Home , , , � "Ramah dalam memerintah dan ramah pula dalam melarang."

"Ramah dalam memerintah dan ramah pula dalam melarang."

Universalitas Misi Revolusi Al-Husain

Dalam konteks dakwah dan realitas, gerakan Imam Husain as adalah dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan. Beliau berkata;

اِنَّمَا خَرَجْتُ لِطَلَبِ‏الْاِصْلاَحِ فِى اُمَّةِ جَدِّى اُرِيْدُ اَنْ آمُرَ بِالْمَعْرُوْفِ وَاَنْهَى عَنِ‏الْمُنْكَرِ

"Sesungguhnya aku keluar hanyalah untuk menuntut perbaikan bagi umat kakekku, aku hendak melakukan amar makruf nahi munkar.."

Dalam Ziarah Arba'in yang notabene salah satu ziarah terbaik, kita membaca;

وَ مَنَحَ‏النُّصْحَ وَ بَذَلَ مَهْجَتَهُ فِيْكَ لِيَسْتَنْقِذَ عِبَادَكَ مِنَ‏الْجَهَالَةِ وَ حِيْرَةِالضَّلَالَةِ

"Dan dia (Imam Husain as) telah menginginkan kebaikan dan mempersembahkan jiwanya di jalan-Mu agar hamba-hamba-Mu terbebas dari kebodohan dan pesona kesesatan."

Di tengah perjalanan menuju Karbala, beliau mengutip hadits terkenal Rasulullah SAW;

مَنْ رَأَى سُلْطَاناً جَائِرًا مُسْتَحِلًّا لِحَرَمِ‏اللَّهِ نَاكِثًا لِعَهْدِاللَّهِ مُخَالِفًا لِسُنَّةِ رَسُوْلِ‏اللَّهِ صَلَّى‏اللَّهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ فِى عِبَادِاللَّهِ بِالْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ فَلَمْ يُغَيِّرْ عَلَيْهِ بِفِعْلٍ وَ لَاقَوْلٍ كَانَ حَقٍّا عَلَى‏اللَّهِ اَنْ يُدْخِلَهُ مُدْخَلَهُ.

"Barangsiapa menyaksikan dan tidak berusaha dengan tindakan maupun kata-kata untuk mengubah penguasa zalim yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah, melanggar janji Allah, menentang sunnah Rasulullah SAW, memperlakukan hamba-hamba Allah dengan dosa dan aniaya, maka Allah berhak memaksukkannya ke dalam tempat yang layak (neraka) untuk penguasa zalim itu."

Banyak sekali riwayat dan pernyataan beliau maupun pernyataan para imam maksum lainnya tentang beliau yang menjelaskan bahwa tujuan beliau tak lain adalah menegakkan kebenaran, keadilan, dan agama Allah, mendirikan kedaulatan syari'at, dan merobohkan konstruksi kezaliman dan kedurjanaan. Misi beliau adalah melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW dan para nabi lainnya sebagaimana yang tertera dalam doa ziarah;

ياَ وَارِثَ آدَمَ صَفْوَةِ اللَّهِ يَا وَارِثَ نُوْحٍ نَبِىِّ‏اللَّهِ ...

"Wahai pewaris Adam, sang pilihan Allah. Wahai pewaris Nuh, nabi Allah...."

Dan kita tahu bahwa para nabi as diutus adalah supaya manusia menegakkan keadilan sebagaimana firman Allah SWT;

لِيَقُوْمَ‏ النَّاسُ بِالقِسْطِ

"Supaya manusia menegakkan keadilan." (QS.57.25)

Apa yang telah dan akan terus mengarahkan kebangkitan kita tak lain adalah misi yang diperjuangkan Imam Husain dalam gerakan kebangkitannya. Dengan makrifat kita berduka atas para syuhada kita yang gugur di medan laga demi menegakkan dan mengawal pemerintahan Islam. Masyarakat kita tidak meragukan realitas bahwa para syuhada kita yang gugur dalam perang yang dipaksakan Irak terhadap kita atau dalam melawan konspirasi musuh, kaum munafik, dan kaum kafir tak lain adalah demi melindungi dan memperkokoh tonggak-tonggak pemerintahan dan revolusi Islam. Padahal, kondisi syuhada kita sekarang berbeda dengan para syuhada Karbala yang terasing total. Para syuhada Karbala bukannya diberi dukungan moril tetapi malah dicegah oleh masyarakat dan pemuka masyarakat Islam saat itu. Tetapi dengan keimanan dan semangat yang luar biasa mereka tetap pergi berjuang dan gugur dalam keadaan terasing dan teraniaya. Kondisi mereka berbeda dengan syuhada kita yang didukung penuh dan diberi semangat oleh seluruh media penerangan masyarakat kita. Tapi tentu, pada tempat dan posisinya sendiri, syahid kita tetap merupakan syahid terkemuka dan agung.

Saya berterima kasih dan mengucapkan selamat datang kepada saudara dan saudari sekalian, terutama keluarga syuhada yang mulia serta para pemuda dan remaja yang telah ditinggalkan oleh para pahlawan dan putera-putera terbaik bangsa dan negara ini. Begitu pula kepada para veteran, cacat perang, keluarga mereka, serta segenap anggota masyarakat yang memberikan rasa kepedulian yang begitu besar kepada persoalan negara dan revolusi Islam.

Di majelis ini, semua atau sebagian besar dari Anda adalah para pemuda yang bersemangat dan menjadi tumpuan harapan masa kini dan masa depan negara dan revolusi. Anda memiliki sensibilitas, kiprah, dan kontribusi bagi masa depan dan masa kini negara. Di tengah Anda terdapat figur-figur yang dapat mempersembahkan keagungan citra negara dan bangsa.

