Home , , , � Benarkah Syi'ah Haus Darah??? Dan Nasib pembunuh Imam Husain as !!!!!

Benarkah Syi'ah Haus Darah??? Dan Nasib pembunuh Imam Husain as !!!!!

Bagaimana Nasib Pembunuh Sayidina Husain?

Peringatan Asyura memang telah berlalu, namun hikmah dari peristiwa tersebut akan selalu kekal sepanjang zaman. Di antara hikmah tersebut dapat kita baca dari sabda Sayidina Husain yang terbukti kebenarannya. Perhatikan baik-baik ucapan Sayidina Husain berikut, “Barang siapa berusaha mencapai suatu urusan dengan kemaksiatan kepada Allah, maka dia akan semakin jauh dari apa yang diharapkannya dan semakin cepat kepada apa yang dikhawatirkannya.”

Kita mulai kisah pembunuh Sayidina Husain dari awal. Sebelum ditugaskan di Karbala, Umar bin Saad [panglima perang pasukan Yazid, putra Saad bin Abi Waqash] sudah mendapat perintah untuk pergi ke sebuah daerah di Persia, dan menjadi gubernur di sana. Namun, Ibnu Ziad memberikan tawaran lain, yakni membunuh Sayidina Husain. Tawar menawar antara Umar dan Ibnu Ziad pun terjadi.

Umar bin Saad bimbang. Anaknya menceritakan bahwa Umar berkata, “Apakah aku akan pergi ke Karbala dan membunuh Husain? Jika aku melakukan itu, maka aku akan mendapatkan kekuasaan dan harta, serta dunia akan bergegas kepadaku. Akan tetapi di akhirat aku akan mendapat neraka Jahannam dan siksa Allah. Adapun jika aku tidak pergi ke Karbala, maka bagiku akhirat, kemuliaan surga, keridhaan Allah, namun aku tidak mendapatkan dunia.”

Hubb ad-dunyâ (kecintaan kepada dunia) seolah merasukinya, dan ia berkata, “Di sana ada akhirat. Jika begitu, sekarang kita pergi ke Karbala dan membunuh Husain, lalu kita kembali ke Ray dan memegang kekuasaan di sana, dan setelah itu baru kita bertaubat.”

Di tengah pertempuran Karbala, Sayidina Husain berulang kali mengingatkan Umar atas apa yang akan dilakukannya. Sayidina Husain berharap agar manusia ini masih dapat memperoleh hidayah dari Allah. Sayidina Husain menawarkan segala yang Umar inginkan. Ketika Umar mengatakan, “Aku ingin memerintah di Ray.” Imam Husain berkata, “Aku harap engkau tidak memakan gandum dari daerah Ray, karena mereka akan memenggal kepalamu di tempat tidurmu.”

Singkatnya, Umar menolak tawaran Imam. Pembantaian di Karbala berakhir. Umar telah membunuh Sayidina Husain, sang cucu Nabi, dan menjalankan perintah Ibnu Ziad dan Yazid. Mari kita mengingat kembali ucapan suci Imam Husain, “Barang siapa berusaha mencapai suatu urusan dengan kemaksiatan kepada Allah, maka dia akan semakin jauh dari apa yang diharapkannya dan semakin cepat kepada apa yang dikhawatirkannya.”

Umar bin Saad melapor dan berkata kepada Ibnu Ziyad, “Aku telah siap untuk berangkat ke Ray.” Ibnu Ziyad berkata, “Aku mendengar bahwa engkau melakukan pertemuan khusus dengan Imam Husain. Apa pentingnya engkau melakukan pertemuan dengan musuh?!” Umar menjawab, “Itu tidak penting. Aku telah menjalankan perintahmu untuk membunuh Husain dan telah aku kirim ke Syam. Sekarang, setelah semua ini, apa yang engkau inginkan?”

Ibnu Ziad berkata, “Seharusnya engkau tidak melakukan pertemuan dengan Husain. Berikan kepadaku surat perjanjian mengenai kekuasaan Ray.” Ibnu Ziyad mengambilnya dan merobek-robek serta membuangnya. Umar berkata, “Wahai Ibnu Ziyad, engkau telah menghancurkanku.” Setelah kejadian ini, Umar selalu membacakan ayat: “Rugilah ia di dunia dan di akhirat, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata” (QS. Al-Hajj : 11).

