Home , , , , , � Negara Islam hadapi bangsa-bangsa Arogan di dunia !!!!!

Negara Islam hadapi bangsa-bangsa Arogan di dunia !!!!!

Agama, Kepemimpinan dan Rakyat Dalam Revolusi Islam


Agama, Kepemimpinan dan Rakyat Dalam Revolusi Islam

Revolusi Islam Iran adalah salah satu fenomena sosial politik paling spektakuler di abad 20 yang mencengangkan sekaligus mengguncang dunia. Dari sisi konstruksi dan dampaknya, revolusi ini secara substansial berbeda dengan revolusi-revolusi lainnya. Tak heran jika revolusi Islam Iran menyedot perhatian para pengamat dan masyarakat dunia.

Revolusi Islam terjadi di saat dunia terbagi ke dalam dua kutub, Timur yang menganut ideologi komunisme dan Blok Barat yang kapitalis. Keduanya sama-sama mengetepikan peran agama dalam kehidupan. Ideologi komunisme bahkan menolak agama dan ketuhanan sama sekali. Sementara, kapitalisme yang meski masih mengakui ketuhanan namun meyakini liberalisme yang berarti terpisahnya urusan agama dari kehidupan duniawi dan pemerintahan. Ideologi ini memandang agama sebagai aktivitas individu yang tak ada kaitannya dengan kehidupan sosial dan politik. Kemenangan revolusi Islam di Iran mengguncang dunia karena mengusung pemikiran agama dan pemerintahan yang berbasis spiritual. Kriteria khusus dari revolusi yang besar ini adalah agendanya yang mengajak umat manusia kembali kepada agama dan maknawiyah. Tak heran jika para teoretis yang tidak memahami dimensi agama salah besar saat menganalisa revolusi Islam di Iran.

Ketika kekuatan-kekuatan adidaya dunia dengan berbagai cara berusaha menggiring agama ke pinggir kehidupan, sebuah bangsa bangkit dengan mengusung slogan spiritualitas. Gerakan bangsa ini telah membuka cakrawala baru. Revolusi Islam yang dipimpin seorang ulama dan figur agung Imam Khomeini telah memasukkan agama secara aktif ke dalam arena politik global. Sosiolog Perancis Michel Foucault mengatakan, "Revolusi Islam dan pemerintahan Islam adalah jalan untuk memasukkan spiritualitas ke dalam kehidupan berpolitik. Dengan merasuk ke dalam hati manusia, agama berhasil memainkan peran yang menggugah rakyat untuk bangkit menentang rezim yang memiliki sistem militer terlengkap dan didukung penuh oleh AS. Tidak ada satupun pemimpin politik yang bisa mengaku punya dukungan rakyat seperti Ayatollah Khomeini."

Ada tiga unsur utama yang menjunjung kemenangan dan keberhasilan Revolusi Islam di Iran, unsur agama, kepemimpinan yang bijak dan cakap, serta partisipasi besar rakyat dalam gerakan agung ini. Ketiga unsur itulah yang membuat para teoretis kini memikirkan peran besar yang bisa dimainkan rakyat dalam gerakan revolusi. Dengan menatap tilas proses perjuangan revolusi Islam dapat kita katakan bahwa gerakan ini memang dilandasi oleh semangat keagamaan dan niat untuk menghidupkan Islam dan mengangkatnya menjadi sistem negara. Gerakan ini mengalir tanpa ada unsur kecenderungan kepada satupun aliran politik yang ada. Dalam perjuangannya, rakyat Iran mengusung cita-cita menegakkan keadilan sosial, kebebasan dan kemerdekaan dalam makna sesungguhnya yang meliputi sisi politik, ekonomi dan budaya.

