Home , , , , , , , � "Bocah AJAIB" : Biografi Singkat Hafiz Cilik

"Bocah AJAIB" : Biografi Singkat Hafiz Cilik

Ali Amini: Menghafal Al-Qur
Ali Amini: Menghafal Al-QurAli Amini: Menghafal Al-QurAli Amini: Menghafal Al-Qur





Tulisan berikut adalah olahan dari hasil wawancara dengan seorang hafiz cilik asal Qom Iran Ali Amini (18/11/2010 ), yang dalam usia 8 tahun telah menghafal 22 juz Al-Qur'an. Tulisan ini dengan pengeditan seperlunya, insya Allah akan dimuat dalam buku "Bintang-bintang Penerus Doktor Cilik" oleh Dina Y Sulaeman (sebagai penulis utama). Dalam buku yang akan segera diterbitkan oleh Pustaka Iman tersebut, memuat wawancara (yang tidak kalah menarik) dengan tiga hafiz cilik lainnya, termasuk wawancara dengan Doktor Cilik Sayyid Muhammad Husain Thabatabai yang kini telah dewasa dan berumah tangga.

Ismail Amin


Ali Amini: Menghafal Al-Qur'an itu Mudah, Allah Sendiri yang Bilang…
Ali Amini: Menghafal Al-Qur

"Dan sungguh telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk peringatan, maka adakah yang mau mengambil pelajaran?." (Qs. Al-Qamar [54]: 17)

Ayahnya tetap terdengar antusias ketika saya telepon untuk kedua kalinya, "Ya, kemarin-kemarin, kami telah menunggu, namun saudara tidak datang. Sekarang saya, sedang mengajar di madrasah. Namun, kalaupun wawancaranya bisa tanpa kehadiran saya, tidak mengapa. Anak saya ada di rumah beserta ibunya, saudara bisa ke sana. Saya akan beritahu mereka buat siap-siap."

Saya hanya bisa meminta maaf. Jadwal perkuliahan yang padat membuat saya tidak bisa memenuhi janji sebelumnya. Hari itu (kamis, 18/11) baru saya berkesempatan, itu juga sebenarnya mesti bolos pelajaran. Sehari setelah Idul Adha, kantor-kantor pemerintah dan sekolah-sekolah umum diliburkan. Namun madrasah dan hauzah ilmiyah tak bergeming, aktivitas belajar tetap berjalan sebagaimana biasa. Demikianlah di Iran, sebagai negara yang menyebut diri Republik Islam, aktivitas keagamaan dan pendidikan hauzah ilmiyah tidak berada di bawah kontrol pemerintah, namun memiliki hak otonomi sendiri, termasuk penetapan hari libur. Memanfaatkan hari libur sekolah umum, maka kupilih hari itu untuk segera menemui Ali Amini (8 tahun), seorang murid SD kelas 4, yang menuntut ilmu di sekolah umum namun mampu menghafal 22 juz Al-Qur'an di usia yang sedemikian muda.

Bersama seorang teman (Yanuar Febri), saya dengan taksi pesanan menyusuri pinggiran kota Qom mencari alamat yang telah diberikan beberapa hari sebelumnya. Taksi yang kami tumpangi melintasi bebukitan pasir yang tegar berdiri melawan kondisi alam yang sangat kontras. Sinar matahari yang sangat menyilaukan mata mestinya membuat kami gerah kepanasan, namun hembusan hawa dingin musim Payiz (gugur) membuat kami malah berpakaian tebal. Saya malah sampai harus mengenakan kupluk, karena hembusan hawa dingin yang menyapu kepala dan masuk ke telinga, bisa serta merta membuat flu dan pusing. Perjalanan dari pusat kota Qom menuju ke Syahrak Mahdiyah yang terletak di pinggiran kota Qom membutuhkan waktu hampir sejam. Karena baru ke tempat ini, kami harus menyibukkan sopir taksi bertanya kesana-kemari mencari alamat yang dituju.

