Home , � Sekarang kita hidup masih di Zaman Perbudakan???

Sekarang kita hidup masih di Zaman Perbudakan???



example2

Zaman Perbudakan Belum Berlalu

JANGAN pernah percaya bahwa zaman perbudakan itu telah berlalu. Kita hari ini hidup di zaman baru dengan praktik perbudakan modus baru. Modus operandinya semakin lihai, rapi dan sulit terdeteksi secara hukum.

Saban hari kita dihantui sindikat perbudakan modern yang bekerja sangat piawai. Mereka selalu mampu menjerat korban hari demi hari. Itulah perdagangan manusia (human trafficking). Meski kampanye anti-trafficking terus dikumandangkan dengan beragam cara, namun masih saja lolos dari perhatian.

Perdagangan manusia adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia. Secara umum ada tiga aktivitas jenis transaksi meliputi perekrutan, pengiriman, pemindah-tanganan penampungan atau penerimaan orang. Hal itu dilakukan dengan ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk pemaksaan lainnya, seperti penculikan, tipu muslihat.

Praktik eksploitasi meliputi pelacuran (prostitusi), kerja paksa atau praktik serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh.

Pengalaman menunjukkan, kelompok yang paling rentan menjadi korban perdagangan manusia adalah perempuan dan anak-anak. Sudah berulangkali terjadi perempuan muda dari berbagai daerah di Indonesia dipaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK) oleh sindikat human trafficking.

Awalnya mereka dijanjikan pekerjaan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti Singapura dan Malaysia. Janji tersebut merupakan tipu muslihat belaka karena perempuan muda justru dijual ke rumah bordil. Mereka dipaksa menjadi budak seks demi keuntungan orang-orang tertentu!

Korban lainnya adalah anak-anak (kelompok manusia yang berusia di bawah 18 tahun). Mereka dipekerjakan tanpa upah. Cukup sering malah anak-anak dijerumuskan ke lembah prostitusi. Menurut data, sedikitnya 1,5 juta anak telah diperdagangkan di seluruh dunia. Dari jumlah itu 79 persen untuk seks komersial.

Hasil penelitian berbagai lembaga yang peduli dengan human trafficking di Indonesia menunjukkan, korban yang disasar sindikat umumnya keluarga miskin dan kurang berpendidikan. Kelompok masyarakat seperti ini mudah sekali tergiur dengan janji-janji manis. Misalnya, janji untuk menyekolahkan anak atau memberikan pekerjaan dengan gaji besar. Pengetahuan yang minim serta lemahnya akses informasi memperburuk keadaan sehingga sindikat perdagangan manusia bekerja leluasa.

Untuk kondisi Nusa Tenggara Timur (NTT) kelompok masyarakat semacam itu dominan berada di pedesaan. Kita baru saja mendengar berita buruk dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Sebanyak 12 anak di bawah umur asal daerah itu diduga menjadi korban human trafficking. Mereka dibawa oknum tertentu ke Jakarta, 25 November 2010.

Orangtua ke-12 anak itu rela melepas kepergiaan anak mereka karena dijanjikan bahwa anak-anak itu akan disekolahkan oleh pemerintah sampai sarjana dan mendapat pekerjaan. Pertanyaan sederhana, kalau akan disekolahkan pemerintah mengapa dibawa diam-diam? Bupati TTS, Ir Paul Mella berkeyakinan anak-anak itu menjadi korban human trafficking.

Kita tentu berharap nasib ke-12 anak tersebut segera menjadi jelas sedapat mungkin anak-anak itu dipulangkan ke orangtuanya masing-masing dan melanjutkan pendidikan di kampung halaman. Kejadian itu juga menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan segenap elemen masyarakat NTT agar semakin waspada terhadap praktik perdagangan manusia. Dibutuhkan keseriusan kita dalam mencegah praktik perbudakan itu, tidak sekadar omong. Mesti ada aksi konkret! (*)

Sumber: Banjarmasin Post edisi cetak/red: Dheny/Banjarmasinpost.co.id - Selasa, 30 November 2010

0 comments to "Sekarang kita hidup masih di Zaman Perbudakan???"

Leave a comment