Home , , , , , � 8 Juta Warga Mesir Berdemo..mubarak pun ngacir !!!!! Israel Takut Lahirnya Revolusi Ala Iran di Mesir !!!!

8 Juta Warga Mesir Berdemo..mubarak pun ngacir !!!!! Israel Takut Lahirnya Revolusi Ala Iran di Mesir !!!!




Tampil di Televisi, Mubarak Memelas

Presiden Mesir Hosni Mubarak akhirnya muncul di televisi lokal. Dalam siaran langsung, Mubarak mengaku tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu Mesir pada September 2011 nanti. Dikatakannya, "Untuk itu, saya tetap akan bekerja sebagai Presiden dalam beberapa bulan mendatang untuk melakukan proses transisi kekuasaan secara damai."

Seraya meyakinkan masyarakat, Mubarak mengatakan, "Langkah ini saya lakukan setelah sekian tahun saya memimpin Mesir. Ini demi rakyat yang saya cintai."

Mubarak juga menyatakan ingin mengakhiri jabatannya sebagai Presiden Mesir dalam suasana damai tanpa kekerasan. Menurutnya, gejolak yang beberapa hari ini terjadi di Mesir ditunggangi oleh musuh-musuh politiknya. Mubarak mengatakan, "Selama ini saya selalu menjaga aturan, dan menghormati aturan yang ada." Ditambahkannya, "Mari kedepankan dialog dan diskusi tentang isu-isu saat ini. "

Sementara itu, jutaan pendemo tetap menuntut Mubarak supaya mundur. Mubarak yang berumur 83 tahun menjabat sebagai Presiden sejak Oktober 1981 setelah tewasnya Presiden Anwar Sadat. Kemudian Mubarak setelah itu terpilih kembali pada tahun 1987, 1993, 1999 dan 2005. (IRIB/ Aljazeera/ AR/2/1/2011)

Israel Kirim Gas Terlarang ke Kairo

Rezim Zionis Israel mengirim tiga pesawat yang isinya mengangkut bantuan logistik militer untuk menghadapi para pendemo di Mesir.

The International Network for Rights and Development melaporkan , tiga pesawat Zionis Israel mendarat di Bandara Internasional Mina di Kairo pada hari Sabtu (29/1). Pesawat-pesawat itu membawa logistik militer yang akan digunakan pasukan-pasukan khusus untuk menghadapi para pendemo. Dilaporkan pula, pasukan keamanan Mesir menerima alat senjata sejenis granat yang berisikan gas terlarang yang kemudian digunakan untuk membubarkan para pendemo.

Sementara itu, para pendemo dari hari ke hari kian bertambah, bahkan menyebar ke seluruh penjuru Mesir. Berdasarkan laporan terbaru, aksi demo jutaaan warga pada hari Selasa mencapai 8 juta orang. Aksi protes massal di seluruh Mesir mendorong Hosni Mubarak harus menggantik wakilnya dan menunjuk perdana menteri baru. Namun perubahan itu masih tidak menghentikan para pendemo yang pada dasarnya menuntut mundurnya Mubarak.

Tak diragukan lagi, Zionis Israel adalah pihak yang khawatir akan lengsernya Mubarak, Dengan jatuhnya Mubarak, Tel Aviv bisa kehilangan mitra terdekatnya. Apalagi 40 persen gas Israel dipasok dari Mesir. Dengan demikian, lengsernya Mubarak kemungkinan menimbulkan krisis energi bagi Israel. (IRIB/PressTV/AR/2/2/2011)

Dahsyat, Lebih 8 Juta Warga Mesir Berdemo

Televisi Al-Alam, Selasa malam (1/2) melaporkan jumlah demonstran di seluruh penjuru Mesir mencapai lebih delapan juta. Media-media Arab juga melaporkan membludaknya masyarakat di bundaran Al-Tahrir Kairo. Menurut laporan tersebut, bundaran itu tidak dapat menampung jumlah demonstran yang diperkirakan mencapai lebih dari 2,5 juta orang.

Di Iskandariah yang juga kota terbesar kedua setelah Kairo, jumlah pendemo diperkirakan mencapai 2 juta orang. Para pendemo di kota ini bergerak dari bundaran Al-Qaed Ibrahim, bundaran Al-Saah dan bundaran Al-Suyuf menuju kawasan Sayidi Jaber. Sepanjang jalan itu, pasukan keamanan ditebar untuk menjaga berlangsungnya demontrasi anti-Rezim Mubarak.

Wartawan Al-Alam di Al-Menya yang jaraknya sekitar 246 km dari Kairo melaporkan, para demonstran berkumpul depan gedung gubernur Al-Menya. Mereka menyatakan akan tetap berada depan gedung itu hingga Mubarak mengundurkan diri. Dilaporkan pula, sekitar 250 ribu pendemo di kota Al-Mahallah al-Kubra menuntut mundurnya Hosni Mubarak.

Para pendemo di seluruh penjuru negara ini menyatakan tetap menggelar aksi unjuk rasa selama Hosni Mubarak tidak mundur dari jabatannya. Bahkan dilaporkan pula, para pendemo di bundaran Al-Tahrir, Kairo tetap akan menggelar demo hingga hari Jumat mendatang.

Sebelumnya, para penyelenggara dan panitia demonstrasi pada hari kedelapan berkomitmen menggalang protes jutaan umat di Kairo dalam rangka mendesak Presiden Hosni Mubarak meninggalkan kekuasaan. Hari Selasa, Rezim Mubarakjuga menutup seluruh jalur kereta api dari seluruh daerah yang menghubungkan ke ibukota. Alasan penutupan itu mengantisipasi datangnya para pendemo dari berbagai daerah ke Kairo. (IRIB/Al-Alam/ Aljazeera/ AR/2/2/2011)

CIA: Rezim Mesir Tidak Akan Tumbang Hanya dengan Demonstrasi

Courrier International, majalah terbitan Perancis menyingung meningkatnya aksi protes di Mesir dan menguatnya kemungkinan jatuhnya rezim berkuasa di negara itu, seraya menyebutkan analisa Dinas Rahasia Amerika Serikat (CIA) bahwa rezim berkuasa kebal protes.

Courrier International menyatakan, "Sekitar dua pekan lalu, Dinas Rahasia Amerika (CIA) meminta para perwakilan dan penghubungnya di pemerintahan, militer, dan partai-partai oposisi, untuk memperkirakan ketahanan usia rezim berkuasa."

Hasilnya menunjukkan bahwa rezim Mubarak terbukti cukup kuat dan telah mengakar di seluruh sektor Mesir. Oleh karena itu tidak ada bahaya yang mengancamnya baik dalam waktu dekat atau jangka panjang.