Umar mulai menjadi gila. Istri dan anak-anaknya jengkel. Mereka berkata, “Engkau menyebabkan kesengsaraan kami. Karena perbuatan kejimu, kami tidak bisa pergi ke luar rumah.” Setiap Umar melewati jalan-jalan kota, anak-anak melemparinya dengan batu dan mendapat hinaan dari orang-orang di sana.

Kemudian datang periode Mukhtar, khalifah Umayyah lainnya. Istri Umar bin Saad adalah saudari Mukhtar. Karena itu, istri Umar mendapat surat jaminan keselamatan bagi suaminya. Mukhtar tahu bahwa Umar telah melakukan kejahatan besar di Karbala. Karenanya surat jaminan itu berbunyi: “Umar ibn Saad fî amân mâ lam yuhdits hadatsan (Umar bin Sa’ad dalam keadaan aman selama tidak menciptakan suatu perkara).”

Mukhtar bangkit dengan dalih menuntut darah Karbala dan demi mengobati hati pengikut Imam Ali. Dalam sebuah majelis, Mukhtar memerintahkan anak buahnya untuk menyembelih dua putera Umar bin Sa’d. Umar berkata, “Sungguh, pemandangan ini sangat menyakitkan aku.” Mukhtar berkata, “Ketika engkau memenggal kepada Ali Akbar di hadapan Imam Husain, apakah tindakan itu tidak menyakitkan?”

Mukhtar balik ke rumah dan memanggil dua pengawalnya. Mukhtar berkata, “Pergi dan bawa Umar ke hadapanku. Kalian harus berhati-hati. Jika Umar berkata akan mengambil baju, sungguh dia akan menipumu karena dia sangat licik. Maka bunuhlah di sana.”

Kedua pengawal Mukhtar mendatangai Umar yang sedang tidur dan berkata, “Mukhtar menginginkan engkau wahai Umar!” Umar berkata, “Mukhtar telah memberikanku surat jaminan keamanan.” Umar menunjukkan surat itu. Pengawal mendapatkan kalimat ’Umar ibn Sa’ad fî amân mâ lam yuhdits hadatsan dan berkata, “Kalimat ini mempunyai dua makna. Makna pertama selama tidak melakukan perkara maka aman. Sedangkan makna kedua selama tidak buang air maka aman.” Kalimat mâ lam yuhdits hadatsan berasal dari kata hadats (buang air).

Umar berkata, “Mukhtar tidak menginginkan makna yang kedua.” Pengawal itu berkata, “Kami memahaminya demikian.” Lalu Umar berkata, “Ambilkan bajuku.” Pada saat Umar berkata seperti itulah kedua pengawal itu memenggal leher Umar bin Saad. Anak Umar yang melihat kejadian itu juga ikut dibunuh.

Imam Husain sudah berusaha menasehati Umar dan ucapan Imam terbukti dengan benar. “Barang siapa berusaha mencapai suatu urusan dengan kemaksiatan kepada Allah, maka dia akan semakin jauh dari apa yang diharapkannya dan semakin cepat kepada apa yang dikhawatirkannya.” Wallahualam.

Sumber: Jihâd A-Nafs

Nasib para pembunuh pembantaian Karbala yang lain

Syimr bin Ziljausyan bernama asli Syurahbil bin Qurath Adz-Dzahabi Al-Kilabi, salah satu pelaku paling keji di Karbala. Suatu ketika setelah salat ia berdoa, “Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku termasuk orang yang mulia, karena itu ampunilah aku.” Seseorang berkata kepadanya, “Bagaimana Allah akan mengampunimu, padahal engkau ikut membunuh cucu tercinta Rasulullah!”

Syimr menjawab, “Apa yang dapat kami lakukan? Ketika para pemimpin memerintahkan kami, tak ada lagi yang dapat kami lakukan selain mematuhinya. Bila kami menentang, nasib kami lebih buruk dari keledai-keledai itu.”

Sama seperti nasib Umar bin Saad, Mukhtar melakukan pembalasan terhadap para pembunuh di Karbala. Syimr pun dikejar sampai ke daerah Kiltaniah, Khuzistan. Di sana ia bertemu dengan pasukan Mukhtar. Syimr yang belum sempat berpakaian, segera menyerang. Abu Amrah berhasil membunuh Syimr; jasadnya dibuang dan menjadi santapan anjing liar.