Dalam pertemuan ini, ada baiknya kita membicarakan risalah kebangkitan dan pengorbanan Imam Abu Abdillah al-Husian as, terutama karena sekarang adalah hari-hari terakhir bulan Safar dan menjelang penghabisan dua bulan dimana tragedi Asyura diingat kembali.

Dalam doa ziarah Imam Husian as pada hari arba'in terdapat ungkapan yang sangat bermakna sebagai berikut;

بَذَلَ مُهْجَتَهُ فِيْكَ لِيَسْتَنْقِذَ عِبَادَكَ مِنَ‏الْجَهَالَةِ وَ حِيْرَةِ الضَّلاَلَةِ

"Dan dia telah mempersembahkan jiwanya di jalan-Mu agar hamba-hamba-Mu terbebas dari kebodohan dan pesona kesesatan."

Dalam kalimat ini terungkap falsafah pengorbanan Imam Husain bin Ali as, sebab terdapat ungkapan kepada Allah bahwa hamba-Mu ini, Husain-Mu ini, telah mempersembahkan darahnya agar umat terbebas dari kebodohan dan pesona kesesatan. Camkan baik-baik betapa kalimat ini mengandung makna yang sangat mendalam, agung, dan progresif.

(Petikan pidato Rahbar dalam pertemuan dengan sekelompok masyarakat altruis, budayawan, dan atlit Iran pada tanggal 12 September 1990)

________________________________________

Diantara sekian pernyataan Imam Husain as -yang masing-masing tentu mengandung suatu materi penting, dan saya menyarankan kepada Anda sekalian untuk mempelajari kalimat-kalimat beliau secara maksimal agar bisa lebih menerangi masyarakat- ada satu kalimat yang saya pilih untuk kita bicarakan di sini, yaitu kata-kata beliau;

اَللَّهُمَّ اِنَّكَ تَعْلَمُ اَنَّ الََّذِى كَانَ مِنّاَ لَمْ يَكُنْ مُنَافَسَةً فىِ سُلْطَانٍ وَلا َالْتِمَاسَ شَىْ‏ءٍ مِنْ فُضُوْلِ الْحُطَامِ

"Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa apa yang ada dalam diri kami bukanlah ambisi untuk berkuasa, dan bukan pula keinginan untuk memungut sesuatu dari puing-puing kehancuran (dunia)."

Beliau bangkit bukan demi ambisi, karena kekuasaan sama sekali bukan tujuan untuk manusia. Beliau bergerak bukan untuk meraih keuntungan duniawi, sebab pahit dan manisnya kehidupanlah yang dapat menyukseskan manusia, dan dari dukacitalah keuntungan dapat diraih. Lantas untuk apa? Dalam beberapa kalimatnya, beliau telah mengungkapkan garis dan rambu-rambu yang jelas untuk kita, yaitu menyebarkan ajaran Islam. Beliau melanjutkan kata-katanya;

وَلَكِنْ لِنُرَِىَ الْمَعَالِمَ مِنْ دِيْنِكَ

"Melainkan agar kami dapat memperlihatkan ajaran-ajaran agama-Mu."

Beliau bangkit adalah untuk mengibarkan bendera Islam dan menyalakan pelita agama ini bagi umat. Iblis selalu berusaha menyelewengkan ajaran agama di depan umat. Jika mampu, iblis akan menyingkirkan agama dari umat dengan cara menipu mereka melalui hawa nafsu dan bisikan-bisikan yang berbahaya. Tetapi jika tidak mampu, maka iblis berusaha mengubah rambu-rambu agama. Ini ibarat rambu penunjuk arah yang Anda saksikan di jalan. Anda bisa jadi mengikuti rambu itu walaupun sudah diubah oleh tangan-tangan jahil.

Jadi, tujuan utama Imam Husain as ialah;

لِنُرِىَ الْمَعَالِمَ مِنْ دِيْنِكَ وَ نُظْهِرَ الْاِصْلاَحَ فِى بِلاَدِكَ

"Agar kami dapat memperlihatkan ajaran-ajaran agama-Mu dan menampakkan perbaikan di negeri-Mu."

Misi beliau adalah mencerabut kebobrokan yang sudah mengakar di persada Islam. Tujuan beliau adalah melakukan perbaikan. Perbaikan ialah mereformasi segala yang korup. Apa itu korup? Ada banyak jenis korup, diantaranya ialah pencurian, pengkhinatan, kebergantungan kepada asing, penindasan, dekadensi moral, penyelewengan dana, permusuhan antar sesama, keterpikatan kepada musuh agama, dan segala sikap yang menunjukkan ketertarikan kepada sesuatu yang kontra agama. Pada kalimat berikutnya beliau berkata;

وَ يَأْمَنَ الْمَظْلُوْمُوْنَ مِنْ عِبَادِكَ

"Dan supaya hamba-hamba-Mu yang teraniaya merasa aman."

Beliau ingin melindungi orang-orang yang teraniaya (madhlum) di tengah masyarakat, bukan para penindas, pemuja kezaliman, budak tirani. Masyarakat yang teraniaya. Para madhlum adalah orang-orang yang tak berdaya, tak punya tempat berlindung. Tujuan beliau adalah memberikan rasa aman dan tentram kepada kaum mustadh'afin di segala lapisan dan di mana saja; keamanan martabat, keamanan harta benda, keamanan hukum. Yaitu keamanan yang kini sudah lenyap di dunia ini. Imam Husain as benar-benar berada dalam posisi frontal di depan kehendak para thaghut yang berkuasa saat itu. Keadaan yang sama sekarang juga terjadi di tingkat dunia; rambu-rambu agama dijungkirbalikkan, hamba-hamba Allah yang teraniaya semakin dianiaya, dan cakar-cakar kaum tiran semakin mencengkram kaum yang tak berdaya.