Hasil penelitian CIA juga menunjukkan bahwa meski seandainya demonstrasi dan unjuk rasa makin memanas di Mesir atau bahkan sampai terjadi bentrokan berdarah, fakta tersebut tidak akan menggoyahkan kekuatan rezim Mubarak.

Disebutkan pula bahwa Mesir tidak dapat disamakan dengan negara-negara Arab lainnya, karena memiliki struktur yang kuat dan sangat komplek dibandingkan negara lain termasuk Tunisia. Ketahanan pemerintahan Mesir terhadap segala bentuk guncangan tidak dapat dibandingkan dengan negara lain.

Menurut CIA, Hosni Mubarak, presiden renta dan sering sakit-sakitan itu mendapat dukungan dari militer, dinas intelijen Mesir, pengusaha, dan para investor.

Oleh karena itu, hal yang dikhawatirkan Amerika Serikat adalah lengsernya Hosni Mubarak dari kursi kekuasaannya, bukan perubahan rezim di Mesir. (IRIB/MZ/SL/1/2/2011)

PressTV: Mubarak Kabur dengan Helikopter

Beberapa helikopter terbang di atas Istana Kepresidenan Mesir. PressTV memberitakan bahwa ada kemungkinan bahwa helikopter-helikopter itu bertujuan mengamankan proses kaburnya Hosni Mubarak dari Istana Kepresidenan Mesir.

Sementara itu, Washington juga mengumumkan supaya para diplomat yang bertugas di Mesir supaya secepatnya meninggalkan negara ini. Ketua Dewan Hubungan Luar Negeri AS, Richard Huss dalam wawancaranya dengan Televisi Aljazeera mengatakan, "Umur pemerintah Mubarak tinggal beberapa hari lagi."

Mohammad Elbaradei, tokoh politisi anti-Mubarak yang juga Mantan Dirjen Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menyatakan bahwa Hosni Mubarak harus mengundurkan diri sebelum hari Jumat. (IRIB/ Farsnews/ Aljazeera/AR/2/2/2011)

Erdogan: Mubarak! Dengarkan Suara Rakyat

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menyeru Presiden Mesir Hosni Mubarak untuk memperhatikan tuntutan warga yang terus memintanya lengser setelah 30 tahun berkuasa.

"Mendengar tuntutan rakyat dan jeritan mereka sangat manusiawi. Temui mereka yang menuntut perubahan tanpa ragu-ragu," kata Erdogan.

Erdogan mengirim pesan dan peringatan lunak kepada Mubarak saat ribuan demonstran berkumpul di Kairo pada hari kedelapan protes yang belum pernah terjadi terhadap rezim diktator Mesir.

"Penuhilah tuntutan demokratis rakyat, karena tidak mungkin menegakkan pemerintah tanpa mereka," tegasnya. Ia juga meminta rakyat Mesir untuk menghindari kekerasan dalam menyampaikan tuntutan demokratis dan legalnya, sebab jika tidak demikian, maka ambisi musuh-musuh di kawasan akan terpenuhi.

Pada bagian lain pernyataannya, Erdogan menuturkan, Turki ada bersama rakyat Mesir dan Tunisia dan mendesak perhatian serius terhadap tuntutan sah dan demoktratis rakyat. (IRIB/RM/1/2/2011)

Israel Takut Lahirnya Revolusi Ala Iran di Mesir

Perdana Menteri Zionis Israel Benjamin Netanyahu menyuarakan keprihatinan bahwa pemberontakan Mesir dapat menyebabkan lahirnya sebuah revolusi ala Iran, karena pengunjuk rasa masih terus menuntut lengsernya Presiden Hosni Mubarak.

"Di tengah kekacauan, sebuah kelompok Islam terorganisir dapat mengambil alih negara. Itu terjadi di Iran dan juga di tempat lain," kata Netanyahu dalam sebuah konferensi pers pada hari Senin (31/1).

Netanyahu mengeluarkan pernyataanya saat rezim Mesir tengah bergulat dengan gelombang protes anti-pemerintah yang belum pernah terjadi di negara itu. Ratusan ribu demonstran menuntut Mubarak meletakkan jabatannya dan keluar dari Mesir.
Lebih dari 10 ribu pemprotes berkumpul di Tahrir Square pada hari Selasa untuk menekan Mubarak pada hari kedelapan protes.

"Setiap orang berharap bahwa ini akan diselesaikan secara damai, stabilitas dapat dikembalikan dan perdamaian bisa dipertahankan," ujar Netanyahu. Ia menambahkan bahwa dirinya aktif mengikuti perkembangan di Mesir setiap setengah jam.

Sebelumnya pada hari Ahad, Netanyahu mengatakan bahwa upaya Israel difokuskan pada pemeliharaan "stabilitas dan keamanan" di kawasan. Ia juga memerintahkan menterinya untuk tidak membuat komentar mengenai perkembangan di Mesir yang tengah dilanda krisis.

"Perdamaian antara Israel dan Mesir telah ada selama lebih dari tiga dekade dan tujuan Zionis adalah "untuk memastikan bahwa hubungan itu tetap eksis," kata Netanyahu.

Israel sangat prihatin tentang kemungkinan perubahan rezim di Mesir yang dapat membahayakan perjanjian damai yang ditandatangani antara kedua belah pihak pada tahun 1979.

Kekhawatiran yang sama juga dirasakan oleh Presiden Israel Shimon Peres. Ia mengatakan. "Kita selalu dan akan selalu menghormati sekali Presiden Mubarak." "Saya tidak menyebut segala apa yang dilakukannya baik, namun dia melakukan sesuatu yang membuat kita semua harus berterimakasih kepadanya, yaitu menciptakan perdamaian di Timur Tengah," tambahnya. (IRIB/RM/1/2/2011)

Nafsu Besar Israel Curi Firaun dari Mesir

Aksi protes massa dan kerusuhan yang terjadi di Mesir ternyata mengancam peninggalan bersejarah ribuan tahun yang berada di museum negara ini. Al-Mathaf Al-Misri, museum di Mesir yang menyimpan peninggalan bersejarah di zaman Firaun terancam pencurian, pembakaran dan perusakan. 28 Januari lalu, Kantor Berita Ria Novosti dan sejumlah media lainnya melaporkan pembakaran sejumlah kendaraan di depan museum nasional al-Mathaf al-Misri.