Harmalah bin Kahil Al-Asadi yang membunuh Ali Akbar bin Husain. Ia juga dibunuh oleh pasukan Mukhtar. Mukhtar mengatakan kepadanya, “Celakalah engkau! Tidak cukupkah apa yang kau lakukan hingga tega membunuh seorang bayi dan menyembelihnya? Tidakkah kau tahu dia adalah cucu Rasulullah?!” Beberapa riwayat menyebutkan ia menjadi sasaran tembak panah pasukan Mukhtar.

Riwayat lain mengatakan bahwa Mukhtar berkata, “Syukur kepada Allah yang memberi aku kesempatan menuntut balas darimu!” Mukhtar memerintahkan untuk memotong kedua tangan dan kakinya, kemudian pedang panas ditempelkan ke leher Harmalah hingga putus.

Sekelumit Tragedy Karbala


Setelah berusaha melakukan perlawanan sekian lama di depan pesta pembantaian itu, Imam Husain as mencoba menjauh dari pasukan lawan untuk mengatur nafas. Namun, tiba-tiba sebuah batu melayang dari arah musuh dan mengena kepala beliau. Darah pun mengucur deras lagi. Belum selesai beliau mengusap darahnya yang suci itu, dada beliau diterjang sebuah anak panah bermata tiga. Tertembus panah beracun itu, beliau berucap: "Bismillahi wa billahi wa ala millati rasulillah".

Beliau menatap langit dan berdesah lagi: "Ilahi, sesungguhnya Engkau mengetahui mereka telah membunuh seseorang di muka bumi yang tak lain adalah putera Nabi".[ 9 ]

Copy from: http://d.scribd.com/docs/aimyhoygctx47ztbvi0.pdf
Di saat beliau semakin kehabisan tenaga itu, beliau mencabut anak panah itu dari dadanya. Darah kembali menggenang. Sebagian beliau hamburkan ke atas dan sebagian yang lain beliau usapkan ke wajahnya sambil berucap: "Beginilah aku jadinya hingga aku bertemu dengan datukku Rasulullah sawaw dalam keadaan berlumuran darah, lalu aku adukan kepada beliau: '
fulan, fulan telah membunuhku'."[ 10 ]

Puas menatap pemandangan seperti ini, bala tentara musuh sejenak menghentikan kebrutalannya. Mereka terkekeh-kekeh menyaksikan Imam Husain as berdoa: "Ya Rabbi, aku bersabar atas ketetapanMu, tiada Tuhan selainMu, wahai Penolong orang-orang yang memohon pertolongan. Tiada Tuhan Pemelihara kami selainMu, tiada Tuhan Yang Patut disembah kecuali Engkau. Aku bersabar atas ketentuan (hukum)Mu, wahai Pelindung orang-orang yang tak memiliki perlindungan, wahai Zat Yang Maha Kekal dan Tak Berpenghabisan, wahai Yang Menghidupkan orang yang sudah mati, wahai Zat Yang Menghakimi setiap jiwa sesuai perbuatannya, hakimilah antara aku dan mereka, sesungguhnya Engkau adalah yang terbaik diantara para hakim".[ 11 ]


Setelah itu sempat terjadi keheningan beberapa saat. Untuk sementara waktu masih belum ada seorang pun yang berani tampil sebagai pembunuh utama cucu Rasulullah sawaw itu di depan Allah SWT kelak.

Diriwayatkan bahawa saat itu pula tiba-tiba Imam Husain as didatangi bayangan wajah datuk dan ayahnya. Wajah-wajah suci itu bertutur kepada beliau: "Cepatlah kemari, sesungguhnya kami sangat merindukanmu di surga".[ 12 ]

Keheningan itu ternyata tak berlangsung lama. Umar bin Saad kembali buas dan memerintahkan anak buahnya untuk segera menghabisi riwayat Imam Husain as. Maka tampillah Shabats sebagai orang pertama yang berani mendaratkan mata pedangnya ke kepala Imam Husain as. Namun, saat mata Imam as menatap tajam wajah Shabats, tubuh pria kurang ajar ini tiba-tiba bergemetaran lalu menggigil keras sehingga pedang yang di tangannya terhempas ke tanah.

Dengan wajah pucat pria itu berkata kepada Umar bin Sa'ad: "Hai Putera Saad, kamu tidak mau membunuh sendiri Husain agar nanti akulah yang akan dibalas. Tidak. Aku tidak mau bertanggungjawab atas darah Husain".

