Home , � Ekonomi Dunia jatuh....Ekonomi Islam solusinya...

Ekonomi Dunia jatuh....Ekonomi Islam solusinya...

G20, KTT atau Seremoni Mandul?

G20, KTT atau Seremoni Mandul?

Para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam kelompok 20 negara ekonomi terkemuka tetap tak bisa mewujudkan kata sepakat terkait solusi bersama untuk menangani krisis ekonomi. Kekhawatiran akan munculnya kembali krisis keuangan dunia juga tak berhasil menciptakan kata sepakat di antara mereka. Akhirnya pertemuan yang dalam beberapa hari terakhir mewarnai pemberitaan dunia itu hanya bersifat seremonial belaka untuk menjaga keseimbangan perdagangan dunia.

KTT G20 hanya menghasilkan keputusan bersama untuk memanfaatkan pertemuan tahun depan di Prancis untuk membahas solusi kolektif yang bisa membantu negara-negara tersebut bertindak tepat waktu sebelum munculnya ketidakseimbangan dalam sistem perdagangan dunia. Dengan begitu, munculnya krisis ekonomi bisa dicegah atau diatasi. Para pemimpin G20 sepakat untuk membicarakan kesulitan ekonomi dunia saat ini pada pertemuan tahun depan.

Gesekan kepentingan antara 20 negara ekonomi terkemuka sedemikian kerasnya sehingga menutup pintu bagi terciptanya kesepakatan bersama di antara mereka. Perundingan tingkat menteri keuangan dan ekonomi G20 Oktober lalu telah mengungkap dalamnya jurang yang memisahkan mereka. Delegasi AS dalam perundingan itu mengusulkan penetapan volume ekspor dan impor di antara negara-negara anggota. AS mengusulkan supaya defisit perdagangan anggota G20 tidak lebih dari 4 persen dari nilai total produksi nasional brutonya. Dengan itu AS berniat mencegah peningkatan defisit perdagangannya dengan Cina.

Usulan itu ditolak bukan saja oleh Cina tetapi juga oleh Jerman dan Korea Selatan. Sebab, perekonomian ketiga negara itu sangat bergantung pada sektor ekspor. Artinya, semakin tinggi nilai ekspor dan semakin kecil volume impor akan semakin menguntungkan mereka. Karena itu, negara-negara itu menolak penetapan pembatasan volume ekspor.

Dalam persaingannya di ranah ekonomi, AS kalah dari Cina. Tak hanya neraca perdagangannya yang mengalami defisit, AS juga merasa dirugikan oleh kebijakan Cina yang sengaja menahan nilai mata uangnya, Yuan. Kebijakan membiarkan nilai tukar Yuan tetap rendah semakin menguntungkan perekonomian Cina. Kondisi itu dikecam habis oleh AS. Memang, bukan hanya AS yang kesal dengan murahnya produk-produk Cina. Sebab, rata-rata negara di dunia juga mencemaskan kondisi itu.

Soal tuntutan AS kepada Cina untuk meningkatkan nilai tukar Yuan, Beijing menyatakan bahwa masalah ini adalah urusan internal Cina. Karenanya Cina menolak menjanjikan perbaikan nilai tukar mata uangnya.

Kondisi ini menunjukkan lebarnya jurang pemisah di antara negara-negara yang tergabung dalam satu kelompok bernama G20. Wajar jika pertemuan tingkat tinggi perkumpulan ini berjalan tak ubahnya bagai reuni atau seremoni yang nampak manis di luar namun keropos di dalam. (IRIB/AHF/SL/13/11/2010)

Yokohama, Tuan Rumah KTT APEC

KTT Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) hari ini digelar di Yokohama, Jepang
Sebagaimana dilaporkan kantor berita Xinhua dari Yokohama, pertemuan ini membahas kondisi ekonomi regional.

Menteri luar negeri dan perdagangan anggota APEC membicarakan pembukaan lapangan kerja dan penguatan pasar finansial serta kelanjutan upaya untuk menjaga keseimbangan antara stretegi keuangan dan kebijakan moneter sebagai solusi mengatasi masalah ekonomi di kawasan.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Jepang, Seiji Maehara Rabu lalu mengatakan pembicaraan perdagangan global akan memecahkan pembatasan untuk ekspor dan impor. Maehara kepada wartawan mengungkapkan bahwa pembatasan ekspor harus dibicarakan di APEC dan Organisasi Dagang Dunia (WTO).

