Home , , , , � Transkrip Mafia Hukum dan Mafia Peradilan

Transkrip Mafia Hukum dan Mafia Peradilan








Nasib Cirus di Ujung Tanduk



Ibarat jatuh, Cirus Sinaga juga tertimpa tangga. Sudah ditetapkan jadi tersangka kasus rekayasa rencana tuntutan pada Gayus Tambunan, tudingan Gayus bahwa Cirus memegang kunci kasus Antasari Azhar juga akan diselidiki.

Jamwas Marwan Effendy mengaku Kejagung tidak mengetahui adanya rekayasa dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasruddin Zulkarnaen. Hal itu akan diklarifikasi terlebih dulu kepada Cirus.
“Saya minta inspektur yang membidangi pemeriksaan yang lalu itu, supaya meneliti ada apa di balik statemen Gayus itu. Akan kita teliti, apa betul ada rekayasa,” kata Marwan di Kejagung, Jakarta, Jumat 21 Januari 2011.

MenurutMarwan, Kejagung akan menindaklanjuti pernyataan Gayus tersebut. Dia menyatakan Jaksa Agung Basrief Arief setuju dengan langkahnya ini. Diperkirakan penelusuran itu akan memakan waktu paling lama 2 minggu. Jika pernyataan Gayus terbukti, lanjut Marwan, Antasari berpeluang mengajukan PK.

Sementara itu, posisi Cirus berada di ujung tanduk. Dia terancam dipecat terkait dugaan pemalsuan Rencana Penuntutan Gayus HP Tambunan yang sampai sekarang kasusnya ditangani penyidik Polri.

Marwan menyatakan, kalau seorang jaksa ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan upaya paksa oleh penyidik Polri, maka dalam waktu satu bulan penyidik sudah mengusulkan pada Jaksa Agung untuk pemberhentian sementara.

“Begitu juga kalau dia dinyatakan sebagai terdakwa ke pengadilan, Jamwas mengusulkan dalam tempo satu bulan sejak dilimpahkan untuk diberhentikan,” katanya.

Hal itu berdasarkan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2008 tentang Disiplin terhadap para Jaksa.

“Jadi pemberhentian sementara kalau dia dinyatakan ditangkap, ditahan atau dilimpahkan ke pengadilan,” imbuhnya. [MataNews]
DPR Harus Panggil Cirus Sinaga

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta Cirus Sinaga dipanggil ke DPR guna menjelaskan dugaan rekayasa kasus Antasari Azhar.

“Saya sudah usul supaya Cirus termasuk yang dipanggil di Panja Komisi III. Proses penyelidikan polri yang meringankan status Cirus dari tersangka menjadi saksi semakin menguatkan hipotesa itu (adanya rekayasa),” ujar politisi dari Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP), Jumat (21/1/2011).

Menurut dia, pengakuan Gayus Tambunan tidak boleh diabaikan begitu saja. Sebaliknya harus dibuka ada kaitan apa Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) dengan kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen yang membawa Antasari Azhar ke penjara untuk 18 tahun lamanya. Seperti diketahui, usai sidang vonisnya Rabu (19/1) lalu, Gayus secara blak-blakan menyampaikan sejumlah pengakuan terkait peranan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) yang diduga merekayasa kasusnya.

Anggota Satgas, Denny Indrayana bahkan dikatakan Gayus, sebelumnya ingin mengungkap mafia hukum yang diduga adalah Cirus Sinaga namun batal karena dikhawatirkan Cirus akan melawan dengan membongkar semua perkara Antasari Azhar.

“Kesan itu (kejanggalan) layak muncul karena kita dihadapkan pada beberapa kasus yang tidak tuntas dan akhirnya meninggalkan kejanggalan. Mulai Antasari Azhar dengan penyelidikan dugaan korupsi IT-KPU yang tidak terselesaikan, dan kasus lainnya,” urai Eva.

Dugaan rekayasa tersebut termasuk upaya pengkerdilan kasus Gayus oleh Jaksa Cirus yang tidak lain adalah juga jaksa kasus Antasari Azhar.

“Tentu kita ingat, bahwa kebohongan akan melahirkan kebohongan berikutnya untuk menutupi,” tudingnya. [RN/KN/Posted by K@barNet pada 22/01/2011]


Dua Jenderal Belum Diseret





Jakarta –
Kepolisian dan kejaksaan belum menyeret para petingginya yang diduga terlibat kasus mafia hukum Gayus Halomoan Tambunan. “Kalau terhadap anggotanya sendiri biasanya penegakan hukum menjadi lemah,” ujar Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho menanggapi kelambanan polisi di Jakarta kemarin.

Petinggi kepolisian yang diduga terkait dengan kasus Gayus adalah Brigadir Jenderal Raja Erizman dan Brigadir Jenderal Edmon Ilyas, keduanya mantan Direktur Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. Mereka diduga memerintahkan pembukaan blokir rekening Gayus.

Adapun pejabat kejaksaan yang diduga terlibat kasus Gayus adalah Cirus Sinaga, Poltak Manulang, dan Fadil Reegan. Mereka adalah jaksa peneliti berkas Gayus.

Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi, pihaknya sudah memeriksa Raja dan Edmon berkaitan dengan pernyataan Gayus bahwa mereka menerima uang darinya. “Kan, sudah kita lakukan pemeriksaan terhadap semuanya. Mereka semua tidak merasa (menerima),” ujar Ito dua hari lalu.

Namun, berkaitan dengan instruksi presiden soal pemberantasan mafia hukum, kepolisian akan menggelar sidang kode etik terhadap anggotanya yang diduga terlibat dalam kasus ini. “Mungkin minggu ini apa bulan ini,” ujar Kepala Pusat Pengamanan Internal Brigjen Budi Waseso, Kamis lalu.

Sementara itu, Kejaksaan Agung menyatakan masih menunggu hasil pemeriksaan polisi atas Cirus Sinaga. Cirus diadukan ke Mabes Polri oleh Kejaksaan Agung karena diduga membocorkan rencana tuntutan Gayus. Tapi Cirus berkali-kali tidak memenuhi panggilan polisi dengan alasan sakit. “Dia sudah dicopot dari jabatannya, nanti ketika (menjadi) terdakwa, kita akan lakukan pemberhentian sementara,” kata Jaksa Agung Basrief Arief.

Menurut Emerson, penanganan petinggi yang diduga terlibat skandal Gayus sangat lamban. Ia menduga penegakan hukum tersandera oleh politik internal institusi tersebut. “Saya khawatir mereka ini tak akan tersentuh karena mereka memegang kartu truf yang bisa digunakan kapan saja,” katanya.

Karena itu, ICW berharap Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih kasus mafia hukum Gayus yang belum tuntas. “Kami sejak awal sudah menyarankan agar kasus mafia hukum ini ditangani KPK,” katanya. Source
Repost – 27/08/2010

Jika sebelumnya Komisaris Besar Eko Budi Sampurno menyebutkan bahwa Jaksa Peneliti Cirus Sinaga yang memberi petunjuk untuk membuka blokir rekening Gayus Tambunan, nah sekarang justru Brigjen Polisi Radja Erizman yang membuka rekening tersebut.

Hal ini disampaikan Mantan Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Polisi Edmond Ilyas saat bersaksi di Persidangan Terdakwa Komisaris Polisi Arafat Enanie di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (26/8).

Ilyas mengaku tahu siapa yang mencabut blokir rekening Gayus Halomoan Tambunan senilai Rp 25 miliar. Edmond terang-terangan menyebut nama penggantinya, Brigjen Polisi Radja Erizman.

“Setahu saya, yang membuka blokir rekening Gayus adalah Radja Erizman,” kata Edmond Ilyas.

Keterangan itu diketahui Edmond saat dirinya diperiksa tim Independependen Mabes Polri terkait kasus mafia pajak. Awalnya Edmond mengaku tidak tahu karena dia hanya menangani kasus Gayus di tahap awal saja.

“Saya tidak tahu pembukaan rekening itu, saya baru tahu kalau blokir dibuka saat diperiksa tim independen soal kasus ini,” ujarnya. Edmond beralasan, saat pembukaan blokir itu dirinya sudah dipindah tugaskan sebagai Kapolda Lampung.
_______
Jaksa Cirus Beri Petunjuk Membuka Blokir Rekening Gayus

Petunjuk untuk membuka blokir Gayus Halomoan Tambunan berasal dari Jaksa Peneliti Cirus Sinaga. Demikian disampaikan Komisaris Besar Eko Budi Sampurno saat menjadi saksi dalam sidang Kompol M Arafat Ernani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (26/8).

“Berdasarkan petunjuk itu yang menjadi barang bukti hanya sebesar Rp370 juta,” kata Eko yang saat itu menjabat sebagai Kanit VI Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri.

Eko menambahkan, petunjuk itu diberikan Kejaksaan Agung setelah kasus dinyatakan P21 pada tanggal 23 Oktober 2009. Padahal, berdasarkan Laporan Hasil Analisa Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, uang sebesar Rp 25 Miliar dalam dua rekening Gayus di Bank BCA dan Panin itu dicurigai sebagai hasil korupsi.

“Saya dan AKBP Mardiyani menghadap Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigjend Raja Erizman. Dalam laporan perkembangan kasus itu Mardiyani menjelaskan posisi kasus kepada Erizman,” terang Eko.

Saat itu Erizman, kata Eko, mempertanyakan blokir rekening Gayus yang belum dibuka. “Lho kok kita blokir atau menahan duit orang lain,” ujar Eko menirukan perkataan Erizman.

Eko juga menyatakan bahwa dirinya tidak pernah berkoordinasi dengan Arafat. Alasannya, disposisi yang diberikan Direktur bukan kepada dirinya, tetapi kepada Kombes Pamudi Pamungkas, Kanit III Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri. Pernyataan Eko itu tidak dibantah Arafat. [kn/slm/Posted by K@barNet pada 22/01/2011]


Ahli Forensik Beberkan Bukti Baru Kasus Antasari


Ahli forensik RSCM dr Mun’im Idris mengungkap kejanggalan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait perkara Antasari Azhar. Kejanggalan ini bisa dipakai sebagai bukti baru dalam peninjauan kembali (PK) Antasari Azhar. Menurut Mun’im, keterangannya sebagai ahli yang diberikannya di persidangan tidak digunakan oleh hakim agung MA dalam putusan kasasinya.

“Saya menulis dalam keterangan saya sebagai ahli forensik, jenis peluru yang bersarang di Nasrudin (Nasrudin Zulkarnaen) adalah diameter 9 mm kaliber O,38 tipe SNW tapi diminta dihapus oleh polisi,” kata Mun’im Idris dalam konfrensi pers di RSCM, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu lalu, 5/1/2010.

Keterangan otopsi tertulis ini disampaikan oleh Mun’im Idris dalam surat otopsi. Namun, pihak Kepolisian meminta keterangan tersebut dihapus.

“Yang saya tulis ya yang saya temukan. Yang meminta dihapus langsung saya lupa yang datang ke sini. Lantas Wadir Serse Polda Metro Jaya menelepon saya minta untuk dihapus. Lalu saya bilang ini kewenangan saya,” tambah Mun’im.

Selain itu, dia juga menyatakan menerima mayat Nasrudin tidak dalam utuh atau tersegel. Kondisi mayat seharusnya masih berbalut baju ketika mayat meninggal. “Tapi saya sudah menerima tanpa label, tanpa baju dan kondisi luka kepala sudah terjahit. Seharusnya masih utuh apa adanya,” terang Mun’im.

Fakta ini dipersilakan Mun’im untuk menjadi bukti baru mengajukan PK Antasari. “Itu penglihatan ahli hukum. Semua sudah saya utarakan di pengadilan. Kalau dipengadilan yang punya kuasa itu hakim. Mau diterima atau tidak (keterangan ahli) bukan urusan saya,” tutup Mun’im.

Sebelumnya, mantan ketua KPK Antasari Azhar merasa masih ada kejanggalan dalam putusan yang diterimanya hingga tingkat kasasi. Karena itu, dia akan mengajukan upaya hukum terakhir yaitu Peninjauan Kembali (PK).

Antasari menjadi terpidana dalam kasus pembunuhan Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen. Pria asal Palembang tersebut kemudian divonis 18 tahun penjara di PN Jaksel. Hingga tingkat kasasi, putusannya tetap.

“Sebentar lagi saya akan menjadi terpidana. Saya masih punya satu hak untuk meraih kebenaran yang berhubungan dengan rasa keadilan, yaitu Peninjauan Kembali,” kata Antasari sebelum meninggalkan Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta.

Tidak hanya itu, Antasari juga mempertanyakan sejumlah barang bukti yang diajukan oleh jaksa. Masih banyak bukti-bukti yang hingga kini belum terungkap.

“Saya akan terus berjuang di mana baju korban, yang sampai hari ini tidak dijadikan barang bukti, saya akan terus meneliti apa akibat kematian korban. Katanya proyektil 9 mm, 9 mm apakah masih bisa digunakan oleh revolver, itu semua akan saya cari,” urainya.
Repost: Mayat Nasrudin Dimanipulasi

“Wadir Serse Polda Metro mengatakan, kalau ini (data 9 mm) bisa dihilangkan tidak?”

Ahli forensik Rumah Sakit Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Abdul Mun’im Idris mengaku pernah diminta pejabat Polda Metro Jaya untuk menghilangkan data mengenai luka Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.

Dalam pemeriksaan polisi, Mun’im menyatakan bahwa lebar luka di kepala Nasrudin disebabkan peluru berdiameter 9 milimeter (mm). Hal ini diungkapkannya dalam sidang pembunuhan Nasrudin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 10 Desember 2009.

“Saat saya diperiksa dan akan meneken BAP (Berita Acara Pemeriksaan), Wadir Serse Polda Metro mengatakan, kalau ini (data 9 mm) bisa dihilangkan tidak?” kata Mun’im mengulang pernyataan pejabat Polda itu di hadapan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.

