Home , , , , , , � Parade Negara Islam

Parade Negara Islam


Ahmadinejad: Ada Negara Yang Terpaksa Patuh Kepada Barat, Iran Tidak

Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, mengatakan bahwa negara-negara Barat telah menyusupi kawasan, khususnya ke Afghanistan, dalam upaya menyulut instabilitas di Iran dan menebar perselisihan.

"Negara-negara Barat telah mengirim pasukan militer ke kawasan untuk melawan Iran, karena mereka menganggap budaya dan peradaban Iran sebagai ancaman besar," demikian kata Ahmadinejad hari ini (14/4) kepada para pejabat tinggi Provinsi Sistan-Baluchestan.

Kepala eksekutif Iran menambahkan bahwa banyak negara yang tidak punya pilihan lain kecuali menuruti keinginan Barat.

"Negara-negara tersebut menyatakan bahwa mereka tidak mampu menentang Barat," tutur Ahmadinejad.

"Namun, Iran mampu membela diri," tegasnya seraya menekankan bahwa Barat khawatir terhadap sejarah, budaya, peradaban dan manajemen kekuatan bangsa Iran.

Presiden Iran menegaskan bahwa Iran merupakan bangsa pelopor melawan kekuatan arogan dan resistensi Iran akan membuka jalan bagi bangsa-bangsa lain untuk melawan kekuatan arogansi.

Ia menilai serangan serta pendudukan AS dan sekutunya terhadap Irak dan Afghanistan bertujuan mengontrol kekuatan Iran.

"Mereka berniat mentransfer instabilitas di Afghanistan dan Pakistan ke Iran ... namun mereka gagal mencapai tujuan mereka," katanya.(IRIB/MZ/14/4/2011)

Iran Mendukung Aspek Budaya dan Intelek Revolusi Arab

Ketua Dewan Ahli Iran, Ayatollah Mohammad Reza Mahdavi Kani, memperingatkan negara-negara Arab agar waspada terhadap plot AS dan sekutunya untuk merampas gerakan kebangkitan Islam di kawasan.

Menurut laporan ISNA, Ayatullah Mahdavi Kani dalam rapat Dewan kemarin (13/4) mengatakan, "Orang-orang asing, khususnya Amerika Serikat dan rezim Zionis (Israel), berusaha untuk merampas gerakan tersebut dan mendistorsinya".

Ditambahkannya bahwa, di saat gerakan kebangkitan di dunia Arab bersifat Islam, Barat terutama AS berupaya menggeret pergerakan tersebut ke lingkup etnis.

Ulama senior Iran ini menekankan, "Republik Islam Iran tidak akan mencampuri urusan negara lain ... Namun, Tehran selalu mendukung aspek budaya dan intelektual dalam gerakan tersebut. "

Ayatullah Mahdavi Kani mendesak pemerintah Arab untuk "memperhatikan tuntutan natural dan islami rakyat mereka".

Ia juga menyarankan rakyat Arab untuk komitmen dalam berjuang dan berhenti berusaha setelah menggapai sebuah prestasi.

Ayatullah Mahdavi Kani juga mengingatkan negara-negara Islam untuk tidak mengandalkan janji-janji dan inisiatif dari Barat, khususnya Amerika Serikat, dan agar mereka tidak tertipu.

Dalam beberapa bulan terakhir, gelombang revolusi dan pemberontakan anti-rezim otokratik melanda dunia Arab.

Januari lalu, revolusi di Tunisia mengakhiri kekuasaan selama 23 tahun, mantan Presiden Zine El Abidine Ben Ali.

Bulan Februari, revolusi lain di negara Arab juga menggulingkan rezim dikator Mesir, Hosni Mubarak, yang telah berkuasa selama tiga dekade.