Syabats segera ditegur oleh seseorang bernama Sannan bin Anas. "Kenapa kamu tidak jadi membunuhnya?!" Tanya Samnan ketus.

Syabats menjawab: "Dia menatap wajahku, Sannan! Kedua matanya menyerupai mata Rasulullah sawaw. Sungguh, aku segan membunuh seseorang yang mirip dengan Rasulullah sawaw".

Sannan dengan bongkaknya berkata: "Berikan kepadaku pedangmu itu, karena akulah yang lebih patut untuk membunuhnya". Begitu pedang itu pindah ke tangannya, Sannan segera menenggerkannya di atas kepala beliau.

Imam yang sudah tak berdaya itu kembali menatap wajah orang yang berniat menghabisinya itu. Seperti yang dialami, Syabats, tubuh Sannan yang kotor itu tiba-tiba juga menggigil ketakutan setelah ditatap Imam dengan tajam.

Sannan mengambil langkah mundur sambil berucap: "Aku berlindung kepada Tuhannya Husain dari pertemuan denganNya dalam keadaan berlumuran darah Husain".

Kini tibalah giliran Syimir bin Dziljausan. Pria yang menutupi wajah dan hanya menyisakan celah untuk matanya ini menghampiri Sannan sambil mengumpat. "Semoga ibumu meratapi kematianmu, kenapa urung membunuhnya!?" Maki Syimir.

Sannan menjawab: "Tatapan matanya mengingatkanku pada keberanian ayahnya. Aku takut. Aku tak berani membunuhnya".

Sambil menyeringai Syimir berseru: "Berikan pedang itu kepadaku. Demi Allah, tak ada seorangpun yang lebih layak dariku untuk membunuh Husain. Akulah yang akan menghabisinya, walaupun dia mirip AlMustafa
ataupun AlMurtadha".

Syimir berpaling ke arah pasukannya lalu membentak: "Hai, tunggu apa lagi?! Cepat bunuh dia!!"

Tanpa basa-basi lagi, satu anak panah melesat ke arah Imam Husain as dari Hissin bin Numair. Sejurus kemudian yang lain ikut ramai-ramai menghajar Imam Husain as sehingga tak ada anggota tubuh suci cucu Rasulullah sawaw itu yang luput dari hantaman benda tajam, dan benda tumpul. Batu-batu pun bahkan ikut meremukkan tubuh beliau.

Syimir bersumbar lagi: "Ha, ha, ha, tak ada orang yang lebih patut dariku untuk membunuh Husain".

Dia bergerak mendekati Imam Husain as yang terbaring di tanah lalu menduduki dada Imam Husain as yang masih bergerak turun turun naik. Imam as mencoba membuka kedua kelopak matanya dan menatap wajah Syimir yang menyeringai di depan wajah beliau, namun tatapan beliau kali ini tak meluluhkan hati Syimir yang sudah sangat membatu.

Bukannya ketakutan, dari mulut Syimir yang tertutup kain itu malah keluar kata-kata: "Aku bukanlah seperti mereka yang mengurungkan niat untuk membunuhmu itu. Demi Allah, akulah yang akan menceraikan kepalamu dari jasadmu, walaupun aku tahu kamu adalah orang yang paling mulia karena datuk, ayah, dan ibumu itu."

"Hai siapa kamu sehingga berani menduduki tubuh yang sering diciumi oleh Rasulullah sawaw ini?"

"Aku Syimir bin Dzil Jausyan!"

"Apakah kamu tahu siapa aku?"

"Aku tahu persis, Ayahmu adalah Ali AlMurtadha, ibumu Fatimah Azzahra, datukmu Muhammad alMustafa,
dan nenekmu Khadijah AlKubra."

"Alangkah celakanya kamu. Kamu tahu siapa aku, tetapi mengapa akan membunuhku dengan cara seperti ini?"

"Supaya aku bisa mendapat imbalan besar dari Yazid bin Muawiyah".

"Kamu lebih menyukai imbalan dari Yazid daripada syafaat datukku?"

"Yah, aku lebih menyukai imbalan dari Yazid."

"Karena tidak ada pilihan lain bagimu kecuali membunuhku, maka berilah aku seteguk air."

"Oh tidak! Itu tidak mungkin, kamu tidak mungkin bisa meneguknya sebelum kamu meneguk kematian."

