Home , , , , � SAYA ANTI DEMOKRASI...!!!!!!???!!!!!!! Anti demokrasi sama dengan Setan dan Iblis...

SAYA ANTI DEMOKRASI...!!!!!!???!!!!!!! Anti demokrasi sama dengan Setan dan Iblis...



Rahbar Beri Resep Jitu Hadapi AS



Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, musuh berupaya mengesankan revolusi rakyat di Tunisia, Mesir dan di belahan lain dunia Islam sebagai gerakan tidak Islami, padahal gerakan rakyat tersebut sudah pasti Islami, karena itu harus diperkuat.

Sebagaimana dilaporkan IRNA, Ahad sore (20/2/2011), Ayatullah Khamenei ketika menerima kunjungan para undangan Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-24 di Tehran, menilai kondisi dunia Islam saat ini sebagai sebuah fase bersejarah dan sangat sensitif.

"Memahami dengan benar fase sensitif tersebut, memperkuat keimanan rakyat, menjaga persatuan, tidak takut terhadap hegemoni Amerika Serikat dan memiliki pandangan positif terhadap janji pertolongan Allah Swt, merupakan syarat keberhasilan dan kemenangan gerakan langka jutaan rakyat di dunia Islam," tegas Rahbar.

Ketika menjelaskan kondisi dunia Islam saat ini, Ayatullah Khamenei menuturkan, alasan pentingnya fase bersejarah saat ini adalah jika dipahami dengan benar dan diluruskan, maka problema-problema dunia Islam akan terselesaikan, namun jika tidak dimengerti dengan benar dan dimanfaatkan dengan tepat, maka akan menjadi pemicu krisis baru di dunia Islam.

Seraya menilai tak ada tandingannya partisipasi jutaan rakyat dalam kondisi sekarang di dunia Islam, Rahbar menegaskan, kemenangan Revolusi Islam Iran juga karena partisipasi jutaan warga dan gerakan ini tidak mungkin terjadi kecuali berkat keimanan.

Menurut Rahbar, partisipasi rakyat hingga mencapai hasil final dan juga memelihara pencapaian itu sebagai dua faktor penting lainnya di samping gerakan itu sendiri. Masih menurut Rahbar, AS merupakan masalah utama dunia Islam dan kendala ini harus disingkirkan dari dunia Islam serta memperlemah Amerika. Satu-satunya jalan adalah berharap kepada Allah Swt dan punya pandangan baik terhadap janji-janji Tuhan.

Lebih lanjut, Ayatullah Khamenei menyinggung semakin melemahnya AS di banding tahun-tahun sebelumnya. Ditegaskannya, dampak pandangan positif terhadap janji-janji Tuhan adalah berjuang dan melangkah maju ke depan, sementara hasil prasangka buruk terhadap Sang Pencipta adalah rasa takut dan tunduk di hadapan musuh.

Berbicara tentang kemajuan sains Iran khususnya di bidang teknologi nuklir, Rahbar menilai pencapaian itu sebagai hasil kerja keras dan perjuangan para ilmuan muda yang tulus dan bertaqwa. Ditambahkannya, Republik Islam Iran di bidang nuklir telah mampu menyelesaikan masalah ini dan membuat banyak kemajuan di tengah tekanan Barat.

"Propaganda Barat tidak lagi efektif, karena mereka tertinggal jatuh di belakang Republik Islam Iran dan perjalanan waktu akan menguntungkan Iran," kata Rahbar.

"Pengalaman Iran merupakan sebuah pengalaman bagi seluruh negara Islam. Kini rakyat Mesir adalah rakyat yang arif dan punya sejarah gemilang keislaman. Mereka kini aktif, tapi perlu berhati-hati agar musuh tidak menyelewengkan gerakan rakyat dan jangan sampai musuh menitipkan antek rezim Firaun," tegasnya.

