Menlu Israel Dipermalukan Tak Karuan di Parlemen Portugal
Menteri Luar Negeri Israel, Avigdor Lieberman dalam kunjungannya ke Portugal dan saat meninjau parlemen negara ini, mendapat hujatan hebat dari para anggota parlemen dari kubu kiri dan komunis.Kantor Berita Mahasiswa Iran (ISNA) melaporkan, para pemimpin kubu di parlemen Portugal ramai menyebut Lieberman sebagai seorang rasis dan ekstrimis. Mereka juga mengecam politik tidak manusiawi rezim Zionis Israel terhadap warga Palestina.
Jose Manuel Parza, pemimpin sayap kiri di parlemen Portugal dalam pidatonya, menghujat Lieberman dengan kata-kata pedas seraya mengatakan, "Kita tidak dapat meremehkan kunjungan "lelaki ini" ke Portugal. Kita harus secara tegas menyampaikan pendapat yang pantas untuknya."
Parza mengatakan, "Kubu saya mengecam keras politik rasialis Israel. Dan satu-satunya cara untuk memaksa rezim apartheid Israel untuk menerima solusi damai, adalah pengakuan terhadap Palestina sebagai negara independen dari semua negara. Oleh karena itu, kubu sayap kiri dan partai komunis, akan menyusun resolusi pengakuan Palestina oleh pemerintah Portugal yang akan segera diajukan kepada parlemen dan divoting."
Tidak hanya itu, Parza juga mengatakan bahwa "orang-orang seperti dia (Lieberman)" ini tidak patut untuk disambut. Ditambahkannya, "Israel harus mengakui Palestina sebagai negara independen berdasarkan perbatasan tahun 1967."
Adapun pemimpin Partai Komunis Portugal, Paula Santos, dalam pidatonya juga menuntut pemerintah untuk segara mengakui kemerdekaan Palestina dan menyebarkan upaya tersebut di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di saat kunjungan Lieberman ke parlemen Portugal, berbagai LSM dan organisasi HAM menggelar unjuk rasa di depan gedung parlemen dalam rangka mengecam Israel dan kunjungan Lieberman ke Portugal. (IRIB/MZ/SL/2/2/2011)
Israel Seret Hamas Dalam Pergolakan Mesir
Seiring memuncaknya protes rakyat Mesir terhadap Presiden Hosni Mubarak, para pejabat rezim Zionis Israel tengah berupaya menuding Gerakan Hamas dalam peristiwa ledakan pipa gas di gurun Sinai.Sebagaimana dilaporkan IRNA, Selasa (8/2), situs Info Palestina menulis, "Tujuan Israel menyeret Hamas dalam pergolakan di Mesir karena kekhawatiran rezim itu terhadap peristiwa-peristiwa yang tak terduga yang telah mengguncang pilar-pilar rezim Mubarak. Analisa Tel Aviv atas proses transformasi di kawasan adalah meningkatnya peran Hamas dalam skenario-skenario mendatang."
Dengan mencermati reaksi pertama Israel atas ledakan pipa penyaluran gas tersebut, terlihat jelas sikap tergesa-gesa Tel Aviv dalam menuding Hamas dan kelompok-kelompok yang berdiam di gurun pasir dalam insiden itu.
Salah seorang anggota fraksi reformasi yang berafiliasi dengan Hamas di parlemen Palestina mengatakan, Israel berupaya mengaitkan ledakan di gurun Sinai dengan Hamas, sehingga bisa menarik dukungan AS dan Mesir untuk memperkuat kontrol Kairo atas garis perbatasan Mesir dan Jalur Gaza.
Pemimpin Hamas, Salah Bardawil mengatakan laporan di koran Mesir Al Akhbar yang mengaitkan Hamas dengan ledakan itu, bertujuan untuk memaksa mereka ikut campur dalam urusan Mesir dan untuk mengekspor krisis itu ke Gaza.
Bardawil menegaskan kebijakan Hamas untuk tidak ikut campur dalam urusan internal negara lain. Dia menyerukan agar media berhenti merekayasa tuduhan dan memberikan perhatian pada tuntutan rakyat Mesir. (IRIB/RM/9/2/2011)Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak Amerika Serikat untuk mencegah rezim Zionis Israel agar tidak mengintervensi masalah revolusi rakyat Mesir.
