Home , , , , � Tamparan Gayus untuk SBY serta Melihat Aktivitas Posko Anti Kebohongan Pemerintah

Tamparan Gayus untuk SBY serta Melihat Aktivitas Posko Anti Kebohongan Pemerintah





Gayus Vs SBY


Sekuat itukah Gayus? Atau selemah inikah SBY sebagai seorang Presiden? SBY sebagai presiden sebuah negara yang dilengkapi dengan perangkatnya seperti Polri, Kejaksaan dan lain-lain, ternyata tidak mampu mengatasi seorang Gayus.

Gayus benar-benar fenomenal. Dari kasus Gayus dapat dipahami bobroknya praktik hukum di negara ini. Indonesia yang disebut-sebut sebagai negera hukum secara perlahan-lahan bisa berubah menjadi hukum rimba karena banyaknya kasus yang tak dapat diselesaikan secara hukum. Yang lebih mengecewakan lagi, kasus Gayus dibutuhkan 12 instruksi presiden. Padahal Gayus dapat dikatakan sebagai pegawai kecil Direktorat Jenderal Pajak.

Soal Gayus, bukan sekali ini bagi SBY menginstruksikan kepolisian dan kejaksaan mengusut tuntas kasus yang berbalut mafia perpajakan dan mafia peradilan itu. Ketika Presiden mengeluarkan inpres untuk kesekian kali terhadap penyelesaian kasus yang sama, berarti ada sesuatu yang tidak jalan. Itu berarti sebuah tamparan serius terhadap kepemimpinan SBY sendiri kalau birokrasi tidak bergerak sesuai yang diperintahkan. Apalagi kepolisian dan kejaksaan adalah dua institusi vital dalam penegakan hukum yang berada langsung di bawah kontrol Presiden.


Curhat Sang Mafia

Usai sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Gayus Tambunan menyampaikan curahan hatinya. Ia mengungkapkan kekesalannya terhadap Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, terutama Denny Indrayana dan Mas Achmad Santosa. Berikut curhatnya:

Di kesempatan ini, saya menyatakan kekecewaan saya yang sangat besar terhadap satgas Pemberantasan Mafia Hukum, khususnya kepada Denny Indrayana, Mas Achmad Santosa, termasuk Yunus Husein.

Ada beberapa poin yang selama ini saya keep (tutup) rapat-rapat dalam rangka saya ingin membantu, tapi rupaya perbuatan mereka justru memperkeruh susaana dan makin menyudutkan saya, seolah-olah saya ini penjahat nomor satu di Indonesia.

Beberapa poin itu dapat saya bacakan sebagai berikut:

Saya tiga ketemu Denny Indrayana 18 Maret, 22 maret dan 24 maret. Selama pertemuan itu berulang kali Denny bilang kalau bisa kasus mafia hukum dipegang KPK karena Denny tidak percaya dengan Mabes Polri.

Kedua, keberangkatan saya ke Singapura tanggal 24 maret 2010 langsung ke bandara (Soekarno Hatta) setelah bertemu satgas, karena disuruh Denny agar saya tidak dijadikan korban bersamaan Andi Kosasih menunggu sampai Haposan ditangkap lebih dahulu. Jika Haposan sudah ditangkap, maka Denny akan menjemput saya di Singapura dan membawa kembali ke Indonesia.

Pada saat bertemu di Singapura, saya memberi tahu Denny dan Ota (Mas Akhmad Santosa) tentang uang yang lebih dari Rp50 miliar di safe deposit box. Namun saya tidak pernah memberi tahu uang itu dari mana. Di beberapa kesempatan, DI dan Ota bilang itu dari Bakrie Grup. Saya tidak pernah menyatakan seperti itu.

Satgas yang mengarahkan dan mengalihkan dari isu mafia pajak yang kemungkinan melibatkan Direktur dan Dirjen Pajak. Atau mafia hukum yang kemungkinan melibatkan Cirus Sinaga. Namun ditakutkan membongkar kasus Antasari. Kasus kepergian ke Bali yang diduga bertemu Ical, ke Makau dan Singapura untukamankan aset dan dibeking orang kuat. tu hal lagi

Dengan cara sengaja mengupload foto gambar paspor ke Twitter-nya, sehingga perhatian orang tidak ke Direktur dan Dirjen Pajak, ataupun ke Cirus Sinaga.

Denny tidak hanya berkomunikasi dengan istri saya untuk berkata jujur, tetapi memang ingin mengintimidasi istri saya. Denny bukan berempati terhadap seorang wanita yang sedang sedih dan tertekan, suami di penjara, dan mengurus anak-anak seorang diri. Malah memaksa istri jujur, apakah bertemu Ical di Bali. Padahal istri sudah jujur tidak bertemu Ical di Bali. Kalau emang tidak ketemu, apakah harus bilang ketemu!

Pada waktu di Singapura, Denny berjanji pada saya apabila mau membongkar mafia hukum, saya akan dibantu sebagai whistle blower. Karena Denny dekat dengan media, ia akan omong tiap hari, sehingga hukuman saya akan diringankan. Kenyataannya Denny justru memojokkan saya terus menerus dan menjadikannya sebagai alat politik.