Pertemuan menteri APEC di Jepang bulan lalu memperingatkan bahwa keamanan makanan global berdiri di persimpangan jalan. Harga makanan melonjak pada 2007 dan 2008, sehingga memicu seruan tentang kerentanan keamanan pangan jangka panjang.(IRIB/PH/LV/13/11/2010)

AS Dikecam di KTT G20

Diperkirakan sidang G20 tidak akan mencapai kesepakatan di tengah meningkatnya friksi terkait mata uang dan kebijakan ekonomi. Di saat AS menyuntikkan dana 600 milyar dolar AS ke dalam perekonomian negara ini hingga akhir bulan Juni 2011, Washington menjadi sasaran kritikan para pemimpin negara di KTT G20 itu.

Para pejabat AS meyakini bahwa langkah itu akan memperbaiki ekonomi negarannya di tengah keterpurukan yang kian melebar. Sementara itu, Brazil mengkritik kebijakan tersebut dan menilainya sebagai langkah yang dapat menyebabkan anjloknya nilai mata uang internasional dan menurunnya persaingan di bidang ekspor. Dengan ungkapan lain, kebijakan AS tidak akan meningkatkan pertumbuhan, tapi akan mengalir ke negara-negara yang tumbuh cepat dan menaikkan nilai mata uang mereka sehingga bisa merugikan ekspor mereka.

Presiden Brazil mengatakan, "Menurut kami, AS harus mempertahankan nilai mata uangnya. Dengan cara ini, negara lain tidak akan menurunkan nilai mata uangnya, dan nilai dolar tidak akan anjlok di pasar negara-negara berkembang."

Kritik terhadap AS juga dipertegas oleh Cina. Menurut Beijing, kebijakan Washington akan membuat anjloknya nilai mata uang dolar dan turunnya daya saing negara-negara berkembang.

Menurut para pakar ekonomi, penyuntikan dana AS itu menyebabkan dolar menurun relatif terhadap mata uang lainnya, yang akan membuat ekspor Amerika punya keuntungan dari segi harga. Sebelumnya, Washington menuduh Beijing menurunkan nilai mata uangnya guna memberi keuntungan yang tidak adil di pasar global.

Para pakar menilai KTT G20 menjadi ajang perang mata uang. Friksi terkait mata uang antara Cina dan AS kian meruncing. (IRIB/ PressTV/AR/LV/12/11/2010)

Dunia Pun Menentang Kebijakan Moneter AS

Bersamaan dengan digelarnya pertemuan puncak kelompok negara-negara yang berkontribusi besar pada perekonomian dunia, G20 di Seoul, Korea Selatan, serangan kritikan terhadap kebijakan keuangan AS makin santer dilontarkan. Para pemimpin sejumlah negara seperti menteri keuangan Jerman dan presiden terpilih Brazil menuding Washington sebagai pemicu perang mata uang. Sebagaimana diketahui, Bank Sentral AS (The Fed), Rabu (10/11) lalu, mengumumkan rencana pembelian surat utang senilai US$600 miliar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negaranya.

Dilma Rousseff, ekonom yang baru saja terpilih sebagai presiden Brazil, kemarin (Kamis, 11/11) langsung mengkritik langkah AS itu yang disebutnya sebagai "kebijakan dolar lemah AS" dan menyatakan, "Kebijakan dolar lemah merupakan kerugian bagi seluruh dunia. Isu ini selalu menciptakan masalah. Presiden perempuan Brazil ini menambahkan, "Saya meyakini, kondisi ini akan memunculkan kamuflase proteksionisme".

Sementara itu, menyinggung perang mata uang antara Beijing dan Washington, Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schauble menegaskan, "AS tidak bisa menuding China melakukan intervensi dalam menetapkan nilai tukar yuan lantas berupaya melemahkan dollar dengan cara mencetak uang dan menyuntikkannya ke pasar".

Senada dengan negara-negara utama G20, China dan Rusia pun menyebut langkah AS itu sebagai tindakan munafik. Mengomentari isu tersebut, Uri Dadush mantan direktur perdagangan internasional Bank Dunia menuturkan, "Banyak negara yang menyebut langkah AS itu sebagai upaya untuk melemahkan nilai dolar. Sebab melemahnya nilai dolar memiliki artian pembelian komoditas AS oleh warga negara-negara lain sebagaimana yang diungkapkan Obama yang ingin meningkatkan ekspor AS sebesar dua kali lipat dalam jangka lima tahun ke depan". Analis ekonomi asal Perancis itu menambahkan, "Menurunnya nilai tukar dolar bisa saja bakal meningkatkan ekspor AS".