Mun’im tidak menjelaskan mengapa polisi ingin data itu hilang. Dia hanya menolak. “Itu kewenangan saya sebagai dokter.”

Setelah itu, kata Mun’im pun menerima telepon dari seseorang yang mengaku bernama Kamil. Dalam telepon itu, Mun’im mengutip kata-kata Kamil terkait pencantuman diameter luka Nasrudin,” Babeh terlalu berani kalau segini (9 mm).”

Artinya ‘terlalu berani’? “Saya tidak tahu, saya kan tidak bisa telepati,” jawab Mun’im.

Mun’im adalah dokter yang memeriksa jasad Nasrudin. Saat memeriksa jasad Nasrudin, Mun’im mengaku menemukan dua peluru di kepala Nasrudin, yakni di sebelah kanan dekat telinga dan di batang tengkorak.

“Meski peluru masih di dalam, tapi sudah dijahit (lukanya),” kata dia. Kondisi seperti ini, kata dia, akan menimbulkan kematian meski tidak langsung.

Nasrudin ditembak usai bermain golf di Padang Golf Modernland, Cikokol, Tangerang, sekitar pukul 14.00, Sabtu 14 Maret 2008. Ia ditembak di dekat mal Metropolis Town Square.

Mobil BMW silver miliknya tiba-tiba dipepet dua pria mengendarai sepeda motor. Salah seorang pengendara langsung memuntahkan dua peluru ke arah kepala Nasrudin yang duduk di kursi belakang.

Seketika, sopir korban langsung membawanya ke Rumah Sakit Mayapada Tangerang. Kondisi Nasrudin dinyatakan kritis. Rumah sakit itu pun tak mampu menanganinya dan merujuknya ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Nasrudin meninggal 22 jam kemudian.
________________________
Mayat Nasrudin Sudah Dimanipulasi

Viva News: Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghadirkan ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai saksi kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dalam kesaksiannya, Mun’im mengatakan mayat Nasrudin sudah dimanipulasi saat ia terima untuk diperiksa.

“Karena jasadnya sudah berpindah dari rumah sakit ke rumah sakit. Saya menerima kondisinya sudah dijahit,” kata Mun’im dalam sidang dengan terdakwa Antasari Azhar, Kamis 10 Desember 2009.

Selain itu, kata dia, kepala Nasrudin pun sudah dicukur. “Akibatnya (manipulasi mayat) ini akan berkaitan dengan alibi tersangka nantinya,” kata dia.

Mun’im menjelaskan ada tiga pejabat menelpon dirinya untuk permintaan otopsi Nasrudin. Mereka adalah penyidik kasus pembunuhan Niko, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda saat itu Komjen M Iriawan, dan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Jusuf Manggabarani.

“Mereka minta saya ke RS Gatot Subroto. Tapi saya bilang, (jasad Nasrudin) bawa ke Cipto saja.”

Saat memeriksa jasad Nasrudin, Mun’im mengaku masih menemukan dua peluru di kepala Nasrudin, yakni di sebelah kanan dekat telinga dan di batang tengkorak. “Meski peluru masih di dalam, tapi sudah dijahit (lukanya),” kata dia.

Kedua peluru, jelasnya, mengenai jaringan otak. “Sehingga menyebabkan kematian meski tidak langsung.”
_________________________________
Siapa Penembak Nasrudin?

Pos Kota – Sidang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen memasuki babak baru. Ahli forensik RSCM Dr. Mun’im Idris yang didengar keteranganya sebagai saksi mengungkapkan, mayat Nasrudin yang divisumnya sudah tidak asli atau telah “dimanipulasi” oleh dokter lain. Dari sifat luka, penembakan dilakukan dari jarak jauh.

“Mayat sudah dimanipulasi, ini karena korban sebagian besar rambutnya sudah dicukur, lukanya sudah dijahit dan posisi sudah telanjang saat akan saya visum,” ujar Mun’im dalam persidangan pembunuhan Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Kamis.

Menurut Mun’im, peluru di bagian tubuh sudah penyok namun bisa dikenali tipenya. Sedangkan penembakan terjadi dalam jarak jauh.

Selain itu saat dirinya membuat berita acara hasil pemeriksaan tersebut, petugas Puslabfor Mabes Polri pernah menghubungi dan meminta ucapannya tentang manipulasi mayat dihilangkan dan “babe” (sebutan dokter ini) dinilainya terlalu berani. Namun, karena ini masih menjadi kewenangannya, dirinya tidak mau mengubahnya.

“Saya nggak mau mengubahnya dan peluru yang digunakan untuk menembak korban diukur besarnya 9 mm,” tegasnya sambil menyatakan korban ditembak bukan dari jarak dekat.

Mun’im mengakui dirinya tidak pernah memeriksa korban di tempat kejadian perkara atau TKP. Menurut dia, kalau korban ditembak jarak dekat sekitar 50 hingga 60 Cm, butir mesiunya akan menempel di baju korban. “Saya saat memeriksa jasad korban tak melihat adanya butir-butir mesiu yang menempel di bajunya,” jelasnya.

Dilanjutkan oleh Mun’im, biasanya pihaknya yang menggunting baju mayat. “Jadi mayatnya sudah tidak asli, sudah ada tangan-tangan yang menangani sebelumnya,” jelasnya.

Akibat mayat korban sudah diutak-atik, menurut ahli forensik ini, dirinya tidak bisa menentukan kapan terjadinya kematian dan yang paling penting berkaitan dengan alibi tersangkanya.

JAKSA YAKIN

Jaksa yakin bahwa proyektil yang ditemukan di tubuh Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen merupakan peluru yang ditembakkan dari pistol SNW kaliber 38 yang ditunjukkan sebagai barang bukti. Mereka meyakini proyektil 9 mm yang ditemukan ahli forensik merupakan pecahan peluru kaliber 38.

“Revolver dengan peluru yang digunakan itu satu paket. Temuan 9 mm itu pecahan dari peluru kaliber 38,” ujar anggota JPU Sutikno usai persidangan Antasari di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Kamis.

Sutikno menjelaskan awalnya beberapa jaksa peneliti juga menanyakan mengapa peluru kaliber 9 mm bisa digunakan pada revolver 38. Tapi setelah dipelajari, mereka yakin bahwa itu merupakan peluru serpihan. “Itu ternyata serpihannya,” lanjutnya.

Sutikno juga menjelaskan tidak ditemukan residu atau mesiu di tubuh Nasrudin. Bukan karena penembakan jarak jauh, melainkan karena sebelum bersarang di kepala Nasrudin, peluru tersebut menembus kaca mobil. “Tidak bisa ditemukan, karena menembus kaca,” ungkapnya.

Sebelumnya saksi ahli balistik A Simanjuntak menyebutkan bahwa peluru yang digunakan menembak Nasrudin tidak cocok dengan jenis pistol yang diperlihatkan JPU. Peluru tersebut merupakan 9 mm, sedangkan pistol SNW berjenis revolver kalibernya 38.

Menanggapi kesaksikan Dr Mun’im Idris, Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rafly yang dihubungi Pos Kota, menyatakan polisi tetap berpatokan pada hasil rekonstruksi para tersangka yang dilaksanakan di Tempat Kejadian Perkara (TKP).

“Kami yakin fakta itu yang dipercayai sebagai fakta hukum,” kata mantan Kapolres Kepulauan Seribu ini.

Sebelumnya, dalam persidangan para eksekutor Nasrudin, salah satu terdakwa Daniel pernah memberikan keterangan bahwa ada tim lain yang mengawasi mereka saat melakukan penembakan tersebut. Bahkan, para eksekutor lainnya membantah merekalah yang menembak Nasrudin.
Seorang Ahli forensik RSCM [dr Mun'im Idris] tidak mungkin berbohong dalam mengungkap kejahatan. Beliau adalah seorang dokter yang profesional dan jujur. Dalam kesaksiannya mengatakan, ada pihak kepolisian yang ingin menghilangkan sebagian keterangan hasil otopsi, namun ditolak oleh beliau. Jika yang diutarakan oleh dr Mun’im Idris tidak benar, seharusnya pihak polri menuntut balik. Tapi nyatanya hingga saat ini tidak ada sanggahan dari pihak polri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterangan dr Mun’im adalah benar dan pihak polri telah dengan jelas berupaya merekayasa kasus Antasari Azhar, juga patut diduga hal serupa terjadi pada kasus-kasus yang lain.


(KN/SLM/
Posted by K@barNet pada 21/01/2011)


Polri Bantah Ada Rekayasa Kasus Antasari ?



Jakarta –
Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar memastikan tidak ada rekayasa dan deal-deal dalam kasus Antasari seperti yang diungkapkan oleh Gayus Tambunan. Pernyataan Gayus itu harus dibuktikan.

“Polri memastikan tidak ada rekayasa. Itu dugaan-dugaan saja. Itu harus ada alat-alat bukti. Soal deal-deal itu dugaan saja,” kata Boy di kantornya, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (21/1/2011).

Polri mengaku tidak tahu seputar tudingan Gayus itu. “Yang kita tahu, Pak Cirus adalah jaksa penuntut umum Pak Antasari. Tetapi, terkait apa yang diketahui Gayus itu, kita belum tahu,” ujar Boy.

Menurut dia, proses penyelidikan dan penyidikan yang terkait terus berjalan dan belum tahap kesimpulan. Ketika ditanya mengapa kasus Cirus lambat padahal sudah ada surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), Boy menjelaskan SPDP tersebut dalam rangka pengumpulan bukti. Penyidik bisa memanggil calon tersangka menjadi saksi dulu.

“Itu biasa, bukan sesuatu yang aneh. Itu biasa terjadi. Itu hanya masalah teknis dan taktis penyidikan. Itu mungkin dilakukan untuk mengumpulkan alat bukti,” kata Boy.

Pada 19 Januari, secara tidak langsung Gayus mengungkap bahwa Satgas merilis isu seputar penggelapan pajak perusahaan Aburizal Bakrie agar kasus rekayasa Antasari Azhar yang dipegang Cirus tertutupi.

Antasari, mantan Ketua KPK, menjadi terpidana dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnen. Dalam kasus tersebut, Cirus Sinaga menjadi jaksa penuntut umum. Pada saat bersamaan, Cirus juga menangani kasus Gayus dalam perkara penggelapan pajak di PN Tangerang pada 2009.

Pihak pengacara Antasari tengah menjajaki akan melakukan pendalaman terhadap pernyataan Gayus tersebut. Mereka menyatakan curhat Gayus tersebut menyiratkan memang ada rekayasa dalam penanganan kasus Antasari Azhar sehingga memudahkan jalan mereka untuk mengajukan peninjauan kembali (PK). [detik]
Repost: Kesaksian Williardi & Rekayasa Kasus Antasari
Beginilah cara merekayasa kasus Antasari Azhar. Cepat atau lambat kejahatan pasti terungkap..

Kesaksian Williardi Wizard sungguh berani dalam sidang kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Ia menyadari, sebagai saksi mahkota, apa pun pernyataannya sangat memengaruhi nasib mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang duduk sebagai terdakwa dalam sidang tersebut.

Hari Selasa (10/11) ini, ia memutuskan untuk mencabut semua pernyataannya di BAP karena itu semua dibuat atas dasar rekayasa penyidik polisi. “Saya nyatakan semua BAP tidak berlaku. Yang (akan) kami pakai adalah BAP tanggal 29 April 2009 dan 30 April 2009 dan yang (kami) katakan di sini,” kata Williardi.

Ia memutuskan mencabut keterangannya di BAP karena apa yang ia katakan telah dibuat oleh penyidik, dan ia tinggal tanda tangan. Alasan lain, pihak penyidik tidak memenuhi janjinya untuk tidak menahannya jika menurut pada penyidik.

Rekayasa itu bermula saat ia dijemput pada satu hari dari rumahnya ke kantor polisi pukul 00.30. Pada dini hari itu Williardi didatangi dan diperiksa Direktur Reserse Kepolisian Daerah Metro Jaya, Wakil Direktur Reserse, dan tiga orang kepala satuan.

Menurut Williardi, para petinggi polri memintanya membuat BAP yang harus menjerat Antasari sebagai pelaku utama pembunuhan Nasrudin. “Waktu itu dikondisikan sasaran kita cuman Antasari. (Lalu BAP saya) disamakan dengan BAP Sigid (Haryo Wibisono), dibacakan kepada saya,” ujar Williardi tanpa wajah takut.

Dalam kesaksian berikutnya, Williardi pun menyebut nama Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Irjen Adiatmoko. Menurut dia, Adiatmoko juga memintanya membuat BAP demi kepentingan menjebloskan Antasari.

BAP yang dibuat Williardi pada tanggal 29-30 April ditolak penyidik karena Antasari tidak tersangkut. “Udah bikin apa saja yang terbaik untuk menjerat Pak Antasari. Dijamin besok pulang. Kami dijamin oleh pimpinan Polri tidak akan ditahan. Paling sanksi indisipliner,” kata Williardi mengulang perkataan Adiatmoko.

Karena jaminan itu, lanjut Williardi, ia bersedia menandatangani BAP yang sudah dibuat penyidik. Namun, yang terjadi keesokan harinya dalam berita televisi, Williardi diplot polisi sebagai salah satu pelaku pembunuhan Nasrudin.

Ia pun protes kepada Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iriawan yang turut memeriksanya. “Janji mana? Tolong diklarifikasi. Kami tidak sejahat itu,” ujar Williardi.

Protes Willardi ini menuai reaksi dari teman sejawatnya. Kembali ia dijemput Brigjen (Pol) Irawan Dahlan dan langsung dibawa ke kantor Adiatmoko.