Keluarga Amini menetap di Apartemen khusus pelajar agama (orang Iran menyebutnya Talabeh). Apartemen ini disebut Sad_u Hasht Wahidi_e (apartemen yang memiliki 108 kamar). Yang kami tuju kamar ke 96. Setelah bertanya kesana-kemari kamipun menemukannya. Pintu di buka oleh seorang anak kecil yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Ali Amini. Ia menghantar kami kelantai dua rumahnya. Di ruang tamu, telah tersaji sepiring apel dan jeruk, beserta 2 piring kecil lainnya yang masih kosong dengan pisau kecil tergeletak di sebelahnya, tentu itu tersaji buat kami berdua. Ia masih tersenyum sambil mempersilahkan kami melantai. Orang-orang Iran memang biasa menerima tamu dengan duduk melantai. Karenanya, ruang tamu disetiap rumah-rumah orang Iran, terbentang permadani yang tebal dan indah, semakin indah permadaninya menunjukkan semakin tinggi pula tingkat perekonomian sang pemilik rumah. Ruangan yang tidak memiliki meja dan kursi tamu ini, sebenarnya tidak layak disebut ruang tamu, lebih tepatnya ruang belajar. Ruangan ini tidak memiliki hiasan apapun sebagaimana ruang tamu pada umumnya, di dinding hanya tergantung dua poster besar, poster Imam Khomeini pendiri Republik Islam Iran dan Sayyid Ali Khamanei, pemimpin spiritual masyarakat Iran saat ini. Kedua gambar yang sangat ditokohkan dan diagungkan oleh masyarakat Iran ini memang terpajang hampir disetiap sudut ruangan rumah-rumah masyarakat Iran, bukan hanya ditempat-tempat publik atau kantor-kantor pemerintahan, bahkan sampai di ruang-ruang pribadi. Di ruang yang berukuran 3x4 ini, terdapat satu set komputer. Di sisinya terdapat rak 5 lantai yang berisi tumpukan kitab-kitab. Semuanya kitab-kitab agama, kebanyakan adalah kitab tafsir yang ditulis oleh beberapa ulama-ulama Iran.

Tidak berapa lama, seorang ibu muda dengan wajah yang sebagian tertutup oleh cadur yang dikenakannya, menyapa kami. Iapun turut masuk ke ruangan, kami yang sebelumnya telah duduk, berdiri menyambutnya. Iapun mempersilahkan kami duduk kembali, sembari berkata, "Maaf, suami saya sedang tidak di rumah, insya Allah kalau diperlukan, saya siap membantu."

Setelah mengucapkan terimakasih atas keramahannya, sayapun menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami, sekaligus memperkenalkan diri. Beliau menyambut baik niat kami, untuk sedikit mengorek informasi mengenai kehidupan keseharian Ali Amini, seorang hafiz cilik, begitupun dengan tekhnik dan kiat khususnya menghafal al-Qur'an. Ali yang saat itu mengenakan gamis putih terlihat sangat rapi, duduk dengan sopan dan menyatakan kesiapan untuk menjawab pertanyaan yang akan diajukan. Sesekali ia melirik ibunya yang saat itu menulis biografi singkat anaknya di kertas yang telah saya siapkan.

Saya memulai wawancara dengan mengajukan pertanyaan, "Ali, menurut kamu, aktivitas menghafal al-Qur'an itu pekerjaan yang mudah atau sulit?"

"Menghafal al-Qur'an itu mudah, Allah sendiri yang bilang, wa laqade yassarnal qur'ana…dan sungguh Kami telah mudahkan Al-Qur'an itu… asal dilakukan dengan penuh konsentrasi dan perhatian. Juga memang harus menyenangi aktivitas menghafal.." jawabnya lancar.

"Pada surah berapa dan ayat berapa Allah mengatakan demikian?"

"Dalam surah al-Qamar ayat 17 halaman 529"

"Kamu hafal halamannya juga?"

"Iya, Alhamdulillah…"

"Masya Allah.." ucapku berdecak kagum.

"Lantas, mengapa bagi kebanyakan orang, termasuk saya, menghafal al-Qur'an itu termasuk sulit sekali?"

"Mungkin, karena memang tidak menyukai pekerjaan menghafal" Ia terhenti sambil melirik ke ibunya. Ibunya sedikit berbisik, "Jawabnya yang lengkap"

Sedikit berpikir, ia menyambung, "Atau karena memang tidak tahu caranya"

"Kamu sendiri, punya cara seperti apa menghafal al-Qur'an?"

"Sebelumnya, ayat yang ingin saya hafal, saya baca berulang-ulang, kemudian membaca terjemahannya dan memahaminya. Kemudian menghafalnya per ayat. Setelah menghafal benar-benar satu ayat, baru saya beralih menghafal ayat berikutnya."

"Jadi, kamu sudah pandai sendiri membaca al-Qur'an?"

"Iya."

"Sejak kapan?"