Saat ini, gelombang revolusi masih mengguncang Libya, Yaman dan Bahrain. Adapun Arab Saudi, Yordania, Oman, Kuwait dan Aljazair, menghadapi protes anti-pemerintah.
(IRIB/MZ/14/4/2011)

Ayatullah Jannati Kutuk Pembantaian Rakyat Bahrain

Khatib shalat Jum'at Tehran, Ayatullah Ahmad Jannati mengutuk pembantaian rakyat sipil Bahrain oleh tentara Arab Saudi.

Ayatullah Jannati dalam khutbah Jum'atnya di Tehran menandaskan, Arab Saudi tidak bersedia menggunakan satu butir peluru pun untuk mendukung rakyat Palestina, namun kini tak segan-segan menggunakannya untuk membantai rakyat Bahrain.

Khatib shalat Jum'at Tehran mengisyaratkan kekejaman pemerintah Manama dan pembantaian serta penyiksaan yang dialami rakyat Bahrain karena menjadi penganut Syiah. Dikatakannya, negara-negara Islam yang berada di bawah cengkeraman kezaliman kini mulai bangkit. Kebangkitan Islam adalah hal yang paling ditakuti oleh musuh selama bertahun-tahun.

Ayatullah Jannati menjelaskan, musuh berusaha menciptakan perpecahan antar etnis dan politik guna membidik persatuan umat Islam. Oleh karena itu, seluruh rakyat negara Islam harus waspada dan memperkokoh persatuan mereka.

Di bagian lain pidatonya, Ayatullah Jannati menyinggung surat Menteri Luar Negeri Iran, Ali Akbar Salehi kepada Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki moon dan ketua Dewan Keamanan PBB terkait pembantaian terhadap rakyat Bahrain. dalam kesempatan tersebut beliau memuji langkah yang ditempuh menlu Iran.

Ayatullah Jannati dalam pidatonya juga menyinggung penamaan tahun ini dengan tahun Jihad Ekonomi. Beliau mengharapkan seluruh elit politik dan negarawan serta media bersama-sama mendukung program peningkatan ekonomi negara. (IRIB/MF/15/4/2011)

ICC Siap Adili Raja Bahrain

Yaser al-Sayegh, anggota Gerakan Perdamaian dan Keadilan Bahrain menilai proses pengadilan pemimpin Bahrain sebagai kendala utama rezim al-Khalifa saat ini.

Saat diwawancarai televisi al-Alam hari ini (Jum'at 15/4), al-Sayegh mengisyaratkan kesepakatan Pengadilan Kriminal Internasional soal gugatan dan proses hukum bagi raja Bahrain dengan dakwaan melakukan kejahatan kemanusiaan. Ia menandaskan, hal ini membuat rezim al-Khalifa berada dalam kesulitan besar.

Ia menekankan, rezim al-Khalifa hingga kini telah melakukan berbagai kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia di Bahrain termasuk pembantaian massal warga sipil, penangkapan dan penyiksaan terhadap para demonstran.

Yaser al-Sayegh menambahkan, sepertinya penumpasan aksi damai rakyat dan pembantain warga sipil Bahrain kian meningkat bertepatan dengan hari syahadah Sayidah Fatimah az-Zahra, putri tercinta Rasulullah saw. Ia meminta masyarakat dunia untuk tidak bungkam menyaksikan kejahatan ini.

Sementara itu, Ali al-Faraj, politikus Bahrain menyebut tindakan rezim Bahrain sebagai aksi balas dendam terhadap rakyat yang tengah menyuarakan hak-hak legalnya. Ia menambahkan, para pejabat Bahrain memiliki agenda kerja untuk memberangus seluruh gerakan rakyat dan menjadikan Manama negara diktator serta militer. (IRIB/al-Alam/MF/15/4/2011)

Iranphobia, Strategi Usang AS

Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad kembali menyinggung Iranphobia yang gencar dilancarkan kekuatan arogan dunia. Menurutnya strategi ini sudah usang dan tidak efektif. Ahmadinejad mengingatkan bahwa bangsa-bangsa dunia saat ini telah sadar dan telah menemukan jati dirinya. Mereka tidak lagi tunduk pada kezaliman dan lebih memilih bangkit menentang setiap sikap hegemoni kekuatan besar dunia yang dipaksakan.

