya untuk meningkatkan hubungan strategis dengan Iran. (IRIB/RM/AR/9/11/2010)

Tokoh Islam dan Vatikan Bertemu di Tehran

Vatikan menyatakan bahwa ulama Islam dan Katolik mulai Selasa (9/11) membuka pembicaraan tiga harinya di Tehran seputar Perspektif Dialog Islam-Kristen. Sebagaimana dilansir AFP, Vatikan kemarin (Senin,8/11) dalam keterangannya menyatakan, ini merupakan putaran ketujuh pertemuan antara Dewan Keuskupan Vatikan untuk Dialog Antar Agama dan Lembaga Budaya dan Hubungan Islam Iran.

Dalam keterangan itu disebutkan, seusai penutupan pertemuan itu pada hari Kamis, delegasi Vatikan akan berkunjung ke kota Qom.

Dilaporkan juga, Ayatullah Sayid Mostafa Mohaghegh Ahmad Abadi bulan lalu menghadiri forum perdebatan Vatikan terkait Timur Tengah. (IRIB/RM/AR/9/11/2010)


Iran Aktualita ( Nopember 2010 )

Rahbar

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei, hari Rabu pagi (03/11/2010) dalam pertemuan penuh semarak dengan ribuan siswa menyebut 13 Aban sebagai simbol ketamakan Amerika dan ketergantungan rezim thaghut pada kekuatan utama dunia. Dikatakannya pula, 13 Aban adalah kekuatan iman yang bersandarkan pada hati nurani, pelopor generasi pertama di kancah politik dan keberanian generasi revolusioner pertama. Rahbar menekankan, "Kini bangsa Iran semakin pasti dan kuat dibandingkan masa-masa lalu serta tengah bergerak menuju tujuan yang tinggi dan puncak kebahagiaan. Dalam gerakan agung ini para pemuda berada di barisan terdepan."

Dalam pertemuan yang dilangsungkan menjelang 13 Aban yang dikenang sebagai Hari Nasional Perlawanan terhadap Arogansi dan Hari Pendidikan Nasional, Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei menyebut 13 Aban merupakan simbol penting yang memiliki makna dan hakikat yang sangat berlimpah. Ditambahkannya, "Satu dari kejadian 13 Aban terkait dengan pidato Imam Khomeini ra yang disampaikannya tahun 1964 di Qom sebagai bentuk protes atas sikap parlemen waktu itu yang meratifikasi undang-undang diskriminatif soal kekebalan hukum warga Amerika yang berujung pada pengasingan Imam Khomeini ra. Sejatinya pidato Imam Khomeini ra waktu itu adalah teriakan kebenaran yang membela maslahat, kepentingan dan kemuliaan bangsa Iran."

Rahbar kembali mengingatkan ucapan kepala-kepala negara Amerika di pelbagai periode yang tampak lahiriahnya bersahabat seraya mengatakan, "Sekalipun ucapan itu lunak secara lahiriah, tapi batinnya sama dengan serigala yang berbulu domba."

Rahbar kemudian menyinggung soal aksi-aksi yang dilakukan antek-antek rezim thagut membantai para pelajar pada 13 Aban 1357 atau 4 November 1979 dan menambahkan, "Dengan mencermati peristiwa ini, 13 Aban merupakan simbol partisipasi generasi muda dan kepeloporan mereka di medan perjuangan."
Rahbar juga mengingatkan aksi berani para pemuda dan mahasiswa saat menguasai sarang mata-mata Amerika pada 13 Aban. "Langkah ini menjadi simbol keberanian generasi revolusioner pemuda Iran dalam menghadapi kepongahan Amerika. Karena menduduki sarang mata-mata Amerika berhasil menggoyahkan kekuatan Amerika dan membuatnya bertekuk lutut," ujar Rahbar.

