Pada Oktober 2010 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melansir akan menerbitkan Instruksi Presiden soal penghematan anggaran untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011. Dan sampai 16 Januari 2011, sampai APBN 2011 keluar, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan Inpres itu tak pernah ada.
"Sampai saat ini, Presiden masih ingkar janji dengan belum diterbitkannya Inpres penghematan anggaran," kata Yuna Farhan, Sekretaris Jenderal Fitra, dalam siaran pers bertajuk "Kebohongan Penghematan Anggaran" yang diterima VIVAnews.com, Senin, 17 Januari 2011.
Menurut Fitra, jika Presiden serius menghemat anggaran termasuk belanja perjalanan dinas, seharusnya dilakukan penghematan sejak anggaran disusun. Sehingga, anggaran bisa direalokasi pada program yang lebih bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat. "Penghematan anggaran ketika APBN telah ditetapkan, akan menjadi anggaran tidak terserap, sehingga fungsi APBN menjadi tidak optimal," kata Yuna.
Selain tidak mengeluarkan Inpres yang dijanjikan itu, Fitra juga menduga belanja perjalanan luar negeri pemerintah juga naik di tahun anggaran 2011. Semula, pada rancangannya (RAPBN 2011) Rp20,9 triliun, menjadi Rp24,5 triliun atau hampir lima kali lipat anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat 2011 sebesar Rp5,6 triliun. Ironisnya, belanja fungsi kesehatan justru menurun, dari Rp19,8 triliun pada APBN-P (APBN Perubahan) 2010 menjadi Rp13,6 triliun pada APBN 2011.
"Pantas saja, belanja perjalanan yang biasanya diuraikan pada nomenklatur belanja barang, pada dokumen Data Pokok APBN 2011, tidak lagi diuraikan (dicantumkan). Rupanya, untuk menghindari kritik publik atas membengkaknya belanja perjalanan, Pemerintah justru menutupi belanja perjalanan ini," kata Yuna.
Belanja perjalanan, kata Yuna, adalah belanja yang terus membengkak setiap tahun. Pada APBN 2009, misalnya, alokasi belanja perjalanan Rp2,9 triliun, namun melonjak pada APBN-P 2009 menjadi Rp12,7 triliun, bahkan membengkak menjadi Rp15,2 triliun pada realisasinya. Hal yang sama terjadi di tahun 2010, pada APBN Pemerintah menetapkan Rp16,2 triliun, pada APBN-P membengkak menjadi Rp19,5 triliun.
Karena itu, Fitra meminta Presiden segera menepati janji untuk menerbitkan Inpres Penghematan Anggaran. Kemudian, Pemerintah memangkas belanja perjalanan dinas separuhnya pada APBN-P 2010 dan ketiga, memerintahkan seluruh kementerian dan lembaga untuk membuka DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) pada laman masing-masing, sehingga publik bisa memantau penghematan yang dilakukan.
Berikut ini adalah siaran pers lenkap yang disampaikan oleh Fitra;
Kebohongan Penghematan Anggaran
"Belanja Plesiran"
2011 Membengkak Rp. 24,5 Triliun
Pada Sidang Kabinet tanggal 07 Oktober 2010, Presiden SBY menyatakan akan
mengeluarkan Inpres dan Perpres tentang penghematan anggaran khususnya belanja perjalanan pada APBN dan APBD mulai tahun 2011. Faktanya, Pemerintah
"berbohong". Belanja perjalanan justru membengkak, yang pada rancangannya (RAPBN 2011) Rp. 20,9 triliun, menjadi Rp. 24,5 triliun atau hampir 5 kali lipat anggaran JamKesMas 2011 sebesar Rp. 5,6 triliun. Ironisnya, belanja fungsi kesehatan justru menurun, dari Rp. 19,8 triliun pada APBNP 2010 menjadi Rp. 13,6 trilyun pada APBN 2011.
Pantas saja, belanja perjalanan yang biasanya diuraikan pada nomenklatur belanja barang, pada dokumen Data Pokok APBN 2011, tidak lagi diuraikan (dicantumkan). Rupanya, untuk menghindari kritik publik atas membengkaknya belanja perjalanan, Pemerintah justru menutupi belanja perjalanan ini.
Belanja perjalanan adalah belanja yang terus membengkak setiap tahunnya. Pada APBN 2009 misalnya, alokasi belanja perjalanan Rp. 2,9 trilyun, namun melonjak pada APBN-P 2009 menjadi Rp.12,7 triliyun, bahkan membengkak menjadi Rp.15,2 trilyun pada realisasinya. Hal yang sama terjadi di tahun 2010, pada APBN Pemerintah menetapkan Rp.16,2 trilyun, pada APBN-P membengkak menjadi Rp.19,5 trilyun.
Belanja perjalanan juga menjadi lahan subur penghasilan baru birokrasi. Berdasarkan hasil audit BPK semester I 2010, belanja perjalanan adalah belanja yang paling banyak mengalami penyimpangan. Setidaknya pada 35 Kementerian/Lembaga ditemukan penyimpangan anggaran perjanalan dinas senilai Rp.73,5 milyar. Modus yang digunakan perjalanan fiktif, tiket palsu, pembayaran ganda dan kelebihan perjalanan dinas masih banyak terjadi di birokrasi. Diyakini, temuan ini masih jauh lebih besar lagi, mengingat audit BPK masih dilakukan sebatas uji petik.
Sumber: Data diolah Seknas FITRA dari Audit Semester I 2010 BPK
Sampai saat ini, Presiden masih ingkar janji dengan belum diterbitkannya Inpres penghematan anggaran. Jika Presiden serius melakukan
penghematan anggaran termasuk belanja perjalanan dinas, seharusnya dilakukan
penghematan sejak anggaran disusun. Sehingga, anggaran bisa di realokasi pada
program yang lebih bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat. Penghematan anggaran ketika APBN telah ditetapkan, akan menjadi anggaran tidak terserap, sehingga fungsi APBN menjadi tidak optimal.
Dari permasalahan di atas, Seknas FITRA meminta Presiden SBY:
-Segera menepati janji untuk menerbitkan Inpres Penghematan Anggaran.
-Memangkas belanja perjalanan dinas separuhnya pada APBN-P 2011.
-Memerintahkan seluruh Kementerian Lembaga untuk membuka DIPA anggaran pada web site masing-masing, sehingga publik bisa memantau penghematan yang dilakukan.
Jakarta, 16 Januari 2010
Yuna Farhan
Sekjen Fitra
(IRIB/Vivanews/ Fitra/AR/17/1/2011)
0 comments to "Siaran Pers FITRA: SBY Berbohong Lagi"