"Pada tahap pertama, ulama, pemikir, tokoh dan rakyat Mesir berkewajiban untuk mengawal gerakan rakyat, dan selanjutnya menjadi tugas seluruh umat Islam. Rasa tanggung jawab bangsa-bangsa Islam terhadap sesama merupakan dampak paling penting persatuan Islam," jelas Rahbar. (IRIB/RM/20/2/2011)

SAYA ANTI DEMOKRASI

oleh : Emha Ainun Nadjib --

Kalau ada bentrok antara Ustadz dengan Pastur, pihak Depag, Polsek, dan Danramil harus menyalahkan Ustadz, sebab kalau tidak itu namanya diktator mayoritas. Mentang-mentang Ummat Islam mayoritas, asalkan yang mayoritas bukan yang selain Islam - harus mengalah dan wajib kalah. Kalau mayoritas kalah, itu memang sudah seharusnya, asalkan mayoritasnya Islam dan minoritasnya Kristen. Tapi kalau mayoritasnya Kristen dan minoritasnya Islam, Islam yang harus kalah. Baru wajar namanya.


Kalau Khadhafi kurang ajar, yang salah adalah Islam. Kalau Palestina banyak teroris, yang salah adalah Islam. Kalau Saddam Hussein nranyak, yang salah adalah Islam. Tapi kalau Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, yang salah bukan Kristen. Kalau Amerika Serikat jumawa dan adigang adigung adiguna kepada rakyat Irak, yang salah bukan Kristen. Bahkan sesudah ribuan bom dihujankan di seantero Bagdad, Amerika Serikatlah pemegang sertifikat kebenaran, sementara yang salah pasti adalah Islam.


"Agama" yang paling benar adalah demokrasi. Anti demokrasi sama dengan setan dan iblis. Cara mengukur siapa dan bagaimana yang pro dan yang kontra demokrasi, ditentukan pasti bukan oleh orang Islam. Golongan Islam mendapat jatah menjadi pihak yang diplonco dan dites terus menerus oleh subyektivisme kaum non-Islam.


Kaum Muslimin diwajibkan menjadi penganut demokrasi agar diakui oleh peradaban dunia. Dan untuk mempelajari demokrasi, mereka dilarang membaca kelakuan kecurangan informasi jaringan media massa Barat atas kesunyatan Islam.


Orang-orang non-Muslim, terutama kaum Kristiani dunia, mendapatkan previlese dari Tuhan untuk mempelajari Islam tidak dengan membaca Al-Quran dan menghayati Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, melainkan dengan menilai dari sudut pandang mereka.


Maka kalau penghuni peradaban global dunia bersikap anti-Islam tanpa melalui apresiasi terhadap Qur'an, saya juga akan siap menyatakan diri sebagai anti-demokrasi karena saya jembek dan muak terhadap kelakuan Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. Dan dari sudut itulah demokrasi saya nilai, sebagaimana dari sudut yang semacam juga menilai Islam.


Di Yogya teman-teman musik Kiai Kanjeng membuat nomer-nomer musik, yang karena bersentuhan dengan syair-syair saya, maka merekapun memasuki wilayah musikal Ummi Kaltsum, penyanyi legendaris Mesir. Musik Kiai Kanjeng mengandung unsur Arab, campur Jawa, jazz Negro dan entah apa lagi. Seorang teman menyapa: "Banyak nuansa Arabnya ya? Mbok lain kali bikin yang etnis 'gitu..."


Lho kok Arab bukan etnis?

Bukan. Nada-nada arab bukan etnis, melainkan nada Islam. Nada Arab tak diakui sebagai warga etno-musik, karena ia indikatif Islam. Sama-sama kolak, sama-sama sambal, sama-sama lalap, tapi kalau ia Islam-menjadi bukan kolak, bukan sambal, dan bukan lalap.


Kalau Sam Bimbo menyanyikan lagu puji-puji atas Rasul dengan mengambil nada Espanyola, itu primordial namanya. Kalau Gipsy King mentransfer kasidah "Yarim Wadi-sakib...", itu universal namanya. Bahasa jelasnya begini: apa saja, kalau menonjol Islamnya, pasti primordial, tidak universal, bodoh, ketinggalan jaman, tidak memenuhi kualitas estetik dan tidak bisa masuk jamaah peradaban dunia.