"Israel tidak boleh ikut campur terhadap apa yang terjadi di Mesir," kata Erdogan seperti dikutip harian Hurriyet cetakan Turki.
Erdogan mengatakan dia telah meminta Presiden AS Barack Obama dan Perdana Menteri Yunani George Papandreou untuk turun tangan guna menghentikan upaya terakhir Israel terhadap demonstran, yang menuntut penyingkiran Presiden Mesir Hosni Mubarak.
Para pemimpin Israel telah menyuarakan keprihatinan atas demonstrasi besar-besaran di Mesir. Mereka takut akan kehilangan sekutu tradisional dan mitra kunci dalam blokade Zionis atas Jalur Gaza.
Pada Rabu lalu, pemerintah Turki menyatakan dukungan terhadap gerakan demokrasi di Mesir. Erdogan menyeru Presiden Hosni Mubarak untuk memperhatikan tuntutan warga yang terus mendesaknya lengser setelah 30 tahun berkuasa.
"Penuhilah tuntutan demokratis rakyat, karena tidak mungkin menegakkan pemerintah tanpa mereka," tegasnya.
Namun dalam sebuah surat resmi kemarin, Menteri Luar Negeri Mesir Ahmed Aboul Gheit memprotes seruan tersebut dan mendesak Turki untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat merugikan hubungan antara kedua negara. (IRIB/RM/9/2/2011)Keputusan Amerika Serikat untuk meninggalkan Presiden Mesir Hosni Mubarak telah membuat para pemimpin rezim Zionis Israel khawatir. Mereka beranggapan bahwa Washington akan mengambil kebijakan serupa terhadap sekutu-sekutu lainnya, termasuk Tel Aviv.
"Ada kesan bahwa Washington sangat ingin membuang Presiden Hosni Mubarak ke laut, ia sudah menjadi sekutu yang tidak berguna," ujar seorang pejabat tinggi Israel yang menolak disebutkan namanya kepada AFP.
Dia menggambarkan loyalitas sebagai sebuah sikap tak ternilai, terutama di Timur Tengah dan memperingatkan bahwa keputusan Washington untuk menarik tiba-tiba dukungan kepada presiden Mesir, bisa merusak kredibilitas kebijakan luar negeri AS.
Dia juga mengkritik kebingungan dan inkoherensi posisi Amerika, mengacu pada sikap pemerintahan Obama yang buru-buru mengesampingkan pernyataan utusan khususnya untuk Mesir, Frank Wisner. Sebelumnya, Wisner mengatakan sebaiknya Mubarak tetap berkuasa untuk mengarahkan perubahan dan mengawasi masa transisi.
Israel rupanya sangat khawatir atas lengsernya Mubarak dan kemungkinan kehilangan sekutu 30 tahunnya serta peluang naiknya kelompok Islamis dan anti Barat ke tampuk kekuasaan Mesir.
Kekhawatiran atas keengganan Washington untuk kembali merangkul Mubarak juga bergema di media-media Israel. Mereka memperingatkan bahwa nasib yang sama juga akan menimpa Tel Aviv.
"Semua orang memahami bahwa Mubarak telah pergi, tapi kami berharap pemerintah AS untuk tetap memberi dukungan dan tidak memisahkan diri darinya," tulis harian Israel, Yediot Aharonot.
"Selama beberapa dekade, Mubarak adalah andalan Barat. Dan ketika AS melakukan hal ini kepada presiden Mesir, apa yang harus dipikirkan oleh sekutu-sekutu lainnya?" tambah koran tersebut. (IRIB/RM/9/2/2011)Perdana Menteri Palestina, Ismail Haniyah, kembali mengeluarkan pernyataan tegas terkait pemulangan para pengungsi Palestina ke tanah air mereka. Ditegaskannya, "Kami menentang segala prakarsa Zionis Israel yang menawarkan tanah air alternatif bagi bangsa Palestina."
Pernyataan Haniyah itu disampaikan dalam rangka menolak lobi-lobi AS dan Zionis Israel yang menawarkan tempat tinggal alternatif bagi bangsa Palestina. Kini, Washington dan Tel Aviv tengah membujuk Otorita Palestina di bawah pimpinan Mahmoud Abbas.