Pemimpin revolusi Islam adalah figur yang tak ada padanannya. Dari sisi pandangan politik maupun keagamanan, Imam Khomeini adalah tokoh yang sangat cerdas dan berwawasan luas. Dengan kriteria tersebut, beliau menjadi poros gerakan revolusi bangsa Iran. Dalam perspektif Islam, kekuatan politik seorang pemimpin harus berlandaskan ajaran agama. Syarat ini menjadi poin lebih bagi kepemimpinan agama yang mengunggulkannya di atas kepemimpinan lainnya di dunia. Hal lain adalah bahwa dalam perspektif Islam, antara pemimpin dan rakyat ada hubungan spiritual yang kuat. Kepemimpinan di Iran yang terakumulasi dalam konsep Wilayatul Faqih mengharuskan rakyat untuk taat kepada pemimpin yang saleh. Konsep ini memiliki landasan hukum dan argumentasi agama yang kuat dan telah merasuk ke dalam kehidupan dan hati rakyat. Masyarakat Iran yang muslim dan taat bukan hanya mencintai Imam Khomeini tetapi juga meyakini bahwa mengikuti jejak politik dan revolusi sang pemimpin adalah kewajiban agama dan amal ibadah.

Dengan kepemimpinannya yang ibarat guru besar bagi bangsa Iran, Imam Khomeini berhasil menghidupkan kembali keyakinan rakyat kepada agama dan meniupkan spirit baru ke dalam kehidupan mereka. Beliau memimpin rakyat untuk melawan kezaliman dan menolak segala bentuk hegemoni dan kekuasaan asing serta mengganti sistem pemerintahan kepada sistem berbasiskan ajaran Islam. Hal itu beliau lakukan dengan memperkuat terlebih dahulu basis keagamaan dan keimanan rakyat dalam gerakan perjuangan dan kebangkitan ini.

Imam Khomeini adalah figur yang selalu menjadikan para nabi sebagai teladan dalam penghambaan kepada Allah Swt, menyuarakan kebenaran dan tabah dalam berjuang. Dengan mental baja, semangat yang kuat, dan kata-katanya yang diterima secara luas, beliau menantang kubu kebatilan. Dengan kebangkitannya, Imam mengembalikan jutaan manusia yang terjebak dalam perangkap jahiliyah modern kepada spiritualitas. Dengan demikian pantulan cahaya Islam memancar dan menyinari umat manusia. Loyalitas rakyat Iran kepada agama dan kepercayaan besar mereka kepada Imam Khomeini sebagai pemimpin agama yang paling layak diikuti telah menciptakan hubungan maknawiyah yang erat antara mereka dan sang pemimpin. Hubungan kokoh itulah yang menghasilkan revolusi Islam, yang merupakan revolusi terbesar abad 20.

Rakyat Iran dengan serta merta berdiri di belakang figur yang mereka sebut Imam itu dalam perjuangan melawan kezaliman rezim monarkhi dan zalim di negeri ini. Seiring dengan itu, kubu-kubu dan faksi-faksi yang terlibat dalam perjuangan menggalang persatuan dan kekompakan yang sangat kokoh. Tak ada yang berpikir untuk mengejar kepentingan pribadi. Unsur keislaman dan berjuang demi Islam adalah motor penggerak paling urgen dalam gerakan rakyat. Islam mengajak untuk melawan kezaliman dan ketidakadilan. Agama ini juga mewajibkan kepada semua pengikutnya untuk membela kaum tertindas, dan inilah yang menjadi salah satu unsur utama yang menggugah rakyat untuk terlibat secara aktif dalam perjuangan.

Semua kalangan, dari para ulama, rohaniawan, akademisi, pelajar, saudagar, kaum buruh dan lainnya berbaris dalam satu barisan revolusi. Michel Foucault yang dari dekat menyaksikan langsung aksi massa dan gerakan perjuangan untuk revolusi Islam di Iran mengatakan, "Fenomena ini belum pernah terjadi dalam sejarah. Dari sisi ini revolusi Islam Iran memang spektakuler. Saya menyaksikan sendiri bagaimana rakyat dari berbagai kalangan, kaum terpelajar sampai rakyat umum, dari kalangan kaya hingga ke rakyat miskin, seluruhnya andil dalam gerakan revolusi. Di Tehran dan seluruh Iran saya menyaksikan semangat kebersamaan di tengah rakyat Iran. Bagi mereka, agama memberikan harapan baru untuk perubahan. Harus diakui bahwa tahun 1978, agama bukan lagi opium bagi rakyat Iran tapi spirit dan nyawa bagi sebuah dunia yang sebelumnya tak bernyawa."