"Sejak usia 6 tahun"

"Kalau cara yang diajarkan sekolahmu sendiri bagaimana?"

"Ya, disekolah saya diajari membaca alef ba, diajari menulis sampai saya bisa membaca dan menulis sendiri"

"Mungkin maksud saudara, metode menghafal yang diajarkan sekolah Al-Qur'an ya?" ibunya menyela.

"Iya" jawabku.

"Oh, Ali tidak kami masukkan ke sekolah Al-Qur'an, ia belajar di sekolah umum. Ia murni menghafal karena didikan ayahnya, juga saya. Hubungan kami dengan Jami'atul Qur'an milik Sayyid Mahdi sekedar hubungan non formal, tidak memiliki ikatan resmi apapun. Mereka sekedar menyampaikan kepada kami, kalau misalnya ada agenda-agenda Al-Qur'an yang Ali bisa ikut berpartisipasi di dalamnya."

"Sejak usia berapa Ali memulai aktivitas menghafalnya?" pertanyaan selanjutnya, saya alihkan ke ibunya.

"Sejak usia 6 tahun, kami mulai mengajari ia menghafal, setelah bisa membaca Al-Qur'an sendiri."

"Apa sebelum usia itu, Ali memang belum menghafal apapun?"

"Cera, ia sudah menghafal surah-surah pendek, sebagaimana anak-anak pada umumnya"

"Jadi, Ali menghafal tidak dengan metode isyarat tangan ya?", teman saya, Yanuar juga turut bertanya.

"Tidak sama sekali"

Yanuar hanya mengangguk-angguk.

Saya kembali mengarahkan pandangan ke wajah Ali, ia tersenyum seketika.

"Ali, menurut kamu, diantara ribuan ayat Al-Qur'an, ayat mana yang bagimu sangat menakjubkan, sehingga kamu suka membacanya berulang-ulang?"

Ali langsung menanggapinya dengan membaca ta'awudz, dan berkata, "Alaa inna auliyaa allahi laa khaufun 'alaihim wa laa hum yahzanun..."

"Itu tentang apa dan terdapat dalam surah dan ayat berapa?"

"Surah Yunus ayat 62, ayat ini memuat firman Allah Swt yang menegaskan bahwa wali-wali Allah tidak akan pernah khawatir dan tidak pula bersedih hati."

"Mengapa kau suka dengan ayat ini"

"Saya berharap, termasuk orang yang disinggung dalam ayat ini, yakni termasuk wali-wali Allah"

"Memangnya cita-cita kamu apa?"

"Ingin jadi talabeh (pelajar agama)"

"Mau jadi ahli di bidang apa?"

"Tafsir"

"Oh ya Ali …," sambil kukeluarkan mushaf Al-Qur'an Utsmani dari tas "Kalau saya baca satu ayat, apa kamu bisa menunjukkan terdapat dalam surah dan ayat berapa?"

"Insya Allah bisa"

Setelah membaca ta'awudz, saya lantunkan ayat, "Rabbi innahunna adzlalna katsiran minannasi, faman tabi'ani fainnahu minni, wa man 'asaani fainnaka gapurun rahim…"

"Surah Ibrahim halaman 260," ia menjawab hanya berselang 2-3 detik.

"Pada ayat berapa?"

Sedikit berpikir, "35?" jawabnya agak ragu.

"36", kataku meluruskan.

"Ayat ini berbicara tentang apa?"

"Tentang permohonan Nabi Ibrahim as kepada Allah Swt, artinya, "Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "

"Apa kamu bisa menyebutkan ayat berikutnya?"

Alipun dengan mantap tanpa terputus melantunkan ayat ke 37 surah Ibrahim.

"Ali, kalau saya menyebut nama surah dan ayatnya, kamu bisa melafalkan ayatnya?"

"Insya Allah bisa"

"Surah al Anfal ayat 66…"

Ali berpikir sekitar 10 detik kemudian menyebutkan, "Ya ayyuhan Nabiyyu, hardhil mu'minina 'alal qital… (Wahai Nabi, kobarkanlah semangat kaum mukminin untuk berperang…)"

Ali memulainya dengan membaca ayat 65 dan menutupnya dengan ayat 66, "…wallahu ma'a shabirin, Allah beserta orang-orang yang sabar."