Belum lama ini, media-media mengungkap data-data kebiadaban Otorita Ramallah dalam proses perundingan yang diistilahkan perdamaian Timur Tengah. Dalam data-data itu disebutkan bahwa Pemimpin Otorita Ramallah, Mahmoud Abbas mengabaikan hak-hak pemulangan bangsa Palestina ke tanah air mereka. Dengan demikian, Otorita Ramallah berpihak dengan kebijakan Zionis Israel yang juga menolak pemulangan bangsa Palestina ke tanah air mereka. Ini adalah bentuk pengkhianatan biadab Otorita Ramallah yang tega mengusir bangsa mereka ke luar Palestina.
Terkait hal ini, Presidan Zionis Israel, Shimon Peres, menyatakan penentangannya atas hak pemulangan bangsa Palestina ke tanah air mereka. Dia juga menjelaskan, "Pemimpin Otorita Palestina, Mahmoud Abbas, pada tahun 2007, kepada Tel Aviv menyatakan siap menutup mata hak pemulangan bangsa Palestina ke tanah air mereka, dan hanya menerima 100 ribu pengungsi untuk kembali ke Palestina dalam kurun 10 tahun terakhir."
Kebijakan Mahmoud Abbas yang tunduk atas Zionis Israel tentunya membahayakan masa depan bangsa Palestina. Apa yang dilakukan Abbas adalah kekalahan diplomasi Otorita Ramallah dalam mempertahankan hak-hak bangsa Palestina.
Menurut data yang ada, populasi Palestina mencapai 11 juta orang yang setengah dari mereka mengungsi di negara-negara lain. Dengan demikian, lebih dari lima juta warga Palestina harus kembali ke tanah air mereka. Akan tetapi Abbas hanya menerima seratus ribu pengungsi. Itu pun proses pemulangan ditempuh dalam kurun sepuluh tahun.
Selain itu, kebijakan Otorita Ramallah yang bertekuk lutut pada Zionis Israel juga bertentangan dengan resolusi PBB nomor 194 yang menegaskan hak pemulangan bangsa Palestina ke tanar air mereka. Fakta menjelaskan bahwa Zionis Israel tidak hanya menolak pemulangan pengungsi Palestina ke tanah air mereka, tapi juga terus mengusir warga di wilayah Palestina. Hal inilah yang membuat bahwa jumlah pengungsi Palestina di luar negeri kian bertambah.
Dalam menyikapi fenomena bengis Zionis Israel yang kian parah, lembaga-lembaga internasional, khususnya PBB, malah bersikap lemah. Hal inilah pula yang menyebabkan Zionis Israel kian brutal. Apalagi Barat, khususnya AS, juga berada di balik brutalitas Zionis Israel. (IRIB/AR/8/2/2011)Juru Runding senior Otoritas Ramallah, Saeb Erekat, kembali mereaksi publikasi dokumen-dokumen perundingan damai rahasia dengan Israel oleh televisi Aljazeera. Ia menuding pemerintah Qatar serta para pejabat negara itu bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan Israel dalam pembangunan permukiman Zionis di Tepi Barat Sungai Jordan.
Kantor berita Mehr (8/2) melaporkan, selain menuding pemerintah Qatar membuka medan perang baru menentang Otoritas Palestina, Erekat mengatakan, "Dalam waktu dekat saya akan membeberkan dokumen-dokumen terkait wajah sebenarnya Emir Qatar."
Ditambahkannya, "Qatar telah membuka front perang yang tidak mungkin dapat dicegah. Jika Anda melihat dokumen yang dipublikasikan oleh Aljazeera, dapat Anda saksikan banyaknya pemalsuan dan penyimpangan di dalamnya."
Menyinggung kerjasama pemerintah Qatar dengan perusahaan Israel, Erekat mengegaskan, "Kami memiliki bukti-bukti yang menunjukkan kerjasama Emir Qatar dengan para kontraktor Israel dalam membangun permukiman Zionis. Dan kami akan membeberkannya di saat yang tepat." (IRIB/MZ/8/2/2011)
0 comments to "Israel dibikin malu....namun tak tahu malu ?????"