Rezim despotik Syah melakukan segala cara untuk merusak, menggerogoti dan melemahkan iman, keyakinan dan pemikiran agama di tengah rakyat. Rezim ini selain menebar propaganda yang menyudutkan para ulama dan kalangan rohaniawan, juga memperkuat kelompok-kelompok sesat dan memasyarakatkan budaya Barat untuk mengganti budaya dan tradisi keislaman. Meski demikian, Islam tetap eksis dan tetap diminati oleh rakyat. Islam pula yang melandasi gerakan perjuangan rakyat Iran. Mereka meyakini bahwa Islam memiliki program yang jelas dan menjamin keadilan, kebebasan, perdamaian, keamanan dan peningkatan sisi spiritualitas manusia.

Revolusi Islam Iran mengusung slogan bahwa untuk mencapai perdamaian hakiki dan keadilan dunia memerlukan keberadaan para pemimpin yang komitmen kepada norma-norma kemanusiaan. Revolusi Islam yang selalu menyuarakan nilai-nilai insani dan spiritual seperti keimanan, kebebasan, dan martabat manusia menyatakan bahwa agama adalah unsur yang kuat di medan sosial, politik dan budaya. Agama menghadiahkan kemuliaan, harga diri dan kebahagiaan hakiki untuk umat manusia.

Sekarang, revolusi Islam telah melahirkan gelombang kebangkitan di seluruh dunia khususnya di Dunia Islam. Revolusi ini meraih tempat di hati bangsa-bangsa dunia. Revolusi Islam Iran pula yang mengilhami berbagai bangsa untuk bangkit menuntut kebebasan dan melawan arogansi di dunia dan khususnya di kawasan strategis Timur Tengah.

(irib/6/2/2011)

Keamanan dan Perdamaian di Mata Iran

Imam Khomeini ra

Revolusi Islam diakui atau tidak telah mengubah peta konstelasi politik dunia, setidaknya di Timur Tengah.Tidak hanya itu, revolusi Islam ini juga merevisi dan memperkaya teori politik dan hubungan internasional. Revolusi Islam terjadi di saat diktator Muhammad Reza Pahlevi digambarkan sebagai rezim paling kuat di Timur Tengah. Iran juga menjadi perpanjangan tangan AS di kawasan.

Setelah merancang dan menggulingkan pemerintahan Muhammad Mosaddegh melalui kudeta di tahun 1953, Washington memilih Iran menjadi porosnya di Timur Tengah. Keputusan ini diambil Gedung Putih, karena pertimbangan posisi strategis Iran di Teluk Persia dan berdekatan dengan Rusia. Dengan demikian, Reza Shah menjadi sentral kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah.

Demi mewujudkan ambisi itu, Washington menjual berbagai persenjataan modern bagi rezim Reza Pahlevi, bahkan persenjataan itu yang tidak diberikan kepada rekan dekatnya sendiri. Gedung Putih menjual pesawat F-14 yang merupakan pesawat pembom tercanggih saat itu dan jet tempur lainnya dijual ke Tehran. Persenjataan canggih inilah yang membuat rezim Shah bisa menciptakan sindrom di kawasan untuk mewujudkan kepentingan AS. Namun, senjata itu justru menciptakan arogansi bagi Muhammad Reza Pahlevi. Shah Iran ini mengira dengan persenjataan canggih yang disuplai dari AS bisa melanggengkan kekuasaannya.

