Home , , , � Memahami Perbedaan Idul Adha

Memahami Perbedaan Idul Adha

Potensi adanya perbedaan Idul Adha 1431 Hijriah sudah diprediksi para ahli hisab rukyat dan astronom sejak beberapa tahun lalu. Perbedaan itu terwujud saat ini dengan adanya sebagian umat Islam Indonesia yang memperingati Idul Adha pada Selasa (16/11) ini, sama seperti di Arab Saudi, dan sebagian lagi Rabu (17/11) esok.

Melalui sidang isbat atau penetapan yang dilakukan Kementerian Agama dan dihadiri wakil berbagai organisasi massa Islam, pemerintah menetapkan Idul Adha 10 Zulhijah 1431 H jatuh pada 17 November 2010.

Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama yang juga Profesor Riset Astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin di Jakarta, Senin (15/11), mengatakan, secara teoretis atau hisab, bulan sabit tipis atau hilal tidak mungkin diamati pada 6 November karena ketinggiannya di atas ufuk masih di bawah dua derajat. Hal itu juga didukung dengan data pengamatan yang menunjukkan hilal belum bisa dilihat atau dirukyat di seluruh Indonesia.

Dengan demikian, bulan Dzulqa'dah atau bulan ke-11 dalam kalender Islam dibulatkan menjadi 30 hari sehingga 1 Zulhijah bertepatan dengan 8 November.
Di Indonesia, lanjut Djamaluddin, jika ada yang menetapkan Idul Adha pada 16 November, hal itu karena menggunakan kriteria wujudul hilal atau terbentuknya hilal (tanpa perlu diamati) sehingga bulan Dzulqa'dah hanya 29 hari.

Perbedaan lain muncul dengan ketetapan Pemerintah Arab Saudi yang menetapkan Idul Adha juga pada 16 November sehingga puncak ibadah haji berupa wukuf di Arafah dilakukan pada 9 November kemarin.

Menurut Djamaluddin, keputusan Pemerintah Arab Saudi menentukan Idul Adha tahun ini tergolong kontroversial. Secara teoretis, hilal tidak bisa dirukyat pada 6 November di Mekah. Namun, ternyata otoritas setempat menentukan berbeda.
Sebagai catatan, dalam keputusan penentuan hari raya, Pemerintah Arab Saudi sering kali digugat oleh para astronom di Timur Tengah dan kawasan lain. Meskipun Arab Saudi menggunakan metode melihat hilal untuk menentukan awal bulan, tapi sering kali hilal yang diklaim bisa dilihat itu secara teoretis astronomi tidak mungkin bisa dilihat.

Garis penanggalan bulan

Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama lainnya yang juga ahli kalender di Program Studi Astronomi, Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharto, mengatakan, garis penanggalan pada kalender Hijriah berbeda dengan garis penanggalan kalender Masehi.

Garis penanggalan Masehi didasarkan pada patokan garis bujur timur atau garis bujur barat 180 derajat. Dalam penanggalan ini, daerah yang memiliki garis bujur sama atau berdekatan mulai dari kutub utara hingga kutub selatan akan selalu memiliki hari yang sama. Perubahan hari dimulai pada pukul 00.00.
Daerah yang lebih timur juga dipastikan akan lebih dahulu waktunya dibandingkan daerah di baratnya. Karena itu, dalam sistem penanggalan Masehi, waktu di Jakarta atau waktu Indonesia barat (WIB) selalu empat jam lebih dulu dibandingkan waktu Mekkah.

Namun, garis penanggalan bulan berbeda. Garis penanggalan bulan memiliki 235 variasi. Setiap bulannya, garis penanggalan bulan berbeda-beda. Garis penanggalan bulan akan kembali di dekat tempat yang sama sekitar 19 tahun kemudian. Banyaknya variasi garis penanggalan bulan ini ditentukan oleh posisi Bulan terhadap Bumi, dan posisi sistem Bumi-Bulan terhadap Matahari.

Daerah yang pertama kali melihat hilal akan mengawali hari lebih dulu. Hal ini berarti, daerah yang terletak pada garis bujur yang sama atau berdekatan, hari atau awal bulan Hijriahnya bisa berbeda. Hari dimulai setelah Matahari terbenam atau magrib, bukan pukul 00.00.

Kondisi ini, lanjut Moedji, yang membuat waktu di Jakarta tidak selalu lebih dahulu dibanding Mekkah. Jika diasumsikan, hilal pada Zulhijah kali ini pertama kali dilihat di Mekkah, maka sesudah magrib atau sekitar pukul 18.00 di Mekkah sudah masuk bulan baru.

Saat itu, di Jakarta sudah pukul 22.00 WIB. Baru pada magrib keesokan harinya, Jakarta memasuki Zulhijah. Artinya, pada bulan Zulhijah kali ini waktu di Jakarta tertinggal 20 jam dibandingkan waktu Mekkah. "Dalam penanggalan Hijriah, waktu di Indonesia bisa jadi lebih dulu dibandingkan waktu di Arab Saudi. Namun, bisa jadi pula Arab Saudi lebih dulu dibanding Indonesia," tambahnya.