Makna dan hakikat yang tersimpan dalam pelbagai peristiwa pada tanggal 13 Aban sangat besar dan penting dalam pandangan Rahbar. Beliau mengatakan, "Dengan mencermati detil hakikat ini kita dapat mengerti betapa ada kelompok kecil pada 13 Aban tahun lalu turun ke jalan-jalan dan meneriakkan slogan anti 13 Aban. Mereka ini sebenarnya ingin menghidupkan kembali kewibawaan Amerika, menutup-nutupi arogansinya dan menyoal gerakan agung bangsa Iran dalam menghadapi kezaliman besar Amerika. Patut diketahui bahwa upaya ini berakhir dengan kegagalan."

Di bagian lain dari pidatonya Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei menilai kegagalan fitnah tahun lalu adalah contoh gamblang dari partisipasi aktif dan cerdas dari para pemuda. "Fitnah tahun lalu adalah fitnah besar dan di tahun-tahun setelahnya bakal tersingkap betapa ada konspirasi berbahaya di balik semua ini. Fitnah ini gagal berkat kehadiran para pemuda yang menjadi pelopor di setiap medan," ungkap Rahbar.

Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad dan Menteri Luar Negeri Manoucher Mottaki secera terpisah mengeluarkan pernyataan terkait kesiapan Tehran untuk berunding dengn kelompok 5+1. Mottaki menekankan sikap Republik Islam terkait kesepakatan pertukaran bahan nuklir dengan Barat dan menyatakan bahwa kesepakatan tersebut hanya diterima jika sesuai dengan Deklarasi Teheran.

Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki juga menolak laporan media Barat tentang tawaran baru AS soal pertukaran bahan bakar dengan Iran dan menyebutnya sebagai permainan media Barat.
Hal itu dikemukakan Mottaki mereaksi laporan surat kabar Perancis Le Monde edisi (4/11) bahwa AS telah memberikan tawaran baru agar uranium yang telah diperkaya di tingkat rendah milik Iran ditransfer ke Rusia untuk diperkaya lebih tinggi.

Iran terus menekankan perundingan harus berlandaskan koridor Deklarasi Tehran. Deklarasi Tehran ditandatangani oleh Iran, Turki dan Brazil pada 17 Mei lalu. Berdasarkan kesepakatan tersebut, Teheran akan mengirimkan uraniumnya yang telah diperkaya di tingkat rendah ke Turki untuk diganti dengan uranium yang telah diperkaya hingga 20 persen.
Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad membuka Dialog Kerjasama Asia (ACD). Ia mengharapkan dalam waktu dekat dapat dibentuk organisasi tingkat Asia yang akan meningkatkan kemampuan negara-negara di kawasan baik dari sisi politik, ekonomi dan sosial maupun sains serta budaya. Organisasi ini diharapkan dapat membantu negara di Asia yang memiliki peradaban kuno ini.

Saat menyampaikan pidato di Dialog Kerjasama Asia (ACD) Senin (8/11), Ahmadinejad menyebut benua Asia sebagai pusat cinta kasih dan keadilan. Dikatakannya, semoga di sidang ACD di Tehran kali ini dapat mempererat kerjasama negara-negara Asia dan negara kawasan serentak mampu memainkan peran untuk menyebar keadilan dan perdamaian di dunia.
Ia mengingatkan, dewasa ini kita membutuhkan sistem tingkat dunia di mana seluruh bangsa dan negara memiliki peran seimbang dalam kancah global. "Seluruh negara juga harus aktif di masalah ini," ungkap Ahmadinejad. Menurut presiden Iran, sistem ini memerlukan pemikiran, budaya yang kokoh serta pengetahuan. Ia mengingatkan, keyakinan kita adalah ideologi, budaya dan pengetahuan yang mampu menjadi dasar keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan berada di Asia serta di antara bangsa-bangsa kawasan ini.

Oleh karena itu, menurut Ahmadinejad tanggung jawab bangsa Asia menjadi berlipat ganda untuk memperbaiki tatanan dunia dan menegakkan sistem baru yang manusiawi. Ia menyebut, benua Asia sebagai benua kuno yang luas dan kaya dengan sumber daya manusia, materi dan kemampuannya menciptakan peradaban serta budaya Islam. "Kemampuan seperti inilah yang saat ini dibutuhkan dunia," tegas Ahmadinejad.