Syimir kemudian menyingkap dan melepas kain penutup muka yang hanya menyisakan celah untuk kedua matanya yang juling itu. Maka, nampaklah seluruh wajah Syimir yang buruk, kasar, belang, dan ditumbuhi bulu-bulu keras itu. Mulutnya ditutup oleh penutup seperti penutup mulut anjing supaya tak menggigit.

Melihat wajah Syimir, Imam Husain as segera berucap: "Benar apa yang dikatakan oleh Rasulullah."

"Apa yang dikatakan datukmu itu?!" Tanya Syimir angkuh.

"Datukku pernah berkata kepada ayahku, 'Ali: Sesungguhnya puteramu ini akan dibunuh oleh
seseorang yang berkulit belang, bermata juling, bertutup mulut seperti anjing, dan berambut
keras seperti bulu babi.'"

"Datukmu telah menyamakanku dengan anjing?! Demi Allah, aku akan memisahkan kepalamu dari lehermu".

Syimir mencabut pedang dari sarungnya dan tanpa membuang waktu lagi, lelaki bengis itu mengayunkan pedangnya sekuat-kuat hatinya ke leher cucu Rasulullah sawaw dan putera Fatimah Azzahra itu. Sekali tebas, kepala manusia mulia itu terlepas dari badannya. Terpisahnya kepala manusia suci itu disusul dengan suara takbir tiga kali dari liang mulut bala tentara Umar bin Saad yang busuk itu.

Kepala yang dulu sering diciumi oleh Rasulullah SAWAW itu ditancapkan ke hujung tombak.

Di antara mereka terdengar teriakan keras: "Bergembiralah hai Amir! Inilah Syimir yang
telah membunuh Husain!"

Langitpun kelabu. Bumi meratap pilu.


http://abatasya.net/content/category/8/47/86/ 15/

, , ,

Melukai Diri di Hari Asyura?

Keinginan memberi pendapat tentang hal ini sebenarnya sudah lama, namun sempat terhenti ketika tahu sudah banyak ikhwan yang menjelaskan perihal melukai diri sampai berdarah-darah di hari Asyura. Tapi kembali tergerak untuk “ikut campur” ketika seorang teman karib bertanya:

Sebenarnya saya cukup heran, karena yang saya tahu peristiwa Asyura di Iran pada tahun ini malah diwarnai demonstrasi politik. Karena sekarang masih bulan Muharam dan merasa wajib untuk menjawab kalau ditanya, sekaligus memberi informasi tambahan bagi yang selama ini salah paham.

Gambar seperti di samping ini dan semacamnya menjadi alat ampuh untuk menyerang mazhab Syiah ahlulbait. Di beberapa situs shiaphobia yang menyediakan galeri foto, bisa dipastikan gambar seperti ini ada dan diberi judul “Bukti Kesesatan Syiah”. Orang awam atau yang sekedar melihat langsung heran, jijik dan ikut mencapnya sebagai kelompok sesat.

Begitulah kelakuan media Barat dan sayangnya media di Jazirah Arab (atau yang mengaku media Islam) pun ikut mengeksposnya. Mereka menyiarkan Syiah, seolah-olah sebagai kelompok sesat yang haus darah, cinta kekerasan, dan ekstrimis. Tapi tidak meliput pelaksanaan salat Jumat yang dihadiri jutaan orang atau khusyuknya pembacaan doa setiap malam Jumat yang penuh ketundukan dan harap akan ampunan Allah.

Ini sebabnya Ayatullah Khamenei mengatakan, “Ketika Komunis menguasai Azerbaijan di masa Uni Soviet, mereka berusaha memusnahkan segala warisan Islam. Mereka menjadikan masjid sebagai gudang, sehingga tidak ada bekas mengenai Islam dan Syiah. Hanya satu hal yang mereka perbolehkan dan itu adalah qameh zani [perbuatan melukai diri saat Asyura]. Para petinggi Komunis memerintahkan anak buahnya agar melarang orang-orang muslim melakukan salat berjemaah atau membaca Alquran, tapi diperbolehkan melakukan qameh zani. Karena qameh zani bagi mereka adalah alat propaganda anti-agama dan anti-Syiah.”

Sebenarnya, apa yang dilakukan sebagian kecil pengikut Syiah (biasanya di Irak atau Pakistan) dengan melukai tubuh sama sekali bukan bagian dari agama. Perbuatan semacam itu bisa terjadi karena beberapa hal.

