Home , , , , , , , , , � Hemat Wudu Mazhab Ahlulbait

Hemat Wudu Mazhab Ahlulbait



hemat air 285x300 Mengapa Harus Hemat Air?

Masjid di kampus saya dulu—masjid besar di tengah universitas Islam yang masih berada di daerah ibu kota—beberapa kali tidak mengeluarkan air. Dari belasan keran air yang tersedia, sering kali hanya satu keran yang mengeluarkan air. Bahkan kadang dengan aliran yang tidak terlalu deras. Sebagian mahasiswa mencari tempat lain; ke masjid luar kampus atau kembali ke fakultas. Tapi banyak yang rela mengantri.

Saya pernah ikut mengantri; sekali dan tidak tahan. Dengan antrian panjang dan harap-harap cemas, masih saja orang tanpa sadar dan tidak peduli berwudu dengan boros. Keran dibuka penuh terus mengalir nonstop, padahal sering kali dinasehati untuk membasuh bagian yang wajib saja. Bisa jadi, air yang terbuang jauh lebih banyak daripada air yang terpakai.

Dalam Tafsîr al-Mishbâh karya Quraish Shihab, diriwayatkan sebuah riwayat muttafaq ‘alaih bahwa Rasulullah saw. pernah bertanya pada Jabir sesaat setelah sahabat itu berwudu, “Mengapa engkau berlebih-lebihan?” “Apakah saat berwudu tidak boleh berlebih-lebihan, wahai Rasulullah?” Jabir balik bertanya. Rasulullah menjawab, “Ya, janganlah engkau berlebih-lebihan ketika wudu meski engkau berada pada air sungai yang mengalir.”

Bayangkan bagaimana Rasulullah saw. mengingatkan kita agar hemat menggunakan air meski air sungai yang mengalir. Padahal Indonesia, khususnya Jakarta, menghadapi krisis air bersih dan air yang digunakan bayar!

Wudu bukan sekedar bersih-bersihan secara fisik. Jika memang tujuan awalnya adalah kebersihan fisik, mungkin yang disyariatkan adalah mandi sebelum salat. Tapi lebih dari itu, wudu adalah sebuah proses simbolik. Membersihkan tangan dari mengambil hal-hal yang bukan haknya. Membersihkan wajah dan mata dari hal-hal yang diharamkan. Membersihkan sampai ke lengan dari perilaku saling sikut dan serakah. Hingga membersihkan kaki dari langkah-langkah maksiat.

Inilah nilai utama dari berwudu. Karena itu tidak jarang para ulama fikih (yang mungkin terimbas pemikiran tasawuf) menyatakan bahwa ketika kita berwudu, maka seluruh dosa-dosa kita terbawa mengalir bersama air sisa wudu.

Ahlulbait Mengajari Berwudu

Saya ingin berbagi tentang bagaimana ahlulbait nabi saw. mengajari kita berwudu. Saya tidak akan membahasnya secara detail, tapi hanya bagian-bagian yang terkait dengan bagaimana ahlulbait mengajarkan kita berwudu dengan hemat. Ingat, wudu Rasulullah saw. hanya dengan satu mud atau 0,6875 liter. Artinya, seukuran dengan botol pabrikan 600 ml lebih sedikit! Bayangkan, sudah air bersih mengalami krisis, dikuasai pula oleh perusahaan!

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki… (Q.S. 5: 6)

Itulah ayat Quran yang menjadi landasan perintah wudu. Ayat tersebut menyebut bagian-bagian anggota tubuh yang menjadi wajib untuk dibasuh dan diusap. Perhatikan perbedaan membasuh (dengan air) dan mengusap (dengan sisa air).

Dalam Fiqh al-Imam Ja’far al-Shadiq, setelah niat mendekatkan diri kepada Allah Swt., dilanjutkan dengan membasuh muka satu kali, yaitu mengalirkan air wajib dari ujung tumbuhnya rambut kepala sampai janggut/dagu untuk ukuran memanjang dan apa yang dicakup ibu jari dan jari tengah untuk ukuran melebar, yakni dari telinga ke telinga.

Kemudian membasuh tangan wajib dimulai dari siku sampai ujung jari; tidak boleh sebaliknya. Tangan kanan didahulukan daripada tangan kiri. Imam Jafar al-Shadiq mengatakan bahwa berwudu satu kali adalah fardu, sedangkan dua kali tidak berpahala. Penggunaan air untuk membasuh bagian yang wajib berakhir di sini.

Setelah itu dilanjutkan dengan mengusap kepala. Usapan pada bagian depan kepala ini wajib dengan basahan air wudu, bukan dengan air yang baru. Setelah itu barulah mengusap kedua kaki dari ujung jari sampai mata kaki, dan lebih utama sampai batas betis yang bersambung dengan kaki bagian atas. (Video tata cara wudu lihat di sini).