Masih soal perang mata uang antarnegara-negara besar, Jean Claude Trichet, Presiden Bank Sentral Eropa menandaskan, negara-negara besar anggota G20 telah mulai bersaing ketat untuk menurunkan nilai mata uang dan meningkatkan daya saing di kancah pasar internasional. Masalah inilah yang kian mempertajam perang mata uang. Ia menekankan, "Para pemimpin Kelompok G20 dalam sidang kali ini harus menetapkan suatu mekanisme untuk menghadapi krisis tersebut. Fluktuasi nilai mata uang yang lebih luas di pasar internasional harus dicegah. Meningkatnya fluktuasi bisa menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan dan stabilitas perekonomian dunia.

Sedemikian santernya kritikan terhadap kebijakan keuangan AS itu, sampai-sampai mantan Kepala Bank Sentral AS Alan Greenspan dalam wawancaranya dengan harian Financial Times menyatakan bahwa berlanjutnya kebijakan AS untuk melemahkan nilai tukar dolar bakal memperparah konflik kurs di kalangan negara-negara G20. (IRIB/LV/12/11/2010)

KTT ASEAN Ke-17, Antara Peluang dan Kendala

Para pemimpin negara-negara Asia Tenggara kembali bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Hanoi, Vietnam. KTT ASEAN yang ke-17 ini juga dihadiri oleh Sekjen PBB Ban Ki-moon. Tak hanya Ban, sejumlah pemimpin dunia termasuk Presiden Rusia dikabarkan ikut hadir dalam hajatan ASEAN ini. KTT dibuka hari ini, Kamis tanggal 28 Oktober 2010.

Sebelum KTT digelar, para Menteri Luar Negeri ASEAN bersidang untuk membicarakan agenda pembicaraan para pemimpin ASEAN. Dalam sidang itu disepakati dua dokumen tentang Piagam ASEAN. Kesepakatan itu adalah tindak lanjut dari kesepakatan yang sudah dibuat dan dilaksanakan sejak 15 Desember 2008 tentang Piagam ASEAN yang mendorong pembentukan satu komunitas bagi negara-negara ASEAN.

Dalam salah satu dokumen yang ditandatangani oleh para menlu ASEAN disepakati bahwa seluruh anggota ASEAN bisa memasukkan kesulitan yang tak bisa ditanganinya ke agenda sidang asosiasi kawasan Asia Tenggara ini. Artinya, masing-masing anggota ASEAN bisa ikut terlibat dalam masalah negara anggota lainnya dalam bentuk yang positif dan membangun. Sebelum ini keterlibatan yang bisa juga disebut campur tangan itu secara mutlak ditolak.

Pertemuan di Hanoi ini juga membicarakan kerjasama negara-negara anggota untuk membantu operasi penyelamatan manusia, kapal dan perairan. Secara fair harus dikatakan bahwa asosiasi negara-negara Asia Tenggara yang sudah berkiprah untuk dekade kelima telah mewujudkan banyak target ekonomi, politik dan keamanan yang dicanangkannya. ASEAN bahkan menjalin kerjasama dengan negara-negara Eropa dalam bentuk kerjasama APEC dan ASEAN. Selain itu ada juga kerjasama ASEAN dengan tiga negara penting di Asia Timur, Cina, Jepang dan Korea Selatan, dan kerjasama ASEAN dengan negara-negara Asia Selatan seperti India.

Secara ekonomi, ASEAN adalah rekan terbesar ketiga untuk impor Cina dan keempat untuk pasaran ekspor negara itu. Sejak Januari hingga Agustus 2010, nilai perdagangan Cina dengan ASEAN lebih dari 185 miliar USD. Dari sisi keamanan dan pertahanan, kinerja ASEAN juga menggembirakan dengan ditandatanganinya kesepakatan pertahanan dan latihan perang bersama. Meski demikian, masih ada jarak yang cukup panjang bagi ASEAN untuk bisa membentuk sebuah komunitas regional seperti Uni Eropa. Pasalnya, antara negara-negara tersebut masih ada sejumlah sengketa yang harus ditangani, sementara beberapa negara juga sedang dililit oleh konflik-konflik internal.

Kesepakatan ASEAN untuk memupuk kerjasama dalam memerangi terorisme dan meningkatkan hubungan antar negara anggota meniscayakan kemauan semua pihak untuk mengesampingkan masalah yang memicu sengketa. (IRIB/AHF/SL/28/10/2010)

Iran Panggil Kuasa Usaha Kanada

Departemen Luar Negeri Republik Islam Iran memanggil Kuasa Usaha sementara Kanada di Tehran untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait palanggaran hak asasi manusia dalam menyikapi para pengunjuk rasa KTT G 20.

