Home , , , � Harga Obat Ancam Kesehatan Rakyat Miskin

Harga Obat Ancam Kesehatan Rakyat Miskin



example2
Kompas
Ilustrasi pelayanan masyarakat miskin di rumah sakit dan puskesmas.

SURABAYA - Sejumlah warga yang menderita sakit di pelbagai daerah di Indonesia mengeluhkan harga obat yang semakin mahal. Warga pemegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat pun merasakan dampak kenaikan harga obat karena tidak semua obat ditanggung asuransi.

Hasan Abdulah (75), pemegang kartu Jamkesmas, menuturkan, kenaikan harga obat sangat terasa karena ia harus membeli obat di luar daftar obat Jamkesmas. ”Saya enggak tahu nama obatnya, tetapi ada obat yang harga satu paketnya Rp 400.000. Tiga bulan lalu, petugas di apotek mengumumkan kalau harga obat akan naik,” katanya saat ditemui di RS Dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, akhir pekan lalu.

”Saya dan istri sudah tua, penyakit banyak. Kalau bisa harga obat jangan naik,” ujarnya.

Yang terpuruk adalah pasien kelas menengah bawah yang dianggap tidak miskin, tetapi dananya sangat pas-pasan.

Norma (40), warga Jalan Pancing, Medan, Sumatera Utara, penderita tumor payudara dan baru dioperasi, mengatakan, keluarganya terpaksa pinjam sana- sini dan menggadaikan barang untuk membiayai operasi. Keluarga Norma berupaya mengurus Jamkesmas, tetapi ditolak.

Nasib serupa menimpa Parjono (60), warga Masaran, Sragen, Jawa Tengah, tukang becak yang beristri buruh pembatik. Ia terpaksa berutang untuk membayar biaya rawat inap sembilan hari di RSUD Dr Moewardi, Solo, karena sakit jantung. Adik Parjono, Triyono, mengatakan, biayanya Rp 4,5 juta. Surat keterangan tidak mampu hanya memberikan potongan 10 persen.

Josephin (49), warga Jakarta yang menderita diabetes, memilih menggunakan obat generik. Ia harus mengonsumsi obat secara rutin dua kali sehari. Untuk obat generik saja ia menghabiskan biaya Rp 150.000 per bulan. Hal sama dilakukan suami Josephin, Sadmoko (50), penderita gangguan jantung, dalam membeli obat pengencer darah.

Namun, tidak semua obat tersedia versi generiknya, misalnya obat untuk kanker. Keresahan dirasakan Sondang (40), yang menunggui anaknya, Christine (4), yang terkena leukemia. Christine telah empat bulan di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Dalam 25 hari pertama, Sondang mengeluarkan biaya Rp 22 juta. Sebagai pegawai negeri sipil, Sondang ditanggung Asuransi Kesehatan (Askes). Namun, tak semua obat kemoterapi dan peralatan penunjang ditanggung Askes.

Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSUD Tugurejo, Semarang, Haryadi Ibnu Junaedi memaparkan, pihaknya kini menawarkan pilihan obat generik atau obat bermerek bagi pasien umum. Untuk pemberian obat di atas Rp 100.000, pasien akan dimintai tanda tangan persetujuan agar pasien tak kaget saat membayar biaya RS.

(ARA/ELD/EKI/WIE/UTI/EGI/WSI/FRO/ART/OSA/IND/MZW/ATK)

Sumber: kompas.com/Banjarmasinpost.co.id - Senin, 21 Februari 2011/red: Didik Trio Marsidi

Mendambakan Obat Murah

example2
dtkc
Ilustrasi

BAJARMASIN- Saya mengalami infeksi influenza yang cukup berat. Saya berobat ke salah seorang spesialis di kota saya. Saya terkejut karena biaya konsultasi tak terlalu mahal, hanya seratus ribu rupiah tetapi obatnya mencapai dua ratus ribu rupiah. Jadi, untuk biaya berobat penyakit yang relatif sederhana, saya harus mengeluarkan biaya tiga ratus ribu rupiah. Padahal, gaji saya hanya lima juta rupiah sebulan dan saya harus mengeluarkan biaya untuk keluarga saya, istri, dan dua anak saya.

Usia saya sekarang 36 tahun. Seingat saya, sewaktu kecil dulu harga obat tidaklah mahal. Saya dan saudara-saudara saya sering diajak berkonsultasi ke dokter, padahal ayah hanya seorang guru yang pendapatannya terbatas. Saya merasakan bahwa jika sakit, untuk berobat sekarang ini memerlukan biaya yang tinggi. Belum lagi jika dirawat di rumah sakit.

Kenapa biaya berobat semakin tinggi. Apakah karena biaya kuliah untuk menjadi dokter mahal? Ataukah karena ekonomi kita yang disebut sebagai ekonomi biaya tinggi? Saya tak tahu apakah dokter juga melindungi diri dengan asuransi karena sekarang banyak tuntutan pasien terhadap dokter, yang sudah tentu akan menyebabkan biaya berobat menjadi mahal.