Ahmadinejad juga menyinggung arogansi musuh terhadap Republik Islam Iran dan menandaskan, strategi musuh tidak akan mampu membendung laju kemajuan yang dicapai bangsa Iran. Hal ini dinyatakan Ahmadinejad dalam sebuah acara televisi saat berada di Zahedan, Provinsi Sistan Baluchistan di Iran tenggara. Dalam pernyataannya, Ahmadinejad juga mengingatkan intervensi Amerika Serikat di kawasan dan dunia. Amerika bukan sahabat negara manapun, Washington hanya bersedia menunjukkan sikap persahabatannya saat kepentingannya menuntut.

Pernyataan Ahmadinejad ini menunjukkan bahwa revolusi yang tengah berlangsung di wilayah Afrika Utara dan dunia Arab merupakan transformasi besar bagi nasib bangsa di kawasan. Di sisi lain, fenomena ini mengkhawatirkan Amerika Serikat dan sekutunya. Dalam hal ini, AS menuding Iran sebagai kambing hitam dan bersama kroninya gencar mempropagandakan Tehran di balik semua kejadian di negara Arab, Mereka berusaha menarik opini publik ke Iran dan meredam aksi revolusi rakyat di kawasan. Iranphobia yang dilancarkan AS berubah menjadi isu perang Sunni-Syiah di kawasan. Dengan demikian Washington berusaha mencitrakan bahwa yang tengah terjadi di kawasan khususnya di Bahrain adalah perang antar mazhab.

Padahal apa yang terjadi di kawasan adalah murni kebangkitan rakyat yang telah lelah dari penindasan penguasa despotik serta intervensi bertahun-tahun Amerika Serikat. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa kebangkitan rakyat ini sulit untuk dipadamkan sebelum tuntutan mereka dipenuhi, mengingat arus revolusi ini berbasis massa yang marah terhadap pemerintah. Kekerasan pun jika diterapkan tidak akan membawa hasil. Satu-satunya jalan adalah pemerintah setempat bersedia memenuhi tuntutan rakyat.

Lawatan terbaru Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Robert Gates ke kawasan dan pesannya kepada sejumlah pemimpin negara Arab dalam menyikapi krisis di Bahrain dan Yaman serta lampu hijau yang diberikannya kepada Arab Saudi untuk mengagresi Manama menunjukkan kekhawatiran besar Washington. Di sisi lain, AS juga berusaha memanfaatkan krisis di kawasan untuk melanggengkan posisinya di negara-negara Arab.

Kebijakan ini mengindikasikan kekalutan AS akan berakhirnya hegemoninya di negara kaya minyak Arab. Sepanjang sejarah AS terkenal sebagai negara arogan yang tak segan-segan mengintervensi negara lain demi kepentingan ilegalnya. Washington pun siap mencabik-cabik perekonomian dunia demi mempertahankan kepentingannya. Namun demikian yang pasti adalah kebangkitan rakyat di kawasan menjadi batu sandungan bagi kepentingan AS. (IRIB/MF/14/4/2011)

Lagi-Lagi Soal HAM Iran

Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengklaim, meski di sejumlah negara Timur Tengah dan Afrika utara terjadi serangkaian aksi massa dan kekerasan tapi kondisi hak asasi manusia di Iran kian bertambah buruk. Berbicara hari Selasa di akhir pertemuan tingkat Menlu Uni Eropa di Luxembourg, Hague mengatakan, 27 negara anggota Uni Eropa telah menyetujui sejumlah kebijakan pengetatan dan sanksi termasuk dalam hal pemberian visa bagi sejumlah pejabat tinggi Iran.