Press TV mengutip keterangan Kantor Pers Departemen Luar Negeri Iran, melaporkan, Wakil Kantor Hak Asasi Manusia Deplu Iran menyerahkan nota resmi kepada Kuasa Usaha Kanada. Dalam nota itu disebutkan bahwa Republik Islam Iran memprotes tindakan radikal dan tidak manusiawi polisi Kanada atas para pengunjuk rasa.

Tehran juga mengkhawatirkan penangkapan luas atas para pengunjuk rasa.
Dalam kesempatan tersebut, Kuasa Usaha Kanda akan menyampaikan kekhawatiran Iran kepada pemerintah Toronto.

Pada Sabtu 26 Juni 2010, aksi unjuk rasa damai berujung kerusuhan di sela KTT G20, Toronto, Kanada. Akibat aksi demo yang sempat membakar mobil polisi dan menghancurkan kaca-kaca jendela gedung dengan tongkat bisbol dan palu itu, sekitar 150 orang ditahan. (IRIB/AR/15/7/2010)

The Hindu: Takut Berkurang Pengaruhnya, AS Tolak Brazil dan Turki

Pemimpin Redaksi Koran The Hindu, Siddharth Varadarajan mengatakan, penolakan usulan terkait pelibatan Turki dan Brazil di Kelompok 5+1 untuk membicarakan kasus nuklir Iran merupakan hal yang tercela.

Siddharth Varadarajan Ahad (14/11) dalam wawancaranya dengan Kantor Berita IRNA menandaskan, penolakan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Hillary Clinton soal keterlibatan Turki dan Brazil di Kelompok 5+1 dapat dicermati sebagai upaya Washington untuk mengontrol masyarakat internasional yang berusaha mencari solusi damai di kasus nuklir Iran.

Pemenang hadiah jurnalis terbaik 2010 di India menyebut AS dan Israel sebagai dua faktor yang menghambat penyelesaian damai kasus nuklir Iran. Ia mengatakan, sikap Washington ini menunjukkan bahwa setiap usaha untuk menyelesaikan kasus nuklir damai Iran tidak akan direspon. Hal ini mengingat kebijakan arogan AS dan Lobi Zionis.

Varadarajan dalam berbagai tulisannya di Koran The Hindu mengecam metode irrasional AS dalam menyikapi program nuklir damai Iran. Ia menyesalkan sikap tergesa-gesa Amerika menjatuhkan sanksi terhadap Iran. Hal ini jelas-jelas menolak usaha Turki dan Brazil terkait perukaran uranium dengan Iran.

Ia juga menyebut penting partisipasi sejumlah negara dunia di Kelompok 5+1 guna membahas kasus nuklir Iran. Dikatakannya, bertambahnya negara yang tergabung di dalam Kelompok 5+1 seperti Turki dan Brazil sangat penting untuk memulihkan kinerja kelompok ini. (IRIB/IRNA/MF/AR/14/11/2010)

Impor AS dari Iran Naik 100 Persen

Di bawah tekanan sanksi sepihak Washington terhadap Tehran, impor Amerika Serikat dari Iran justru meningkat melebihi 100 persen pada tiga kuartal pertama tahun ini.

Menurut data statistik yang diterbitkan oleh Biro Sensus Amerika Serikat, impor komoditas Iran ke AS dari Januari sampai September 2010 mencapai $ 92,7 juta. Angka tersebut naik 100 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun 2009 sebesar $ 45,1 juta.

Menurut data Biro Sensus Amerika Serikat, volume perdagangan kedua negara pada tahun 2009 mencapai $ 215,7 juta. Dilaporkan, sebagian besar ekspor Iran ke Amerika Serikat, seperti karpet, kaviar dan pistachio.

Sementara itu, nilai ekspor non-minyak Iran dalam tujuh bulan pertama tahun kalender berjalan Iran (dimulai 21 Maret 2010) telah mencapai $ 17,4 milyar.

Kepala Administrasi Pabean Iran, Ardeshir Mohammadi mengungkapkan angka tersebut menunjukkan kenaikan 26 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Mohammadi menambahkan bahwa nilai ekspor non-migas dengan pengecualian gas kondensat dalam tujuh bulan pertama kalender tahun Iran saat ini naik 31 persen, sebesar $ 14,6 milyar.

Ekspor produk petrokimia Iran juga meningkat 50 persen. "Produk petrokimia Iran senilai $ 5,646 milyar diekspor selama tujuh bulan pertama dari kalender tahun Iran saat ini." tutur Kepala Administrasi Pabean Iran.(IRIB/PressTV/PH/LV/14/11/2010)

Tags: ,

0 comments to "Ekonomi Dunia jatuh....Ekonomi Islam solusinya..."

Leave a comment