Itulah matahari baru yang kini masih semburat. Tetapi kegelapan yang ditimpakan oleh peradapan yang fasiq dan penuh dhonn kepada Islam, telah terakumulasi sedemikian parahnya. Perlakuan-perlakuan curang atas Islam telah mengendap menjadi gumpalan rasa perih di kalbu jutaan ummat Islam. Kecurangan atas Islam dan Kaum Muslimin itu bahkan diselenggarakan sendiri oleh kaum Muslimin yang mau tidak mau terjerat menjadi bagian dan pelaku dari mekanisme sistem peradaban yang dominan dan tak ada kompetitornya.


"Al-Islamu mahjubun bil-muslimin". Cahaya Islam ditutupi dan digelapkan oleh orang Islam sendiri.


Endapan-endapan dalam kalbu kollektif ummat Islam itu, kalau pada suatu momentum menemukan titik bocor - maka akan meledak. Pemerintah Indonesia kayaknya harus segera merevisi metoda dan strategi penanganan antar ummat beragama. Kita perlu menyelenggarakan 'sidang pleno' yang transparan, berhati jernih dan berfikiran adil. Sebab kalau tidak, berarti kita sepakat untuk menabuh pisau dan mesiu untuk peperangan di masa depan. (IRIB/20/2/2011)



Revolusi Mesir Dibajak

Ironis sekali, ketika rezim yang bertahan sejak 1979 dan setiap tahun mendapat sokongan 2 miliar dolar oleh dari Amerika Serikat, jatuh, maka Mesir pun dibanjiri pujian.

Mereka yang dulu menyokong Mubarak tiba-tiba memuji keberanian rakyat Mesir dan berbalik memburuk-burukkan Hosni Mubarak.

Orang bisa tertipu bahwa transformasi yang baru saja berlaku di Mesir seolah hasil karya bertahun-tahun Barat.

Siapa yang dulu bilang bahwa Mesir, dan Arab umumnya, tidak siap berdemokrasi? Bahwa kebrutalan yang mengungkungi rakyat Mesir selama tigapuluh tahun itu lebih baik ketimbang risiko menggelar pemilu yang bebas?

Dua minggu lalu, lewat orang-orang seperti Hillary Clinton, teman-teman baru Revolusi Mesir ini menyebut Mubarak 'orang yang tepat' untuk Mesir, dan 'figur terpercaya dan stabil selama 30 tahun terakhir.'

Saat yang sama Tony Blair, utusan khusus Euro-Atlantik untuk Timur Tengah menyebut Mubarak "sangat berani dan kekuatan untuk kebaikan".

Pembajakan Revolusi Mesir oleh poros Euro-Atlantik telah dimulai, dan rakyat Mesir harus awas terhadap bahaya dari setiap upaya curang mencuri revolusi mereka dan lalu menumpulkan pesan transformatif revolusi itu.

Setelah Mubarak tumbang, diantara pidato pertama datang dialamatkan untuk para demonstran di Lapangan Tahrir adalah tanggapan Barack Obama atas terusirnya Mubarak.

Penuh perasaan seperti biasanya, Obama berusaha menjauhkan Amerika dari pelayan setianya itu, dengan menyambut Revolusi Mesir.

Tawaran bantuan untuk mempromosikan demokrasi di Mesir pun disampaikan Obama.

Sejenak kemudian, kita menjadi saksi membanjirnya para penasihat, LSM dan segala macam spesialis dari poros Euro-Atlantik ke Mesir guna menceramahi rakyat Mesir tentang apa itu demokrasi dan bagaimana mempraktikannya.

Rakyat Mesir yang mengorbankan diri dan keluarganya untuk menolak ditakut-takuti oleh kekerasan yang dilancarkan rezim Mubarak yang justru disebut Barat "stabil dan terpercaya" dan akhirnya sukses menumbangkan abdi Washington ini, tahu sekali apa itu demokrasi dan bagaimana mempraktikannya.