Kerjasama dan kesamaan visi bukan hanya menguntungkan bangsa Asia namun juga menguntungkan seluruh bangsa dunia. Menurutnya bangsa Asia adalah bangsa yang cinta perdamaian sepanjang sejarah di dunia yang memiliki dimensi global bersumber dari selain Asia.

Seraya mengisyaratkan kondisi politik dunia saat ini, Ahmadinejad mengatakan, perang dan pembantaian massal adalah buah dari sistem global yang berkuasa saat ini dan dari sisi ekonomi sistem ini juga mengalami kekalahan. Kekalahan ini menurut Ahmadinejad disebabkan sistem tersebut bertumpu pada arogansi, intimidasi serta ideologi kapitalis.

Badan Pembangunan PBB (UNDP) Kamis lalu, melaporkan laporan terbaru pembangunan sumber daya manusia. Dalam laporan tersebut, Iran disebutkan sebagai negara yang berkembang cepat dari sisi pembangunan sumber daya manusia.

Berdasarkan laporan UNDP pada tahun 2010, Republik Islam Iran mengalami lonjakan 18 tingkat. Kini, negara ini berada pada tingkat ke 70 di dunia dari sisi pengembangan sumber daya manusia. Penilaian itu berdasarkan pada sejumlah tolok ukur seperti harapan hidup, kwalitas sistem pendidikan dan penghasilan. Dengan urutan itu, Iran berhasil lebih unggul dari negara-negara seperti Brazil, Georgia, Turki, Cina, Thailand, Mesir, Indonesia, Afrika Selatan, Suriah dan India.(irib/9/11/2010)

Rahbar: Inilah Hari Penaklukan AS

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei memuji pengambilalihan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tehran oleh mahasiswa Iran pada tahun 1979.

Kepada para siswa di Tehran, Rahbar Rabu, (3/11) mengatakan, pengambilalihan kedutaan AS menunjukkan keberanian pemuda revolusioner Iran.

"Peristiwa ini melambangkan keberanian dan sikap revolusioner generasi muda Iran melawan arogansi otoritas Amerika. Para pemuda Iran mengambil alih sarang spionase AS... dan menjadikan Amerika bertekuk lutut," tutur Rahbar.

"Kenyataan ini harus selalu berada dalam memori sejarah bangsa Iran, khususnya para pemuda, bahwa Amerika tidak pernah menjalin hubungan normal dengan negara lain ... mereka hanya mengakui hubungan tuan-hamba dan penjarahan sumber daya alam bangsa-bangsa lain, "tegas Ayatullah Khamenei.

Menyinggung rencana AS yang hendak berhubungan dengan Iran, Rahbar berkata, "Pembicaraan tersebut lunak di permukaan tetapi sebenarnya mereka adalah tangan besi di dalam sarung tangan beludru."

Pada tanggal 13 Aban 1979, sekelompok mahasiswa muslim yang menamakan diri sebagai "Mahasiswa Pengikut Jalan Imam" menduduki Kedubes AS dan menyandera para pegawainya.

Sebelum kejadian ini, kementerian luar negeri Republik Islam Iran berulangkali menyampaikan protes resmi kepada Washington atas campur tangan mereka terhadap urusan dalam negeri Iran.

Dalam penyanderaan Kedubes AS yang bertepatan dengan 4 November 1979 itu, ditemukan berbagai dokumen resmi yang membuktikan bahwa Kedubes AS untuk Iran telah berubah fungsi sebagai kantor agen mata-mata AS.
Kini, hari penyanderaan kedubes AS ini diperingati di Iran sebagai "Hari Perlawanan Terhadap Kaum Arogan Dunia".(IRIB/PH/5/11/2010)

Tags: ,

0 comments to "Bahrain dijajah Inggris selam 1 abad, Protes ke pemerintah Bahrain berarti Teroris???"

Leave a comment