Sambil minum kopi, ia ditanya apakah kenal dengan Edo, Jerry Hermawan Lo, Antasari Azhar, dan Sigid Haryo Wibisono. Ia juga ditanya apakah pernah menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Edo dari Sigid.

Williardi mengiyakan semua pertanyaan, tanpa tahu ia sedang disidik. Mendengar pengakuan Williardi, Adiatmoko meminta bawahannya untuk langsung menahan Williardi.

“Lho kok cuma nyerahin uang ditahan?” ujar Williardi kepada Adiatmoko. Sejak saat itu sampai sekarang Williardi mendekam dalam tahanan.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Herri Swantoro di PN Jakarta Selatan siang tadi, Williardi juga mengaku dicap sebagai pengkhianat oleh teman-teman sejawatnya ketika ia protes kenapa ia akhirnya jadi terlibat dalam kasus pembunuhan dan ditahan.

Protes kerasnya itu malah ditanggapi dingin oleh penyidik. “Itu perintah pimpinan,” begitu jawaban yang dia dapat saat ia mengungkapkan kenapa ia ditahan.

Penasaran siapa yang dimaksud dengan pimpinan, Tim Kuasa Hukum Antasari yang diketuai Juniver Girsang bertanya kepada Williardi siapa yang dimaksud pimpinan. “Kalau bicara pimpinan, pimpinan kami ya Kapolri,” jawab Williardi lantang.

Lebih jauh, rekayasa itu juga terjadi saat rekonstruksi. Dalam suatu pertemuan di kamar kerja Sigid, seolah-olah penyidik membuat adegan Antasari memberikan amplop coklat berisi foto Nasrudin kepada Williardi. Hal ini langsung dibantah oleh Williardi.

“Itu tidak benar. Kami menerima amplop itu langsung dari saudara Sigid. Tanpa ada Pak Antasari,” tutur Williardi. Dari awal memberikan kesaksian, Williardi tidak gentar membeberkan pernyataan yang dianggapnya benar.

Tak ada wajah takut darinya sekalipun beberapa pejabat berbintang ia sebutkan. Terdengar pula ia beberapa kali bersumpah untuk meyakinkan majelis hakim.

Selain nama-nama di atas, ia juga menyebut petinggi Polri, seperti Niko Afinta, Tornagogo Sihombing, dan Daniel. Jaksa penuntut umum yang diketuai Cirus Sinaga meminta nama-nama yang disebut Williardi supaya dihadirkan dalam persidangan.
__________________________
Williardi: Atasan Saya Ya Kapolri!

Di dalam persidangan, saksi Williardi Wizard “bernyanyi” kalau rekannya di kepolisian merekayasa penyidikan kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen yang berujung pada penahanan mantan Ketua KPK Antasari Azhar.

Nama petinggi Polri pun disebutnya. Pada suatu hari, Williardi berkisah dalam sidang PN Jaksel, Selasa (10/11), ia dijemput di rumahnya pukul 00.30 oleh Brigjen (Pol) Irawan Dahlan.

Kemudian di kantor polisi para penyidik meminta dia membuat berita acara sesuai dengan kehendaknya. “Udah bikin apa saja yang terbaik untuk menjerat Pak Antasari. Dijamin besok pulang. Kami dijamin oleh pimpinan Polri tidak akan ditahan, paling sangsi indisipliner,” kata Williardi mengulang perkataan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (waktu itu) Irjen Adiatmoko.

Karena jaminan itu, apalagi langsung dari pimpinan Polri, lanjut Williardi, ia bersedia menandatangani BAP yang sudah dibuat penyidik. Namun, yang terjadi keesokan harinya dalam berita televisi Williardi diplot polisi sebagai salah satu pelaku pembunuhan Nasrudin.

“Janji mana? Tolong diklarifikasi. Kami tidak sejahat itu,” kata Williardi dalam pesan singkat kepada Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iriawan.

Selanjutnya, penasihat hukum Antasari bertanya, “Siapa pimpinan Anda?” “Pimpinan saya ya Kapolri,” kata Williardi.

Setelah protes tersebut, Williardi mengaku ia langsung ditahan. Ia tidak peduli dikatakan penghianat oleh sejawatnya. “Kami memberanikan diri, kami dibilang penghianat, tidak peduli,” kata Williardi dalam persidangan.

Williardi bersama Antasari Azhar dan Sigid Haryo Wibisono didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Nasrudin. Mereka diancam hukuman mati atas dakwaan itu.
____________________________________
Williardi Minta Maaf pada Antasari

Setelah memberikan kesaksian, Williardi Wizard membuat pernyataan minta maaf yang dilengkapi dengan tanda tangan kepada terdakwa Antasari Azhar. Langkah mantan Kapolres Jaksel itu dilakukan setelah ia mencabut BAP-nya yang memojokkan Antasari. BAP itu diakui Williardi sebagai hasil arahan para penyidik.

“Tadi dia (Williardi) sempat membuat tanda tangan. (Ia) merasa berdosa, khususnya kepada Pak Antasari, karena apa yang ditandatangani (dalam BAP) tidak benar,” kata Juniver Girsang, pengacara Antasari, seusai sidang di PN Jaksel, Selasa (10/11). Dalam sidang ini Antasari duduk sebagai terdakwa.

Pada awal kesaksiannya, Williardi mencabut lima BAP yang ditandatanganinya. Ia hanya mengakui BAP yang dibuatnya pada tanggal 29 April 2009 dan 30 April 2009.

Menurutnya, inilah BAP yang benar. “Sayang, selain BAP ini ditolak oleh penyidik, juga entah mengapa bagian tersebut tidak terlampir dalam BAP keseluruhan. “Kalau BAP-nya seperti ini, Pak Antasari tidak akan terjerat,” ungkap Williardi mengulang pernyataan salah satu penyidik.

Juniver menuturkan bahwa kesaksian Williardi tadi seharusnya dilakukan sejak awal. “Kalau sejak dini, perkara ini tidak perlu sampai ke pengadilan,” katanya.
__________________________
“Tuhan Tidak Tidur, Kebenaran Mulai Terungkap”

Mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang menjadi terdakwa dalam sidang pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen kaget dengan kesaksian Williardi Wizard.

Mantan Kapolres Jaksel itu mengaku tuduhan pada Antasari adalah rekayasa penyidik kepolisian. “Memang tingkat keimanan paling tinggi. Kesabaran, 6 bulan (dipenjara) tidak masalah. (Saya) terkejut kok seperti itu saat memeriksa WW target Antasari,” kata Antasari saat sidang di PN Jaksel ditunda, Selasa (10/11).

Diungkapkan bahwa selama ini ia tegar karena Tuhan tidak tidur. “Begitu cara orang menzalimi saya. Kebenaran mulai terungkap, Allahu akbar,” tutur Antasari.

Juniver Girsang, pengacara Antasari, menuturkan bahwa kesaksian Williardi masuk dalam sejarah persidangan. Saat mendengar persidangan, dia sangat kaget. Pernyataan saksi WW itu membuat seluruh penasihat hukum terkejut dan menilai bahwa ini merupakan sejarah peradilan, di mana pernyataan saksi membuat pernyataan bahwa ada skenario yang ditujukan kepada terdakwa Antasari. (Kompas)

__________________________________
Dua Jenderal Polisi Bakal Terseret Kasus Antasari

[sumber: Jakartapress.com]
Ternyata, dua jenderal bintang dua polisi ikut terseret kasus Antasari Azhar. Irjen Pol Hadiatmoko dan Brigjen Pol Irawan Dahlan akan dihadirkan dalam sidang Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen. Para perwiwa tinggi Polri ini akan dijadikan saksi dalam pesidangan akibat namanya telah disebut oleh terdakwa pembunuhan Nasrudin, Kombes Pol Williardi Wizar.

“Kita akan hadirkan untuk mengkroscek kebenaran dan kebohongan keterangan Williardi Wizar,” ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cirus Sinaga usai sidang Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (10/11).

Menurut Cirus, kesaksian Williardi yang menyebutkan ada rekayasa kasus Antasari tidak bisa berdiri sendiri. JPU siap membuktikan dakwaan Antasari terlibat pembunuhan Nasrudin benar adanya. “Boleh-boleh saja mengatakan seperti tadi. Tapi fakta-fakta itu harus berdasarkan bukti,” tutur JPU, yang juga akan mengkroscek kesaksian Williardi dalam sidang Selasa (10/11), dengan kesaksian sebelumnya dan alat bukti yang ada.

Sebelumnya, Williardi Wizar membuat pengakuan mengejutkan dalam sidang dengan terdakwa Antasari Azhar. Williardi menyeret Irjen Pol Hadiatmoko dan Brigjen Pol Iriawan Dahlan yang menekannya dalam proses pemeriksaan. “Jam 10.00 WIB pagi saya didatangi oleh Wakabareskrim Irjen Pol Hadiatmoko. Dia katakan sudah kamu ngomong saja, kamu dijamin oleh pimpinan Polri tidak ditahan, hanya dikenakan disiplin saja,” ungkap Wiliardi dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (10/11).

Kemudian, lanjut Wiliardi, pada pagi dini harinya sekitar pukul 00.30 WIB, dia dibangunkan oleh penyidik kepolisian. Di ruang pemeriksaan, ada istri dan adik iparnya, serta Dirkrimum saat itu Kombes Pol M Iriawan. “Dirkrimun bilang ke istri saya, kamu bilang saja ke suami kamu, semuanya akan dibantu. Jam setengah satu saya diperiksa, dan disuruh buat keterangan agar bisa menjerat Antasari. Jaminannya saya bisa pulang. Ini saya ngomong benar, demi Allah,” bebernya.

Wiliardi bahkan meminta majelis hakim untuk menelepon M Iriawan. “Saya juga mengirim SMS, menagih janjinya. Katanya saya tidak akan ditahan dan saya juga meminta agar segera diklarifikasi, kalau saya juga tidak sebejat seperti yang diberitakan sebagai orang yang mencari eksekutor. Tapi hari itu juga saya mau ditahan,” terangnya.

Tidak lama, 2 hari kemudian karena kecewa tidak ditanggapi, Wiliardi memberanikan diri mencabut BAP. “Sempat ada penyidik yang bilang ke saya, kalau tidak diganti tidak akan bisa menjerat Antasari,” imbuhnya.

Dia mengaku, bila memang ada pertemuan di rumah Sigit, antara dirinya dan Antasari, kemudian ada perintah untuk membunuh, dia mengaku siap dihukum seberat-beratnya. “Jadi itu tidak benar. Silakan cek di CCTV, amplop yang diterima saya, itu diberikan Sigid bukan Antasari,” imbuhnya.

Williardi juga mengaku, pernah suatu waktu dia dijemput oleh Brigjen Pol Iriawan Dahlan, saat itu dia diajak minum kopi di ruangan Hadiatmoko. “Saya ditanya kenal Edo, Antasari, Sigit dan apa pernah menyerahkan Rp 500 juta. Saya memang menyerahkan ke orang untuk menyelidiki suatu kasus di Citos. Tapi saya tidak tahu kemudian dipakai membunuh,” paparnya.

Kemudian, setelah itu Hadiatmoko menahannya atas tuduhan pembunuhan. “Kok saya bingung cuma antar uang ditahan? Sejak itu saya ditahan. Pak Hadiatmoko bilang ini perintah pimpinan, dan saya diminta mengikuti saja penyidikan biar perkara cepat P21. Bagaimanapun pimpinan saya Kapolri, sehinga saya tertarik. Saya, keluarga, istri dan ortu diimingi kebebasan saya,” tutupnya.

Sementara itu Hadiatmoko saat dikonfirmasi tidak mau memberikan komentar. “Enggak, enggak. Terima kasih,” jelas Hadiatmoko melalui telepon.

Williardi Wizar mengaku, kasus Antasari direkayasa pihak tertentu di Polri. Penahanan mantan Ketua KPK Antasari Azhar dikondisikan oleh beberapa petinggi kepolisian. “Pukul 00.00 WIB saya diperiksa dengan didatangi oleh Direktur Reserse Polda Metro Jaya yang katanya itu perintah atasan,” kata Wiliardi berapi-api.

Williardi menyatakan saat itulah dikatakan bahwa Antasari adalah sasaran mereka. Wiliardi bersumpah bahwa kejadian itu benar. “Di situ dikatakan — Demi Allah ini saya bersumpah — sasaran kita hanya Antasari. Demi Allah saya bersumpah, biar mati lampu ini, mati saya Pak,” ujarnya.

Williardi mengungkapkan semuanya ini dalam kesaksiannya di sidang dengan terdakwa Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera, Selasa (10/11). Sebelumnya, hakim ketua Herry Swantoro menanyakan kebenaran kesaksiannya yang selalu berubah-ubah.
(KN/Posted by K@barNet pada 21/01/2011)


Skenario Menjerat Antasari Azhar





PANGGUNG pertunjukan selalu terbuka bagi Antasari Azhar. Dia dikecam sekaligus disanjung. Ketika menapaki tangga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dia dicibir dan diragukan. Tetapi tatkala mulai menangkap dan menggiring banyak koruptor ke bui, dia dielukan dan menjadi idola. Tetapi masa jaya Antasari tidak bertahan lama.

Dia terjerembap dalam perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dia dituduh menjadi aktor intelektual kasus pembunuhan itu. Posisinya sebagai Ketua KPK dicopot. Dia dijebloskan ke sel dan ditahan di tahanan Polda Metro Jaya sejak enam bulan silam.

Kasus Antasari tertelan semarak skandal dugaan rekayasa kriminalisasi dua Wakil Ketua nonaktif KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Polisi dituding telah merekayasa kasus Bibit-Chandra. Bahkan polisi mendapat julukan baru sebagai penulis skenario yang piawai.