Khususnya tiga perusahaan bakrie yang ingin disuruhnya diungkap, Denny juga menjanjikan saya akan aman dan nyaman selama proses hukum berlangsung jika saya mau balik ke indonesia dan kooperatif.

Denny yang menyarankan saya memakai jasa Adnan Buyung dan partners, dan mengantar istri dan ibu mertua bertemu Bang Buyung. Namun justru Denny bermanuver sendiri yang justru merugikan luar biasa saya dan Bang Buyung dengan selalu menembak Ical, bukannya membongkar mafia pajak yang kemungkinan melibatkan Direktur dan Dirjen Pajak atau membongkar peran Cirus Sinaga yang kemungkinan membongkar kasus Antasari.

Satu hal lagi berdasarkan cerita Jhon Grice kepada saya. Jhon Grice adalah agen CIA dan semua kegiatannya diketahui dan direstui oleh salah seorang anggota satgas

Tamparan Gayus untuk SBY

Dalam setiap perkara, dakwaan jaksa adalah pintu masuk bagi hakim menjatuhkan vonis. Jika dakwaan jaksa lemah, mudah diduga, putusan hakim pun enteng. Itulah yang terjadi dalam perkara Gayus Tambunan.

Dalam sidang kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim menjatuhkan vonis tujuh tahun kepada Gayus. Vonis itu jauh di bawah tuntutan jaksa 20 tahun.

Gayus adalah orang keenam dari jaringan mafia pajak yang dijatuhi hukuman. Sebelumnya hakim telah menjatuhkan vonis enam tahun kepada Andi Kosasih, tiga tahun kepada Lambertus Palang Ama, dua tahun kepada Ajun Komisaris Polisi Sri Sumartini, lima tahun bagi Komisaris Polisi Arafat Enanie, dua tahun bagi hakim Muhtadi Asnun, dan 1,5 tahun untuk Alif Kuncoro. Jika dibandingkan dengan keenam orang itu, Gayus dihukum lebih berat.

Sekalipun demikian, sejujurnya kita terkejut dengan vonis majelis hakim sebab Gayus sepantasnya dihukum mati. Kita pantas terkejut karena selama persidangan, majelis hakim yang dipimpin Albertina Ho mengajukan pertanyaan tajam dan kritis kepada terdakwa, saksi, dan ahli sehingga kerap membuat saksi tidak berkutik.

Dalam persidangan hakim tentu saja leluasa menggali fakta untuk memperkuat keyakinan ketika menjatuhkan vonis. Namun ketika menyusun vonis, hakim tentu saja kembali berpedoman pada dakwaan jaksa.

Faktanya, sekalipun dibungkus dengan tuntutan 20 tahun penjara, jaksa hanya mendakwa Gayus dengan pasal penyuapan sehingga vonis tujuh tahun dianggap wajar. Jaksa memang membuat konstruksi hukuman yang enteng bagi Gayus.

Namun, adilkah vonis tujuh tahun untuk Gayus? Terus terang tidak. Rasa keadilan publik tercabik-cabik oleh vonis itu. Secara hukum formal, vonis itu bisa saja benar. Namun bagi keadilan publik, vonis itu sungguh melukai rasa keadilan.

Bila sebelum vonis dijatuhkan Gayus leluasa piknik keluar tahanan, jangan heran jika setelah vonis ini Gayus akan lebih banyak lagi berleha-leha di luar penjara. Masa hukuman itu akan sangat sedikit dijalaninya di balik jeruji besi. Sebab mafia pajak pun ramai-ramai menyiapkan remisi untuknya sehingga jangan kaget bila tiba-tiba Gayus sudah bebas.

Gayus sungguh sebuah fenomena tentang betapa mafia hukum telah membelit negeri ini. Seusai divonis, Gayus malah berkoar-koar Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah merekayasanya. Antara lain, satgaslah yang memintanya agar fokus kepada tiga perusahaan kelompok Bakrie yang telah menyuapnya.

Padahal dalam persidangan, Gayus terus terang mengakui, bahkan memerinci uang yang diterimanya dari tiga perusahaan kelompok Bakrie. Tentu saja akal waras kita lebih memercayai keterangan di persidangan, bukan di luar sidang seperti dilontarkan Gayus kemarin.

Keterangan Gayus di luar sidang itu adalah upaya untuk mengecohkan agar mafia pajak tetap tak terjamah. Bahkan, dengan semua pernyataannya itu, Gayus telah menghancurkan satgas bentukan Presiden. Itu mestinya sebuah tamparan kepada sang pembentuk satgas. (IRIB/Media Indonesia/AR/20/1/2011)


Melihat Aktivitas Posko Anti Kebohongan Pemerintah







Posko Anti Kebohongan Pemerintah baru dideklarasikan tiga hari lalu. Namun, apresiasi masyarakat terhadap posko yang digagas para tokoh lintas agama itu sangat tinggi. Banyak lembaga sosial masyarakat bersedia membuka posko di kantornya masing-masing. Hingga Jumat (21/1), kata Anggota Badan Pekerja Endang Tirtana, sudah ada 20 posko resmi di dalam dan di luar negeri.