Ternyata keadaan terjadi sebaliknya, tekanan dan perlawanan rakyat terhadap rezim despotik Shah kian hari semakin membuncah. Shah menangkap dan memenjarakan rakyatnya sendiri untuk memberangus suara rakyat dan kalangan oposisi. Ketika itu penjara penuh sesak di isi para tahanan politik. Ketika pilar-pilar pemerintahan boneka AS di kawasan Timur Tengah goyah dan akhirnya tumbang, revolusi Islam Iran berhasil menggulingkan rezim shah yang didukung Barat. Sejak itu konspirasi musuh gencar dilakukan untuk menjegal revolusi Islam.

Pemerintahan AS senantiasa berupaya menampilkan pemerintahan Republik Islam Iran yang baru berdiri sebagai sumber instabilitas di Timur Tengah. Republik Islam dipandang menjadi ancaman bagi kebijakan interventif Washington di kawasan. Dengan alasan ini, Gedung Putih gencar mengembar-gemborkan Iranphobia di kawasan, terutama di kalangan negara-negara Arab di Teluk Persia. Kebijakan ini menjadi strategi AS di bidang politik, ekonomi dan sosial guna memadamkan sinar revolusi Islam. Padahal revolusi Islam adalah revolusi kebudayaan yang tumbuh dan lahir dari rakyat. Revolusi Islam tidak pernah mengklaim sebagai revolusi imperialis yang mengancam negara-negara kawasan. Selain itu, revolusi menyebarkan pesan spiritualitas dan nilai-nilai yang berpijak pada prinsip-prinsip kemanusiaan, antikezaliman dan mengusung kebebasan bangsa-bangsa dari cengkeraman imperialisme. Republik Islam Iran senantiasa mendukung perdamaian dan keamanan bangsa-bangsa dunia, bukan rezim diktator yang berlindung di balik jubah AS dan sekutu Barat.

Republik Islam sejak awal kemenangan revolusi Islam senantiasa mengulurkan tangan persahabatan keseluruh negara-negara dunia, dan hanya memutuskan hubungannya dengan rezim imperialis dan apartheid Zionis. Bahkan kedutaan besar AS selama beberapa bulan pasca kemenangan Revolusi Islampun masih beroperasi, meski negara ini menjadi mitra setia rezim despotik Shah selama lebih dari 25 tahun.Tapi kemudian Kedutaan Besar AS di Tehran ditutup karena melakukan aksi spionase melawan pemerintahan Islam Iran. Ketika sejumlah mahasiswa menduduki kedutaan besar AS di Tehran, terbukti bahwa perwakilan Gedung Putih di Tehran ini berperan sebagai sarang mata-mata AS di Iran. Sekitar 100 buku yang disita mengungkapkan peran kedutaan AS sebagai pusat spionase dan konspirasi melawan revolusi Islam Iran.

Republik Islam Iran mengibarkan pesan perdamaian dan keadilan tidak hanya bagi negara-negara di kawasan, bahkan lebih dari itu mempersembahkannya untuk dunia. Pemerintahan AS dan sekutu Eropanya, selama 32 tahun sejak kemenangan revolusi Islam Iran senantiasa menampilkan wajak Iran yang garang, destruktif dan mengancam negara-negara kawasan.

Sebelum kemenangan revolusi Islam Iran, pemerintahan AS dan sekutunya tidak pernah sedikitpun menyuarakan perdamaian Timur Tengah. Padahal bangsa-bangsa di Timur Tengah berada dalam cengkeraman rezim diktator yang didukung AS. Contohnya, rezim Zionis hingga kini melanjutkan penindasan terhadap bangsa Palestina dan menyerang negara-negara Arab.

Intervensi AS dan negara adidaya Timur menyebabkan pecahnya perang berbau etnis dan agama di Lebanon. Di mata Washington, perdamaian dan keamanan Timur Tengah tidak penting, meski situasi dan kondisi kawasan amat mengkhawatirkan. Dengan adanya dukungan Gedung Putih yang membabi buta, rezim Zionis berupaya mewujudkan mimpinya menguasai Nil hingga Furat.