Nama Antasari kembali melambung dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (10/11). Juga nama polisi kembali tersandung sebagai pembuat rekayasa dan pengarang skenario. Publik terkesima. Polisi kembali diposisikan sebagai perekayasa kasus Antasari Azhar. Bukan sembarang orang yang membuka adanya skenario penggiringan Antasari menjadi pesakitan. Bukan pula sembarang sosok yang mengaku ada rekayasa membawa Antasari ke tahanan.

Pengakuan yang menggemparkan itu datang dari seorang perwira polisi berpangkat komisaris besar. Dialah Wiliardi Wizard, mantan Kapolres Jakarta Selatan. Dia membongkar skandal rekayasa kasus Antasari di forum terhormat; pengadilan. Antasari terharu dan menangis. Pengacara keheranan karena pengakuan itu datang dari saksi yang diajukan jaksa. Dan jaksa? Jaksa pasti sesak napas.

Wiliardi seharusnya memperkuat tuduhan jaksa bahwa Antasarilah aktor di balik kasus pembunuhan itu. Keterangan saksi yang dipercaya adalah keterangan yang diberikan di depan persidangan. Bukan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Hal itu jelas-jelas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pada Pasal 185 ayat (1) disebutkan, keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Jadi, hakim, jaksa, dan pengacara memegang keterangan saksi yang diberi di depan persidangan.

Saksi yang mencabut BAP di depan persidangan tidak boleh dipandang sebagai pembohong. Tidak hanya hakim yang bertugas mencari keadilan, tetapi juga jaksa dan pengacara mengagungkan keadilan, bukan mencari kemenangan.

Kesaksian Wiliardi Wizard telah meruntuhkan bangunan skenario menjerat Antasari sebagai aktor intelektual kasus pembunuhan. Kesaksian Wiliardi mempertontonkan bahwa sedang berkembang peradilan sesat di Tanah Air.

Kita mencoba percaya bahwa kegemaran menyusun skenario dan membuat rekayasa sebuah perkara hanyalah ulah oknum polisi yang mencari jalan pintas. Karena itu harus ditindak. Tetapi jika pimpinan Polri mendiamkannya, tuduhan itu beralih menjadi kehendak institusi. Kalau sekarang kita dihadapkan dengan panggung saling bantah di antara mereka yang bertikai, pertanyaannya, siapa sesungguhnya yang berbohong? (MI/KN/Posted by K@barNet pada 12/11/2009)

Antasari Azhar Bersumpah !

Bismillahirrohmanirrohim
Demi Allah SWT Saya Bersumpah!
Hari ini tanggal 03 Januari 2011, Jaksa selaku eksekutor melaksanakan putusan Mahkamah Agung/ MA dengan cara menempatkan saya di Lembaga Pemasyarakatan. Tepatnya di Lembaga Pemasyarakatan yang mana?, sepenuhnya wewenang Jaksa.

Sebentar lagi, sebagai seorang terpidana walau tidak besalah. Masih ada kesempatan saya melakukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) untuk meraih kebenaran yang bermuara pada keadilan. Dapat dipastikan saya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Mengingat upaya meraih keadilan akan terus saya perjuangkan sekalipun dari balik terali besi, namun dibawah lindungan Allah SWT.

Selama hampir 2 (dua) tahun saya “DIAM” tidak berarti kami turut merencanakan kejahatan sebagaimana didakwakan pada saya. Namun sebagai penegak hukum, saya menghormati proses yang dilaksanakan dalam rangka menjaga kewajiban lembaga penegak hukum. Sampai saat ini saya menilai sejak penyidikan, penuntutan sampai dengan persidangan, hakim telah dihadapkan kepada Fakta/BAP yang telah membelokan proses teknis yuridis. Sehingga putusan yang ada seperti saat sekarang tidaklah berlebihan jika saya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan suatu pengharapan peradilan yang jujur, profesional dan berkeadilan masih ada di Bumi Pertiwi ini.

Adapun dugaan kejanggalan/pembelokkan fakta dimaksud antara lain:
1.Pengiriman SMS mengancam tidak jelas, fakta sidang bukan terdakwa, barang bukti HP tidak pernah dibuka apalagi di Rollback untuk melihat siapa pengirim (IMEI) yang menggunakan nomor saya, atau SMS rekayasa.
2.Baju korban tidak pernah dijadikan barang bukti(?)
3. Senjata yang dijadikan barang bukti dengan Proyektil/ Peluru yang mengakibatkan korban meninggal, tidak cocok (Revolver 38, Proyektil diameter 99 mm) dan lain-lain kejanggalan.

Maka seharusnya dalam perkara ini telah terjadi Error in Persona maupun Objekto, menghukum orang yang tidak bersalah dan telah mengesampingkan Alat Bukti Ahli Balistik maupu Forensik terutama Ahli IT yang disumpah.

Saya yakin kebenaran akan menampakkan wujudnya di Bumi Merah Putih. Insya Allah. Amin
Jeruji Besi Polda Metro Jaya, 03 Januari 2011
Hormat Saya
Antasari Azhar
_______________
Politik Balas Dendam

ADA penilaian, apa yang dikembangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap lawan-lawan politiknya sungguh sangat merusak demokrasi, jauh dari etika dan moralitas. Sebagai orang yang saat ini berkuasa atas jalannya roda pererintahan, termasuk insitusi hukum dan kejaksaan, SBY dinilai telah melakukan berbagai rekayasa politik atas orang-orang yang berbeda dengannya. Rekayasa tersebut digemborkan dengan berbagai macam cara, entah isu korupsi atau isu perempuan.

Aktivis Petisi 28 Haris Rusly menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh SBY dalam penegakan hukum diduga hanyalah sebuah rekayasa politik semata. Dalam kasus Antasari Azhar misalnya, Haris 100% yakin bahwa sebetulnya Antasari tidak terlibat. Tetapi nampaknya Antasari tidak berdaya dalam kekuatan politik dan modal yang saat ini sedang berkuasa. Ia pun akhirnya masuk penjara. Lebih jauh Haris menduga bahwa apa yang terjadi pada Antasari sebetulnya adalah salah satu bentuk upaya pelemahan KPK demi mengamankan kepentingan Istana.

“Saya tidak yakin bahwa orang seperti Antasari bermain perempuan sedemikian rupa sehingga sampai membunuh seorang Nasrudin. Sepertinya ini hanyalah rekayasa politik semata,” ujar juru bicara Petisi 28 yang juga mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini saat diskusi penegakan hukum era SBY di Doekoen Coffee, Pancoran, Jakarta, Kamis (8/7/2010).

Lebih jauh ia menyatakan bahwa dalam penegakan hukum SBY sepertinya tebang pilih. SBY diduga mengamankan kawan-kawan dekat Istana yang diduga terlibat dalam soal korupsi, sementara disisi lain menghajar lawan politik dengan isu korupsi dan lain-lain. Apa yang dilakukan oleh dalam penegakan hukum dinilai tebang pilih karena juga hanya berlaku pada orang-orang yang katakanlah sudah tidak punya kekuasanan lagi. Penegakan hukum SBY hanya terjadi pada orang-orang yang sudah berada di luar kekuasaan.

Hal tersebut dapat menimbulkan dugaan bahwa politik yang dikembangkan oleh SBY selama ini adalah politik balas dendam semata. Ia menyingkirkan dengan cara-cara yang tidak etis orang-orang yang tidak lagi berada dipusat kekuasaan dan merugikan kepentingannya. Hal ini diduga akan terus berlanjut dalam politik Indonesia mendatang. Ketika SBY tidak berkuasa lagi, bisa jadi politik balas dedam tersebut akan menimpa dirinya.

“SBY sepertinya saat ini merasa bahwa ia akan berkuasa seumur hidup. Ia akan berkuasa seperti Soeharto. Sehingga ia kini berbuat sewena-wena saat berkuasa. Jangan salah,” ujar aktivis Petisi 28 ini.

Sementara itu, Ali Mukhtar Ngabalin menilai apa yang terjadi di lingkungan Istana juga sebetulnya tidaklah bersih. Lingkungan Istana banyak juga dipenuhi oleh hal-hal yang merugikan Negara dan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Sebab itu, bila SBY saat ini sewena-wena dengan memperlakukan lawan politiknya, maka hal tersebut juga bisa jadi menimpa SBY ketika ia tidak lagi berkuasa.

Rakyat Indonesia secara keseluruhan membutuhkan sebuah sikap kepemimpinan SBY yang tidak tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Penegakan hukum yang tidak saja menimpa lawan-lawan yang lemah, tetapi juga kerabat Istana. Juga bukan sebuah penegakan hukum yang bukan rekayasa. Bila itu yang kini dikembangkan SBY, politik Indonesia ke depan akan dipenuhi oleh praktik politik balas dendam. Dan demokrasi di jurang kehancuran.(Posted by K@barNet pada 20/01/2011)


Memalukan, Satgas Merekayasa Kasus Gayus!



Dugaan saya selama ini bahwa Satgas merekayasa kasus Gayus untuk menyerang Aburizal Bakrie terbukti sudah. Pernyataan Gayus yang menegaskan Satgas mengarahkan dirinya untuk mengumbar isu kasus pajak terkait Aburizal Bakrie dengan gamblang menjawab semua pertanyaan selama ini. Jelas sekarang bahwa Satgas berada dibalik semua isu-isu pajak yang menyerang Aburizal Bakrie. Rekayasa kasus seperti ini jelas sangat memalukan. Terlebih dilakukan oleh Satgas Mafia Hukum yang jelas-jelas bertugas memberantas praktik-praktik kotor dalam penerapan hukum. Sangat ironis Satgas yang seharusnya membantu penegakan hukum, justru malah mempermainkan hukum. Kalau begitu, untuk apa sebenarnya Satgas dibentuk?

Presiden harus segera mengkaji kembali keberadaan Satgas. Kalau Satgas justru mempermainkan hukum dan bermain ditataran politik, buat apa Satgas dipertahankan. Karena dengan sikap tersebut berarti Satgas telah mencoreng muka presiden yang notabene pembentuk Satgas.

Apa motivasi Satgas untuk merekayasa isu kasus pajak terkait Aburizal Bakrie itu harus diusut tuntas. Partai Golkar akan segera mengkaji pernyataan Gayus terkait rekayasa Satgas tersebut. Dan, bukan tidak mungkin Partai Golkar akan melaporkan Satgas Mafia Hukum, khususnya Denny Indrayana, atas dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
Kebohongan Denny Indrayana

Komitmen Presiden SBY mewujudkan good governance hanyalah kebohongan belaka. Pasalnya, membersihkan pemerintahan di Istana dari praktek rekayasa dan manipulatif saja tidak bisa.

Hal ini terkait dengan pernyataan Gayus HP Tambunan bila penasihat hukum Presiden SBY yang juga Sekretaris Satgas Mafia Hukum Denny Indrayana telah merekayasa kasus mafia pajak.

Bahkan cerita kebohongan Denny ini membuat merinding Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Tak ayal, jika politisi Partai Golkar itu menyebut pihak istana yang dikomandoi Presiden SBY tidak steril alias kotor.

“Saya sedih sekali, saya kebetulan mendengarkan secara langsung pengakuan dari Gayus Tambunan terhadap lingkaran-lingkaran istana, Deny Indrayana dan seterusnya terus terang saya agak gemetaran tadi,” katanya di Jakarta, Rabu (19/1).

Kalau seperti ini adanya, wajar jika ada tokoh agama yang mencap pemerintahan SBY-Boediono bohong. Sebab, ada usaha yang kasat mata dan membuka mata semua orang mengenai rekayasa yang intinya mengintimidasi dilakukan pihak istana.

“Khusus Presiden saya masih punya praduga yang baik, namun izinkan saya menanyakan saja mengenai lingkaran kecil di sekitar beliau,” katanya.

Partai Golkar sendiri belum berfikir untuk hengkang dari koalisi, meskipun pihak istana diisi oleh orang-orang kotor.

“Kami belum ada langkah apapun karena kami yakin koalisi adalah terus bersama-sama membangun pemerintahan ini,” katanya.

Namun, ada juga politisi partai beringin yang ingin menyikat Denny Indrayana. Sebab, akibat sepak terjang Denny, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sempat terseret-seret ke dalam kasus mafia pajak Gayus Tambunan. Hal ini tentu saja mencederai nama baik Aburizal. [HMINEWS/WN]
Transkrip Rekaman Obrolan Gayus dan Ito Sumardi

Gayus Tambunan tak hanya berbicara dengan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana via Blackberry Messanger (BBM), melainkan juga dengan Kabareskrim Komjen Ito Sumardi… Berikut transkrip rekamannya:

Tito Karavian : Kalo mau lempar bola ini… bola isu ini harus ada lagi yang diangkat, harus ada yang terlibat, juga kena karena itu bolanya tidak mati di tangan sendiri tu
Gayus : Saya butuh banyak bola-bola saya
Tito Karavian : Supaya ininya…(dipotong ucapan Ito Sumardi)
Ito Sumardi : Anggaplah kita saudara
Gayus : Kalo ngaitin Bakrie gak apa apa ya Pak?
Ito Sumardi : Kenapa?
Gayus : Ngaitin Bakrie gak pa pa?
Ito Sumardi : Oh… gak pa pa
Tito Karavian : Gak apa apa bagi bagi, bolanya besar, lebih mantep juga, wuaahh itu besar
Gayus : Lha justru itu maksud saya, biar sama-sama anu
Ito Sumardi : Jadi begini dari semua ini kembali berpulang pada ininya.. Sekarang gini, anggaplah kita ini saudaralah, saudara baru.. Jadi kalo ada apa-apa dan jangan percaya sama orang lain ya kecuali ma keluarga sendiri…
Gayus : Saya sebenernya mau percaya ama bapak cuma yang mikir waktu ke depannya…
(Posted by K@barNet pada 20/01/2011)


Adilkah Vonis 7 Tahun untuk Gayus?



