Home , , , , � Agama harus dipisahkan dari politik??? Benarkah???>>>Tumbangnya Sekulerisme di Dunia Islam

Agama harus dipisahkan dari politik??? Benarkah???>>>Tumbangnya Sekulerisme di Dunia Islam

Tumbangnya Sekulerisme di Dunia Islam (1)-

Tumbangnya Sekulerisme di Dunia Islam (1)

Sekulerisme merupakan pemikiran yang lahir di era renaisans. Berdasarkan pemikiran ini, ranah agama harus dipisahkan dari politik. Peran agama pun hanya dibatasi pada dimensi personal. Agama tidak diperkenankan lagi mencampuri urusan sosial dan politik. Sekulerisme muncul di Eropa ketika masyarakat merasa terzalimi oleh kediktatoran gereja yang memanfaatkan doktrin kristen sebagai alat politik. Karena itu, masyarakat Eropa lantas bangkit menentang kuasa gereja dan berusaha membatasi ruang gerak agama hanya pada ranah peribadatan yang sifatnya personal. Mereka berpendapat bahwa kekuasaan politik harus diserahkan kepada para politisi, sementara tugas para pemuka agama hanya membimbing umat di lingkungan gereja semata. Tentu saja untuk mewujudkan cita-cita sekulerisme itu memerlukan perjuangan panjang dan melewati perang yang berdarah-darah.

Seiring dengan kian menguatnya pemikiran sekulerisme di Eropa, kekuatan negara-negara Eropa pun mulai bangkit di saat peradaban-peradaban maju di Asia dan Afrika mengalami kemunduran. Karena itu, para penguasa Eropa pun berusaha memanfaatkan peluang tersebut untuk menguasai dan menjajah negara-negara lain dengan melancarkan politik kolonialisme dan imperialisme. Tentu saja, selama berkuasa, kekuatan kolonial Barat tidak hanya menjarah kekayaan negara-negara jajahannya tetapi juga menyebarkan pemikiran Barat termasuk sekulerisme.

Hubungan dekat penjajah dengan para penguasa lokal negara-negara jajahannya dan kian maraknya kalangan terpelajar dan intelektual Timur termasuk dari dunia Islam yang belajar ke Eropa membuka peluang bagi tersebarnya pemikiran sekulerisme di kalangan elit masyarakat negara-negara jajahan. Di sisi lain, kian pesatnya kemajuan yang dicapai bangsa-bangsa Eropa di bidang teknologi dan industri memunculkan kesan bahwa sekulerisme merupakan ideologi yang berperan penting dalam memajukan kehidupan bangsa-bangsa Barat. Karena itu, negara-negara jajahan pun harus mengikuti jejak negara-negara penjajahnya dengan mengadopsi pemikiran sekulerisme.

Lebih dari dua abad, puak-puak Eropa menyebarkan pemikiran sekulerisme di kalangan masyarakat muslim. Sepanjang masa itu, para intelektual yang kebarat-baratan merupakan kelompok masyarakat Timur yang paling terpengaruh oleh pemikiran Barat. Sejumlah penguasa negara-negara muslim pun yang merasa diuntungkan oleh sekulerisme akhirnya menerima dan turut menyebarkan pemikiran tersebut. Kendati demikian, penyebaran sekulerisme di kalangan dunia Islam bukanlah perkara mudah dan mengalami banyak penentangan.

Salah satu hasil dari pengaruh paham sekulerisme di kalangan dunia Islam adalah upaya pemerintah sejumlah negara-negara muslim untuk memarjinalkan agama dari ranah politik. Sistem pemerintahan sekuler Turki merupakan contoh nyata implementasi paham sekulerisme di tengah-tengah masyarakat muslim yang didirikan oleh Kemal Ataturk pada tahun 1932. Iran sebelum kemenangan Revolusi Islam, juga termasuk negara sekuler. Di masa itu, pemerintahan Syah berusaha mendekati negara-negara Barat dengan cara mengucilkan Islam dari ranah politik. Di negara-negara muslim lain, fenomena semacam itu juga berkembang dalam suasana pasang-surut. Menariknya, berbeda dengan klaim puak-puak sekulerisme Barat soal komitmen kuat mereka terhadap prinsip demokrasi dan aspirasi rakyat, sebagian besar pemerintahan sekuler di negara-negara muslim justru diterapkan dalam bentuk diktatorisme dan otoriter.