Berbagai laporan menyebutkan jika kebakaran di gedung Partai Demokratik Nasional (NDP) yang berada di lingkungan museum nasional tidak berhasil dipadamkan maka museum yang menyimpan 120 ribu benda-benda bernilai sejarah tinggi ini akan mengalami kerugian besar. Euro News juga menyebutkan adanya penyerang gelap yang memasuki museum nasional Mesir melalui atap ketika penjagaan di gedung tersebut sepi. Televisi Aljazeera melaporkan rusaknya sejumlah peninggalan bersejarah di Museum Nasional Mesir.

Museum Nasional Mesir dikenal sebagai museum terkaya dengan peninggalan bersejarah di dunia. Di sini tersimpan peradaban kuno Mesir. Bagi para turis yang berkunjung ke Mesir tidak akan lengkap jika tidak mengunjungi tempat ini. Museum Nasional sejak tahun 1906 dipindahkan ke gedung dua tingkat yang berada di Bundaran al-Tahrir. Museum ini menjadi manifestasi sejarah 3000 tahun sebelum masehi. Setiap orang yang menginjakkan kakinya di museum ini akan merasa hidup di tahun 2650-2134 sebelum masehi, zaman jatuh bangunnya peradaban kuno Mesir.

Di museum ini tersimpan mumi Firaun kesebelas, Tutankhamun yang memerintah di tahun 1333-1327 sebelum masehi. Masih terdapat sebuah kamar khusus di museum nasional yang menyimpan koin kuno dan lembaran kertas papirus. Masih terdapat pula Firaun Ramses II yang hidup sezaman dengan Nabi Musa as terbaring tenang di museum ini.

Mengingat nilainya yang tak dapat ditaksir, para demonstran memperingatkan media Barat bahwa terdapat gerakan terorganisir untuk menjarah peninggalan bersejarah yang tersimpan di Museum Nasional Mesir. "Ratusan warga Zionis tinggal di Kairo dan kota-kota lainnya dan dengan diam-diam mereka bergabung dengan para demonstran. Kami menyebut mereka sebagai ancaman utama bagi kekayaan dan peninggalan nasional Mesir," teriak para demonstran.

Berdasarkan berbagai data, setelah Inggris, Rezim Zionis Israel menempati urutan kedua penyelundup benda-benda bersejarah di dunia. Zionis juga terkenal sebagai pedagang permata dan emas di dunia.

Setelah pasukan Barat pimpinan Amerika Serikat (AS) menduduki Irak, berbagai laporan menyebutkan maraknya aksi pencurian benda-benda warisan budaya negara ini. Hal ini memaksa Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki menurunkan perintah penyelidikan pencurian dan penjarahan ratusan peninggalan bersejarah termasuk manuskrip kuno negara ini. Mohammad Abbas al-Aribi, menteri pariwisata Irak terkait hal ini menyatakan, rencananya akan dibentuk komite ahli untuk menyelidiki larinya 300 manuskrip kuno ke Israel.

Melihat kondisi ini, dapat dipastikan bahwa ancaman terbesar bagi peninggalan bersejarah Mesir adalah Rezim Zionis Israel. Selain haus akan wilayah negara lain, Israel juga memiliki angan-angan besar untuk mencuri seluruh benda bersejarah di dunia. Hal ini terbukti dengan peristiwa di Irak dan berbagai negara lain. (IRIB/MF/1/2/2011)

Militer Mesir, Kuda Troya Mubarak ?

Pengerahan militer di jalan-jalan Mesir Jumat lalu berlangsung bersamaan dengan pengumuman jam malam di tiga kota besar Kairo, Iskandaria dan Suez. Sejak Selasa hingga Jumat, tentara mengambil alih pengamanan yang sebelumnya dilakukan polisi Mesir.

Kehadiran militer di jalan-jalan dengan berbagai perlengkapan berat seperti tank dan panser, bukan hanya tidak memicu kemarahan demonstran, bahkan mereka disambut rakyat. Hal disebabkan popularitas militer di tengah masyarakat Mesir.

Militerpun berusaha menghindari bentrokan langsung dengan pemrotes. Kondisi ini menyebabkan sebuah kondisi kompak di jalan antara rakyat dan militer bersama-sama menghadapi pemerintah Mubarak.

Sejak jam-jam pertama keberadaan militer di jalan-jalan Mesir muncul pertanyaan di benak kita mengenai tujuan pengerahan militer di jalan-jalan negara ini. Kedua, ketika aksi protes semakin meningkat, maka ke arah mana dukungan militer; rakyat atau pemerintah Mubarak ?

Jelas kiranya militer Mesir selama dua hingga tiga hari terakhir berupaya memanfaatkan kepercayaan publik terhadap mereka dengan meningkatkan perannya di jalan-jalan berbagai kota negara ini.

Sejumlah kalangan berkeyakinan bahwa pemerintah Mesir berupaya memberangus aksi protes massa dengan berbagai cara. Salah satunya dengan trik khusus memanfaatkan militer sebagai institusi yang dipercaya masyarakat untuk mengontrol kondisi keamanan dalam negeri.

Pandangan ini menguat di saat dalam beberapa hari terakhir Presiden Mubarak alih-alih mengikuti tuntutan rakyatnya, justru meningkatkan tekanan memberangus tuntutan rakyat. Dengan demikian, sejumlah analis berkeyakinan bahwa Mubarak memilih Omar Suleiman sebagai Wakil Presiden dan ditunjuknya para walikota baru di berbagai wilayah demi menyelamatkan kekuasaannya.

Sementara itu, analis lainnya menilai militer Mesir lambat laun akan bisa menguasai keadaan dengan meningkatkan pengaruhnya di jalan-jalan. Namun peningkatan jumlah militer di jalan-jalan dilakukan secara gradual untuk menjaga sensitivitas publik.

Dengan demikian pada hari keenam protes rakyat Mesir, di saat massa berkonsentrasi di lapangan al-Tahrir, Kairo, militer pun meningkatkan manuvernya. Contohnya sehari lalu helikopter dan jet tempur militer terbang rendah untuk membubarkan konsentrasi massa, terutama yang terpusat di lapangan al-Tahrir.

Di sisi lain untuk kedua kalinya selama tiga hari lalu jam malam pun ditingkatkan dari pukul 3 siang hingga 7 pagi. Hal ini dilakukan untuk membatasi aksi protes rakyat. Dilaporkan Mubarak sebelumnya menggelar rapat dengan para komandan militer membahas kondisi keamanan Mesir.

Para pengamat menilai militer Mesir sebagai kuda troya Mubarak. Tampaknya, sejak awal Mubarak berupaya memanfaatkan popularitas militer di tengah rakyat dengan meningkatkan perannya di jalan-jalan. Rezim Kairo berharap dengan alasan menjaga keamanan nasional, militer mampu memberangus suara protes rakyat.