DALAM setiap perkara, dakwaan jaksa adalah pintu masuk bagi hakim menjatuhkan vonis. Jika dakwaan jaksa lemah, mudah diduga, putusan hakim pun enteng. Itulah yang terjadi dalam perkara Gayus Tambunan. Dalam sidang kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim menjatuhkan vonis tujuh tahun kepada Gayus. Vonis itu jauh di bawah tuntutan jaksa 20 tahun. Gayus adalah orang keenam dari jaringan mafia pajak yang dijatuhi hukuman. Sebelumnya hakim telah menjatuhkan vonis enam tahun kepada Andi Kosasih, tiga tahun kepada Lambertus Palang Ama, dua tahun kepada Ajun Komisaris Polisi Sri Sumartini, lima tahun bagi Komisaris Polisi Arafat Enanie, dua tahun bagi hakim Muhtadi Asnun, dan 1,5 tahun untuk Alif Kuncoro. Jika dibandingkan dengan keenam orang itu, Gayus dihukum lebih berat.

Sekalipun demikian, sejujurnya kita terkejut dengan vonis majelis hakim sebab Gayus sepantasnya dihukum mati. Kita pantas terkejut karena selama persidangan, majelis hakim yang dipimpin Albertina Ho mengajukan pertanyaan tajam dan kritis kepada terdakwa, saksi, dan ahli sehingga kerap membuat saksi tidak berkutik.

Dalam persidangan hakim tentu saja leluasa menggali fakta untuk memperkuat keyakinan ketika menjatuhkan vonis. Namun ketika menyusun vonis, hakim tentu saja kembali berpedoman pada dakwaan jaksa.

Faktanya, sekalipun dibungkus dengan tuntutan 20 tahun penjara, jaksa hanya mendakwa Gayus dengan pasal penyuapan sehingga vonis tujuh tahun dianggap wajar. Jaksa memang membuat konstruksi hukuman yang enteng bagi Gayus.

Namun, adilkah vonis tujuh tahun untuk Gayus? Terus terang tidak. Rasa keadilan publik tercabik-cabik oleh vonis itu. Secara hukum formal, vonis itu bisa saja benar. Namun bagi keadilan publik, vonis itu sungguh melukai rasa keadilan.

Bila sebelum vonis dijatuhkan Gayus leluasa piknik keluar tahanan, jangan heran jika setelah vonis ini Gayus akan lebih banyak lagi berleha-leha di luar penjara. Masa hukuman itu akan sangat sedikit dijalaninya di balik jeruji besi. Sebab mafia pajak pun ramai-ramai menyiapkan remisi untuknya sehingga jangan kaget bila tiba-tiba Gayus sudah bebas.

Gayus sungguh sebuah fenomena tentang betapa mafia hukum telah membelit negeri ini. Seusai divonis, Gayus malah berkoar-koar Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah merekayasanya. Antara lain, satgaslah yang memintanya agar fokus kepada tiga perusahaan kelompok Bakrie yang telah menyuapnya.

Padahal dalam persidangan, Gayus terus terang mengakui, bahkan memerinci uang yang diterimanya dari tiga perusahaan kelompok Bakrie. Tentu saja akal waras kita lebih memercayai keterangan di persidangan, bukan di luar sidang seperti dilontarkan Gayus kemarin.

Keterangan Gayus di luar sidang itu adalah upaya untuk mengecohkan agar mafia pajak tetap tak terjamah. Bahkan, dengan semua pernyataannya itu, Gayus telah menghancurkan satgas bentukan Presiden. Itu mestinya sebuah tamparan kepada sang pembentuk satgas. [EDITORIAL MI/Posted by K@barNet pada 20/01/2011]

Transkrip Percakapan Denny-Satgas & Gayus



Terpidana kasus mafia hukum Gayus Halomoan Tambunan memenuhi janjinya untuk ‘buka-bukaan’. Usai divonis tujuh tahun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu sore tadi, 19 Januari 2011, dia secara terbuka menuduh Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum dan Staf Khusus Presiden SBY, Denny Indrayana, telah merekayasa kasus menggemparkan ini.

Gayus mengatakan beberapa hal yang mengejutkan, termasuk peran Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana. Saat dikonfirmasi, Denny mengaku belum mendengar pernyataan Gayus.

Pernyataan Gayus itu disampaikan usai vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 19 Januari 2011. Ketua Majelis Hakim, Albertina Ho memutuskan, Gayus divonis 7 tahun penjara.

Usai sidang, ketua tim pengacara Gayus, Adnan Buyung Nasution, mengumpulkan semua media di dalam ruang sidang Gayus. Tidak ada sesi tanya-jawab usai Gayus menyampaikan unek-uneknya. Berikut pernyataan lengkap Gayus Tambunan:

“Saya sampaikan apresiasi saya yang setinggi-tingginya kepada majelis hakim yang dipimpin Ibu Albertina, di mana dalam memutus perkara mempertimbangkan berbagai aspek , tidak hanya fakta persidangan. Juga disebutkan tadi ada hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

Apa yang diputuskan majelis hakim tidak sama seperti apa yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum di mana Jaksa Penuntut Umum menuntut secara membabi buta dan berdasarkan balas dendam seperti yang ada dalam surat dakwaan, tidak seperti pihak-pihak tertentu yang men-setting-setting satu perkara, mencicil-cicil satu perkara, yang menimbulkan kesan saya adalah penjahat nomor satu di Indonesia.

Padahal, awalnya saya berkomitmen terhadap Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, khususnya Denny Indrayana dan Mas Ahmad Santosa untuk membongkar apa yang tidak beres dalam rangka supaya Indonesia menjadi lebih baik.

Media juga terus terang memperburuk keadaan, bahwa seperti ini dijadikan alat politik, bahwa ada god father, ada yang beking, bahwa saya pergi ke Bali bertemu Ical (Aburizal Bakrie), atau saya sering ke luar negeri. Itu semua tidak benar.

Saya siap mempertanggungjawabkan semua yang dipersangkakan kepada saya secara pidana, tapi tolong jangan dijadikan alat politik. Dalam kesempatan ini saya juga ingin menyatakan kekecewaan yang sangat besar terhadap Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, khususnya Denny Indrayana, Mas Ahmad Santosa, termasuk juga Yunus Husein.

Ada beberapa poin yang selama ini saya keep rapat-rapat dalam rangka saya ingin membantu, tapi rupanya perbuatan-perbuatan mereka malah memperkeruh suasana. Seolah-olah saya ini penjahat nomor satu.

Saya tiga kali bertemu Denny Indrayana pada 18 Maret, 22 Maret, dan 24 Maret 2010. Selama pertemuan itu, berulang kali Denny bilang, kalau bisa kasus mafia hukum dipegang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), karena Denny tidak percaya pada Mabes Polri.

Kedua, keberangkatan saya ke Singapura pada 24 Maret 2010 langsung ke bandara setelah bertemu Satgas karena disuruh Denny, agar saya tidak dijadikan korban bersama Andi Kosasih, menunggu sampai Haposan ditangkap terlebih dahulu. Jika Haposan sudah ditangkap maka Denny akan menjemput saya di Singapura dan membawa kembali saya ke Indonesia.

Pada saat bertemu di Singapura, saya memberi tahu Denny dan Ota tentang uang lebih Rp50 miliar di safe deposit box. Namun saya tidak pernah beritahu itu dari mana. Di beberapa kesempatan, Denny dan Ota bilang itu dari Bakrie Grup. Saya tidak pernah menyatakan itu.

Satgas yang mengarahkan dan mengalihkan isu dari mafia pajak yang kemungkinan melibatkan Direktur dan Dirjen Pajak atau mafia hukum yang kemungkinan melibatkan Cirus Sinaga, namun ditakutkan membongkar kasus Antasari, ke kasus kepergian ke Bali yang diduga bertemu Ical ke Macau dan Singapura untuk amankan aset dan dibeking orang kuat, dengan cara sengaja meng-upload gambar paspor ke twitter-nya. Sehingga perhatian orang tidak ke pejabat pajak yaitu Direktur dan Dirjen Pajak ataupun ke Cirus Sinaga.

Denny tidak hanya berkomunikasi dengan istri saya untuk berkata jujur, tetapi memang ingin mengintimidasi istri saya. Denny bukannya berempati terhadap wanita yang sedang sedih dan tertekan karena suami dinpenjara, mengurus anak kecil, malah memaksa istri jujur apakah bertemu Ical di Bali. Padahal, istri sudah jujur tidak bertemu Ical di Bali. Kalau memang tidak bertemu, apa harus bilang bertemu?

Pada waktu bertemu di Singapura, Denny menjanjikan kepada saya. Apabila saya bongkar mafia hukum saya akan dibantu sebagai whistle blower, karena Denny dekat dengan media, dia akan omong tiap hari, sehingga hukuman saya akan diringankan.

Kenyataannya justru Denny memojokkan saya terus-menerus dan menjadikan kasus saya sebagai alat politik. Khususnya tiga perusahaan Grup Bakrie yang disuruhnya untuk diungkap. Denny juga yang menjanjikan dia akan memastikan saya aman dan nyaman selama proses hukum berlangsung terhadap saya jika saya mau balik ke Indonesia dan kooperatif.

Denny yang menyarankan saya memakai pengacara dari Adnan Buyung dan partner, dan mengantar istri dan ibu mertua saya menemui Bang Buyung. Namun justru Denny bermanuver sendiri yang merugikan luar biasa saya dan Bang Buyung, dengan selalu menembak Ical. Bukannya membongkar mafia pajak yang kemungkinan melibatkan Direktur dan Dirjen Pajak, atau membongkar peran Cirus Sinaga yang kemungkinan membongkar kasus Antasari.

Satu hal lagi, berdasarkan cerita John Grice kepada saya, John Grice adalah agen CIA (agen intelijen Amerika). Dan semua kegiatannya diketahui dan direstui oleh salah seorang anggota Satgas.

Tanggapan Denny Indrayana

Denny Indrayana mengaku belum mendengar pernyataan Gayus usai sidang vonis di pengadilan. Denny saat ditemui di Kompleks Istana Presiden, Rabu 19 Januari 2011, belum bisa memberikan banyak komentar. Berikut pernyataan lengkap Denny Indrayana:

Gayus megatakan ada rekayasa Satgas?
“Saya ingin mendengar dulu ya melihat dulu informasi yang disampaikan Gayus sebelum bisa memberikan komentar lebih jauh. Tapi pada dasarnya kita punya info data, pembicaraan-pembicaraan dengan Gayus yang menunjukkan bahwa tidak ada sebagaimana yang disampaikan.

“Tapi saya ingin mendengar dulu. Karena ini tuduhan yang sangat serius yang harus kami sikapi dengan pernyataan yang tepat dan akurat.

Gayus diminta Denny Indrayana untuk mengaitkan Aburizal Bakrie, benarkah?
“Tidak benar.

Yang benar seperti apa?
“Kasih kesempatan saya untuk jalan dan nanti saya akan jelaskan, saya akan kasih penjelasan. Tidak benar ada rekayasa ke Singapura.

Bagaimana soal CIA?
(Diam, tidak menjawab)

Beberapa jam kemudian, menanggapi ‘serangan’ Gayus, Satgas menggelar konperensi pers di kantor Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Denny membeberkan transkrip versi dia, berisi percakapan dia dengan Gayus melalui BlackBerry Messenger. Berikut petikannya:

24 Maret 2010 Denny I. : Test
24 Maret 2010 Gayus : Sip
24 Maret 2010 Denny I. : Aman!
24 Maret 2010 Gayus : Ok
25 Maret 2010 Denny I. : Saya sedang dengan kapolri
25 Maret 2010 Denny I. : Bisa saya telp bicara dengan beliau?
25 Maret 2010 Denny I. : Menjelaskan posisinya…
25 Maret 2010 Denny I. : PING!!!
25 Maret 2010 Denny I. : Gayus perlu segera ketemu. Please dijawab
25 Maret 2010 Denny I. : Proteksi ada
25 Maret 2010 Denny I. : Gayus kau dimana?
25 Maret 2010 Denny I. : Jangan libatkan temanmu. Kasihan. Dia bisa dianggap menyembunyikan
29 Maret 2010 Gayus : Mas.. saya minta maaf sebelumnya… Saya benar2 kaget waktu tanggal 24 saya baca… AK sdh di tetapkan tersangka pemberian keterangan palsu.. Pasti saya juga sama.. Jd daripada saya di amankan polri makanya saya pergi.. Sdh itu ditjen pajak juga sewenang wewnang sama saya.. Saya makin ga ada pegangan.. Jaringan saya di DJP [Direktorat Jenderal Pajak]: maruli manurung, bambang heru ismiarso
29 Maret 2010 Denny I. : Anda dimana. Kalau anda kooperatif, tentunya lebih baik.
29 Maret 2010 Denny I. : Sebaiknya anda datang dan menyerahkan diri. Tidak akan pernah selesai dan tenang kalau lari. Justru lebih sulit.
29 Maret 2010 Denny I. : Saya jemput anda dimanapun. Kita selesaikan dengan baik.
29 Maret 2010 Denny I. : Kalau anda kooperatif, bisa ada keringanan.
29 Maret 2010 Denny I. : Kita ketemu dimana?
29 Maret 2010 Gayus : Saya blum siapp mas
29 Maret 2010 Denny I. : Lebih baik sekarang mas. Daripada ditangkap, justru tidak ada keringanan. Saya saran kerjasama saja, insyaallah ada keringanan. Berbuat baik pasti ada manfaatnya.
29 Maret 2010 Denny I. : Kami, insyaallah akan bantu kawal terus, kika anda kooperatif.
29 Maret 2010 Gayus : Saya juga sedang timbang2 itu mas.. Apakah memungkinkan saya bantu dari jarak jauh mas…?
29 Maret 2010 Denny I : Akan lebih baik, jika kita bisa komunikasi scr langsung.. saya kuatir, tidak akan efektif kalo komunikasi dari jarak jauh..informasi langsung dr mas, akan sangat membantu pengungkapan kasus ini.. jika setuju, kita akan jemput
29 Maret 2010 Denny I. : Mas, bagaimana?
29 Maret 2010 Gayus : Saya pikir2 betul2 mas.. Saya langsung ditahan yah mas?
29 Maret 2010 Denny I. : Itu kita lihat, mas, intinya makin kerjasama, makin mudah dan ringan buat anda
29 Maret 2010 Gayus : Iya nanti klo udah ada keputusan saya kabari mas
29 Maret 2010 Denny I. : Mas, untuk info saja. Saya khawatir waktu pikir anda agak sempit. Semua sedang bergerak. Saya saran segera kerjasama. Maaf, saya siap jemput.
29 Maret 2010 Denny I. : Pergerakan penyidik sangat cepat mas. Kalau tertangkap, maka ruang keringanan akan tertutup. Sedangkan kalau menyerahkan diri, karena kooperatif, ruang mendapat keringanan akan jauh lebih besar pak.
29 Maret 2010 Denny I. : Bagaimana mas?
29 Maret 2010 Denny I. : Anda di singapurkah? Atau dimana? Kita ketemu. Akan saya jelaskan kondisi dan opsinya.
29 Maret 2010 Denny I. : Mas, bagaimana? Waktu sampeyan untuk kooperatif untuk kooperatif benar2 sempit. Keputusan mesti segera diambil.
29 Maret 2010 Denny I. : Mas, bagaumana? Kok malah diam aja? :-d
29 Maret 2010 Denny I. : Mas, baik. Untuk sementara. Coba ungkap dari jauh. Bagaimana yg di pajak. Dua nama tadi bagaimana perannya?
29 Maret 2010 Denny I. : Mas, bagaimana perkembangannya