Tentu saja penyebaran sekularisme di negara-negara non-Barat mendapat banyak penentangan dan tantangan. Pasalnya, pemikiran sekuler berhadapan langsung dengan budaya dan tradisi masyarakat yang telah mengakar dan cendrung diterapkan secara represif.

Tak syak, dunia Islam merupakan tantangan paling berat bagi implementasi cita-cita sekulerisme di dunia. Secara filosofis, sekulerisme merupakan pemikiran materialis yang hanya memenuhi tuntutan duniawi manusia. Sementara masyarakat muslim dikenal sebagai masyarakat yang dikenal telah memiliki tata pemikiran dan nilai-nilai keislaman yang komprehensif dan dinamis serta mengakar kuat dalam kebudayaan dan tradisi. Islam merupakan agama yang sangat komplek dan mengatur seluruh dimensi kehidupan manusia termasuk dalam ranah politik dan sosial. Karena itu, para perancang mazhab sekularisme berusaha mencerabut kekuatan syariat Islam di tengah masyarakat muslim dan mengubah Islam menjadi agama yang hanya berkutat pada urusan personal.

Namun, munculnya kesadaran dan gelombang kebangkitan Islam di kalangan bangsa-bangsa muslim menjadi pukulan besar bagi penyebaran misi sekulerisme di dunia. Kebangkitan Islam yang muncul pada akhir abad ke-20 sejatinya merupakan panggilan untuk kembali pada prinsip-prinsip Islam dan menghidupkan kembali keagungan peradaban Islam sesuai dengan tuntutan zaman. Sebaliknya, sekulerisme justru muncul untuk menghapus agama dari ranah politik. Di tengah pergulatan itu, muncul Revolusi Islam Iran dan tawaran pemikiran Islam Imam Khomeyni as. Berbeda dengan sekulerisme, pemikiran Imam Khomeyni justru menegaskan ketidakterpisahan agama dari politik dan pentingnya peran otoritas agama dalam memimpin masyarakat. Karena itu, negara-negara Barat selaku penyokong sekulerisme dan para pejuang sekulerisme di kalangan masyarakat Barat berusaha keras menentang Revolusi Islam di Iran. Namun penentangan itu justru mendorong penyebaran pemikiran Revolusi Islam di berbagai belahan dunia Islam lainnya dan kian memperkuat gelombang kebangkitan Islam.

Dalam pergulatan antara Islam dan sekulerisme itu, muncul sekelompok pemikir muslim yang pernah mengenyam pendidikan Barat menentang gerakan sekulerisme Barat di kalangan negara-negara muslim. Adanya kontradiksi nyata antara pemikiran dan praktek sekulerisme Barat mendorong para pemikir muslim untuk menelaah kembali ajaran Islam hingga kemudian mereka berkesimpulan bahwa dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam pun, bangsa-bangsa muslim bisa mencapai kemajuan. Jalal Ale-Ahmad, penulis tersohor Islam adalah intelektual muslim Iran yang sejak setengah abad lalu telah melontarkan bahwa pemikiran dan gaya hidup kebarat-baratan merupakan suatu penyakit. Ia menegaskan bahwa bangsa-bangsa muslim tidak boleh tunduk pada kemajuan teknologi Barat tetapi sebaliknya mereka pun harus menguasai teknologi tersebut. Edward Said, seorang pemikir Palestina juga senantiasa mengobarkan perlunya menjaga identitas Palestinanya meski pun ia seorang penganut Kristen dan hidup di Amerika Serikat. Dalam bukunya yang bertajuk Orientalism, Edward membongkar jati diri imperialisme para orientalis Barat. Kini dengan kian berkobarnya gelombang kebangkitan Islam, para intelektual muslim yang tercerahkan pun kian bertambah pesat.

Salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran mazhab sekulerisme di banyak negara adalah penistaan dan pelecehan berulang kali pemerintah dan media-media Barat terhadap bangsa-bangsa Timur terutama masyarakat muslim. Di masa penjajahan, bangsa-bangsa Eropa kerap menyebut bangsa-bangsa non-Eropa sebagai bangsa barbar dan tidak berbudaya. Pasca Perang Dunia II, Barat lantas memunculkan sebutan baru seperti negara-negara "dunia ketiga" dan berkembang di kalangan masyarakat non-Barat. Di mata mereka, negara-negara dunia ketiga adalah masyarakat terbelakang dan tidak akan pernah bisa berperadaban tinggi seperti masyarakat Eropa.