Menurut Moedji, perbedaan awal hari dalam kalender Hijriah inilah yang sering dipahami secara salah. Mereka beranggapan, karena waktu di Indonesia lebih cepat dibanding Mekkah, maka saat di Mekkah berhari raya, di Indonesia juga harus berhari raya. Padahal, konsep ini didasarkan atas pencampuradukkan konsepsi kalender Hijriah dan Masehi sehingga menimbulkan kerancuan.

"Umat Islam Indonesia harus memahami bahwa mereka menggunakan dua sistem kalender. Kalender Masehi untuk keperluan sehari-hari dan kalender Hijriah untuk keperluan ibadah. Setiap kalender memiliki konsep dan konsekuensi masing-masing yang berbeda," ungkapnya.

Meskipun berbeda, baik Moedji maupun Djamaluddin mengajak umat Islam menghormati perbedaan yang ada. Kejadian ini harus kembali memacu umat Islam Indonesia untuk segera membuat kriteria penentuan awal bulan Hijriah secara bersama yang berlaku nasional.

Jika sudah ada, maka konsepsi ini bisa disosialisasikan secara regional dan internasional sehingga diperoleh sistem penanggalan Hijriah yang bisa berlaku secara global.

"Sistem penanggalan Hijriah memang lebih kompleks dibandingkan penanggalan Masehi, tapi itu bukan berarti tidak bisa distandardisasi," ujar Moedji. (Kompas/irib/16/11/2010)

Hormati Idul Adha, Hamas Bebaskan Tahanan

Pemerintah pilihan rakyat Palestina (Hamas) membebaskan 80 tahanan sebagai bentuk penghormatan terhadap hari Idul Adha.

Sebagaimana dilaporkan kantor berita AFP, Juru Bicara Dinas Kepolisian Hamas dari Gaza kemarin (Senin,15/11) mengatakan, pemerintah membebaskan 80 tahanan dengan tingkat kriminal rendah.

Dilaporkan pula, 100 tahanan lainnya diberikan izin keluar penjara, namun mereka diwajibkan kembali setelah selesai izin cutinya.

Pekan lalu, menjelang hari raya Idul Adha, pemerintah Hamas juga membebaskan 284 tahanan.

Hari ini (Selasa,16/11) umat Islam di sejumlah negara termasuk Palestina memperingati hari raya Idul Adha.(IRIB/PH/LV/16/11/2010)

Takbir Bergema di Masjid Istiqlal

Takbir bergema di Masjid Istiqlal Jakarta selepas shalat Isya menyambut datangnya Hari Raya Idul Adha 1431 Hijriyah yang ditetapkan pemerintah jatuh pada hari Rabu (17/11).

"Selepas shalat Isya takbiran sudah mulai berkumandang dan akan selesai sekitar pukul 22.00-23.00," kata salah seorang staf Humas Masjid Istiqlal, Jayadi, Selasa malam (16/11).

Menurut Jayadi, sekalipun gema takbir tidak seramai dan semeriah Idul Fitri 1431 Hijriyah, tapi pihak panitia tetap mengadakan takbiran yang dilakukan oleh sejumlah pengurus masjid.

Mengingat shalat Ied yang akan dilaksanakan pada pukul 07.00 WIB dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono, pelaksanaan takbiran tidak dapat dilakukan hingga subuh. "Karena nanti di dalam dan sekitar masjid akan dilakukan sterilisasi untuk pengamanan yang dilakukan oleh Paspampres," katanya.

Dalam Idul Adha tahun ini, kata Jayadi, panitia Masjid Istiqlal telah menerima 16 sapi dan 318 kambing untuk disembelih, satu sapi masing-masing dari Presiden Yudhoyono dan satu sapi dari Wakil Presiden Boediono.

Sumbangan juga datang dari Komunitas Masyarakat Turki yang juga menyumbang sejumlah kambing untuk dagingnya dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. "Masyarakat Komunitas Turki sudah tiga tahun terakhir selalu menyumbangkan kambing melalui kami," kata Jayadi.

Menurut Jayadi, hewan kurban akan dipotong pada Rabu malam hingga Kamis dini hari dan masyarakat yang tidak mampu bisa mengambil daging ke Masjid Istiqlal pada Kamis pagi. "Pemotongan hewan kurban tidak dilakukan usai shalat Ied tapi pada malam harinya," jelasnya.

Panitia, kata Jayadi, telah menyediakan 5.000 kupon untuk mengambil daging yang masing-masing kantong berisi satu kilogram daging.

Pada pukul 20.30 sejumlah Paspampres telah mempersiapkan perlengkapan pengamanan metal detektor di setiap pintu masuk.

Bertindak sebagai imam pada shalat Ied adalah H Husni Ismail, imam Masjid Istiqlal, dan khatib adalah Prof Dr Halide, guru besar Universitas Hasanuddin Makassar. (IRIB/Republika/RM/17/11/2010)

0 comments to "Memahami Perbedaan Idul Adha"

Leave a comment