Perhatikan apa yang sekarang terjadi di dunia. Bagaimana para tiran memperlakukan umat Islam di Kosovo. Sedikitnya setengah juta manusia termasuk anak-anak kecil, orang dewasa, perempuan, orang-orang tua, dan penderita sakit, terlunta-lunta di tanah-tanah terbuka, di perbatasan. Itupun bukan tanah-tanah yang ramah. Dalam keadaan dikejar-kejar musuh dari belakang, mereka di depan dihadang oleh ladang-ladang ranjau. Kaum tiran berniat menebar huru hara.

Saya hanya ingin menyinggung isu ini tanpa berniat mengupasnya panjang lebar. Yaitu bahwa sekarang ini terjadi obsesi massal untuk memporak-porandakan umat Islam di kawasan Balkan. Kaum tiran berniat mencegah adanya sebuah negara dan komunitas Muslim di sana. Betapapun pengetahuan tentang Islam di tengah komunitas ini masih minim karena ajaran Islam memang tak tertransformasikan dengan baik pada mereka selama 100 tahun, kaum tiran tetap memandang keberadaan mereka sebagai ancaman. Hidupnya identitas Islam di tengah mereka adalah bahaya bagi para tiran, dan ini terungkap dari statemen sebagian dari kaum tiran sendiri. Di sana memang terjadi perang antar penguasa, tetapi di tengah konfrontasi ini kondisi warga Muslim yang teraniaya tidak pernah mendapat kepedulian yang semestinya, meski dalam retorika mereka berbicara tentang banyak hal.

Di sinilah letak pentingnya kata-kata Imam Husain as; "Agar hamba-hamba-Mu yang teraniaya merasa aman." Apapun bentuk revolusi dan pemerintah Islam serta kedaulatan agama Allah, misinya tak lain adalah kepedulian kepada nasib kaum teraniaya serta implementasi kewajiban, hukum, dan ketetapan Ilahi.

Di bagian akhir Imam Husain as berkata;

وَ يُعْمَلُ بِفَرَائِضِكَ وَ اَحْكَامِكَ وَ سُنَنِكَ

"Dan supaya (umat) menunaikan kewajiban, hukum, dan sunnah-Mu."

Inilah tujuan beliau. Ini tidak seperti yang digambarkan oleh orang tertentu yang tiba-tiba menulis tentang tujuan kebangkitan Imam Husain as tanpa mengenal sedikitpun ajaran Islam dan kalimat-kalimat beliau, atau bahkan sama sekali tak mengerti bahasa Arab. Imam Husain as sudah jelas-jelas mengatakan, "Dan supaya (umat) menunaikan kewajiban, hukum, dan sunnah-Mu." Imam Husain as telah mengorbankan nyawanya serta nyawa orang-orang tersuci di zamannya supaya umat mengamalkan hukum-hukum Islam. Mengapa demikian? Sebab keberuntungan, keadilan, kebebasan, dan kemerdekaan terletak pada pengamalan hukum-hukum agama. Di manakah kebebasan akan dicari? Jawabannya adalah di bawah naungan hukum-hukum agama yang merespon semua kehendak umat manusia.

Dari segi kebutuhan prinsipal, manusia zaman sekarang tidak berbeda dengan manusia pada seribu tahun lampau, atau bahkan dengan manusia pada sepuluh milenium silam. Kebutuhan prinsipal itu antara lain ialah keamanan, kebebasan, pengetahuan, kesejahteraan hidup, menolak diskriminasi, dan tak mau dizalimi. Semua kebutuhan kontemporer manusia tak lepas dari bingkai-bingkai ini. Kebutuhan pokok manusia ini tak lain hanya bisa dipenuhi dengan berkah agama. Dengan segala kilau dan pesonanya, tak ada satupun ideologi manusia dan ‘isme' yang berkembang di dunia ini dapat menyelamatkan umat manusia. Kalaupun isme-isme tersebut dapat menghasilkan materi keuangan, maka ini hanya dinikmati oleh sekelompok orang saja. Apa ini kebutuhan manusia?! Apakah kebutuhan manusia adalah bahwa produksi kotor nasional (GDP) suatu negara mencapai sekian milyar, sementara GDP ini tidak merespon kebutuhan mayoritas penduduk di negara tersebut?! Apakah ini sudah cukup?! Apakah ini yang kita cari?!

Apa artinya suatu negara dikatakan kaya jika di dalamnya masih banyak orang kelaparan?! GDP tinggi, tetapi diskriminasi dan kesenjangan merajalela. Celakanya lagi, sebagian orang malah menyalahgunakan kekayaan negara itu untuk menzalimi, menindas, dan mengeksploitasi orang lain. Apakah untuk ini manusia bekerja?! Apakah demi ini manusia berkorban?! Pengorbanan adalah demi keadilan, kebahagiaan, dan ketentraman jiwa manusia, dan ini hanya bisa dipenuhi oleh agama. Pengorbanan adalah supaya manusia dapat menemukan akhlak yang mulia, menemukan surga di tengah kehidupan manusia sendiri. Untuk inilah manusia harus berjuang dan berdakwah.

Mengenai amar makruf nahi munkar, terdapat hadits yang menyebutkan bahwa salah satu perangai yang harus dimiliki pelaku amar makruf nahi munkar adalah;

رَفِيْقٌ فِيْمَا يَأْمُرُ وَ رَفِيْقٌ فِيْمَا يَنْهَى

"Ramah dalam memerintah dan ramah pula dalam melarang."

Pada hal-hal yang menuntut keramahan -sebagaimana kondisi pada umumnya- manusia harus bertindak ramah agar kecintaan kepada hakikat bisa bersemayam dan tumbuh di hati setiap orang. Inilah tujuan tabligh; untuk menghidupkan hukum-hukum Ilahi yang ada dalam Islam.