Adakah cara agar kita bersama dapat menurunkan harga obat khususnya, dan biaya berobat pada umumnya? Saya berniat melindungi diri dengan asuransi kesehatan tetapi cukup banyak anggota masyarakat yang hidupnya sulit sehingga tak mampu masuk asuransi. Mohon pendapat dokter.

B di J Jawab

Biaya berobat memang semakin meningkat. Ini tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Banyak faktor penyebab, di antaranya penggunaan teknologi canggih, penemuan obat baru, dan juga sarana layanan kesehatan yang mewah. Sudah tentu biaya ekonomi tinggi juga akan berpengaruh pada biaya kesehatan.

Di kota-kota besar di Indonesia sudah mulai tampak kecenderungan defensive medicine, yaitu dokter berusaha melindungi tindakannya dengan melakukan berbagai pemeriksaan laboratorium, penunjang, serta tindakan medis yang lengkap. Diharapkan, jika lengkap, hal ini akan dapat melindungi dokter apabila ada tuntutan. Dengan demikian akan banyak pemeriksaan yang sebenarnya tak perlu namun karena ketakutan dokter tetap dilakukan agar dokter tak dituduh lalai.

Memang benar kebiasaan menuntut dokter akan disikapi sebagian besar dokter dengan melindungi diri dengan asuransi profesi meski dokter yang membayar preminya sudah tentu tetap akan meningkatkan biaya berobat.

Jadi, barangkali sudah waktunya kita membina hubungan yang baik antara dokter dan pasien. Kita perlu meningkatkan komunikasi dokter dan pasien. Dokter perlu mempunyai empati, mendengarkan keluhan pasien dengan baik, tetapi pasien juga perlu mempunyai motivasi untuk sembuh serta percaya kepada dokter. Percaya bukan berarti pasien atau keluarga percaya saja semua perkataan dokter, tetapi percaya seperti kita memercayai sahabat kita. Kita percaya dokter berniat baik kalau ada yang tak jelas dapat kita komunikasikan.

Biaya mahal

Banyak cara untuk menurunkan biaya berobat. Cara yang paling baik adalah memelihara kesehatan dengan baik, melaksanakan gaya hidup sehat. Jika kita tidak sakit, tentu biaya kesehatan kita minimal.

Biaya kesehatan juga akan rendah jika kita lebih banyak memanfaatkan layanan kesehatan primer, puskesmas atau praktik umum dokter. Sebagian besar penyakit dapat diatasi di layanan kesehatan primer. Dalam kebijakan asuransi kesehatan di Thailand, misalnya, peserta harus memanfaatkan layanan kesehatan primer, ternyata lebih dari 70 persen masalah kesehatan dapat diatasi hanya sebagian kecil yang memerlukan rujukan ke dokter spesialis atau rumah sakit.

Kiat lain adalah menggunakan obat generik. Harga obat generik umumnya hanya sepersepuluh obat paten karena harga obat paten memperhitungkan biaya penelitian yang mahal itu. Jangan malu untuk minta obat generik kepada dokter Anda, permintaan itu merupakan hak pasien. Kita juga patut gembira karena sekarang juga ada kecenderungan baru, sebagian produsen obat paten mulai mencoba menyediakan harga obat yang terjangkau di negara yang sedang berkembang.

Suatu produsen obat paten terkenal bahkan pada tahun ini di Indonesia menurunkan harga obat produksinya rata-rata sebesar 50 persen. Masyarakat tentu menyambut baik kebijakan yang berpihak kepada masyarakat luas ini. Mudah-mudahan akan lebih banyak produsen obat paten menjalankan kebijakan serupa. Karena kita tahu belum semua obat paten dapat dibuat versi generiknya, jika masa patennya belum habis kita masih harus menunggu masa itu habis baru dapat membuat obat generik.

Jika dirawat di rumah sakit janganlah meminta kelas satu atau VIP. Karena pada umumnya di rumah sakit kelas satu atau VIP harus menyubsidi pasien yang dirawat di kelas tiga. Pilihlah rumah sakit yang mutu layanannya baik, belum tentu rumah sakit mewah layanannya bermutu.

Obat dan peralatan medis di Indonesia terkena pajak impor sehingga harganya jauh lebih mahal daripada Malaysia, misalnya. Malaysia tidak mengenakan bea masuk untuk obat dan peralatan kedokteran. Kita masih harus menunggu terwujudnya sistem pembiayaan kesehatan melalui jaminan sosial kesehatan, baik asuransi pemerintah, ABRI, perusahaan, maupun swasta.

Mudah-mudahan para pengambil keputusan dapat mewujudkannya dalam waktu yang tak terlalu lama. Jika jaminan tersebut dapat dilaksanakan di negeri kita, masyarakat tak perlu lagi jatuh miskin karena sakit. Masyarakat harus berupaya menjaga kesehatan, tetapi jika sakit dilindungi oleh asuransi yang sifatnya nasional.

Dr. Samsuridjal Djauzi

Sumber: kompas.com/Banjarmasinpost.co.id - Senin, 21 Februari 2011/red: Didik Trio Marsidi

Tags: , , ,

0 comments to "Harga Obat Ancam Kesehatan Rakyat Miskin"

Leave a comment