Pertama, luapan emosi yang berlebihan. Saya pikir bagi Anda yang pernah membaca kisah sejarah pembantaian Karbala bisa “memaklumi”. Ketika mereka berada dalam acara peringatan atas pembunuhan keluarga Nabi, ketika mereka ingat dengan kepala cucu Nabi yang dipenggal—innalillah, maka perasaan mereka jadi panas dan mendidih.

Sebagai contoh, ketika kabar meninggalnya Gamal Abdul Nasir, mantan presiden Mesir, sampai ke para pengagumnya terjadi lebih dari delapan kasus bunuh diri serta banyak yang luka. Itu semua lantaran perasaan sedih yang menguasai diri. Atau kita juga pernah melihat di televisi ketika seorang fans menyaksikan artis kesayangannya berada di panggung, ia bisa saja sampai pingsan.

Kedua, lantara pengaruh budaya. Konon tradisi melukai diri ini berasal dari Kufah, sebuah kota yang beberapa penduduknya melakukan pengkhianatan atas Sayidina Husain. Kemudian sampai setelah peristiwa Karbala, penduduknya merasa menyesal atas apa yang dilakukan oleh nenek moyang mereka dan menyesal karena tidak bisa membantu Sayidina Husain.

Itu sebabnya ulama seperti Ayatullah Baqir Ash-Shadr mengatakan, “Sesungguhnya pemandangan yang Anda lihat seperti memukul tubuh dan mengeluarkan darah adalah perbuatan orang-orang awam karena ketidaktahuan mereka. Tidak seorang pun dari ulama yang melakukan hal itu, bahkan mereka sudah sering menasehati dan melarangnya.” Pendapat serupa juga diyakini oleh ulama besar Syiah seperti Ayatullah Khamenei dan Ayatullah Hussein Fadhlullah.

Kita pun tahu bahwa Rasulullah saw. adalah orang pertama yang diberi kabar oleh Jibril as. tentang terbunuhnya cucu beliau di Karbala. Beliau adalah orang yang paling cinta kepada Sayidina Husain, tapi kita tidak menemukan riwayat mengenai melukai diri. Begitu juga Rasulullah telah kehilangan putranya, Ibrahim, istrinya tercinta, Khadijah, dan pamannya terhormat, Abu Thalib.

Begitu juga ketika wafatnya Rasulullah saw., kita tidak menemui riwayat Sayidina Ali, Sayidina Hasan, atau Sayidina Husain yang melakukan perbuatan berlebihan bahkan melukai diri. Kita juga tidak menemukan riwayat melukai diri hingga berdarah dari Maulana Ali Zainal Abidin padahal beliau menyaksikan sendiri ayahnya dibunuh di gurun Karbala.

Justru kita mengingat pesan Sayidina Husain kepada keluarganya sebelum maju ke medan perang, “Wahai adik-adikku, engkau Ummu Kultsum, Zainab, Ruqayah, Fatimah, dan engkau Rubab, ingatlah kata-kataku. Jika aku terbunuh nanti, jangan sekali-kali kalian robek pakaian kalian sendiri. Jangan pula memukuli wajah atau berkata yang tidak semestinya…”

Untuk itulah, kami tidak mengikuti apa yang dilakukan orang-orang awam dengan melukai diri. Tapi kami menghidupkan peringatan Asyura dengan pembacaan kisah duka ahlulbait, dengan penuh kesedihan dan tangisan, agar hati “meneteskan” air mata, tunduk dan khusyuk berzikir kepada Allah, demi kebenaran, dan berjanji kepada Allah untuk meneruskan jalan Al-Husain, yang merupakan jalan Rasulullah dan ahlulbaitnya as.

Tapi apa boleh buat. Orang-orang yang kehabisan kata dan hujah akan menggunakan fitnah sebagai alatnya, khususnya fitnah gambar. Wallahualam.

Sumber:

  • Kullul Hulul ‘inda Âli Ar-Rasûl karya Syekh At-Tijani
  • Ayami Danîd karya Ridha Jahid
  • Beberapa tulisan terkait oleh Saleh Lapadi.
  • http://ejajufri.wordpress.com/2010/01/03/melukai-diri-di-hari-asyura/#more-1984

Artikel Terkait:

0 comments to "Benarkah Syi'ah Haus Darah??? Dan Nasib pembunuh Imam Husain as !!!!!"

Leave a comment