Selain itu, Denny juga membagikan transkrip pembicaraan pada pertemuan ketiga anggota Satgas dengan Gayus sebelum Gayus ke Singapura. Petikannya:

Tempat: Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN (Bina Graha)
Waktu: Rabu, 24 Maret 2010
Peserta: Gayus Tambunan, Denny Indrayana, Sigit, Rony

Denny: Kalau aku pikir ente jangan ke media dulu. Tadi mikirnya apa, kalau ke media bareng kita. Tapi perlu dipikir lagi biar matang dulu. Arahnya kan minta perlindungan. Mungkin Satgas, KPK, LPSK itu bareng. Nah, sementara itu aku usul advokatnya jangan yang main2, advokatnya Alex, Taufik Basari

Rony: Kalau mereka Mas Denny yang minta mau. Kalau bisa secepatnya. Ke medianya nanti, tapi sekarang dah mulai underground gitu. Mas Gayus sering merasa dibuntutin

Gayus: Nggak. Baru kali ini aja wartawan banyak banget

Rony: Nggak merasa karena gak tahu atau?

Gayus: Gak merasa dibuntutin

Denny: Bayanganku sih Satgas, KPK, LPSK duduk. Kita rumuskan langkah-langkahnya apa. Tapi sementara dia, kalau dia udah diambil polisi saya kira, Begitu tahu ada panggilan, itu untuk yang pertama kedua kita masih bisa ngeles, kita ketemu dulu. Maksudku ngatur ini langkah-langkahnya.

Gayus: Ada kemungkinan polisi ngambil saya? Gak takut saya saling buka-bukaan.

Denny: Yah kau kan diajak koordinasi. Sama intel, kau akan dibilangi hei pura-pura yah cerita ini, jangan ungkit-ungkit lah. Pasti itu dong. Kalau kau jawab ini, nanti kita atur supaya kau gak terlalu tersiksa. Pura-pura konsepnya. Tapi lu di luar dihajarin pasti, media, masyarakat. Mah kalau Yus, dengan segala hormat yah, kalau posisimu, aku bukan dalam posisi sama dengan polisi. Kalau kamu ngambil posisi demi keamananmu terus kamu ngambil posisi kerjasamanya dengan kepolisian. Nah gue ngancemnya agak kenceng tuh bakalan

Gayus: Saya kan minta waktu untuk berpikir kan. Kalau saya ambil posisi itu kan saya gak bisa lagi anuin Mas Denny tapi yah udah lah menurut peran masing-masing.

Denny: Iya, tapi akhirnya gak mungkin, gak mungkin gue kendor kan. Yah gue paham posisimu jadi dilematis

Gayus: Tapi jangan blow up, saya yang bongkar itu.

Sigit: Takutnya kalau beberapa waktu ini media terus menyebut Gayus, nanti kan ada tindakan kan.

Denny: Tadi sudah disampaikan akan ada upaya untuk diperiksa ulang
Perlu bilang ke Bibit-Chandra ini Gayus mau bilang (mau buka) dan kita tidak bisa biarkan bertarung sendirian. Harus di-back up, kalau kita tidak bisa back up dia yah…

Rony: Makanya mas Gayus harus cepat memutuskan saya pikir. Begitu iya, langkah lanjutan harus. Setelah ada itu kalau emang oke, siapkan perangkat pendukungnya, dukungan public, hire pengacara Alex, Tobas (Taufik Basari) atau Bambang Widjojanto.

Gayus: Apa mereka tuh pasti mau?

Denny: Ya, insya Allah mau, kalau formatnya melawan mafia hukum, strategi juangnya harus itu.

Gayus: Lha kalau nanti mereka lihat background saya lagi kan males juga

Denny: O iya, makanya jangan belok. Kalau belok ya akan ditinggal. Kalau strategi juangnya adalah oke melawan mafia hukum. Kemudian Satgas masuk, KPK, LPSK masuk, teman-teman LSM support. Tapi orang kan akan bilang kenapa belain orang pajak yang, ini kan whistle blower. Dan di media kan posisi kita akan jadi whistle blower. [vivaNews]
Denny-Gayus Bicara Soal ‘Ngeles’ dari Panggilan

Dalam transkrip pembicaraan Denny Indrayana dan Gayus yang dibagikan kepada wartawan oleh Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ketika menggelar pernyataan pers di Jakarta, Rabu.

Transkrip tersebut menyatakan, Gayus dan Denny bertemu di Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN pada 24 Maret 2010. Kantor tersebut berada di Bina Graha, salah satu bangunan yang berada di komplek Istana Kepresidenan. Selain Gayus dan Denny, pembicaraan itu juga melibatkan orang lain, yaitu Rony.

Pada awal transkrip, Denny mengusulkan kepada Gayus untuk tidak muncul di media dahulu. Ia juga mengusulkan perlindungan dan pembelaan hukum bagi Gayus dari sejumlah pengacara.

Pada bagian berikutnya, Denny berkata, Satgas, KPK, dan LPSK akan duduk, tanpa ada penjelasan apa yang dimaksud dengan duduk.

Denny juga menyinggung soal panggilan. “Begitu tahu ada panggilan, itu untuk yang pertama kedua kita masih bisa ngeles, kita ketemu dulu. Maksudku ngatur ini langkah-langkahnya,” kata Denny. Namun, ia tidak menjelaskan konteks kalimat yang dia ucapkan, terutama kata “ngeles” dan “panggilan”.

Lantaran Satgas membatasi pertanyaan, “ngeles dari panggilan” itu tidak berhasil ditanyakan wartawan. Usai jumpa pers, Denny menolak memberikan penjelasan. “Yang tertulis saja,” kata Denny meminta agar hanya menanyakan yang tertulis dalam materi jumpa pers.
Siapakah Bambang Heru Ismiarso ?

Menteri Keuangan Sri Mulyani telah membebaskantugaskan 10 orang aparat yang merupakan atasan Gayus Tambunan, aparat pajak yang menjadi tersangka kasus makelar pajak. Atasan tertinggi Gayus yang dibebastugaskan dari jabatannya adalah Direktur Keberatan dan Banding, Bambang Heru Ismiarso.

Menurut Dirjen Pajak Tjiptardjo, keputusan pembebastugasan atasan Gayus ini dilakukan untuk mempercepat dan mempermudah proses pemeriksaan. Jika dalam pemeriksaan diduga kuat ada indikasi pidana, maka Ditjen Pajak akan menyerahkan kepada polisi.

Tjiptardjo memang menyatakan Gayus kemungkinan besar tidak bekerja sendiri dalam menjalankan aksinya. Namun, sejauh ini belum bisa dibuktikan apakah Bambang Heru yang menjadi atasan Gayus Tambunan, pemilik rekening Rp 25 miliar, ikut bersalah dalam kasus makelar pajak Gayus.

Namun, siapa sesungguhnya sosok Bambang Heru mengundang pertanyaan banyak orang.

Bambang Heru sempat menimbulkan kekecewaan jurnalis ketika akan jumpa pers pada Senin, 29 Maret lalu menyusul meledaknya kasus Gayus Tambunan. Ketika itu, Bambang akan menjelaskan kasus yang menjerat anak buahnya. Namun, Bambang memilih menjelaskan lewat teleconference ketimbang menemui pers, padahal berada di satu gedung yang sama.

Bambang Heru adalah pejabat karir di Ditjen Pajak. Jabatan terakhir yang dipegangnya sebelum dibebastugaskan adalah Direktur Keberatan dan Banding. Dia menempati jabatan eselon dua tersebut sejak empat tahun lalu setelah dilantik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 29 Desember 2006.

Saat memberikan sambutan, Menkeu menekankan kepada para pejabat yang baru dilantik agar dapat membangun suatu institusi yang bisa dipercaya masyarakat. Menurut Menkeu, menjaga kepercayaan masyarakat adalah tugas sangat penting dan tidak bisa jadi prioritas kedua sehingga harus berbasis good governance, transparansi, dan akuntabilitas dari para pejabat yang berkomitmen penuh.

“Kami minta para pejabat baru dapat menjalankan amanah jabatannya dengan dedikasi, kerja keras, terus menjaga integritas,” kata Menkeu saat itu.

Menurut seorang pegawai pajak yang 30 tahun mengenal Bambang, dia menilai pejabat tersebut sejauh ini dikenal sebagai pegawai yang baik. Namun, dia mengaku tidak tahu persis seandainya ada yang tidak beres. “Kalau dia aneh-aneh, masak bisa menjadi direktur,” kata dia kepada VIVAnews, 1 April 2010.

Pegawai senior itu mengungkapkan kemungkinan besar Gayus bekerja sendiri. Dia menekankan dengan sistem yang lebih ketat, akan sulit jika sesama pegawai pajak bekerja sama untuk bermain mata. “Kalau bermain dengan pegawai lainnya, bisa ketahuan.”

Sebelum menempati posisi Direktur, Bambang yang memiliki pangkat sebagai Pembina Utama Madya sebelumnya adalah Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Bagian Utara I, Medan. Saat itu, sebagai pejabat eselon dua, Bambang mendapatkan tunjangan struktural Rp 2,5 juta.

Sebelum menjadi Kakanwil Pajak Sumatra Bagian Utara I Medan, Bambang Heru menjabat sebagai Kakanwil I Pajak Medan. Dia menjalani mutasi sebagai Kepala Kantor pada 15 April 2004, saat Menkeu masih dipimpin oleh Jusuf Anwar di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Presiden SBY Dipermalukan dengan Kesaksian Gayus dan Pengakuan Satgas

Pasca putusan hakim, Didampingi kuasa hukumnya, Adnan Buyung Nasution, Gayus memberikan kesaksian yang menikam langsung ke jantung Satgas Anti Mafia Hukum yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Presiden SBY, setelah mendengar laporan soal kesaksian itu, memerintahkan Satgas menjawab kesaksian itu dalam 1x 24 jam. Dan sore hari kemarin, Satgas langsung menggelar konferensi pers. Berikut sejumlah point penting kesaksian Gayus itu dan jawaban Satgas Anti Mafia Hukum.

Kesaksian Gayus Tambunan

Disuruh Denny ke Singapura
Saya tiga kali bertemu Denny Indrayana pada 18 Maret, 22 Maret, dan 24 Maret 2010. Selama pertemuan itu, berulang kali Denny bilang, kalau bisa kasus mafia hukum dipegang Komisi Pemberantasan Korupsi, karena Denny tidak percaya pada Mabes Polri.

Keberangkatan saya ke Singapura pada 24 Maret 2010, langsung ke bandara setelah bertemu Satgas karena disuruh Denny. Agar saya tidak dijadikan korban bersama Andi Kosasih, sambil menunggu Haposan ditangkap terlebih dahulu. Jika Haposan sudah ditangkap maka Denny akan menjemput saya di Singapura dan kembali membawa saya ke Indonesia.

Pada saat bertemu di Singapura, saya memberi tahu Denny dan Ota tentang uang lebih Rp50 miliar di safe deposit box. Namun saya tidak pernah beritahu uang itu dari mana. Di beberapa kesempatan, Denny dan Ota bilang itu dari Bakrie Grup. Saya tidak pernah menyatakan itu.

Politisasi Alihkan Mafia Pajak
Satgas yang mengarahkan dan mengalihkan isu dari mafia pajak yang kemungkinan melibatkan Direktur dan Dirjen Pajak atau mafia hukum yang kemungkinan melibatkan Cirus Sinaga, namun ditakutkan membongkar kasus Antasari, ke kasus kepergian ke Bali yang diduga bertemu Ical, ke Macau dan Singapura untuk amankan aset dan dibeking orang kuat.

Denny dengan cara sengaja meng-upload gambar paspor saya ke twitter-nya. Sehingga perhatian orang tidak lagi ke pejabat pajak yaitu Direktur dan Dirjen Pajak ataupun ke Cirus Sinaga.