Edward Said dalam buku Orientalism-nya mengungkapkan, "di mata Barat, orang-orang Timur bukanlah seperti masyarakat Barat yang logis, cinta damai, liberal, rasional dan mampu mempertahankan nilai-nilai hakiki. Mereka kerap kali dicurigai dengan pelbagai prasangka buruk. Gambaran dari manusia Timur yang paling kentara adalah kesewenang-sewenangan".

Peter L. Berger, pemikir dan professor Universitas Boston dalam buku The Desecularization of the World menuturkan, "Pandangan yang meyakini bahwa modernisme dalam terminologi sekulerisme akan berujuang pada tumbangnya agama merupakan pandangan yang keliru". Sebaliknya pakar sosiologi itu berkeyakinan bahwa masyarakat dunia kini sangat agamis dan menilai Eropa sebagai suatu pengecualian di kalangan sekuleris. Berger menjelaskan, "Kebangkitan Islam sejatinya merupakan penghidupan ulang secara efektif nilai-nilai Islam".

Dalam beberapa tahun belakangan, seiring dengan meningkatnya kebangkitan Islam di dunia, puak-puak sekuler kini pun mulai menarik kembali ide-ide pentingnya seperti demokrasi dan pemilihan umum. Sebab mereka sadar jika ide-ide demokratis seperti itu tetap mereka promosikan, niscaya sekulerisme tidak akan mendapat tempat lagi di negara-negara muslim seperti Turki, Aljazair, Mesir, dsb. Sebab demokrasi sejatinya hanya akan menguntungkan gerakan kebangkitan Islam yang kini makin marak berkembang di dunia Islam. Tentu saja ini merupakan kontradiksi nyata antara pemikiran dan praktek sekulerisme.

(irib/4/12/2010)

Tumbangnya Sekulerisme di Dunia Islam (2)

Imam Khomeini

Sejatinya apa yang menjadikan sebagian dari para cendikiawan muslim tertarik oleh paham sekulerisme dilatarbelakangi oleh asumsi yang keliru dan minimnya pengetahuan mereka atas ajaran Islam. Sebagian besar asumsi-asumsi batil yang dibangun oleh Barat itu bermula dari kesalahan para penyokong sekulerisme dalam memahami Islam sehingga menghasilkan simpulan yang keliru.

Salah satu penyebab penentangan kalangan sekuler terhadap otoritas keagamaan pada Abad Pertengahan berangkat dari sikap penguasa gereja yang tidak memberikan ruang kebebasan dan demokrasi kepada masyarakat Eropa. Karena itu, mereka akhirnya bangkit menentang dan menghapus kuasa gereja dari ranah politik.

Melihat adanya kemiripan situasi yang dialami masyarakat muslim lantaran sebagian besar kekuasaan di negara-negara muslim dikuasai oleh pemerintahan yang diktator, kalangan muslim sekuler menyimpulkan bahwa Islam menentang kebebasan. Karena itu, agama harus disingkirkan dari ranah politik dan sosial. Padahal bila ditelisik lebih seksama, Islam justru memandang kebebasan sebagai anugrah Ilahi yang tidak bisa dicabut begitu saja.

Sejarah Islam juga membeberkan bagaimana perjuangan umat Islam dalam memerangi dan menentang para penguasa zalim. Karena itu asumsi yang dilontarkan puak-puak muslim sekuler sama sekali tidak memiliki landasan yang benar. Kehadiran Islam sebagai agama terakhir dan penyempurna merupakan sehimpun pedoman hidup yang mengatur seluruh dimensi kehidupan umat manusia, termasuk masalah sosial dan politik. Islam bukan seperti Kristen yang hanya mengatur dimensi personal manusia. Ajaran luhur yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw ini memiliki beragam ajaran bermatra sosial yang konstruktif dan sebagian darinya hanya bisa terealisasikan lewat penguasaan politik. Karena itu, dalam Islam, politik dan kekuasaan tidak bisa dipisahkan dari ranah agama.