Dengan langkah dan suara mereka, rakyat Mesir baru saja menggelar plebisit rakyat yang sesungguhnya dan pertama kali terjadi dengan menyeru Mubarak angkat kaki dari kekuasaan.

Apartheid
Rangkulan Barat itu mengingatkan pada pengalaman Afrika Selatan di awal 1990an, manakala desakan menuju demokrasi dan pengakhiran rezim apartheid yang brutal menjadi tak tertahankan.

Tiba-tiba gerakan revolusioner itu mendapatkan teman-teman baru, yaitu pemerintah Inggris, AS, dan Jerman Barat.

Padahal mereka ini sebelumnya adalah penyokong rezim apartheid selama 40 tahun. Mereka juga yang mengklaim warga kulit hitam Afrika Selatan --seperti kepada rakyat Mesir sekarang-- tidak siap berdemokrasi.

Mereka telah memilih sebuah rezim brutal untuk apa yang mereka sebut "alternatif terbaik daripada gerakan perlawanan yang diilhami komunisme", padahal gerakan perlawanan yang mereka sebut diinspirasi komunis (Nelson Mandela) itu didukung luas rakyat Afrika Selatan.

Seperti pada kasus Mubarak, poros Euro-Atlantik ini menyokong rezim apartheid dengan melatih pasukan keamanan apartheid, sekaligus memberi mereka informasi intelijen --termasuk informasi CIA yang membawa Nelson Mandela ditangkap dan dipenjarakan selama 27 tahun-- dan memberi dukungan diplomatik di PBB kepada rezim apartheid.

Rangkulan kepada Revolusi Afrika pasca 1990 itu mirip dengan janji "bantuan demokrasi" dari Obama untuk rakyat Mesir.

Para penasihat, lembaga pelatihan dan spesialis kebijakan Barat mengatakan kepada kami (Afrika Selatan) bahwa demokrasi itu sepadan dengan demokrasi liberal Barat dan ekonomi pasar terbuka.

Kepemimpinan politik kami, di banyak bagian, mengganjar rangkulan Barat itu dengan mengadopsi kebijakan politik dan ekonomi Konsensus Washington (neoliberal).

Hasilnya jelas; Afrika Selatan menjadi masyarakat yang kian timpang, sementara pertumbuhan ekonomi lebih dinikmati oleh pebisnis lokal dan internasional. Di saat bersamaan, pengangguran tetap saja tinggi.

Rakyat Mesir telah membuktikan pada dunia bahwa apapun mungkin, jika rakyat yang bersatu konsisten mewujudkan cita-citanya.

Mereka tidak perlu mendengarkan masukan antikritik dari teman-teman baru mereka itu, yaitu mereka yang awalnya memberi selamat kepada rakyat Mesir, namun kemudian menceramahi Mesir bahwa beberapa hal tidak bisa diwujudkan; bahwa rakyat Mesir harus realitis terhadap harapan-harapannya dan mau tidak mau harus puas dengan kekurangan.

Kecuali jika gerakan Mesir untuk perubahan tersebut terus bersiaga dan terus menerus menuntut kemerdekaan politiknya, maka rangkulan Barat itu bisa membekap Revolusi Mesir untuk kemudian membawa Mesir masuk ke era baru yang merupakan versi lain dari rezim Mubarak yang baru saja tumbang. Yaitu, satu tatanan demokratis baru yang untuk kesekian kalinya menempatkan kepentingan Washington, London, Berlin dan Tel Aviv, di atas kepentingan rakyat Mesir. (*)

David Africa adalah peneliti pada lembaga konsultan Africa-Analysis.org dan mahasiswa Universitas Cambridge.
Artikel asli "Stealing Egypt's Revolution" dalam laman Aljazeera.
(IRIB/Antara/19/2/2011)

0 comments to "SAYA ANTI DEMOKRASI...!!!!!!???!!!!!!! Anti demokrasi sama dengan Setan dan Iblis..."

Leave a comment