Tampaknya para analis berkeyakinan bahwa prioritas perintahan Mesir saat ini tetap bertindak sebagaimana sebelumnya yang dilakukan secara bertahap.
Mengingat sejumlah fakta ini, tampaknya militer Mesir menghadapi dua pilihan sulit yang akan menentukan nasib Negeri Piramida itu.

Kini militer berada dipersimpangan jalan. Apakah militer Mesir akan bernasib seperti militer Tunisia dan berpihak pada rakyat. Ataukah sebaliknya menjadi penjaga kepentingan pemerintah memberangus aksi protes? (IRIB/PH/MF/1/2/2011)

AS Pun Kelimpungan Soal Mesir

Transformasi yang bergulir dengan cepat di Tunisia dan Mesir kembali mengingatkan masyarakat dunia akan nasib para diktator dan boneka kaum imperialis di banyak negara. Tergulingnya rezim Ben Ali di Tunisia yang sepintas kekuasaannya sangat kokoh dan posisi Presiden Mesir Hosni Mubarak yang sudah di tepi jurang disorot dengan cermat oleh para petinggi AS di Gedung Putih. Pernyataan yang kontradiksi pun terlontar. Dari satu sisi mereka menyatakan mendukung rezim namun di sisi lain mereka mengesankan diri membela demokrasi dan suara tuntutan rakyat.

Belakangan ini, Menlu AS Hillary Clinton menyatakan bahwa Presiden Mesir Hosni Mubarak harus menerapkan reformasi hakiki di negara itu. Bahkan, sejumlah media massa memberitakan kesiapan Washington untuk mendukung suksesi dan perpindahan kekuasaan di Mesir. Seiring dengan itu, Departemen Luar Negeri AS mengaku tidak akan menghentikan pemberian bantuan tahunan cuma-cumanya kepada Kairo. Pernyataan itu disampaikan di saat demonstrasi anti Mubarak mencapai puncaknya.

Dengan mencermati sikap dan pernyataan para pemimpin AS terkait gerakan reformasi atau revolusi di Iran, Indonesia, Tunisia dan Mesir dalam tiga dekade terakhir ini akan nampak satu gaya yang sama. AS akan berusaha sekuat tenaga mempertahankan kekuasaan rezim-rezim diktator yang menguntungkannya. AS siap memberikan bantuan apapun yang diperlukan untuk mempertahankan boneka-bonekanya. Bahkan jika perlu, AS akan menutup mata dari pembantaian rakyat dan demonstran di jalan-jalan meskipun nyawa yang melayang mencapai ribuan. Namun, apabila demonstrasi dan gerakan massa semakin memuncak dan rezim terkait tak mampu lagi bertahan sementara keadaan sudah keluar dari kendali, AS akan mengubah haluan dan kebijakan dengan mengkritik bahkan mengecam rezim di negara itu.

Syah Mohammad Reza Pahlevi yang pernah disebut oleh Presiden AS Jimmy Carter sebagai sahabat terdekat AS, harus terasing setelah meninggalkan negaranya dan ditolak oleh AS. Diapun meninggal di pengasiangan, tepatnya di Mesir. Kondisi yang sama dialami oleh Marcos, mantan diktator Filipina, dan Zein El Abidine Ben Ali, mantan diktator Tunisia. Sangat mungkin, Hosni Mubarak akan mengalami hal yang sama setelah kabur dari Mesir.

Yang jelas, perubahan kebijakan AS bukan berarti pengakuan akan kesalahan di masa lalu dan upaya untuk memperbaikinya. AS hanya berpikir untuk kepentingannya dan memanfaatkan arus yang ada. Semua diktator yang sebelumnya disebut sahabat karena memberikan keuntungan dan menjamin kepentingannya, akan dengan mudah ditolak saat kepentingan menuntutnya. AS memilih menghindari amukan publik sehingga menolak memberi suaka dan perlindungan kepada diktator manapun yang kabur dari negaranya.

Pernyataan para petinggi AS terkait demokrasi di Mesir adalah upaya dari Washington untuk secara perlahan melepaskan dukungannya kepada Hosni Mubarak. Sebab, kondisi yang ada menunjukkan bahwa amukan rakyat dan penolakan mereka terhadap Mubarak tidak akan reda kecuali jika sang diktator lengser. Kini rakyat Mesir dituntut untuk bersikap bijak menghadapi tipudaya dan permainan AS. (IRIB/AHF/MF/31/1/2011)

Media Rusia: Mungkin Mubarak Minta Suaka ke AS

Media-media Rusia, Selasa (1/2) melaporkan peningkatan protes warga di Mesir yang sudah menjalar ke berbagai kota di negara itu, terlebih Kairo. Ditambahkannya, Presiden Hosni Mubarak berada di ambang kejatuhan dan tidak menutup kemungkinan ia akan meminta suaka ke Amerika Serikat.

Sebagaimana dilaporkan IRNA dari Moskow, televisi RBK Rusia menginformasikan bahwa seluruh jalan dan rute yang berujung ke Kairo telah ditutup untuk mencegah partisipasi warga dalam demo akbar di ibukota Mesir.

Satuan-satuan militer mencegah masuknya warga dari kota-kota lain ke Kairo dan hilir mudik warga di ibukota juga berada di bawah pengawasan militer. Ratusan tentara sudah ditempatkan di pusat kota Kairo.
Media-media Rusia juga menambahkan, Mubarak menginstruksikan perdana menteri untuk segera melakukan perundingan dengan kelompok oposisi dan memberikan janji reformasi ekonomi dan politik.

RIA Novosti dalam laporannya dari Kairo menyatakan, satu juta demonstran sepertinya sudah hadir di ibukota Mesir. Chanel II televisi pemerintah Rusia juga melaporkan, "Hari ini akan menjadi hari penentu bagi Mubarak dan demo terbesar sepertinya akan digelar."

"Menyusul protes luas warga, pelabuhan-pelabuhan Mesir telah menghentikan operasinya dan aktivitas pengakutan dan penurunan barang berhenti total," tulis Interfax. (IRIB/RM/1/2/2011)

Miami Herald: AS Pecundang Utama di Mesir

Kekacauan Mesir telah menyeret kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah ke dalam krisis dan negara ini menilai kepentingannya di Mesir berada dalam bahaya.