Ini bukan kali pertama Amerika Serikat (AS) atau Eropa berbicara soal sanksi sepihak terhadap Iran dengan alasan yang terkesan dibuat-buat. Namun pertanyaan yang mengusik adalah parameter apa yang digunakan oleh negara-negara Barat untuk menyudutkan pihak-pihak lain dengan tuduhan pelanggaran HAM?

Faktanya, masalah HAM memang merupakan isu yang paling sering dimanfaatkan oleh Barat untuk kepentingannya, terlebih dalam menghadapi pihak-pihak yang menentang hegemoni Barat dan arogansi internasional. Berbagai resolusi dan deklarasi semisal deklarasi Luxembourg menunjukkan tidak adanya kejujuran dari pihak Barat dalam masalah HAM. Yang ada hanya manipulasi isu ini untuk kepentingan politik semata.

Buktinya, belum lama ini media-media Barat mengumumkan kembali dukungannya kepada kelompok munafikin MKO (Mujahidin Khalq Organization) yang sudah terbukti melakukan aktivitas terorisme dan anti HAM. Tahun 2002, Uni Eropa memasukkan MKO ke dalam daftar organisasi dan kelompok teroris. Namun tujuh tahun kemudian, diambil keputusan yang lain dengan mencoret nama MKO dari daftar tersebut. Padahal, sudah bukan rahasia lagi bahwa MKO terlibat dalam banyak aksi terorisme di Iran awal kemenangan revolusi Islam. Selanjutnya di awal dekade 1980-an kelompok ini memindahkan markas aktivitasnya ke Perancis lalu Irak. Sejak tahun 1986, MKO yang sudah mendapat fasilitas pusat kegiatan yang sangat besar di utara Baghdad bekerjasama dengan rezim Saddam Hussein dalam membantai rakyat Irak di Kurdistan dan wilayah selatan Irak. Dengan tumbangkan rezim Baath, MKO diayomi oleh pasukan pendudukan asal AS. Seiring dengan itu parlemen Eropa meminta PBB untuk memberi jaminan keamanan bagi seluruh anggota MKO.

Hari ini, mereka yang menduduki negara lain dan dengan mudah membantai ribuan orang termasuk wanita dan anak-anak dengan kedok perang melawan teror justeru mengklaim diri sebagai pembela HAM. Misalnya, sumber-sumber rumah sakit terpercaya belum lama ini memublikasikan berbagai macam penyakit yang ditimbulkan oleh uranium yang diperlemah yang digunakan oleh tentara AS dan Inggris di Irak dan Afghanistan. Tak hanya itu, kisah tentang kebiadaban tentara AS di penjara Abu Ghraib dan Afghanistan juga sudah diketahui oleh dunia. Dengan rapor yang seperti ini, layakkah negara-negara Barat mengklaim sebagai pembela HAM dan menuduh pihak lain sebagai pelanggar? (IRIB/AHF/SL/13/4/2011)

Menhan Iran Ingatkan AS dan Israel Soal Aksi Teror

Menteri Pertahanan Republik Islam Iran Brigjend Ahmad Vahidi mengatakan, Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel tidak dapat memecah persatuan bangsa Iran melalui serangan teroris.

"Para tentara bayaran AS dan Israel tidak dapat merusak persatuan dan solidaritas masyarakat di daerah ini (Provinsi Sistan-Baluchestan) melalui aksi terorisme," tegas Vahidi pada hari Rabu (13/4).

"Mereka yang melakukan serangan teror dan membunuh orang tak berdosa, tidak memiliki ikatan dengan Islam, karena Islam adalah agama kebaikan, kasih sayang dan logika," tambahnya.

Pada Desember 2010, serangan teroris terjadi di Masjid Imam Hussein di Chabahar, di mana warga tengah memperingati kesyahidan Imam Hussein as. Setidaknya 38 warga meninggal dunia dan lebih dari 89 lainnya, termasuk perempuan dan anak-anak, menderita luka-luka.

