Amerika Serikat dikejutkan oleh pengakuan seorang warganya tentang aktivitas terorisme yang ia lakukan di negara itu. Warga Amerika bernama Daniel Boyd dijerat Kejaksaan di negara bagian Carolina Utara dengan pasal dakwaan merencanakan serangan teror di luar AS. Boyd hanya satu dari 60 warga Amerika yang menghadapi dakwaan terorisme sejak tahun 2009.
Dalam beberapa tahun terakhir, ancaman serangan terorisme di AS semakin meningkat. Sejak paruh pertama tahun 2000, perhatian badan-badan intelijen dan keamanan AS tertuju kepada kelompok-kelompok terorisme asing khususnya Alqaeda. Namun dengan semakin berlalunya waktu dari peristiwa 11 September 2001, mulai nampak bahwa ancaman terorisme yang sebenarnya justeru ada di dalam negeri.
Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Janet Napolitano saat berbicara di Kongres hari Rabu (9/2/2011) lalu mengungkapkan kekhawatirannya atas eskalasi ancaman terhadap Amerika. Dia mengatakan, "Dalam beberapa tahun belakangan ini banyak warga AS dan warga negara-negara Barat yang tertarik kepada aktivitas terorisme." Napolitano bahkan mengaku bahwa kecemasannya terhadap aktivitas terorisme dalam negeri setingkat dengan kecemasannya akan terorisme asing.
Maraknya terorisme di Amerika tak bisa dilepaskan dari keberadaan kelompok-kelompok ekstrim di negara itu dan undang-undang yang memberi kelonggaran kepada warga untuk memiliki senjata api. Fenomena itu sudah ada sejak pertengahan abad 19 Masehi ketika sebuah kelompok ekstrim mengangkat senjata untuk mewujudkan targetnya. Di antara korban yang tewas di tangan mereka adalah Presiden Abraham Lincoln dan John F. Kennedy. Kelompok ekstrim bernama Ku Klux Klan yang menakutkan juga mewarnai bursa kelompok teroris di Amerika.
Menurut data dinas keamanan AS, di negara itu ada lebih dari 500 kelompok paramiliter atau militer yang aktif. Dalam situs masing-masing mengakui melakukan berbagai aktivitas terorisme. Salah satunya adalah kelompok yang meledakkan Gedung Markas Federal di Oklahoma City tahun 1995 yang menewaskan lebih dari 180 orang.
Memang sejak peristiwa 11 September 2001, para petinggi AS sengaja mengaitkan terorisme dengan Islam dan kaum muslimin. Seakan tak ada aksi terorisme kecuali dilakukan oleh orang Muslim. Dengan memanfaatkan isu itu, AS menyerbu dan menduduki Afghanistan serta menangkapi ratusan orang untuk dikirim ke kamp tahanan Guantanamo. Kini ternyata, jelas bahwa terorisme adalah tindakan yang tidak ada kaitannya dengan agama tertentu. Semua orang dari kelompok dan agama apapun berpotensi menjadi teroris sama dengan potensi mereka untuk menjadi orang yang anti terorisme.
Kian subur dan bermunculannya kelompok-kelompok terorisme di AS tak lepas dari kebijakan Gedung Putih baik terkait masalah dalam maupun luar negeri. Kebanyakan warga di Amerika memandang pemerintahnya sebagai rezim yang haus kekuasaan, intervensif dan tak manusiawi. (IRIB/AHF/10/2/2011)
0 comments to "60 warga Amerika yang menghadapi dakwaan terorisme sejak tahun 2009"