Koran Miami Herald cetakan AS dalam analisa hari Senin (31/1), menyinggung tekad bangsa Mesir untuk mengakhiri pemerintah Presiden Hosni Mubarak yang sudah berumur 30 tahun. Ditambahkannya, demo jutaan rakyat Mesir hari ini secara teoritis mungkin akan berujung pada apa yang disebut Presiden Barack Obama yaitu, transisi legal ke arah demokrasi dan menyerahkan kekuasaan Mubarak kepada pemerintahan transisi untuk menggelar pemilu yang sehat dan adil.

Namun terlepas dari semua prediksi tentang nasib krisis di Mesir, Miami Herald mengutip keterangan seorang pejabat Kementerian Luar Negeri AS, J. Scott Carpenter, menyoroti dampak krisis tersebut terhadap kebijakan luar negeri AS. Dikatakannya, jika kondisi itu terus berlanjut di Mesir, maka bahayanya bagi kebijakan luar negeri AS juga akan meningkat.

Menurut koran itu, Kementerian Luar Negeri AS telah mengirim seorang diplomat veteran, Frank Wisner ke Kairo untuk memaksa pemerintah Mubarak menerima reformasi politik.

Frank Wisner, mantan duta besar AS untuk Mesir yang mengenal Mubarak, mendarat di Kairo, Senin, dan Washington percaya akan berguna jika Wisner bertemu dengan Mubarak secara langsung dan mendapatkan perspektifnya, kata Jurubicara Departemen Luar Negeri AS, Philip J Crowley. (IRIB/RM/1/2/2011)

Bahrain Larang Demonstrasi Solidaritas Terhadap Mesir

Para pejabat Bahrain melarang pelaksanaan segala bentuk aksi unjuk rasa dalam rangka menyatakan solidaritas terhadap kebangkitan rakyat Mesir yang menurut rencana akan digelar di depan Kedubes Mesir di Manama.

Kantor berita Fars (1/2) mengutip keterangan koran trans-regional Alquds Alarabi melaporkan, para pejabat keamanan Bahrain melarang konsentrasi warga dalam menyatakan kepedulian mereka terhadap rakyat Mesir menentang rezim Presiden Hosni Mubarak.

Sejumlah partai Bahrain termasuk Kemufakatan Nasional Islam, Partai Persaudaraan, Partai Amal Nasional Demokratik dan Partai Amal Islam, hingga Partai Sosialis Demokrasi, mengecam larangan yang dikeluarkan oleh para pejabat keamanan Bahrain tersebut.

Dalam statemen kolektif oleh partai-partai Bahrain itu disebutkan, bahwa laranganitu bertentangan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan sipil.

Sebelumnya, sejumlah pejabat keamanan dan intelijen Bahrain menggelar rapat darurat dengan raja negara ini guna membahas kemungkinan digelarnya aksi demo solidaritas terhadap Mesir. (IRIB/MZ/SL/1/2/2011)

Hizbullah Lebanon: Rakyat Mesir Ingin Hidup Mulia

Wakil Sekjen Hizbullah Lebanon, Sheikh Naim Qassem mengatakan, Perdana Menteri baru Najib Mikati diterima secara luas di dalam negeri dan luar negeri. Ditambahkannya, hal ini akan memungkinkan Mikati untuk memulai tugasnya dengan baik.

Sebagaimana dilaporkan IRNA dari Beirut, Sheikh Naim Qassem, Senin malam (31/1) ketika bertemu Ma'an Bashur, ketua komite hubungan rakyat Lebanon, menuturkan, pemberian mandat kepada Najib Mikati untuk membentuk pemerintahan baru, merupakan pendangan mayoritas anggota parlemen dan rakyat Lebanon. Ditegaskannya, mereka menghendaki penyelamatan negara dan mendukungnya dalam menghadapi ancaman asing, terlebih bahaya rezim Zionis Israel.

"Tanpa ragu, Lebanon bersama muqawama, militer dan rakyatnya, memerlukan perubahan fundamental dan konstruktif. Hizbullah juga menyambut partisipasi seluruh kelompok tanpa ada pengecualian," jelasnya.

"Hizbullah menekankan prioritas pemerintah pada kondisi kehidupan, pelayanan sosial, program penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi negara," tambahnya. Menurut Sheikh Naim Qassem, Lebanon kini lebih kuat dari sebelumnya, sebab telah membuktikan kekuatannya dalam menghadapi badai kebijakan AS.

Berbicara tentang perkembangan di Mesir, Sheikh Naim Qassem mengapresiasi perjuangan dan perlawanan rakyat Mesir yang menolak normalisasi hubungan dengan rezim Zionis Israel. Ditandaskannya, rakyat Mesir menginginkan kebebasan, kemandirian dan kemuliaan. Mereka kembali bangkit dan menetapkan tujuan-tujuan luhurnya.

Dalam pertemuan itu, Ma'an Bashur juga mendukung perlawanan rakyat Mesir dan Tunisia. Dikatakannya, "Kami berharap pemerintah Najib Mikati dapat terbentuk dengan keikutsertaan semua kelompok dan berhasil dalam memerangi ancaman dalam negeri dan asing." (IRIB/RM/1/2/2011)

Di Israel pun, Kedubes Mesir Tidak Aman

Ketua Polisi Distrik Tel Aviv, Mayor Jenderal Shahar Ayalon, bertemu dengan Duta Besar Mesir untuk Israel, Yasser Rida, menyusul perkembangan terbaru di negaranya.

Sebagaimana dilaporkan situs Yediot Aharonot, kedua pihak sepakat untuk meningkatkan pengamanan di sekitar gedung Kedubes Mesir.

Sebelumnya, para aktivis sayap kiri Zionis berencana menggelar protes di depan gedung kedubes itu dalam rangka mendukung dan menyatakan solidaritas kepada para demonstran di Mesir. (IRIB/MZ/SL/1/2/2011)

Hadapi Krisis Mesir, AS dan Israel Turun Tangan

Jutaan warga Mesir turun ke jalan-jalan utama di seluruh penjuru negara ini. Kondisi ini membuat personel keamanan yang ditugaskan menindaka para pendemo mulai kewalahan.

Pembangkangan para personel keamanan tentunya mengkhawatirkan posisi rezim Hosni Mubarak. Kantor Berita Farsnews melaporkan, Washington menyikapi kondisi krisis di Mesir dengan membentuk Kamar Operasi Luar Biasa.