Alhamdulillah, sekarang kesempatan untuk ini tersedia di negara kita, dan pemerintah kita memiliki kepedulian kepada agama. Memang, propaganda asing berusaha menebar persepsi bahwa para pejabat dan tokoh di negara kita tidak memikirkan masalah agama. Ini jelas tidak faktual. Para propagandisnya ada yang memang tidak mengerti, tetapi sebagian lainnya sengaja menebar propaganda demikian. Mereka ingin merusak opini umum. Para pejabat tinggi negara kita memiliki kepedulian yang besar kepada agama. Mereka berusaha menerapkan apa yang mereka pahami dari agama. Kesempatan juga terbuka lebar, walaupun harus kita akui bahwa mereka minim dari segi media propaganda. Mereka memanfaatkan media propaganda seadanya yang mereka miliki. Tentu, mereka juga berkewajiban mereformasi diri mereka sendiri, tetapi Anda harus benar-benar menyadari pentingnya mimbar tabligh dan basis-basis tabligh berupa masjid, husainiyah, dan tenda-tenda peringatan syahadah Imam Husain as. Semua ini sangatlah efektif dan penuh berkah.

Bimbinglah masyarakat, beri mereka pencerahan dan semangat untuk mengamalkan agama, ajarkan kepada mereka agama yang benar, kenalkan kepada mereka keutamaan akhlak Islam, wujudkan keutamaan akhlak pada mereka dengan tindakan dan kata, sirami mereka dengan nasihat, tanamkan dalam diri mereka rasa takut kepada azab, kemurkaan, dan neraka Allah. Tapi jangan lupa pula untuk membahagiakan mereka dengan rahmat Ilahi, berikan berita gembira kepada hamba-hamba yang beriman, salih, tulus, dan taat kepada agama. Beri mereka wawasan tentang persoalan-persoalan mendasar Dunia Islam dan negara mereka sendiri.

Semua ini adalah pelita-pelita yang jika Anda nyalakan, maka semua kalbu akan terang, kesadaran akan tercipta, gerakan akan terbentuk, dan keimanan akan semakin mendalam. Ini adalah senjata yang paling ampuh untuk melawan gempuran budaya dan serangan fajar yang dilancarkan secara licik oleh musuh. Saya sangat prihatin dalam masalah ini. Musuh tidak ingin membiarkan para agamis muda, beriman, pemberani, berwawasan, dan berpikiran cerah bercokol di lingkungan-lingkungan kampus, pasar, pedesaan, perkotaan, dan pabrik. Berseberangan dengan aksi musuh ini, Anda terus bekerja dan berjuang di jalan Allah dengan mumpuni, cermat, dan yang lebih dari itu adalah dengan jiwa yang ikhlas; "bukanlah ambisi untuk berkuasa, dan bukan pula keinginan untuk memungut sesuatu dari puing-puing kehancuran."

(Petikan khutbah Rahbar dalam pertemuan dengan para alim ulama, ruhaniwan, dan muballigh menjelang bulan Muharram tanggal 12 April 1999)

________________________________________

Kesalahan dan dosa terbesar manusia sepanjang sejarah terjadi di panggung kekuasaan. Dosa-dosa yang dilakukan para penguasa, pemimpin, dan pengendali nasib masyarakat tak dapat dibandingkan dengan dosa - betapapun besarnya- yang dilakukan oleh orang biasa dan rakyat jelata. Di panggung kekuasaan, manusia tak banyak menggunakan akal, moral, dan kebijaksanaan. Di ranah ini, logika lebih jarang dominan dibanding ranah kehidupan lainnya. Ketidak berakalan, kebobrokan, dan dosa ini berdampak langsung pada setiap individu masyarakat, entah itu anggota sebuah komunitas masyarakat yang homogen, atau anggota komunitas masyarakat yang heterogen.

Rezim-rezim tiran semula berbentuk kediktatoran individual, tetapi seiring dengan transformasi masyarakat manusia berubah menjadi kediktatoran kolektif dan sistematis. Oleh sebab itu, tugas utama para nabi Allah adalah melawan para thaghut dan orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat Ilahi sebagaimana tergambar dalam firman Allah SWT;

وَ اِذَا تَوَلَّى سَعىَ فِى الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَ يُهْلِكَ الْحَرْثَ وَ النَّسْلَ

"Dan apabila ia berkuasa, ia berusaha di bumi untuk menebar kerusakan padanya, dan menghancurkan tanaman dan binatang ternak."(QS.2.205)

Secara mencengangkan, ayat ini menyebutkan betapa rezim-rezim korup berusaha menebar kerusakan di muka bumi. Dalam ayat lain disebutkan;

أَلمَ ْتَرَ اِلىَ الَّذِيْنَ بَدَّلُوْا نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْراً وَ اَحَلُّوْا قَوْمَهُمْ دَارَالْبَوَارِ جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَ بِئْسَ الْقَرَارِ

"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar ni'mat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?" (QS.14.28)

Mereka mengubah nikmat Ilahi, insani, dan alami menjadi kekufuran. Orang-orang yang semestinya menikmati anugerah ini malah dibenamkan ke dalam neraka akibat kekufuran. Para nabi berjuang adalah untuk melawan proses ini. Para nabi tidak mungkin akan terlibat perang seandainya perjuangan mereka bukan untuk melawan para thaghut yang merusak dunia dan sejarah. Allah SWT berfirman;

وَ كَأَيِّن مِّنْ نَبِىٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِيُّوْنَ كَثِيْرٌ

"Dan betapa banyak nabi yang berperang bersama sejumlah besar dari pengikut yang bertakwa." (QS.3.146)

Melawan siapa mereka berperang? Mereka berperang melawan penguasa-penguasa biadab, korup, penghancur, dan sewenang-wenang yang telah menyengsarakan umat manusia. Para nabi adalah penyelamat umat manusia. Sebab itu, Al-Quran al-Karim menyebutkan bahwa misi besar pengutusan para nabi adalah menegakkan keadilan;

لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَ أَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَ الْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." (QS.57. 25)

Pada dasarnya, kitab-kitab suci Ilahi dan pengutusan para nabi adalah untuk menegakkan keadilan dan membasmi segala bentuk kezaliman, kesewenang-wenangan, dan kebejatan di tengah umat manusia. Dan dalam rangka inilah gerakan Imam Husain as sebagaimana kata-kata beliau;

اِنَّمَا خَرَجْتُ لِطَلَبِ‏الْاِصْلاَحِ فِى اُمَّةِ جَدِّى

"Sesungguhnya aku keluar hanyalah untuk menuntut perbaikan bagi umat kakekku."