Antara mengusap dan membasuh bagian kaki memang menjadi salah satu perbedaan menonjol antara mazhab ahlusunah dan Syiah ahlulbait. Fikih ahlusunah mengembalikan kata “kaki” kepada “tangan” yang diperintahkan untuk dibasuh. Sedangkan fikih ahlulbait tetap pada posisi bahwa kaki setelah kepala haruslah diusap. Uniknya, ikhwan ahlusunah mengharamkan untuk mengusap, sementara lainnya mengatakan bahwa jika memakai sepatu kulit, mengusapnya lebih utama daripada membasuh kaki, dengan tujuan membedakan diri dengan Syiah.

Pembahasan detail mengenai dalil kedua mazhab tersebut bisa dibaca di buku al-I’tishâm bil-Kitâb was-Sunnah. Perbedaan terkadang perlu dihadirkan dan diketahui untuk mengenal beragam pendapat beserta dalilnya yang ada untuk saling mengenal.

Wudu; Nasihat dan Praktik Imam Khomeini

Dr. Mahmud Burujurdi, menantu dari Imam Khomeini, mengisahkan hal ini:

Beberapa kali saya melihat Imam mengambil wudu. Saya memperhatikan beliau menutup keran di antara wudunya dan membuka keran kembali ketika diperlukan, untuk menghindari air yang keluar secara berlebihan. Hal ini dilakukan ketika kebanyakan dari kita tidak memperhatikan hal sekecil ini dari perbuatan isrâf (pemborosan). Misalnya, ketika kita akan berwudu, keran akan terus terbuka sampai wudu kita selesai.

Kapanpun Imam ingin berwudu, beliau sangat berhati-hati dalam menggunakan air. Kewaspadaan selalu diperhatikan dalam setiap perilakunya. Beliau selalu mandi (sunah Jumat) sebelum salat Jumat pada siangnya, dan tidak pernah ditinggalkannya. Kapanpun Imam wudu, beliau selalu berusaha untuk menghadap kiblat. Meski pun tempat air wudu tidak menghadap kiblat, beliau memenuhi tangan dengan air, mematikan keran, menghadap kiblat dan membasuh wajah atau tangannya.

Kisah ini sangat membekas buat saya. Hampir setiap kali hendak ambil air wudu, saya akan ingat selalu contoh dari Imam tersebut. Sebenci apapun Anda kepada Imam Khomeini, pastikan Anda untuk meniru perbuatan baik yang ada padanya; tidak akan ada ruginya. Marilah kita kembali perhatikan wudu kita. Matikan keran disaat kita membasuh/mengusap dan bukalah kembali keran tidak lebih dari satu atau dua putaran. Berikut ini sebuah video singkat pandangan dan ucapan Imam Khomeini tentang air wudu yang disampaikan Sayid Ammar Nakshawani. Sedikit bagiannya saya terjemahkan di bawah. Semoga bermanfaat!

Apakah ketika hendak salat, Anda memperhatikan air yang digunakan untuk wudu? Ketika Anda mengambil air, perhatikanlah, dan pandangi air itu. Lihat betapa jernihnya air itu? Dengan itu Anda harus menjadi jernih di hadapan Allah. Jika air yang kita gunakan harus jernih, mengapa perilaku kita di hadapan Allah tidak jernih? Segala sesuatu di dunia ini berasal dari air, karena itu yakinkan bahwa air wudu ini menjadi tanda awal yang baru antara kita dengan Allah Swt.

Tidakkah kita ingat hadis dari Rasulullah saw. tentang air? “Orang beriman bagaikan air yang menjernihkan segala sesuatu di sekitarnya.” Ketika kita melihat air ucapakanlah “aku ingin mulai menjernihkan teman-teman di sekelilingku.” Lihatlah bagaimana air itu membersihkan anggota tubuh kita. Sekarang katakan “aku akan mulai membersihkan hati dari keburukan.”

Tidak ada gunanya kita membersihkan anggota tubuh sedangkan hati penuh dengan dengki, cemburu, arogan, atau kasar. Ketika Anda melihat air itu, katakan “wahai air, sebagaimana engkau membersihkan anggota tubuhku, aku akan mulai membersihkan hati.”