Pada waktu bertemu di Singapura, Denny menjanjikan kepada saya. Apabila saya bongkar mafia hukum, saya akan dibantu sebagai whistle blower. Karena Denny dekat dengan media, dia akan omong tiap hari, sehingga hukuman saya akan diringankan.
Kenyataannya justru Denny memojokkan saya terus-menerus dan menjadikan kasus saya sebagai alat politik. Khususnya tiga perusahaan Grup Bakrie yang disuruhnya untuk diungkap.

Adnan Buyung Nasution sesudah sidang itu menjelaskan soal 151 perusahaan yang ditangani Gayus. Buyung mengaku sudah bertanya ke KPK soal 151 perusahaan itu. Dan memang benar ada. Dan sesudah itu, katanya, baru dibongkar polisi. “Kenapa selama ini didiamkan saja.”

Buyung mengaku heran, mengapa selama ini kasus Gayus hanya diarahkan dan diekspos secara selektif kepada tiga perusahaan di bawah Grup Bakrie: Bumi Resources, Kaltim Prima Coal, dan Arutmin.

Dalam persidangan juga, lanjut Buyung, Gayus juga bersaksi bahwa dia menangani 149 wajib pajak. Dari jumlah itu, 44 perusahaan ditangani langsung. “Jadi, dari 44 perusahaan itu kenapa yang diekspos hanya perusahaan Bakrie Group? Ini persoalan,” kata Buyung.

Pengacara senior ini menegaskan bahwa jika semua semua perusahaan itu dibongkar, baru di situ akan terbuka bahwa jaringan mafia pajak di Indonesia sudah begitu menggurita. “Anehnya tidak dibongkar,” ujar Buyung.

Intimidasi Istri Gayus
Denny tidak hanya berkomunikasi dengan istri saya untuk berkata jujur, tetapi memang ingin mengintimidasi istri saya. Denny bukannya berempati terhadap wanita yang sedang sedih dan tertekan karena suami dipenjara, mengurus anak kecil, malah memaksa istri jujur apakah bertemu Ical (Aburizal Bakrie) di Bali. Padahal, istri sudah jujur tidak bertemu Ical di Bali. Kalau memang tidak bertemu, apa harus bilang bertemu?

Soal Pengacara
Denny yang menyarankan saya memakai pengacara dari Adnan Buyung dan partner, dan mengantar istri dan ibu mertua saya menemui Bang Buyung. Namun justru Denny bermanuver sendiri yang merugikan luar biasa saya dan Bang Buyung, dengan selalu menembak Ical. Bukannya membongkar mafia pajak yang kemungkinan melibatkan Direktur dan Dirjen Pajak, atau membongkar peran Cirus Sinaga yang kemungkinan membongkar kasus Antasari.

Agen CIA dan Permainan Intelijen
Satu hal lagi, berdasarkan cerita John Grice kepada saya, John Grice adalah agen CIA (agen intelijen Amerika Serikat). Dan semua kegiatannya diketahui dan direstui oleh salah seorang anggota Satgas.

Adnan Buyung Nasution menegaskan bahwa soal agen CIA itu baru diungkap sekarang, sebagai buntut dari kasus paspor palsu. Duta besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Scott Alan Marciel, menegaskan bahwa tuduhan tentang keterlibatan agen CIA dalam kasus Gayus Tambunan merupakan urusan hukum Indonesia. Penyelesaiannya adalah melalui penyelidikan aparat hukum Indonesia, bukan pemerintah AS.

“Saya tidak tahu siapa orang Amerika yang bernama John Jerome itu. Saya tidak pernah dengar sebelumnya,” kata Marciel usai bertemu pimpinan Komisi I DPR RI di Jakarta, Rabu, 19 Januari 2011.

Jawaban Satgas

Soal Kepergian ke Singapura

Satgas Anti Mafia Hukum membantah keras bahwa tuduhan Gayus Tambunan. “Satgas membantah keras seluruh tuduhan Gayus Tambunan yang tidak berdasarkan fakta dan mengaburkan masalah mafia pajak yang dilakukannya dengan pihak lain,” kata Ota, panggilan Mas Achmad di kantor UKP4, Jakarta, Rabu 19 Januari 2011.

Anggota Satgas, lanjut Ota, sama sekali tidak tahu menahu Gayus akan lari ke Singapura. Bantahan itu, lanjutnya diperkuat oleh isi komuniksasi Denny dengan Gayus. “Ini ada dalam percakapan BBM, terlihat jelas Satgas tidak tahu kemana Gayus pergi.”

Soal Politisisasi
Satgas, kata Ota, sama sekali tidak melakukan politisasi dan mengarahkan kasus ini ke perusahaan tertentu. Justru Gayus dan pengacaranya Adnan Buyung Nasution, lanjutnya, yang dalam berbagai kesempatan menyebutkan tiga perusahaan, yakni Kaltim Prima Coal, Arutmin dan Bumi Resources.

Soal pengacara
Kesaksian Gayus soal pengacara, kata Ota, tidak akurat. Satgas, lanjutnya, memang menyadari bahwa Gayus harus didampingi kuasa hukum yang punya integritas dan berkomitmen dalam pemberantasan korupsi. Dalam pertemuan ketiga dengan Gayus, Satgas memang menyarankan nama beberapa pengacara termasuk Adnan Buyung. Tapi, “Gayus lah yang memilih Buyung.”

Soal Agen CIA
Satgas mengaku tidak tahu siapa John Jerome Grice, pembuat paspor palsu, yang disebut Gayus segala perbuatan John disetujui salah seorang anggota Satgas.”Gayus lah yang membuktikannya,” kata Ota.

Dalam konferensi pers situ, Denny Indrayana membeberkan isi BBM dengan Gayus Tambunan. Komunikasi itu berlangsung berkali, termasuk ketika Gayus berada di Singapura. Denny berkali-kali meminta Gayus tidak bersembunyi dan berkata jujur, juga berjanji akan menjemput Gayus di mana pun dia berada. Pertemuan di Singapura, menurut Satgas, benar-benar terjadi secara kebetulan. [rm/kn/Posted by K@barNet pada 20/01/2011]

PERINTAH TEMBAK GAYUS MASUK DALAM SKENARIO ?



Didalam Blog ini tanggal 11 Nov 2010 ada Artikel dengan judul “Gayus Setiap Minggu Keluar Rutan”… Dalam salah satu kalimat dalam artikel tersebut adalah :
Pada Rabu kemarin, Kabareskrim Komjen Ito Sumardi menyatakan, Gayus sudah tidak ada di tahanan sejak Rabu 3 November 2010. Ito baru mengetahui hal itu hari Minggu 7 November. Ito yang marah besar, memerintahkan anak buahnya menembak Gayus jika eks pegawai Pajak itu tak segera balik ke selnya.

Dalam fikiran saya timbul pertanyaan, apakah perintah menembak tersebut bukan merupakan rangkaian sekenario besar Mafia Pajak di negeri ini dimana Gayus termasuk salah satu pemainnya ?

Dasar pertanyaan saya sederhana, sebagaimana yang telah kita saksikan bahwa Mafia Pajak di negeri ini merugikan negara trilyunan rupiah dan menyeret semua institusi hukum di negeri ini serta melibatkan banyak perusahaan besar dan beberapa orang kuat di negeri ini.

Anehnya hingga saat ini yang diproses hanya mereka yang berada di level bawah, baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun di Pajak sendiri, belum level menengah apalagi level atas, padahal rasanya mustahil kasus trilyunan rupiah hanya melibatkan level rendahan, belum lagi pengusahanya hanya yang kelas teri yang diincar, begitu juga cara penangannnya sangat berlarut-larut.

Meskipun Gayus kebetulan level rendahan namun ternyata merupakan tokoh kunci untuk bisa membongkar skandal besar Mafia Pajak di negeri ini, jadi bila Gayus di lenyapkan selamatlah tokoh-tokoh utamanya skandal besar Mafia Pajak di negeri ini, dan hal seperti ini biasa dalam dunia mafia, apalagi bila dikhawatirkan bisa membahayakan para tokoh tersebut dalam artian membongkar semua rahasianya

Padahal seharusnya orang seperti Gayus tersebut harus mendapat pengamanan ekstra ketat termasuk makanan yang disantapnya, jangan sampai ada yang berupaya memasukkan racun kedalam makanannya, dan yang lebih berbahaya adalah jika Gayus diberi racun yang tidak cepat mematikan, misalnya 1 bulan, sehingga seandainya ada unsur kesengajaan sulit diditeksi.

Kalau itu memang benar, masih beruntung negara ini, penembakan terhadap Gayus belum terlaksana.

Saya hanya bisa membayangkan seandainya Gayus benar-benar ditembak dan mati, pasti upaya untuk membongkar skandal besar Mafia Pajak di negeri ini akan segera tertelan Bumi.

Pertanyaanya tentu, jika memang benar perintah tembak tersebut masuk dalam scenario besar Mafia Pajak di negeri ini mengapa eksekusi tidak terlaksana ?

Ada beberapa kemungkinan hal tersebut tidak terlaksana diantaranya :

1. Eksekutor masih menunggu saat yang tepat.

Pertama kemungkinan eksekutor masih menunggu saat yang tepat, seandainya perintah tembak terhadap Gayus memang masuk scenario dan eksekutor termasuk orang yang memang dijadikan pemain dan faham perannya, pasti tugas tersebut akan dilaksanakan serapi mungkin, sehingga bila benar-benar eksekusi telah dilaksanakan nantinya tidak ada kecurigaan dari pihak manapun, jadi seakan-akan Gayus memang benar-benar melarikan diri sehingga penembakan merupakan perbuatan yang benar-benar legal karena telah sesuai dengan prosedur.

2. Eksekutor tidak nyambung.

Seandainya perintah tembak terhadap Gayus memang masuk skenario namun kenyataannya eksekusi tidak dilaksanakan kemungkinan besar eksekutor tidak nyambung dengan bahasa isyarat sutradara tersebut.

Tidak nyambungnya eksekutor dengan bahasa isyarat tersebut kemungkinan karena eksekutor bukan orang yang memang sengaja dijadikan pemain dalam cerita tersebut, sehingga tidak nyambung meskipun sudah diberi isyarat, akibatnya moment sebagus apapun tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Atau bisa jadi eksekutor yang sebenarnya termasuk pemain dan mengerti peranannya namun karena masih amatiran jadi demam panggung.

3. Sutradara masih amatiran

Kemungkinan ke tiga tidak terjadinya eksekusi karena sutradara dalam cerita tersebut masih amatiran sehingga tidak bisa mengarahkan pemain sesuai dengan peran masing-masing

4. Allah-lah pembuat scenario dan sutradara terbaik.

Manusia bisa merencanakan apapun, namun tentunya hanya Allah-lah yang menentukan semuanya, artinya jika memang perintah penembakan terhadap Gayus tersebut masuk dalam scenario besar kasus Mafia Pajak di negeri ini, tidak mungkin akan terlaksana jika Allah tidak menghendaki.

Artinya penguasa kita ini masih diberi kesempatan oleh Allah untuk membuktikan bahwa benar-benar serius menangani kebejadan dan kebobrokan aparatnya dan tidak hanya sekedar omong dan bahkan apa yang dia omongkan bertolak belakang dengan tindakannya.

Kalau memang kesempatan yang diberikan Allah terakhir ini tidak dilaksanakan tentu bagi Allah amat mudah untuk melenyapkan penguasa yang munafik dan fasik di negeri ini.

Sangat mudah dan banyak cara bagi Allah melenyapkan para penguasa yang munafik dan fasik, diantaranya menenggelamkan negeri ini, tidakkah musibah dan bencana yang menimpa negeri ini secara terus menerus sudah merupakan peringatan bagi orang-orang yang nisa berfikir, dan insya Allah bila peringatan tersebut tidak diindahkan tentu tidak ada ruginya Allah menenggelamkan negeri ini.

Dan bagi manusia sekali lagi kita tinggal membawa bekal berupa amal kita masing-masing selama hidup di Dunia, dan tentu kita sudah bisa menentukan sendiri dimana tempat tinggal kita masing-masing di akhirat nanti, di neraka apa di surga, karena hanya ada dua pilihan tersebut.

Wallahu’alam bishawab.

(Penulis: Mintarjo R. Wardhani/Posted by K@barNet pada 19/01/2011)

CIA dan SATGAS Terlibat Pembuatan Paspor ?


Terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan blak-blakan usai hakim menjatuhkan vonis selama tujuh tahun penjara. Salah satu curhatan yang mengejutkan, Gayus menyebut John Jerome Grice, adalah anggota intelijen Amerika, CIA. Jerome merupakan warga negara Amerika yang diduga membuatkan paspor asli dengan identitas palsu itu.

“John Grice bilang dia adalah agen CIA yang semua kegiatannya direstui dan diketahui oleh salah seorang anggota Satgas,” kata Gayus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/1).

Seperti diketahui, Jerome muncul ketika Polisi mengumumkan nama tersebut dalam daftar pencarian orang (DPO). Pria berinisial JJ itu diduga sebagai otak pembuatan paspor atas nama Sony Laksono.
SBY Terkejut ?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkejut saat mendengar tudingan Gayus Tambunan terhadap Satgas anti mafia hukum yang mengetahui sepak terjang DPO John Jerome. SBY pun memerintahkan Satgas segera memberi laporan mengenai hal itu kepadanya.

“”Presiden setelah mendengar laporan yang saya sampaikan, memerintahkan kepada Satgas melaporkannya secara tertulis kepada presiden dalam satu hari,” ujar juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Istana Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (19/1/2011).

Selain itu, SBY juga memerintahkan Satgas agar segera memberikan keterangan pers untuk memberikan klarifikasi terkait pernyataan Gayus tersebut.

“Itu pesan yang Bapak Presiden sampaikan. Sebab beliau tidak pernah mendapatkan laporan seperti yang disampaikan Gayus tentang keterlibatan Satgas,” ujarnya.