Rezim Zionis Israel yang selama ini selalu diuntungkan dengan kebijakan Kairo juga melakukan upaya-upaya untuk mengantisipasi runtuhnya rezim Mubarak. Radio Sharq yang ditayangkan dari Oslo, ibukota Norwegia, juga melaporkan AS telah membentuk Kamar Operasi Luar Biasa yang mengkaji dan menyikapi kondisi yang terjadi di Mesir . Laporan itu juga menyebutkan, Tel Aviv membentuk tim khusus untuk mengkaji dan memberikan masukan ke rezim Mubarak untuk menghadapi para pendemo. (IRIB/AR/29/1/2011)

Mesir: Siapa yang Sesungguhnya Bermain?

©Dina Y. Sulaeman

Banyak analisis bermunculan mengomentari situasi terakhir di Mesir. Sedikit berbeda dengan Tunisia (baca tulisan saya sebelumnya: Tunisia Seharusnya Belajar dari Indonesia), dalam menyikapi aksi-aksi demo di Mesir, sejak awal AS sudah terang-terangan menunjukkan sikap. Obama mengaku sudah menelpon Mubarak, memintanya memerhatikan aspirasi rakyat. Wikileaks ikut memanaskan suasana dengan memunculkan informasi bahwa AS menginginkan rezim Mubarak tumbang. Publik digiring untuk percaya bahwa AS berpihak pada para demonstran dan menginginkan tegaknya demokrasi di negeri Nil itu. Bahkan ada yang memperkirakan bahwa AS-lah arsitek kerusuhan di Mesir. Apalagi, tokoh yang naik daun saat ini dan digadang-gadang jadi pengganti Mubarak adalah El Baradei. Jika Anda mengikuti sepak terjang El Baradei saat menjabat Gubernur IAEA, tentunya Anda tahu bahwa dia selalu berpihak pada kepentingan AS dalam menangani nuklir Iran. Lebih lagi, dia adalah salah satu anggota Dewan Pengawas ICG (Internasional Crisis Group), LSM internasional yang didanai George Soros. ICG menyediakan analisis dan saran mengenai berbagai sumber konflik dunia, antara lain, Irak, nuklir Iran, atau Jemaah Islamiah di Indonesia. Apa saja saran yang mereka sampaikan? Bila Anda melihat siapa penyandang dananya, Anda sudah bisa memperkirakan apa target ICG.

Sebaliknya, ada pula yang menilai bahwa situasi Mesir sebenarnya membuat cemas Israel (dan tentunya, AS sebagai kembar siamnya) karena Mesir adalah benteng terakhir yang melindungi Israel. Bahkan konon Israel sudah mengirimkan pasukan untuk membantu Mubarak agar tetap di kursi kekuasaan. Mubarak selama ini menjaga ketat perbatasan Rafah sehingga memuluskan upaya blokade Israel terhadap Gaza sejak tahun 2007. Tentara Mesir bahkan diperintahkan untuk menembaki relawan Viva Palestina yang berniat masuk ke Gaza, padahal mereka hanya ingin mengantarkan makanan, baju, obat-obatan, mainan anak-anak, kursi roda, dan barang-barang non militer lain kepada rakyat Gaza. Dari sisi ini, kebangkitan Mesir tentu bukanlah desain AS, melainkan benar-benar aksi spontan karena kemarahan rakyat yang sudah mencapai titik kulminasi. Logikanya, cacing pun bila diinjak akan menggeliat, apalagi manusia.

Jadi, mana yang benar di antara dua analisis ini?

Saat saya membaca tulisan Prof. Chassudovsky di Global Research, saya menemukan informasi baru yang dapat memberi jawaban dari pertanyaan ini. Mirip dengan tulisan saya sebelumnya tentang Tunisia, Chassudovsky menulis peran IMF dalam memiskinkan rakyat Mesir, memperkaya segelintir elit, dan lebih memperkaya lagi korporasi-korporasi transnasional yang menjadi kroni IMF. Mubarak adalah boneka yang patuh menjalankan instruksi IMF dan patuh menerima instruksi AS untuk terus tegak membela Israel. Namun, rupanya Sang Tuan (Amerika Serikat) bukanlah pelindung yang baik untuk Sang Boneka. Amerika bermain di dua kaki. Istilahnya, "political leveraging" (politik pemanfaatan). AS mendukung diktator, tapi pada saat yang sama juga mendukung kelompok-kelompok oponen (penentang) diktator. Tujuannya, agar kelompok oponen itu bisa dikontrol dan tidak menjadi ‘liar'. Dalam kasus Mesir, biarlah Mubarak ditumbangkan asal kaum oponen tidak menganggu kepentingan AS. Bahkan, dengan "political leveraging" ini, AS bisa mengontrol kaum oponen agar saat memilih pengganti Mubarak, yang dipilih bukanlah tokoh yang membahayakan kepentingan AS (dan Israel).

Melalui dua lembaga, Freedom House dan the National Endowment for Democracy, AS selama ini telah mendukung dan mendanai kelompok-kelompok pro-demokrasi Mesir. Bahkan para blogger pun dilibatkan dalam "political leveraging" ini. Pada 27 Feb-13 Maret 2010, Freedom House ‘mendidik' sejumlah bloger dari Afrika Utara dan Timur Tengah untuk mempelajari digital security, digital video making, message development dan digital mapping, serta membawa mereka bertemu dengan pejabat-pejabat tinggi di Kongres (parlemen), Kemenlu, dan USAID.

Benar, rakyat Mesir marah dan melakukan berbagai aksi spontan menuntut Mubarak turun. Ini bukan rekayasa atau desain AS. Kehidupan 30 tahun di bawah sebuah rezim yang korup dan despotik lebih dari cukup untuk jadi pemicu kemarahan rakyat. Namun, proses "political leveraging" AS yang berjalan selama ini ternyata mampu mengaburkan kehadiran Sang Tuan. Tak heran bila para demonstran Mesir sepertinya tidak terpikir untuk mendemo Kedubes AS, melainkan ‘hanya' merusak gedung-gedung pemerintah. Sungguh berbeda dengan aksi-aksi demonstrasi rakyat Iran melawan Reza Pahlevi tahun 1979. Rakyat Iran saat itu tidak hanya menuntut turun Pahlevi, tetapi juga mengusir AS keluar, karena mereka tahu, AS-lah tuannya Pahlevi. Buat apa mengusir Sang Boneka, bila Sang Tuan terus bercokol dan terus menghisap darah rakyat?