Beliau juga berkata;

مَنْ رَأَى سُلْطَاناً جَائِرًا مُسْتَحِلًّا لِحَرَمِ‏اللَّهِ نَاكِثًا لِعَهْدِاللَّهِ مُخَالِفًا لِسُنَّةِ رَسُوْلِ‏اللَّهِ صَلَّى‏اللَّهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ فِى عِبَادِاللَّهِ بِالْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ فَلَمْ يُغَيِّرْ عَلَيْهِ بِفِعْلٍ وَ لَاقَوْلٍ كَانَ حَقٍّا عَلَى‏اللَّهِ اَنْ يُدْخِلَهُ مَُدْخَلَهُ.

"Barangsiapa menyaksikan dan tidak berusaha dengan tindakan maupun kata-kata untuk mengubah penguasa zalim yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah, melanggar janji Allah, menentang sunnah Rasulullah SAW, memperlakukan hamba-hamba Allah dengan dosa dan aniaya, maka Allah berhak memaksukkannya ke dalam tempat yang layak (neraka) untuk penguasa zalim itu."

Dengan kata lain, orang yang melihat kebejatan dan kezaliman tetapi tidak mempedulikannya, maka di mata Allah SWT orang itu sama dengan orang yang bejat dan zalim itu. Imam Husain as berkata bahwa beliau bangkit bukan untuk mencari kebesaran dan kecongkakan. Sikap warga Irak sendiri waktu itu adalah mengundang Imam Husain as dengan tujuan agar beliau berkuasa. Imam Husain as memenuhi undangan mereka dan memang bukan berarti beliau tidak hendak mendirikan pemerintahan. Akan tetapi kebangkitan itu adalah dalam rangka berjuang memerangi kekuasaan para thaghut, entah itu berujung dengan pengambilalihan kekuasaan atau dengan cara mempersembahkan darah dan gugur sebagai syahid.

Imam Husain as menyadari bahwa jika beliau tidak bangkit maka kebungkaman beliau akan dianggap sebagai restu terhadap tirani, dan jika ini terjadi maka tak terbayangkan lagi tragedi yang akan menimpa Islam. Di saat penguasa yang mengendalikan semua fasilitas masyarakat menebar angkara, lalu orang-orang bijak diam berpangku tangan dan tidak menunjukkan eksistensinya, maka kezaliman akan dianggap telah dilegitimasi oleh mereka tanpa mereka sendiri menghendakinya. Inilah kesalahan yang telah dilakukan oleh para pemuka Islam, termasuk Bani Hasyim anak-anak para pemuka umat, di masa awal-awal Islam. Imam Husain as tak sanggup menyaksikan kenyataan pahit ini sehingga beliau bangkit berjuang.

Diriwayatkan bahwa pasca tragedi Asyura ketika Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as kembali ke Madinah -mungkin ada selang waktu sekitar 10 atau 11 bulan antara kepergian rombongan Imam Husain as dan kembalinya rombongan ini ke Madinah- seseorang datang menghadap beliau dan berkata; "Wahai putera Rasul, Anda telah melihat sendiri apa yang terjadi setelah Anda pergi!"

Orang itu benar, sebab ketika rombongan itu pergi Imam Husain as, sang bintang cemerlang Ahlul Bait dan putera belahan hati Rasul, ada di tengah-tengah mereka, dan sang puteri agung Amirul Mukminin, Zainab al-Kubro, pergi dalam keadaan mulia dan terhormat. Begitu pula putera-putera Amirul Mukminin as, termasuk Abbas, serta putera-puteri Imam Husain as dan para pemuda terkemuka Bani Hasyim ada bersama rombongan ini. Tapi sekarang pria yang tersisa dari rombongan itu hanyalah Imam as-Sajjad as. Kaum perempuannya telah dijadikan tawanan, terlunta-lunta, dan sengsara. Imam Husain as tidak ada lagi di tengah mereka. Tidak ada lagi Ali Akbar, dan bahkan bayi yang masih menyusu juga tidak kembali.

Namun Imam as-Sajjad as menjawab; "Kamulah yang mesti berpikir apa yang terjadi jika kami tidak pergi!"

Memang, seandainya mereka tidak pergi maka jasad-jasad suci itu akan tetap hidup, tetapi kebenaranlah yang hancur dan luluh lantak. Hati nurani akan tergerus, akal sehat dan logika akan terkutuk sepanjang sejarah, dan nama Islampun tidak akan tersisa lagi!

(Petikan khutbah Rahbar di depan para pejabat dan pegawai pemerintah Republik Islam Iran pada tanggal 18 Maret 2002)

________________________________________

Bagaimanakah keagungan dan kebanggaan dalam diri Imam Husain as? Apa yang menjadi kebanggaan? Orang yang memahami dengan baik gerakan Imam Husain as jelas mengetahui bagaimana keagungan dan kebanggaan itu. Kebangkitan besar Imam Husain as yang abadi dalam sejarah ini dapat dilihat dari tiga dimensi dimana hal yang paling menakjubkan dalam setiap dimensi ini adalah kehormatan, keagungan, dan kebanggaan. Salah satu dimensi dalam revolusi Imam Husain as dan gerakan perbaikan yang dilakukannya adalah perlawanan kebenaran terhadap kebatilan yang kuat. Dimensi lainnya adalah kristalisasi spiritualitas dan moral dalam kebangkitan Imam Husain bin Ali as. Dalam kebangkitan ini terdapat ranah pertempuran yang tak ada kaitannya dengan lini kehidupan sosial, politik, revolusi, dan konfrontasi secara terbuka antara haq dan batil. Ranah ini adalah ranah jiwa dan batin manusia.