Kelompok teroris, Jundallah yang berbasis di Pakistan mengaku bertanggung jawab atas serangan mematikan itu. Selama ini, Jundallah telah melaksanakan berbagai pemboman, upaya pembunuhan, dan serangan teroris di Iran.

Gembong teroris Jundallah, Abdolmalek Rigi ditangkap oleh pasukan intelijen Iran pada Februari 2010 dan dieksekusi pada bulan Juni terkait 79 kasus kriminal, termasuk perampokan bersenjata, operasi pengeboman dan serangan bersenjata terhadap polisi dan penduduk sipil. (IRIB/RM/14/4/2011)

Pekan Depan, Iran Gelar Parade Militer

Panglima Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, Jenderal Ataollah Salehi mengatakan, Tehran akan menampilkan prestasi baru pertahanan negara dalam sebuah parade militer pekan depan.

"Prestasi baru di bidang militer dan pertahanan akan ditampilkan dalam pawai pada 18 April mendatang," kata Salehi pada hari Ahad (10/4).

Tanggal 18 April atau bertepatan dengan 29 Farvardin menandai hari Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran.

"Kini, angkatan bersenjata dan militer Iran tidak dapat lagi dibandingkan dengan era Perang Pertahanan Suci dari segi kemampuan, kesadaran diri dan ketergantungan pada produksi dalam negeri," ujar Salehi seperti dikutip kantor berita Fars.

Salehi menambahkan bahwa Iran telah mencapai semua ilmu untuk memproduksi senjata dalam negeri dan mampu menetralisir ancaman dan memukul musuh.

Mengacu pada intervensi militer Arab Saudi di Bahrain, Salehi mengatakan, "Para prajurit yang menyerang negara-negara di kawasan, terutama Bahrain, mereka adalah tentara bayaran arogansi global." (IRIB/RM/11/4/2011)

Sekeping Kisah tentang Kotak Amal di Iran

Oleh : Purkon Hidayat

Sepasang tangan menengadah berbalut warna kuning menyala tepat berpadu dengan keteduhan aroma biru. Di bagian tengah tertulis logo Komite Emdad Imam Khameini, tepat di bawah tulisan kotak sedekah berbahasa farsi.

Kotak sedekah segi lima itu kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari eksistensi Iran pasca kemenangan revolusi Islam. Inilah simbol baru Iran selama tiga dekade. Simbol tersebut seusia dengan revolusi Islam yang telah mengubah haluan negara muslim yang dihuni lebih dari 74 juta jiwa.

Kotak sedekah segi lima ini mengundang tanya bagi orang asing seperti saya. Delapan tahun lalu, ketika pertama kali menginjakan kaki di negeri sahara ini, untuk pertama kalinya saya menyaksikan deretan kotak sedekah berjejer di pintu tol dua lajur Tehran-Qom. Persis, di depan komplek pemakaman Imam Khameini.

Belum reda rasa heran itu, kotak-kotak sedekah semakin banyak jumlahnya saat memasuki kota Qom, terutama di sekitar komplek pemakaman Sayidah Fatimah, yang menjadi jantung kotam sekaligus pusat ziarah kota kecil itu.

Kotak amal segi lima berwarna biru tegak berdiri ditopang satu tiang yang sewarna dengan gambar tangan yang menengadah, kuning kontras. Kotak sedekah itu sepertinya dibiarkan disengat terik matahari dan diguyur air hujan.

Tanpa kunci gembok besar dan rantai pengikat, kecuali kunci kecil yang biasa digunakan untuk kotak-kotak sedekah di tanah air. Terbersit keheranan di kepala saya. Kotak seperti itu tentu mudah dijarah. Betapa tidak, kotak amal yang disimpan rapi di toko-toko saja bisa kebobolan, apalagi yang keleleran di jalan seperti itu.