Di saat berbagai bangsa berada dalam kubangan kemiskinan dan tekanan rezim diktator, AS terus-menerus menjarah sumber daya negara-negara kawasan. Bagi Washington, keamanan dan perdamaian akan terancam, jika bangsa-bangsa mengambil keputusan untuk mengubah nasibnya dan menumbangkan rezim lalim.

Di mata Gedung Putih, pemerintahan yang tidak mengekor dikte Washington dikategorikan sebagai sumber instabilitas. Dengan definisi ini, Republik Islam Iran dikategorikan sebagai pemicu instabilitas dan ketidakamanan di kawasan. Namun alasan permusuhan dan konspirasi AS terhadap Republik Islam Iran kin hari semakin jelas bagi publik dunia, karena permusuhan Gedung Putih terhadap Tehran semakin kental dan keras dari sebelumnya.

Setelah melewati lebih dari tiga dekade kemenangan Revolusi Islam Iran, pesan revolusi menjangkau wilayah yang paling jauh, bahkan mencapai Amerika Latin yang disebut sebut sebagai halaman belakang AS. Kini, Republik Islam Iran menjalin hubungan erat di bidang ekonomi dan politik dengan negara-negara Amerika Latin.

Transformasi terbaru di sejumlah negara Arab seperti di Tunisia, Mesir dan Yaman menunjukkan bahwa kebijakan manipulatif AS semakin terkuak dan opini publik duniapun mengetahui hipokrasi Gedung Putih dalam pembelaan terhadap kebebasan dan perdamaian. Sebagaimana perjuangan rakyat Iran pada 32 tahun lalu, rakyat Mesir, Tunisia dan Yaman menuntut terwujudnya keamanan dan perdamaian, dan tidak sudi berada dalam bayangan kepentingan AS dan rezim Zionis.

Sejatinya, kebijakan interventif AS menjadi pemicu utama instabilitas di kawasan. Dalam perspektif Republik Islam Iran, perdamaian dan keamanan hanya akan terwujud dengan menjalin kerjasama dan keharmonisan antarnegara kawasan tanpa intervensi asing. Inilah pesan jelas bagi AS dan negara-negara Barat. Dengan alasan ini, AS dan sekutu Eropa berupaya menunggangi gelombang protes rakyat melawan rezim diktator dan mengarahkannya demi kepentingan Gedung Putih. Realitas di Tunisia dan Mesir menunjukkan bahwa kebijakan AS di Timur Tengah membentur dinding dan gagal total.(IRIB/PH//6/2/2011)

Pesan Revolusi Islam: Jangan Lecehkan Rakyat!

Bangsa Iran saat ini memperingati Sepuluh Hari Kemenangan Fajar. Pada 33 tahun lalu, perlawanan bangsa Iran terhadap penguasa despotik mencapai puncak kemenangannya.

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei, dalam khutbah Jumat lalu mengatakan, peringatan kemenangan Revolusi Islam Iran pada tanggal 22 Bahman kali ini berbeda dengan peringatan sebelumnya, yakni lebih semarak dari tahun-tahun sebelumnya. Sebab, pesan perjuangan Iran mulai ditangkap oleh negara-negara lain seperti Tunisia dan Mesir.

33 tahun lalu, bangsa Iran berhasil mencapai kemenangan Revolusi Islam Iran. Pada faktanya, kemenangan itu tidak hanya dicicipi oleh bangsa Iran saja, tapi juga dirasakan bangsa-bangsa lain, khususnya dunia Islam. Revolusi Islam Iran berhasil mengembalikan identitas Islam, bahkan membangun kepercayaan diri bangsa independen dalam melawan arogansi dunia. Tak diragukan lagi, kemenangan Revolusi Islam Iran berhasil mengacaukan kemapanan negara-negara arogan.