Pertanyaan terakhir, bila benar El Baradei adalah salah satu boneka AS, mengapa Ikhawanul Muslimin menyatakan dukungan kepadanya? Bila berita ini benar, menurut saya, sangat mungkin Ikhwanul Muslimin juga sedang berstrategi. Bila IM mengajukan calonnya, resistensi Sang Tuan tentu akan sangat besar sehingga IM sepertinya memegang prinsip ‘musuhnya musuh adalah teman saya'. Faktanya, saat ini Elbaradei dan IM ada di sisi yang sama, melawan Mubarak. Karena itu IM memilih strategi untuk menumbangkan dulu Mubarak, pilih penggantinya, dan selenggarakan pemilu. Melalui pemilu, IM bisa berharap meraih kekuasaan dengan cara yang legal dalam kacamata demokrasi. (IRIB/1/2/2011)

Revolusi Rakyat dan Konspirasi Global: Antara Iran dan Mesir

Oleh:Purkon Hidayat
Bangunlah anak muda, ada cahaya di jendela,
aku mendengar seseorang mengetuk pintu,
ada suara-suara di jalanan,
... dan suara kaki berjalan,
mereka membisikan kata "Revolusi!"
Petikan lagu Chris De. Burgh

Di saat gelombang bola salju protes di Mesir terus menggelinding kencang, pemimpin oposisi Iran menyebut gerakan rakyat di Negeri Piramida itu sebagai Green Movement. Sejumlah pemimpin oposisi Iran menyamakan gerakan perlawanan Mesir dengan gejolak protes gerakan hijau di Iran pasca pilpres tahun lalu.

Penasehat hukum pemimpin Oposisi Iran, Mirhossein Mousavi, baru-baru ini mengeluarkan statemen yang menyetarakan rezim Mubarak dengan Ahmadinejad. "Rakyat Mesir dan Iran sama-sama melawan rezim diktator!" tegas Ardeshir Amir Arjman, sebagaimana dikutip situs oposisi, Rahesabz.

Lalu, benarkah gerakan perlawanan rakyat Mesir sama seperti gejolak pasca pilpes Iran 2009 lalu sebagaimana diklaim para pemimpin oposisi Iran. Mari kita menengok keduanya.

Gerakan perlawanan rakyat di Mesir diakui atau tidak merupakan efek domino dari revolusi rakyat yang terjadi di negara satu benuanya, Tunisia. Perlawanan rakyat Tunisia menggulingkan Ben Ali telah mengobarkan spirit baru la khowf ba'ad al-yowm, tidak ada lagi rasa takut mulai sekarang!

Betapapun, gerakan masif rakyat Tunisia berhasil membangkitkan rasa percaya diri bangsa-bangsa Arab melawan para penguasanya yang otoriter dan menjadi kaki tangan asing daripada mewujudkan harapan rakyatnya sendiri.
Imbas tsunami politik di Tunisia ini membangunkan tidur panjang bangsa Arab.

Dalam beberapa pekan terakhir, Aljazair menghadapi demonstrasi dan kerusuhan. Sebelumnya ribuan orang berbaris menuntut perbaikan kehidupan ekonomi di Yordania. Tidak ketinggalan rakyat Yaman pun menuntut reformasi. Tapi di luar itu, Mesir adalah negara yang paling membara. Rezim Mubarak kewalahan menghadapi tuntutan rakyatnya.

Berbagai cara dilakukan Mubarak dari perubahan kabinet hingga aksi-aksi represif militer untuk membungkam tuntutan massa. Namun semuanya gagal. Tangan Mubarak berlumuran darah rakyatnya sendiri, demi sebuah ketamakan di ujung usianya yang nyaris dijemput malaikat maut. Ya, syahwat berkuasa memang tidak mengenal rasa cukup, meskipun telah menginjak kepala delapan, Mubarak tetap kekeuh mempertahankan kursi empuknya sebagai presiden.

Tampaknya arogansi berkuasa itu bukan hanya datang dari dirinya sendiri. Mubarak rela melepas Anaknya Gamal Mubarak yang diproyeksikan menggantikan dirinya sebagai Presiden Mesir, beserta keluarga eksodus ke luar negeri demi menyelamatkan diri dari amukan rakyat. Tapi, Hosni Mubarak tetap bercokol di Kairo demi jabatan. Tentu ada yang sangat penting dan sakral di mata Mubarak hingga presiden tua renta yang sering sakit-sakitan ini tetap berkuasa. Mubarak setia mempertahankan komitmen terhadap sekutunya Israel dan Amerika Serikat.

Rezim Kairo begitu yakin bisa menguasai keadaan dan menumpas gerakan rakyat Mesir. Menteri Pertahanan Mohammad Hosein Tantawi mengklaim kondisi masih terkontrol, padahal perlawanan rakyat semakin massif. Dilaporkan puluhan ribu warga terus bergerak memenuhi jalan-jalan di Kairo khususnya di Bundaran Tahrir, bahkan jumlah mereka kian hari semakin membludak.

Tidak hanya itu, Hosni Mubarak diam-diam mengutus Menteri Pertahanan ke Washington. Televisi Aljazeera melaporkan, Tantawi secara diam-diam berkunjung ke Washington untuk sungkem memohon restu dukungan dari Presiden Barack Obama. Tantawi dalam laporannya kepada para pejabat tinggi Washington menegaskan bahwa pemerintah Mesir akan tumbang bila para demonstran tidak disikapi dengan keras.

Optimisme yang sama sempat menguat di kalangan petinggi Tel Aviv ketika gerakan rakyat Tunisia berhasil menumbangkan rezim Ben Ali yang korup. Saat itu, petinggi Israel sempat begitu yakin fenomena di Tunisia tidak akan menimpa Mesir. Rezim Mubarak terlalu kuat untuk ditumbangkan.

Tapi, mereka kecele. Dunia kaget, Barat terperanjat dan Israel resah. Bahkan saking bingungnya Perdana Menteri Israel menginstrusikan kepada para menterinya supaya tidak mengungkapkan statemen mengenai gejolak massa di Mesir.

Tampaknya, terlalu berat bagi tel Aviv berpisah dengan sahabat karib yang telah begitu berjasa bagi Israel. Rezim Mubarak terlampau banyak memberikan konsesi bagi Israel. Betapa tidak, berkat Mubaraklah perundingan damai langsung Palestina-Israel bisa terwujud. Atas jasa Mubarak pulalah Israel mendapat dukungan langsung menyerang Gaza pada perang 22 hari.

Sejatinya, tanpa dukungan Mubarak mustahil Israel menerapkan blokade Gaza yang menyengsarakan sekitar 1,5 juta rakyat Palestina. Di saat tetangganya Palestina kesulitan bahan bakar, pangan dan kebutuhan pokok akibat blokade Israel, Mubarak memerintahkan penutupan seluruh terowongan rahasia yang menghubungkan Mesir dengan Jalur Gaza.