Mentalitas yang lemah, ketamakan, kehinaan, syahwat, dan hawa nafsu yang ada pada diri manusia selalu menyuguhkan peperangan dalam dirinya karena selalu menghadangnya dalam upaya menempuh langkah-langkah besar menuju kejayaan. Ini adalah konfrontasi yang sangat dahsyat dan pelik. Para pria dan wanita yang beriman dan memiliki semangat juang tinggi di belakang Imam Husain adalah figur-fugur besar yang telah berhasil merontokkan semua pesona dunia beserta segala kenikmatannya. Dunia tak ada artinya di mata mereka dibanding kesadaran akan tanggungjawab mereka. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadits, manusia-manusia yang berhasil mengkristalkan spiritualitas dalam jiwanya selalu mampu mengalahkan pasukan syaitan dan kejahilan sehingga mereka menjadi manusia-manusia teladan, besar, agung, dan abadi dalam sejarah.

Dimensi ketiga ialah aspek yang lebih popular di tengah masyarakat yaitu, tragedi, musibah, dan duka lara Asyura. Tapi dimensi inipun juga menyuguhkan kehormatan dan kebanggaan.

Orang yang bijak harus mencermati ketiga dimensi tersebut. Pada dimensi pertama dimana Imam Husain as melancarkan sebuah revolusi juga terjadi kristalisasi kehormatan dan kebanggaan. Siapakah pihak yang dilawan Imam Husain as? Mereka adalah pihak penguasa zalim, korup, dan bejat yang telah "memperlakukan hamba-hamba Allah dengan dosa dan aniaya". Karakter utama penguasa ini ialah memperlakukan hamba-hamba Allah dengan sikap zalim, aniaya, angkuh, takabur, ego, dan individualistik. Mereka tak kenal kata spiritual dan pengindahan hak orang lain. Mereka mengubah pemerintahan Islam menjadi pemerintahan thaghut sebagaimana yang mewarnai dunia pada masa-masa pra Islam. Padahal pemerintahan adalah karakteristik yang paling menonjol dalam tatanan Islam. Aspek yang paling spektakuler pada masyarakat ideal yang hendak dibentuk oleh Islam adalah performa dan model pemerintahan serta perilaku para penguasa.

Meminjam istilah para tokoh saat itu, imamah telah diubah menjadi kesultanan. Imamah adalah kepemimpinan untuk kafilah agama dan dunia. Dalam sebuah kafilah yang bergerak ke arah sebuah tujuan agung harus ada seorang pemandu agar tidak ada yang tersesat. Pemandu akan memberi semangat untuk melanjutkan perjalanan jika ada anggota kafilah yang jenuh atau letih. Dia akan berusaha mengobati anggota yang terluka atau sakit. Dia memberikan bantuan mental dan fisik kepada semua anggota. Ini dalam Islam disebut imam. Sedangkan kerajaan (saltanah) adalah sebaliknya. Kerajaan yang tahtanya diwariskan secara turun temurun hanya merupakan satu bentuk dari sistem kekuasaan monarkhi. Karena itu, di dunia terdapat penguasa-penguasa yang meskipun tak menyandang gelar sultan atau raja tetapi secara substansial dia menerapkan praktik kesewenang-wenangan terhadap masyarakat. Siapapun dan pada periode sejarah kapanpun dan dengan label apapun dapat disebut tetap menerapkan sistem kerajaan jika dia bersikap diktator terhadap bangsanya atau bangsa-bangsa lain.

Tak ubahnya dengan raja jika seorang presiden sebuah negara -di setiap zaman pasti terdapat pemerintahan arogan dan sekarang AS merepresentasikannya - tanpa mengindahkan norma-norma etika, ilmu, dan hak asasi, lebih mengutamakan kepentingan pribadinya sendiri dan interes para kroninya daripada kepentingan jutaan orang lainnya, atau dengan seenaknya main perintah terhadap bangsa-bangsa lain di dunia, presiden seperti ini adalah raja, walaupun dia tidak menyandang status raja.

Di era Imam Husain as, imamah dalam Islam telah diubah sedemikian rupa; "(Yazid) telah memperlakukan hamba-hamba Allah dengan dosa dan aniaya". Dan inilah yang diperangi oleh beliau. Perjuangan beliau adalah menerangkan batas antara haq dan batil, baik pada zaman Yazid maupun sebelumnya. Hanya saja, apa yang terjadi dan semakin menjadi pada masa Yazid ialah harapan gembong kezaliman dan kesesatan agar Imam Husain as merestui kekuasaannya. Inilah arti baiat. Yazid ingin memaksa Imam Husain as agar bukannya memberi petunjuk kepada umat dan menjelaskan kesesatan pemerintahan zalim tetapi malah merestui dan mengukuhkannya. Inilah yang memantik kebangkitan Imam Husain as. Seandainya harapan Yazid tidak sekonyol dan sebodoh itu, bisa jadi Imam Husain as memilih berdakwah dan membimbing masyarakat sebagaimana pada zaman Muawiyah dan para imam setelah beliau.

Yazid telah sedemikian bodoh, takabur, dan jauh dari norma spiritual insani sehingga menempuh langkah eksesif dan terbuai fantasi bahwa Imam Husain as akan meneken atau berbaiat untuk dokumen konversi imamah dalam Islam menjadi sistem kerajaan. Tetapi Imam Husain menegaskan;

مِثْلِى لَا يُبَايِعُ مِثْلَهُ

"Orang sepertiku tidak akan membaiat orang sepertinya."