Bangsa Iran berhasil membuktikan kegigihan mereka dalam melewati berbagai ujian yang dimulai dari konflik jalanan, perang antarkelompok, kudeta militer, perang delapan tahun, sanksi ekonomi hingga propaganda miring untuk menekan kemajuan teknologi negara ini. Bahkan para musuh tega membantai para ilmuwan Iran. Semua ini dilakukan para musuh untuk menghancurkan Revolusi Islam Iran.

Revolusi Islam Iran hingga kini masih bertahan. Tiga dekade telah lewat, tapi tidak ada satupun dari pondasi revolusi yang hancur. Bahkan pondasi-pondasi revolusi kian kuat. Sebagaimana disinggung Rahbar dalam khutbah Jumatnya, 32 kali pemilu hingga kini telah digelar. Dengan demikian, setiap tahun ada satu kali pemilu. Ini menunjukkan bahwa Revolusi Islam Iran berhasil melibatkan penuh rakyat dalam menentukan nasib bangsa.

Rahbar dalam ulasannya juga menjelaskan bahwa kebangkitan rakyat Tunisia dan Mesir bermula dari arogansi pemimpin yang melecehkan rakyat. Rakyat benar-benar merasa direndahkan karena tidak dilibatkan dalam menentukan nasib bangsa.

Lebih lanjut, Rahbar dalam analisanya juga mengingatkan bahwa pelecehan terhadap rakyat juga dialami bangsa Iran di masa dinasti despotik Pahlavi. Di masa itu, pejabat yang ingin menjadi perdana menteri harus sowan terlebih dahulu ke Washington. Setelah kembali dari AS, pejabat itu dapat dipastikan menjadi perdana menteri. Kemudian Rahbar juga menyinggung bentuk pelecehan Ben Ali, diktator Tunisia atas rakyat negara ini. Dikatakannya, Ben Ali bahkan disebut-sebut sebagai antek Badan Intelijen AS (CIA). Bagi sebuah negara, kondisi semacam ini adalah sebuah penghinaan atas rakyat.

Pada peringatan kemenangan Revolusi Islam Iran ke 33, pengaruh perjuangan bangsa Iran dalam melawan kekuatan arogansi mulai dirasakan di negara-negara kawasan. Kini telah terbentuk Timur Tengah Islami yang terinspirasi spirit Revolusi Islam Iran. (IRIB/AR/6/2/2011)

Iran Hadapi Kapal Induk AS dengan Perahu Cepat

Menteri Pertahanan Iran Brigjend Ahmad Vahidi mengatakan, Iran merupakan salah satu negara produsen perahu cepat di dunia dan mengakui peran mereka dalam strategi pertahanan Republik Islam Iran.

Vahidi menambahkan bahwa selama perang Irak-Iran, AS tampil di kawasan dengan sejumlah kapal induk dan kapal perang serta kapal selam dengan teknologi nuklir, yang memungkinkan mereka untuk tetap bertahan di bawah air selama berbulan-bulan.

"Kami menghadapi kapal-kapal besar musuh dengan perahu cepat," kata Vahidi. "Terlepas dari realita bahwa musuh awalnya meremehkan konsep itu, namun kini mereka terpaksa mengakui ketangguhannya," tambahnya.

"Sekarang, Iran menjadi salah satu negara produsen perahu cepat di dunia yang dapat membawa senjata maupun personil militer," jelasnya seperti dikutip IRNA.

Pada April 2010, Iran meluncurkan sebuah kapal berkecepatan tinggi yang mampu menembakkan roket dan senapan mesin berat sambil melaju dengan kecepatan 70 knot.

Iran telah menyelesaikan sejumlah proyek besar pertahanan dalam beberapa tahun terakhir, meski sanksi Dewan Keamanan PBB telah menargetkan militer, sektor energi dan keuangan negara Islam ini. (IRIB/RM/7/2/2011)

0 comments to "Negara Islam hadapi bangsa-bangsa Arogan di dunia !!!!!"

Leave a comment