Di Iran, saya menemukan fenomena kontras. Kotak amal yang gentayangan di jalanan, belum terdengar terjadi kebobolan. Setidaknya, selama delapan tahun menetap di negeri kaum Mullah ini, saya tidak pernah mendengarnya. Padahal jumlah kotak amal tersebut terbilang besar. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 5,8 juta kotak sedekah tersebar di seluruh penjuru Iran. Selama 24 tahun, dari kotak sedakah tersebut telah terhimpun dana melebihi 4,7 trilium rial.

Kotak-kotak sedekah itu digalang oleh organisasi sosial masyarakat bernama Komite Emdad Imam Khomeini. Lembaga ini dibentuk atas instruksi langsung Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini, pada 5 April 1979. Tepat 22 hari pasca kemenangan revolusi Islam Iran, 22 Bahman.

Tujuan utama pendirian lembaga sosial ini untuk mengangkat harkat dan martabat mustadafin dan menjadikannya mandiri secara ekonomi maupun sosial. Selama tiga dekade, Komite Emdad Imam Khameini telah mengucurkan bantuan kepada 1.891.232 keluarga miskin, dan 4.619.028 orang yang membutuhkan.Hingga kini, sekitar lembaga sosial ini telah membantu perbaikan ekonomi 1.069.590 keluarga pedesaaan Iran. Emdad Imam Khameini juga menyalurkan bantuan kepada 2.704.465 orang yang menetap di wilayah pedesaan.

Tidak hanya itu, lembaga sosial ini juga membantu perbaikan ekonomi sebanyak 808.626 keluarga miskin kota. Data resmi yang dikeluarkan Komite Imdad Imam Khameini menyebutkan bahwa setahun yang lalu sebanyak 1.871.275 orang warga miskin kota terbantu melalui program pengentasan kemiskinan yang dilakukan lembaga sosial ini.

Selama tiga dekade, Komite Emdad menyalurkan pinjaman lunak sebesar 479.000 jenis dengan nilai sebesar 6,563 trilium rial. Hasilnya, sebanyak 120.800 keluarga telah mandiri.

Selain disebar di jalan-jalan, kotak sedekah itu juga dipasang di tempat-tempat strategis pada momentum tertentu. Misalnya, pada akhir musim panas setiap tahunnya, kotak sedekah itu berdampingan mesra dengan tenda-tenda amal pada hari perayaan Jasn Atefe, hari berbagi kasih sayang.

Selama 14 tahun, Jasn Atefe ini telah menghimpun dana sebesar 243,1 milyar rial untuk membantu anak-anak sekolah kurang mampu yang akan menjalani tahun ajaran baru di awal musim gugur. Even ini sekaligus mendidik anak-anak untuk empati kepada sesamanya yang kurang beruntung secara ekonomi.

Di luar itu, pada momentum tertentu seperti hari-hari besar nasional, Komite Emdad juga menggalang dana dengan menebarkan kotak-kotal sedekah itu.

Kini, setelah delapan tahun berlalu, saya menyaksikan kotak sedekah itu tetap tegar di tengah teriknya musim panas jalanan kota Tehran. Di tengah belantara papan reklame yang menjual konsumerisme bagi jutaan mata yang melintasi jalanan kota metropolis itu, kotak sedekah mengetuk nurani agar tidak terhanyut di rimba rutinitas yang kian hari menggerus penghuninya terasing dari dirinya sendiri. Kotak sedekah itu, mengajak menemukan kembali kemanusiaan dengan menghidupkan rasa peduli kepada sesama. Itulah pelita dari kotak sedekah.

Gubahan Saadi menyadarkan kembali pesan dari kotak sedekah itu.
anak Adam bak satu tubuh
ketika salah satu anggota badan sakit
yang lain akan merasakannya
Jika tidak demikian,
tidak layak disebut manusia.

(IRIB/GemaMustadhafin/PH/14/4/2011)


0 comments to "Parade Negara Islam"

Leave a comment