Di tengah berbagai musibah yang melanda negeri ini, Firman Utina dan kawan-kawan memberi secercah kebahagiaan dan kebanggaan. Kesebelasan Indonesia dalam dua kali laga di ajang Piala AFF (dulu disebut Piala Tiger) berhasil memetik kemenangan yang gemilang.
Dalam penampilan perdana, Indonesia sukses mengganyang Malaysia dengan skor 5-1. Kemenangan itu berlanjut dengan mencukur gundul Laos 6-0 dan memastikan lolos ke semifinal.
Masyarakat Indonesia kini mengharapkan, keperkasaan kesebelasan Indonesia itu terus berlanjut dan menjadi awal kebangkitan sepak bola Indonesia yang selama sekian tahun terpuruk.
Hampir selama 10 tahun terakhir tak ada satu pun gelar internasional yang berhasil diraih tim Merah Putih. Dalam ajang SEA Games maupun Asian Games pun Indonesia harus terseok-seok dan dipecundangi lawan dari negara-negara kecil.
Pertandingan persahabatan Indonesia-Uruguay pada Oktober lalu juga menjadi tamparan bagi tim Indonesia. Disaksikan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kesebelasan kebanggaan Indonesia justru menjadi lumbung gol bagi Uruguay, dengan hasil akhir 7-1.
Buruknya pembinaan dan maraknya praktik mafia wasit dituding sebagai faktor penghambat perkembangan sepak bola nasional. Belum lagi sejumlah kebijakan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang dirasa menyuburkan praktik-praktik tersebut.
Sementara liga nasional yang sebenarnya menjadi ajang seleksi pemain ternyata tak mampu menghasilkan bibit unggul yang bisa menopang tim nasional.
Bahkan pada 2010 status Indonesia Super League (ISL) turun tajam di urutan 16 Asia dengan skor 247,5. Peringkat itu jauh di bawah kualitas Liga Jepang, Korea dan China yang menempati urutan lima besar.
Kualitas kompetisi lokal juga kalah dari negeri tetangga Malaysia yang berada di urutan 12 Asia dengan skor 261, serta Vietnam dengan nilai 262,5. Kondisi itu juga dapat dilihat dari tidak adanya satu pun klub asal Indonesia yang bisa meraih gelar kejuaraan tingkat regional dan internasional.
Terlepas dari sejumlah keterpurukan tersebut, kini kesebelasan Indonesia dengan formasi baru mulai menunjukkan prestasinya yang cukup meyakinkan. Sepak terjang kesebelasan Indonesia diharap tak berhenti di ajang piala AFF ini. Masuk ke putaran final piala dunia tetap menjadi acuan prestasi bagi semua tim sepak bola.
Kehadiran pemain naturalisasi, Irfan Bachdim dan Christian Gonzales memang menjadi salah satu daya tarik, sekaligus penentu kemenangan. Jangan sampai kehadiran pemain asing itu membuat PSSI mandul dalam menjaring bibit lokal.
Naturalisasi semoga tidak menjadi cara instan perbaikan kualitas tim sepak bola nasional. Kehadiran mereka justru sebagai pemicu semangat pemain lokal sekaligus sarana menimba pengalaman dan keterampilan.
Tentu para pecinta bola tak ingin sindiran bahwa Indonesia lebih hebat dalam menghasilkan kesebelasan komentator, daripada pemain berkelas internasional, terus mendera tim kebanggaan kita.
Pembinaan pemain dari usia 19 serta seleksi pemain melalui liga nasional tetap harus menjadi acuan. Toh sejumlah pemain lokal juga bisa menunjukkan skill yang tak kalah membanggakan. Lihat saja, aksi Firman Utina, M Ridwan, Arif Suyono dan Oktavianus kemarin cukup memukau, tak kalah berkualitas dibanding dua pemain asing.
Bagi pengurus PSSI, apa pun hasilnya nanti mereka harus menyelesaikan sejumlah persoalan krusial organisasi itu. Pengurus PSSI juga harus menunjukkan prestasi dengan mengurai persoalan mafia perwasitan dan isu pengaturan skor yang selama ini menghinggapi mereka.
Yang perlu diperhatikan, dua kemenangan dengan nilai fantastis itu jangan menjadikan Indonesia lengah. Masuk ke babak semi final menjadi sebuah obat rindu sekaligus penentu langkah kesebelasan Indonesia selanjutnya. Semoga Piala AFF bisa diraih dan prestasi Indonesia terus melejit ke jenjang lebih tinggi. (*)
Tak sampai setengah menit Marchiano bertahan di atas ring. Ketika pukulan Daud menghantam tubuhnya, petinju asal Argentina itu tak mampu bangkit lagi. Kubunya pun langsung lempar handuk.
Bisa jadi siapa pun kaget melihat pertandingan ini, termasuk para penonton yang memadati Tennis Indoor Senayan. Waktu 19 detik jelas sangat cepat, para penonton bahkan belum sempat merasakan panasnya pertarungan kedua petinju.
Tapi, kalau melihat catatan petinju asal Kalimantan Barat ini, hasil tersebut harusnya tidak mengherankan. Daud kini menorehkan catatan 27 kali menang dan satu kali kalah, di mana 21 kemenangan di antaranya diraih dengan status knock-out.
Daud mengaku tak memperkirakan sang lawan akan jatuh secepat itu. Apalagi dirinya mempersiapkan diri untuk bertarung 12 ronde melawan Marchiano.
"Saya sendiri sudah berlatih mempersiapkan ini selama beberapa minggu, dan saya sudah mempersiapkan diri untuk bertarung 12 ronde," ujarnya dalam konferensi pers seusai laga.
"Tapi sebagai petinju, saya selalu dilatih untuk tampil cepat," lanjutnya lagi.
Berkat kemenangan tersebut, Daud kini menguasai sabuk interim juara dunia kelas bulu WBO Asia Pasifik. Ketika ditanya, apakah dirinya siap jika bisa menghadapi Chris John suatu saat nanti, ia menjawab dengan penuh optimisme.
"Sebagai petinju saya harus siap menghadapi siapa pun," ucap pemuda berusia 23 tahun ini.
0 comments to "Setelah gilas Malaysia 5-1, selanjutnya Laos di motor setum 6-0, Apakah Thailand menjadi korban Indonesia berikutnya??? Nantikan saja Aksinya!!!"