Salah satu kesalahan fatal kalangan muslim sekuler yang lahir akibat pengaruh pemikiran Barat adalah asumsi mereka yang meyakini bahwa sekulerisme merupakan satu-satunya cara untuk mencapai kemajuan. Dengan kata lain, jika memang umat Islam akan mencapai kemajuan, maka agama harus dihapus dari ranah politik dan sosial.

Salah satu faktor lain yang membedakan Islam dengan ajaran Kristen Abad Petengahan yang patut dicatat adalah penentangan otoritas gereja terhadap sains dan ilmu pengetahuan. Karenanya, para pengusung sekulerisme kerap melontarkan isu kontradiksi antara agama dan sains sehingga mampu menarik dukungan luas masyarakat Barat. Ironisnya, puak-puak sekulerisme menyalin mentah-mentah asumsi sosiologis masyarakat Barat dan menyebut agama sebagai faktor kemunduran dunia Islam. Padahal Islam bukan seperti Kristen yang menentang sains dan ilmu pengetahuan. Sebaliknya, Islam senantiasa menuntut dan mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Rasulullah saw bersabda: "Menuntut ilmu bagi muslim dan muslimah adalah wajib". Demikian juga dengan Al-Quran yang banyak menyeru umatnya untuk selalu berpikir dan menyanjung-nyanjung orang-orang yang berilmu serta pentingnya ilmu pengetahuan.

Namun kini, di awal abad ke-21 ini, para ilmuwan Barat mulai menyadari bahwa keberagamaan tidak bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap bangsa yang berjuang dan mengupayakan dirinya untuk mencapai kemajuan niscaya bakal meraihnya. Peter L. Berger pakar dari Universitas Boston dalam bukunya bertajuk The Desecularization of the World mencatat, "Perlahan, gerakan keagamaan di dunia membuktikan bahwa modernitas dan sekulerisme bukanlah fenomena yang saling terkait dan bermula dari akar yang sama. Kebangkitan agama di dunia menunjukkan bahwa sekulerisme bukan satu-satunya fenomena yang penting. Sebab, gerakan anti-sekulerisme juga merupakan gejala yang tak kalah pentingnya di dunia modern saat ini".

Di sisi lain, kesejahteraan dan kemajuan semu yang dicapai Barat ternyata justru lahir dari penjajahan dan eksploitasi kekayaan negara-negara lain. Suatu kemajuan palsu yang hanya menimbulkan kemiskinan dan penderitaan bagi bangsa-bangsa lain. Tak heran jika masyarakat Barat kini menghadapi krisis nilai-nilai kemanusiaan dan moral di tengah kemakmuran duniawi yang mereka raih.

Kondisi mengenaskan itu muncul lantaran model kehidupan sekulerisme Barat yang gencar menjauhkan agama dan nilai-nilai moral dari kehidupan. Akibatnya, ambisi pribadi menjadi dominan sementara kemajuan sains dan teknologi hanya dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan ekonomi sebanyak-banyaknya. Sekulerisme pun lantas berkolaborasi dengan liberalisme kapitalis menghisap kekayaan bangsa-bangsa tertindas. Semuanya itu bermula dari akar ideologi sekulerisme yang terlalu mengagung-agungkan materialisme dan mengabaikan spiritualisme.

Pada dasarnya, liberalisme dan sekulerisme hanya mengincar dimensi materi dan menyebarkan kenikmatan duniawi sebagai tujuan hidup. Namun di mata Islam, kebutuhan spiritual dan materi kedua-duanya harus diperhatikan secara seimbang. Karenanya, Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan harus dikembangkan untuk melayani kehidupan umat manusia, baik untuk kemajuan dimensi materinya maupun spiritual. Tentu saja, ketika umat Islam telah memiliki ajaran sempurna dan komprehensif seperti itu, tentu tidak memerlukan lagi ideologi cacat semacam sekulerisme. Apalagi selama beberapa dekade terakhir ini, kegagalan sekulerisme dalam menciptakan kemajuan dan kemakmuran yang manusiawi telah kian terpampang nyata di depan mata.