Keluhan yang datang pun tak kalah banyak. Saat ini, panitia telah menerima 25 pengaduan masyarakat. Keluhan disampaikan lewat surat pos, pesan singkat, datang langsung, atau melalui surat elektronik atau email ke posko Pusat Anti Kebohongan Pemerintah.


Posko pusat berada di kantor Ma'arif Institute, jalan Tebet Barat Dalam II Nomor 06, Jakarta Selatan. Di depan kantor sekretariat, tampak terpasang spanduk warna putih dengan tulisan warna hitam-merah: Rumah Pengaduan Kebohongan Publik, Badan Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama Melawan Kebohongan Publik.

Ide membuka posko anti kebohongan ini muncul setelah sejumlah tokoh lintas agama merilis 18 poin kebohongan Pemerintah di bawah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Kantor PP Muhammadiyah, pada 10 Januari lalu.

Aksi itu memantik reaksi Presiden yang merasa tersinggung atas tudingan telah berbohong dalam menyampaikan laporan agenda kerja pemerintah. Di antaranya, laporan soal angka kemiskinan, kebutuhan rakyat, ketahanan pangan dan energi, pemberantasan teroris, penegakan hak asasi manusia, anggaran pendidikan, dan sejumlah kasus lingkungan seperti semburan lumpur Lapindo.




Menurut Endang, pengaduan yang diterima berkisar persoalan warga yang dirugikan pemerintah atau diperlakukan secara tidak adil dalam pengambilan keputusan. Puluhan pengaduan itu kini tengah diverifikasi datanya.

Melihat tingginya apresiasi warga, badan pekerja akan membentuk tim kecil 3-4 orang yang khusus menerima pengaduan. Tim kecil itu mulai efektif bekerja Senin (24/1) nanti. Semua keluhan ditampung, lalu diserahkan ke badan pekerja untuk dikompilasi menjadi data. Data tersebut kemudian disampaikan kepada tokoh lintas agama dan pemerintah. Badan pekerja juga menginformasikan kepada masyarakat bahwa semua keluhan telah disampaikan kepada pemerintah. "Harapannya, dari keluhan itu pemerintah mendapat masukan kondisi di masyarakat yang sebenarnya, lalu ada tindakan konkret untuk melakukan perbaikan," kata Endang.

Posko Anti Kebohongan Pemerintah, Endang melanjutkan, hadir untuk mendorong warga supaya berani menyampaikan keluhan mengenai kinerja pemerintah, dari tingkat rukun tetangga sampai Presiden.

Disebut Bohong, SBY Tersinggung

Romo Franz Magnis Suseno mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat tersinggung disebut berbohong oleh para tokoh lintas agama.

Pernyataan Presiden itu disampaikan langsung SBY kepada Franz, pada pertemuan Senin malam lalu, di Istana Negara. Dalam kesempatan makan malam bersama, Franz mengaku dipanggil SBY supaya duduk di sampingnya. Sembari makan, SBY menyampaikan keluhannya.

"Presiden tersinggung pakai kata bohong," kata Franz dalam pertemuan lintas tokoh agama di sekretariat Centre for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC) di jalan Kemiri, Menteng, Jakarta, Kamis (20/1).

Kepada SBY saat itu, Franz menjelaskan bahwa kelompoknya tidak ada yang menyebut langsung Presiden dengan kalimat bohong. Para tokoh lintas agama itu, kata Franz, melalui media massa menyampaikan kalimat begini, "Bukankah pernyataan pemerintah soal program kerja itu membohongi publik."

Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, ini meminta agar pemerintah tidak alergi terhadap kritik. Sebab, seseorang yang berjanji dan tidak menepati janjinya itu disebut bohong adalah hal biasa.

Dalam pertemuan dengan SBY saat itu, Franz mengaku menyampaikan dua hal pokok. Pertama, pihaknya tidak datang ke Istana untuk memberi komentar kritis, tetapi datang karena Indonesia dalam keadaan serius. "Ada tendensi-tendensi jika tidak segera ditangani akan mengancam bangsa," katanya.

Kedua, saat ini sering terjadi kekerasan atas nama agama atau intoleransi yang sangat tinggi. Dalam kesempatan itu, Franz menuntut SBY supaya membenahi kerukunan antar umat di Indonesia.

Senin, 17 Januari 2011, tokoh lintas agama bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara. Dalam pertemuan selama 4,5 jam itu, tokoh lintas agama kembali membacakan 18 kebohongan yang pernah dibacakan beberapa waktu sebelumnya.
(IRIB/RM/tempointeraktif/20/1/2011)


0 comments to "Tamparan Gayus untuk SBY serta Melihat Aktivitas Posko Anti Kebohongan Pemerintah"

Leave a comment