Lihatlah Amirulmukminin Ali a.s.! Ketika beliau hendak mengambil air, beliau tahu air adalah mata air kehidupan, tahu bahwa ia jernih sehingga beliau menjernihkan hati di hadapan Allah. Ketika beliau membasuh wajahnya, beliau mengatakan: “Ya Allah, sinarilah wajahku di hari pengadilan.” Ketika membasuh tangan kanannya, beliau mengucapkan, “Ya Allah, masukan aku ke dalam golongan kanan.” Ketika membasuh tangan kiri, beliau mengucapkan, “Ya Allah, jangan masukkan aku ke dalam golongan kiri.” Ketika mengusap kepalanya, beliau mengatakan, “Ya Allah, kepala ini tertunduk kepada-Mu di hari pengadilan.” Lihatlah Amirulmukminin ketika mengusap kakinya, beliau berkata, “Ya Allah, di hari ketika kaki-kaki tergelincir, jangan biarkan kakiku tergelincir di hari pengadilan.”

mainsource:Posted by Ali Reza pada 28 Januari, 2009

Mengapa Harus Hemat Air?

hemat air 285x300 Mengapa Harus Hemat Air?Kampanye hemat air sering sekali dikumandangkan beberapa tahun belakangan, apalagi sejak PBB menetapkan tanggal 22 Maret sebagai Hari Air Sedunia. Sebagian orang mungkin bertanya-tanya, mengapa air harus dihemat? Padahal air itu kan nggak bisa habis? Buktinya ada siklus H2O di bumi, air dari hujan akan diserap tanah lalu mengalir sampai ke laut lalu menguap menjadi awan lalu turun lagi sebagai hujan dan seterusnya. Jadi air nggak bisa habis kan?

Yap, air memang nggak bisa habis, tapi AIR BERSIH bisa. Yang dimaksud air bersih adalah air (tawar) yang layak digunakan untuk keperluan manusia, mulai dari minum, mandi, mencuci, dsb. Meskipun 70% permukaan bumi tertutupi air, namun dari jumlah tersebut 97,5% merupakan air laut dan hanya 2,5% yang merupakan air tawar. Air laut tentunya tidak layak dikonsumsi karena kadar garamnya tinggi. Untuk mengubahnya menjadi air tawar diperlukan proses desalinasi yang mahal.

Padahal dari persentase 2,5% air tawar yang ada di bumi, sejumlah 69% air tersimpan di glester kutub dan 30% merupakan air tanah, keduanya sulit diakses manusia. Hanya 1% sisanya yang berupa air permukaan (sungai, danau dan rawa). Bayangkan, itu artinya air bersih yang bisa diakses manusia dengan mudah HANYA SATU PERSEN dari total cadangan air di bumi! Dan jumlah tersebut masih harus dibagi lagi kepada 6 milyar penduduk bumi. Kalau tahu begini, apa masih layak kita katakan tidak perlu menghemat air?

Jumlah air yang sedikit itu ternyata belum juga diimbangi oleh kesadaran manusia untuk melestarikannya. Menurut Media Indonesia (2010), dari 60 sungai besar di Indonesia, sebanyak 30 sungai di antaranya berstatus amat sangat tercemar. Mayoritas sungai tercemar itu berada di Pulau Jawa karena banyaknya limbah pemukiman dan industri. Sungai yang sudah tercemar tentunya tak lagi layak dikonsumsi, bahkan dijadikan air baku PDAM pun tak bisa. Semakin banyak sungai yang tercemar, itu artinya semakin sedikit sumber air tersisa untuk umat manusia.

STA61283 300x225 Mengapa Harus Hemat Air?

Sungai, nasibnya tak lebih dari penampungan limbah...

Kesadaran dunia akan pentingnya penghematan air ini diwujudkan secara serius. Di Jepang, kita tidak hanya membayar untuk mendapatkan air, tetapi juga untuk MEMBUANG AIR. Bayangkan, membuang air saja bayar lho! :-O

Ini kisah dari salah seorang dosen saya yang sedang menempuh studi di sana. Ternyata setiap tetes air yang dialirkan ke pipa pembuangan juga dikenai biaya. Artinya pemerintah di sana secara tidak langsung ‘memaksa’ warganya untuk menghemat air. Makanya air bekas pakai biasanya tidak langsung dibuang, tapi bisa dibuat menyiram tanaman. Nggak heran juga orang Jepang lebih suka mandi di bathtub karena bekas airnya bisa dipakai lagi icon biggrin Mengapa Harus Hemat Air?

Ya, air memang ‘emas biru’. Manusia bisa saja hidup beberapa hari tanpa makan tapi TIDAK AKAN BISA hidup tanpa air. Semua orang sudah tahu betapa pentingnya manfaat air bagi kehidupan manusia. Semua orang sebenarnya juga tahu bagaimana cara menghemat air, hanya saja tidak semua orang punya kemauan untuk melakukannya secara konkret. Semuanya harus dimulai dari diri sendiri, karena it’s about us, ini tentang air untuk masa depan kita.

Tulisan ini diikutsertakan pada Kompetisi WEB Kompas MuDA & AQUA yang diselenggarakan oleh Kompas MuDA

mainsource:http://umihabibah.com/mengapa-harus-hemat-air/

0 comments to "Hemat Wudu Mazhab Ahlulbait"

Leave a comment