Sungguh ironis memang, Barat selaku pengusung dan juru dakwah sekulerisme justru terjebak oleh kekeliruan pemikirannya sendiri. Runtuhnya nilai-nilai moral, yang diiringi dengan maraknya kejahatan dan hancurnya tatanan keluarga serta berkembangnya beragam penyakit mental merupakan sebagian dari dampak sekulerisme.

Tak hanya itu saja, kebijakan standar ganda Barat yang masih saja menerapkan cara-cara imperialisme kian membuat mereka kian terjepit dan tak kuasa lagi untuk membela doktrin-doktrin sekulerisme, sebab teori dan praktek yang mereka terapkan jauh panggang dari api. Sebagai misal, slogan pembelaan hak asasi manusia yang selalu digembor-gemborkan oleh Barat kini justru menjadi isu klise. Pasalnya, puak-puak sekulerisme yang selama ini mengklaim dirinya sebagai pejuang hak asasi manusia ternyata justru dikenal sebagai pelanggar terberat prinsip-prinsip hak asasi manusia dan bersikap standar ganda. Mereka hanya sensitif terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan negara-negara penentangnya dan menutup mata terhadap pelanggaran HAM di negara-negara Barat.

Di mata mereka, demokrasi di suatu negara harus diukur dengan sejauhmana kedekatan negara tersebut dengan kepentingan Barat. Selama masih memberikan keuntungan bagi mereka, maka negara-negara yang memiliki standar demokrasi yang paling rendah pun akan tetap mereka dukung, seperti sejumlah negara-negara di Timur Tengah. Sebaliknya, kalaupun terdapat suatu negara yang menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dengan baik, namun tidak menguntungkan Barat, niscaya negara itu pun dicap sebagai negara anti-demokrasi seperti yang dialami Republik Islam Iran saat ini.

Shireen Hunter, peneliti masalah studi internasional asal AS dalam buku "The Future of Islam and the West: Clash of Civilizations or Peaceful Coexistence?" menuturkan, "Negara-negara Barat tidak menghendaki digelarnya pemilu yang bebas dan adil di sebagian besar negara-negara muslim. Pasalnya Barat menyadari bahwa langkah semacam itu bisa melemahkan ataupun bahkan menyingkirkan rezim-rezim pro-Barat".

Melihat kenyataan tersebut, tak heran jika sekulerisme kini semakin tidak mendapat tempat di kalangan dunia Islam. Bahkan sejak awal kemunculannya di dunia Islam, sekulerisme kerap mendapat penentangan sengit dari masyarakat muslim. Kalaupun pada awalnya banyak cendikiawan muslim tergiur oleh isu-isu modern yang dipromosikan kalangan sekuler, sejatinya itu berangkat dari kesalahan pemikiran mereka dalam memahami ajaran Islam dan fenomena sosial di kalangan masyarakat muslim.

Menurut Peter L. Berger, pakar sosiologi keagamaan dari AS, kecendrungan sejumlah cendikiawan muslim terhadap sekulerisme tidak mewakili pendapat seluruh umat Islam. Sebaliknya, gerakan kebangkitan Islam dan anti-sekulerisme yang kian marak di kalangan negara-negara muslim merupakan fenomena umum yang merata.

Berger menjelaskan, "Berbeda dengan pandangan sejumlah intelektual yang meyakini bahwa fenomena revitalisasi Islam hanya terbatas di kalangan masyarakat terbelakang, namun kenyataannya fenomena tersebut justru juga marak di kalangan masyarakat urban seiring dengan meresapnya kehidupan modern. Di sejumlah negara, gerakan kebangkitan Islam bahkan bisa ditemui dalam kelompok masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi ala Barat".

Dalam tulisannya yang lain, Berger bahkan menilai gagal upaya sejumlah cendikiawan muslim ke-Barat-barat-an yang berusaha memadukan ajaran sekulerisme dengan Islam.

Dengan demikian sebagaimana yang diramalkan oleh Imam Khomeini, pendiri Republik Islam Iran, masa depan dunia Islam berada di bawah naungan ajaran suci Islam, sementara ideologi-ideologi tandingan lainnya seperti sekulerisme akan semakin terpinggirkan dan tak lagi mendapat tempat.(irib/5/12/2010)

0 comments to "Agama harus dipisahkan dari politik??? Benarkah???>>>Tumbangnya Sekulerisme di Dunia Islam"

Leave a comment