Imam Husain as tidak mungkin melegitimisasi dokumen itu. Sampai kapanpun beliau tetap berkibar sebagai panji kebenaran. Panji kebenaran tidak mungkin akan menyatu dengan kebatilan dan terwarnai olehnya . Sebab itu beliau berseru;

هَيْهَاتَ مِنَّا الذِّلَّةُ

"Tak mungkin kami hina!"

Gerakan Imam Husain as adalah gerakan kehormatan; kehormatan hak, kehormatan agama, kehormatan imamah, dan kehormatan jejak Rasulullah SAW. Imam Husain as adalah simbol kehormatan semua ini, dan karena beliau tetap solid maka ini menjadi kebanggaan besar. Inilah keagungan dan kebanggaan al-Husaini. Banyak orang bicara prinsip, tetapi ketika tidak konsisten maka ini bukanlah kebanggaan lagi. Kebanggaan adalah milik seseorang atau bangsa dan kelompok yang berani konsisten pada kata-katanya, berani mempertahankan benderanya ketika badai berhembus kencang. Imam Husain as telah mempertahankan tegaknya bendera itu hingga titik darah penghabisan dan hingga orang-orang yang dikasihinya gugur syahid dan keluarga suci yang ditinggalkannya terlunta sebagai tawanan perang. Inilah kehormatan dan kebanggaan dalam dimensi gerakan revolusioner Imam Husain as.

Dalam dimensi kristalisasi spiritualitas juga demikian adanya. Saya sering mengatakan bahwa banyak orang menyalahkan kebangkitan Imam Husain as. Mereka bukan orang jahat, bukan pula orang kecil. Mereka bahkan merupakan tokoh-tokoh Islam. Tapi mereka salah paham dan lebih terkendalikan oleh faktor kelemahan sosok manusia sehingga mereka menghendaki Imam Husain as agar juga tersetir oleh faktor yang sama. Namun beliau bersabar dan tak tertaklukkan oleh faktor tersebut, dan orang-orang yang menyertai beliau juga berhasil meraih kemenangan dalam konflik kejiwaan ini. Mereka adalah para ibu yang telah mempersembahkan putera-puteranya dengan rasa bangga, para pemuda yang berhasil mengesampingkan pesona kehidupan sehingga berani terjun ke medan laga, orang-orang sepuh semisal Habib bin Madhahir dan Muslim bin Ausajah yang telah melupakan ketentraman hidup di masa tua sehingga meninggalkan kehangatan dan kelembutan tempat tidur dalam rumah lalu menjalani beratnya perjuangan. Mereka adalah para komandan perang dan jawara gagah berani seperti Hurr bin Yazid ar-Riyahi yang sebenarnya memiliki tempat di pihak musuh tetapi mengabaikannya untuk dapat bergabung ke dalam barisan Husain bin Ali. Mereka semua adalah pemenang dalam pertempuran dan gejolak batin yang maha dahsyat. Mereka adalah para jawara yang berhasil memenangkan bala tentara kecerdasan atas balatentara kebodohan.

Jumlah mereka sangat kecil, tapi keteguhan dan kesolidan mereka di panggung kehormatan telah menjadi sumber inspirasi dan jejak yang sangat berharga bagi jutaan manusia sepanjang sejarah. Seandainya mereka tidak memenangkan keagungan atas kehinaan, niscaya taman keagungan akan kering dan meranggas dalam sejarah. Tapi taman itu ternyata rimbun, dan Andapun di zaman Anda sendiri tak jarang menyaksikan orang-orang yang telah memenangkan keagungan atas kehinaan, dan menjadikan hawa nafsu takluk kepada kesadaran relijius dan logika. Garnisun Doukuheh serta garnisun-garnisun lainnya dan medan-medan pertempuran di negara ini adalah saksi bisu adanya puluhan dan bahkan ratusan ribu jawara. Orang-orang lain kini belajar dari Anda sehingga tak sedikit orang di Dunia Islam yang kini siap memenangkan kebenaran atas kebatilan di tengah konflik yang ada dalam diri mereka.

Kesolidan Anda, baik pada era pertahanan suci maupun pada ujian-ujian besar lainnya, telah mengukirkan keutaman-keutamaan ini di zaman kita. Era kita adalah era komunikasi yang ketat, tetapi ketatnya komunikasi ini tidak selalu menguntungkan para pendurjana dan kedurjaan, melainkan juga dapat menguntungkan spiritualitas dan norma. Warga dunia belajar banyak hal dari Anda. Ibu di Palestina yang mencium putera tercintanya sebelum mengirim ke medan laga hanyalah satu contohnya. Palestina sejak dulu sudah dihuni oleh wanita dan pria, tua maupun muda. Tetapi Palestina terhina dan dicengkeram oleh musuh karena adanya berbagai kelemahan dan karena prajurit akal sehat tak mampu mengalahkan bala tentara kebebalan. Tapi sekarang kondisi Palestina sudah berbeda. Palestina kini sudah bangkit. Dalam konflik batinnya, bangsa Palestina, baik pria maupun wanitanya, berhasil memenangkan dimensi spiritual sehingga bangsa ini pasti akan menang.

Pada dimensi ketigapun, yaitu dimensi yang mementaskan tragedi Asyura, juga tersemat tanda-tanda kehormatan, keagungan, dan kebanggaan. Meskipun gugurnya para pemuda Bani Hasyim serta anak-anak kecil dan orang-orang lanjut usia dari sahabat Imam Husain as adalah tragedi besar yang amat memilukan, tetapi masing-masing telah menyuguhkan permata kehormatan dan kebanggaan.