Tidak hanya itu, Mubarak membangun tembok baja untuk mengalangi masuknya warga Gaza ke Mesir, meski hanya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sekalipun. Di bawah kepemimpinan Mubarak, Mesir menjadi penyuplai 40 persen kebutuhan gas Israel, di saat rakyatnya sendiri tidak menikmatinya.

Selama lebih dari tiga dekade, rezim Kairo menjadi pihak yang begitu dekat dengan Israel melebihi seorang mitra dekat sekalipun. Mubarak telah teruji menjadi alat Amerika dan Israel.

"(Mesir) menjadi mitra kerja AS selama 30 tahun, dan telah berperan penting dalam menjaga perdamaian di timur tengah, antara Mesir dan Israel," kata Menlu Hillary Clinton.

Rezim Zionis memelihara hubungannya dengan Mubarak bahkan hingga kini, demi melanggengkan nasib Israel. Presiden Zionis Israel, Shimon Peres mengatakan, rezim diktator Mubarak lebih baik dari pada terbentuknya sistem demokrasi yang berlandaskan Islam.

Bagimanapun kemiskinan rakyat dan represi rezim serta hipokrasi penguasa dan berbagai keruwetan lainnya terlalu telanjang dipertontonkan di Mesir. Faktor ekonomi dan politik yang berpadu dengan sentimen keagamaan menjadi motor pemantik revolusi rakyat Mesir menumbangkan Mubarak.Mayoritas rakyat Mesir yang didominasi kalangan muda, dari berbagai strata sosial menuntut perubahan signifikan di Negeri Piramida itu.

Green Movement: Reformasi atau Liberalisasi!

Itu yang terjadi di Mesir. Tapi mari kita menengok gejolak perlawanan massa di Iran pasca pilpres 2009 lalu. Betulkah seperti yang dituduhkan kelompok oposisi yang menyamakan gerakan rakyat di Mesir dengan protes gerakan Hijau.
Di dataran sosiologi politik, gerakan hijau didominasi oleh kalangan muda mapan yang tidak menginginkan Republik Islam, sebagaimana adanya saat ini. Di ranah geografi politis, basis massa terbesar gerakan hijau berada di Tehran, terutama di Tehran atas, kawasan kaum mapan Iran.

Di berbagai situs dan jejaring sosial, mereka menumpahkan kekesalan dan kekecewaannya terhadap rezim Tehran. Bagi mereka pemerintahan Islam terlalu mengekang kebebasannya. Tidak sedikit dari mereka menyebut Islam Arab yang diadopsi dalam sistem pemerintahan Iran sebagai penyebab kemunduran Negeri Persia itu.

"Ma Iraniha azadi mikham, hamin, Kami bangsa Iran menuntut kebebasan, titik!" tutur seorang anak muda terdidik lulusan Universitas Teknologi Delft Belanda. Bagi mereka sistem Islamlah yang membuat Iran terkucil di arena internasional.
Gerakan Hijau menyalahkan jatuhnya sanksi internasional atas Iran sebagai kegagalan diplomasi Ahmadinejad yang tidak becus dan terlalu arogan terhadap Barat.

Menurut mereka, Barat seharusnya dirangkul demi kemajuan Iran. Seperti kebanyakan muda-mudi di belahan dunia lain, anak-anak muda Iran ini tentu ingin menikmati liberalisme dalam pengertian yang mereka pahami dengan melepas jilbab, bebas pergi ke diskotik, menikmati American idol, fashion show dan mengejar berbagai artefak modernisme dalam bentuk simbol prestise lainnya.
Tahun lalu harapan gerakan hijau ini tumpah ruah. Mirhossein Mousavi dipandang bisa mewakili suara mereka. Namun kegagalan mantan perdana Menteri Iran di masa perang itu memupuskan harapan mereka yang berbuntut kekecewaan yang membuncah. Kelompok Hijau terlalu optimis menang dan tidak menerima kekalahan kandidat mereka dalam pilpres 2009 lalu.

Sontak berbagai tudingan pun mengalir deras. Dari perolehan suara di Tehran sendiri memang suara Mousavi lebih besar dari Ahmadinejad. Bahkan di sejumlah TPS di Tehran Utara, seperti Shamiranat, Pasdaran hingga Mir Damad suara Mousavi empat kali lipat dari perolehan Ahmadinejad. Tapi mereka lupa, dukungan masyarakat kalangan menengah ke bawah terhadap Ahmadinejad. Doktor teknik sipil ini tetap memenangkan perolehan suara tertinggi di Tehran besar, karena mendapat dukungan suara dari daerah-daerah pinggiran Tehran seperti Varamin, Islamshar, Ray dan Karaj. Di daerah, terutama di desa-desa dukungan suara terhadap Ahmadinejad jauh mengungguli para rivalnya.

Di sisi lain media massa Mainstream memblow up aksi protes jalanan Gerakan Hijau di Iran dan mengemasnya nyaris seperti pemberontakan menggulingkan rezim Tehran yang digambarkan seperti revolusi oranye di Ukraina. Martir gerakan itu mereka jadikan headline dan dibesar-besaran. Tidak ketinggalan, para pejabat tinggi negara-negara Barat terutama Amerika Serikat mengeluarkan statemen yang mendukung para demonstran, bahkan menyalahkan petugas keamanan yang berupaya menindak para perusuh yang membakar bank dan fasilitas sosial di Iran.

Media massa mainstream berhasil membungkus protes segelintir orang Iran menjadi berita seolah-olah terjadi pemberontakan masif rakyat melawan rezim diktator. Tapi aksi protes yang berbuntut kerusuhan ini akhirnya lumpuh, karena tidak mendapat dukungan luas masyarakat, meski mendapat dukungan media massa global dan suntikan dana negara-negara Barat. Beberapa hari setelah aksi protes kelompok hijau, rakyat Iran di berbagai wilayah termasuk ibu kota menggelar demo tandingan menentang Gerakan Hijau anti pemerintah.

Gerakan Hijau di Iran pasca pilpes tidak sama dengan gelombang protes rakyat Mesir yang menuntut tumbangnya Hosni Mobarak. Sejatinya, gelombang bola salju protes di Mesir adalah gerakan reformasi rakyat, namun Green Movement adalah gejolak minoritas warga yang menuntut liberalisasi yang ditunggangi kepentingan asing dan berselingkuh dengan korporasi raksasa dunia untuk melicinkan jalan bagi kapitalisme dan imperialisme di Iran.(IRIB/PH/1/2/2011)

0 comments to "8 Juta Warga Mesir Berdemo..mubarak pun ngacir !!!!! Israel Takut Lahirnya Revolusi Ala Iran di Mesir !!!!"

Leave a comment