Menurut Julian, keterkejutan SBY adalah wajar. Karena selama ini SBY tak pernah mendengar laporan mengenai hal itu. “Bisa dibayangkan bagaimana mendengar sesuatu yang belum pernah dilaporankan,” ungkapnya.

Sedangkan mengenai vonis 7 tahun yang diputuskan hakim kepada Gayus, SBY tak mau mengomentarinya. “Presiden tidak mengomentari tentang vonis yang dijatuhkan. Tidak ada komentar khusus,” tutupnya.

Sebelumnya usai sidang vonis, Gayus yang mengenakan batik coklat itu mencurahkan isi hatinya kepada pers. Gayus mengatakan kecewa terhadap Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Gayus mengatakan, John Jerome Grice mengaku sebagai agen CIA, dan kegiatannya John pun diketahui salah satu anggota Satgas.

“Berdasar cerita John Grace pada saya, John Grice bilang dia adalah agen CIA yang semua kegiatannya diketahui dan direstui oleh salah seorang anggota Satgas (Pemberantasan Mafia Hukum),” ujar Gayus. [liputan6/kn/dtk/Posted by K@barNet pada 19/01/2011]

PT. Freeport Dihilangkan dari Skandal Pajak Gayus


JAKARTA – Panitia Kerja Mafia Pajak Komisi III DPR akan memanggil Menteri Keuangan, Agus Martowardojo. Pemanggilan tersebut terkait hilangnya nama perusahaan tambang PT. Freeport di daftar perusahaan yang pernah ditangani Gayus HP Tambunan.

“Kita akan panggil Menkeu, akan kita pertanyakan kenapa nama itu (Freeport) sampai hilang,” ujar anggota Komisi III Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo di gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/1/2011).

Menurut Bambang, permintaan dari pihak kepolisian terkait 149 perusahaan yang pernah ditangani Gayus Tambunan tidak benar-benar dipenuhi oleh pihak Kementerian Keuangan. Nama perusahaan tambang emas milik Amerika Serikat, PT. Freeport ternyata hilang dari daftar.

“Polisi mengajukan nama-nama lengkap pada saat Mathius Salempang waktu itu jadi ketua tim. Tapi saat diserahkan tiba-tiba hilang,” tandasnya.

Sebelumnya, nama PT. Freeport hilang dari daftar 149 perusahaan yang pernah ditangani oleh mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan. [SURYA]
Ditjen Pajak diduga sengaja menghapus nama PT Freeport Indonesia di dalam daftar perusahaan yang ditangani Gayus HP Tambunan. Nama Freeport semula masuk dalam daftar perusahaan yang ditangani Gayus. Namun ketika Polri mengonfirmasi ke kementerian keuangan, Ditjen Pajak menyerahkan daftar baru yang tidak mencantumkan identitas Freeport. Harus disadari bahwa mafia pajak telah membakar emosi publik. Oleh karena itu, oknum birokrat yang sengaja menutup-nutupi atau melindungi pelaku penggelapan pajak harus ditindak tegas !!!..

Pertanyaannya: Apakah ada hubungan antara Mr. John Jerome Grice warga negara AS, pembuat paspor gayus dengan perusahaan tambang PT. Freeport ???…
(Posted by K@barNet pada 18/01/2011)


Denny Indrayana Pengkhianat ?


Gayus Tambunan membuktikan ucapannya untuk buka-bukaan usai divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia mengungkapkan banyaknya rekayasa dalam kasus yang membelitnya. Gayus juga menyebut-nyebut nama anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana, Mas Achmad Santosa, dan Yunus Husein.

Ia mengungkapkan kepergiaannya ke Singapura atas sepengetahuan Satgas. “Saya tiga kali bertemu Satgas, tanggal 18, 22 dan 24 Maret (2010). Saat itu berulang kali Denny bilang kalau bisa kasus ini dipegang KPK, karena dia tidak percaya Mabes Polri. Keberangkatan saya pada tanggal 24 disuruh Denny,” kata Gayus di PN Jaksel, Rabu 19 Januari 2011.

Denny menyarankan Gayus ke Singapura agar dia dan Andi Kosasih tidak menjadi korban. Denny, kata Gayus menyarankan agar dia tidak pulang dulu ke Indonesia sebelum Haposan Hutagalung tertangkap.

Saat Satgas bertemu dengan dia di Singapura, Denny dan Ota berjanji akan membantunya sebagai whistle blower “Karena Denny dekat dengan media, dia akan ngomong di media setiap hari. Tapi saya malah dipojokkan terus menerus. Denny juga yang sarankan saya pakai Adnan Buyung, tapi dia malah bermanuver sendiri, bukannya membongkar mafia pajak,” kata dia.

Gayus buka-bukaan karena ia merasa kecewa dengan sikap Satgas yang telah memperkeruh suasana dan menyudutkannya, dengan menyebutkan ia ke Bali bertemu Aburizal Bakrie dan mengamankan aset-asetnya saat pesiar ke luar negeri. “Seolah saya ini penjahat,” kata Gayus.

“Tolong jangan saya dijadikan alat politik. Saya kecewa yang sangat besar pada Satgas, khususnya Denny Indrayana, Mas Achmad Santosa, termasuk Yunus Husein, ada beberapa poin yang selama ini saya keep rapat-rapat untuk membantu mereka, tapi perbuatan mereka malah memperkeruh suasana,” kata dia.
Artikel Lawas [04/05/2010]
Dibalik Beredarnya Video ‘Kongkow’ Gayus-Satgas

Sebuah video beredar. Isinya, ada Gayus Tambunan, ada Denny Indrayana, ada Mas Achmad Santosa, ada Ito Sumardi. Bukan sebuah penangkapan. Tapi, seperti perundingan. Video rekaman ini beredar sudah dalam bentuk 3GP. Durasinya cukup lama. Hampir 45 menit. Dimana, video ini terbagi dalam tiga file rekaman. Entah siapa yang mengedarkan video ini. Yang jelas, video ini sudah beredar di forum. Menariknya, di video itu terlihat jelas ada anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana dan Mas Ahmad Santosa atau akrab disapa Ota.

Di salah satu sesi video itu, terlihat mereka berdua melakukan perbincangan dengan Gayus. Kalau rekaman video ini dikaitkan dengan kronologis penangkapan Gayus yang resmi disampaikan Satgas, sepertinya banyak yang janggal.

Di dalam video itu terlihat bahwa Satgas sepertinya mendahului Bareskrim Mabes Polri dalam melakukan pertemuan dengan Gayus. Di video itu terlihat, pertemuan antara Gayus dengan Denny dan Ota, terlihat tak diketahui polisi. Mereka juga berbicara santai.

Entah apa yang dibicarakan, karena rekaman kegiatan ketiganya itu diambil dari kejauhan. Tak diketahui siapa perekam gambar video berdurasi 10:45 menit ini, namun perekam diduga anggota kepolisian yang membuntuti salah satu dari 3 orang yang terekam dalam video, yakni Gayus, Ota, dan Denny.

Gayus terlihat tampil santai mengenakan kaos abu-abu, celana pendek loreng tentara, tas kecil selempang hitam, dan sandal. Ota tampil mengenakan kaos kerah hitam dan topi putih, sedangkan Denny berkemeja lengan pendek dan menggunakan topi.

Perekam video ini diduga lebih dari 1 orang dan tengah mengintai salah satu dari ketiga orang tersebut. Sempat terdengar suara dari perekam gambar meminta untuk berhenti memotret dengan kamera, karena takut ketahuan.

“Bang udah bang (memotretnya), nanti dia curig (curiga),” kata pria yang diduga bersama perekam gambar. Tak dapat diketahui berapa orang yang melakukan perekaman gambar video itu.

Pria perekam gambar juga sempat mengeluarkan kata, meminta salah satu wakil direktur kepolisian untuk mundur. “Bang SMS wadir (wakil direktur), wadir mundur dulu, wadir dikenal soalnya, wadir harus mundur dulu Bang, kalau wadir enggak mundur kita susah,” kata pria itu.

Kemudian terdengar suara perekam gambar untuk mengirim pesan kepada wakil direkturnya, menjelaskan ciri-ciri mantan pegawai negeri kelas 3A Ditjen Pajak Kementrian Keuangan itu.

“SMS Bapak, Gayus yang menghadap ke arah saya, pakai kaos abu-abu, tas selempang, agak gendut. Jangan sampai dikira Gayus yang pakai topi,” katanya. [laz/mut/INILAH.COM]
_______________
Denny Akui Pertemuan dengan Gayus

Media Indonesia
Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengakui kebenaran video rekaman pertemuan dirinya dan Mas Ahmad Santosa dengan Gayus Tambunan yang beredar di internet. Namun ia membantah pertemuan itu dilakukan dengan tertawa-tawa santai.

“Memang benar bahwa video merupakan rekaman pertemuan antara saya, Mas Achmad Santosa, dan Gayus Tambunan sewaktu di Singapura,” ujarnya ketika dikonfirmasi Media Indonesia di Jakarta.

Namun, Denny menyatakan pertemuan tersebut terlihat santai karena memang pertemuan dilakukan sebagai upaya untuk membujuk Gayus. “Kami terlihat santai karena memang pertemuan tersebut persuasif. Kalau video itu menampakkan muka Gayus, maka ia tersenyum kecut waktu itu,” tegasnya.

Ia mengaku tidak tahu jika dirinya direkam saat melakukan pertemuan tersebut. Malah ia bersyukur dengan adanya rekaman tersebut karena menguatkan pernyataan Satgas tentang kronologis penjemputan Gayus oleh kepolisian dan satgas.

“Ini malah menguatkan fakta yang kami berikan. Bahwa kami melakukan pembicaraan selama hampir dua jam untuk membujuk Gayus agar mau pulang. Bahkan di video itu terlihat pesanan kami, nasi padang,” jelasnya.
_____________________

Video Yang beredar menggambarkan pengungkapan kasus mafia hukum dan korupsi lebih sebagai alat kepentingan politik. Video itu sendiri memang sudah beredar di berbagai forum diskusi dunia maya. Film itu memberi kesan kuat bahwa sebenarnya pertemuan sudah direncanakan sebelumnya.

Rekaman adegan itu sama sekali tidak menggambarkan dua anggota tim satgas itu membujuk Gayus H Tambunan agar bersedia pulang, seperti pernah dijelaskan Denny.

Dalam perbincangan yang bersifat bujuk rayu, lazimnya, pembicaraan lebih banyak bersifat satu arah. Si pembujuk lebih banyak bicara agar pihak lawan bicara terbujuk dan yakin, untuk kemudian bersedia memenuhi keinginannya.

Tetapi, dalam ‘bujuk rayu’ satgas terhadap Gayus H Tambunan, kelaziman itu sama sekali tidak tampak. Alur pembicaraan tampak terjadi dua arah secara berimbang. Mereka bertiga saling bersahutan dengan santai, akrab, dan sesekali diselingi senyuman kekeluargaan.

Di sela perbincangan itu, Gayus H Tambunan juga sempat berbincang sejenak dengan seseorang melalui telepon seluler. Situasi itu lebih menggambarkan seseorang yang memang sedang santai, tidak tertekan apalagi ketakutan karena akan ditangkap.

Perbincangan dua arah yang santai itu semakin menegaskan kesan, bahwa mereka sedang menyusun suatu skenario atau rencana tertentu yang hanya mereka bertiga mengetahuinya. Penyusunan skenario ini dapat diindikasikan dari gesture dan raut wajah mereka saat sedang berbincang-bincang itu.

Gerak gerik tangan dan raut muka Gayus H Tambunan saat berbicara, menunjukkan bahwa dia sedang berusaha menjelaskan atau menunjukkan sesuatu kepada dua anggota satgas. Justru saat itu, Gayus tampak lebih dominan berbicara, sedangkan Denny Indrayana dan Mas Ahmad Santosa atau lebih sering disapa Ota, lebih banyak mendengarkan.

Dari rekaman yang beredar di internet itu muncul banyak pertanyaan yang mengganggu nurani keadilan. Kalau sudah begitu, maka, mana yang benar, satgas membujuk Gayus H Tambunan? Atau sebaliknya, koruptor pajak itu yang membujuk satgas? Atau mereka justru saling bernegosiasi? Kalau bernegosiasi, apa yang mereka negosiasikan? Lantas masing-masing pihak menawarkan apa kepada pihak lawan bicaranya?

Dalam perbincangan itu, Gayus tampak tertawa-tawa. Ini tentu sikap yang sangat menghina rasa keadilan dan keprihatinan mendalam pada masyarakat. Bagaimana mungkin, seseorang yang tengah buron dan tahu benar bahwa dirinya hendak ditangkap oleh satgas, masih bisa tertawa-tawa bebas di depan hidung para penangkapnya?

Apa yang ditertawakannya? Atau siapa yang ditertawakannya? Mungkinkah dia tengah mentertawakan ketololan publik yang tengah terkecoh oleh skenario dan rencana yang dibuatnya? Bung Denny, Pak Ota, bisakah Anda menjelaskan rasionalisasi tawa Gayus itu? Atau tawa itu memang bukti bahwa satgas dan Gayus tengah memainkan sirkus keadilan? Bila demikian halnya, apakah kasus-kasus mafia hukum lainnya yang dilontarkan satgas selama ini juga merupakan skenario dan alat negosiasi politik?
Rekaman gambar dalam video ini seolah mematahkan pernyataan Denny Indrayana yang menyebut Satgas dan Gayus bertemu secara tidak sengaja di Singapura. Jika skenario SATGAS ini benar, berarti Denny Indrayana cs telah membohongi 230 juta rakyat Indonesia!!!……..(Posted by K@barNet pada 19/01/2011)


0 comments to "Transkrip Mafia Hukum dan Mafia Peradilan"

Leave a comment