Anda yang berkumpul di majelis ini umumnya adalah pemuda. Garnisun Doukuheh juga merupakan tempat berkumpulnya puluhan atau bahkan ratusan ribu pemuda. Siapakah manifestasi pemuda pejuang altruis di Karbala? Ali Akbar, putera Imam Husain as. Dia adalah pemuda yang terkemuka dan teladan di tengah para pemuda Bani Hasyim. Dia adalah pemuda rupawan jasmani dan ruhani, memahami kebenaran kepemimpinan Imam Husain bin Ali as, memiliki keberanian, pengorbanan, dan kesiapan menghadapi segala bentuk kebengisan musuh, menyimpan energi dan semangat kepemudaan untuk meraih tujuan dan cita-cita nan agung. Pemuda luar biasa ini telah bertempur di meda laga disaksikan oleh ayahandanya dan kaum wanita keluarga Nabi yang cemas terhadap kondisinya, dan kemudian kembali ke tenda dengan jasad yang berlumur darah dan tak bernyawa. Tragedi memilukan ini bukanlah peristiwa remeh. Kepergiannya ke medan perjuangan adalah kristalisasi kehormatan, keagungan, martabat, dan wibawa bagi setiap Muslim sebagaimana firman Ilahi;

وَ لِلَّهِ الْعِزَّةُ وَ لِرَسُوْلِهِ وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ

"Padahal hanya bagi Allah sajalah keagungan itu, dan bagi rasul-Nya, dan bagi orang-orang yang beriman." (QS.63.8)

Imam Husain bin Ali as pun telah menunjukkan keagungan ruhaninya dengan mengirimkan pemuda itu ke medan laga. Beliau telah teguh menjaga tapal batas antara imamah Islam dan kerajaan thaghut, walaupun harus membayarnya dengan jiwa putera tercintanya. Anda tentu tahu -belakangan ini sudah sering dikisahkan- bahwa Imam Husain as tidak segera memberi izin kepada para sahabat dan pengikutnya ketika mereka meminta izin untuk berlaga. Beliau bahkan mencegah sebagian diantara mereka dan mempersilahkan mereka pulang dari Karbala. Sikap inilah yang selalu ditunjukkan beliau kepada para pemuda Bani Hasyim dan para sahabat beliau. Tapi ketika putera tercintanya, Ali Akbar, meminta izin untuk berlaga, beliau segera mengizinkannya. Di sini terlihat betapa tingginya makrifat sang putera dan keagungan jiwa sang ayah.

Beliau tak mengizinkan para sahabatnya sampai mereka sendiri bersikeras untuk berkorban dan mempersembahkan jiwa mereka sebagai perisai untuk melindungi Imam Husain dan bertekad untuk tidak akan membiarkan beliau dan putera-putera Amirul Mukminin as, putera-putera Imam Hasan as dan Imam Husain as terjun ke medan laga sebelum mereka sendiri gugur.

Ketika tiba giliran Bani Hasyim untuk menyongsong mati syahid, orang pertama yang meminta restu untuk bertempur tak lain adalah pemuda penuh rasa tanggungjawab yang bernama Ali Akbar. Dialah putera tercinta dan orang yang paling dekat dengan beliau dan karena itu dialah orang yang paling layak untuk memperlihatkan pengorbanannya. Ini adalah performa imamah dalam Islam. Karbala bukanlah tempat untuk berbagi keuntungan materi, ekonomi, dan hawa nafsu. Karbala adalah ranah perjuangan yang amat berat, dan Ali Akbar adalah orang pertama yang tampil sebagai relawan. Dia adalah Ali bin Husain as. Ini adalah momen pementasan keluhuran pemuda bernama Ali Akbar yang direspon dengan pementasan kebesaran jiwa Imam Husain as. Begitu Ali Akbar meminta izin, tanpa sela waktu beliau segera mengizinkannya terjun ke medan laga.

Ini adalah pelajaran bagi kita semua, pelajaran yang abadi dalam sejarah dan sangat dibutuhkan oleh umat manusia masa kini dan masa yang akan datang. Semakin besar dominasi ego pada diri seseorang, semakin besar pula bahayanya jika dia berkuasa. Semakin besar hawa nafsu menguasai diri seseorang sehingga dia menganggap segala sesuatu adalah miliknya, semakin besar pula kebiadaban dan kebengisannya jika dia berkuasa. Contohnya sudah terlampau banyak di dunia. Kehebatan Islam ialah memberikan kesempatan kepada siapapun untuk meniti tangga kekuasaan apabila ia berhasil menyelesaikan ujian dan lulus atau setidaknya sukses dalam menyelesaikan sebagian ujian. Syarat yang digariskan Islam bagi seseorang untuk bisa mengemban tanggungjawab adalah keterbebasannya dari sebagian besar dorongan hawa nafsu.

Kita sebagai pejabat harus selalu melakukan introspeksi diri. Dibanding orang lain, kitalah yang lebih dituntut dapat mengendalikan semua gerakan tangan, lidah, pikiran, mata, dan perbuatan kita. Kita lebih dituntut untuk bertakwa. Semakin dominan ketidakbertakwaan pada diri seseorang, semakin besar pula bahaya orang ini bagi umat manusia ketika dia semakin memiliki otoritas. Adalah petaka besar ketika wewenang untuk menekan tombol peluncur bom nuklir ada di telunjuk orang yang tak pernah mementingkan jiwa dan hak-hak manusia dan tak pernah mengapresiasi upaya menjauhi hawa nafsu sebagai satu keistimewaan dan keutamaan. Pihak-pihak yang di dunia sekarang menguasai bom nuklir dan senjata-senjata mematikan lainnya harus bisa mengatasi dorongan hawa nafsu dan ambisinya. Sayangnya, mereka tidak berkarakter demikian. Islam mengkampanyekan tuntutan ini, dan karena itu Islam dimusuhi oleh kekuatan-kekuatan raksasa dunia.

(Petikan pidato Rahbar di depan masyarakat di Garnisun Doukuheh)

sumber:http://www-id.icc-jakarta.com/artikel/artikel-politik/1125-universalitas-misi-revolusi-al-husain-.html

0 comments to ""Ramah dalam memerintah dan ramah pula dalam melarang.""

Leave a comment