Penuturan Bunda

Ali Amini, lahir 8 tahun lalu di kota kecil Marageh, provinsi Azerbaijan Timur kawasan bagian barat Iran. Ayahnya bernama Ahmad Amini (30), seorang tenaga pengajar di sebuah madrasah Al-Qur'an yang juga sedang melakukan penelitian di Yayasan Tadabbur dar Qur'an. Ibunya bernama, Simin Phasayi (28) dan memiliki dua orang adik, seorang perempuan (5) dan yang bungsu seorang laki-laki (3). Keluarga kecil ini hijrah dari kota asalnya dan bermukim di Qom sejak Ali berusia 6 tahun. Menurut ibunya, mereka memilih tinggal di Qom, karena Qom lebih memiliki atmosfer pendidikan keagamaan yang lebih tinggi dibanding kota-kota lainnya di Iran, dengan kehadiran banyak ulama dan keberadaan madrasah dan hauzah-hauzah Ilmiyah yang tersebar merata di seantero Qom.

Simin yang kemudian meminta dirinya disebut Zahra menceritakan, sejak sebelum menikah ia memang sudah punya minat tinggi dengan aktivitas menghafal Al-Qur'an. "Sampai akhirnya saya menikah, saya telah menghafal sebanyak 10 juz." katanya. Aktivitas menghafal Al-Qur'annya sempat ia hentikan sebab konsentrasi dengan pendidikan anak pertamanya, Ali Amini. "Sejak dalam kandungan saya memang berniat untuk menjadikan anak-anak saya kelak sebagai penghafal Al-Qur'an. Setiap hari, saya baca berlembar-lembar Al-Qur'an, agar anak saya sejak dalam kandungan telah terbiasa mendengar lantunan Al-Qur'an."

"Begitupun setelah Ali lahir, saya lebih intens lagi memperdengarkan Al-Qur'an kepadanya. Saya berdua dengan suami, secara bergantian, mengaji di sisi Ali, untuk menidurkannya ataupun saat ia tertidur. Kami benar-benar menciptakan suasana rumah yang penuh dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an. Ketika bermain di tamanpun, kami selalu mengajak ia melantunkan ayat-ayat pendek Al-Qur'an." Katanya sembari menatap mata anaknya. Ali tersipu membalas tatapan ibunya.

"Kebetulan suami saya, adalah guru mengaji. Iapun seorang hafiz Al-Qur'an, namun masih kalah banyak dari Ali. Beliau baru menghafal 15 juz, sementara Ali sebanyak 22 juz. Memang beliau belum menghafal keseluruhan Al-Qur'an namun karena aktivitasnya di madrasah Al-Qur'an dan juga sedang dalam tahap penyelesaian tugas akhirnya di yayasan Al-Qur'an, maka beliau begitu sangat akrab dengan Al-Qur'an." Lanjutnya.

Ketika saya bertanya, apa baginya yang paling berkesan dari Ali, ia berkata, "Patut saudara ketahui, sewaktu hari pertama saya membawanya ke Mahdi Kudak (Taman Kanak-kanak), waktu itu ia masih berusia 3 tahun, saat test wawancara, bahwa apa yang menjadi harapannya?, ketika anak-anak lain menjawab, ingin boneka, ingin mainan, ingin ayahnya cepat sembuh, Ali malah menjawab, ingin agar Imam Zaman disegerakan kemunculannya untuk menebarkan keadilan. Jawaban Ali tersebut menakjubkan sang penanya, sampai besoknya, biografi Ali dimuat di surat kabar dengan judul, Anak 3 Tahun yang Berharap Imam Zaman Segera Muncul. Tanpa bermaksud riya, mungkin karena sejak Ali lahir, saya selalu membisikkan ke telinganya, Ali adalah prajurit Imam Zamanku."

"Karena sejak awal Ali memang selalu berpikir logis, maka ia selalu bertanya, Imam Zaman itu siapa? Ia pun selalu ingin tahu lebih banyak mengenai tokoh-tokoh Islam termasuk, Sayyidatina Fatimah az Zahra, putri baginda Rasul." Lanjutnya.

Ketika berbicara mengenai metode penghafalan yang ia terapkan pada anaknya, beliau secara antusias menjelaskan, "Karena Ali tidak kami masukkan dalam madrasah Qur'ani, sehingga metode yang kami terapkan adalah metode konvensional, yakni yang pada umumnya diterapkan, seperti metode murajaah secara teratur. Ia menghafal beberapa ayat setiap hari yang terus diulang sampai benar-benar menempel dalam ingatannya, biasanya membutuhkan waktu sampai 20 hari."

"Tidak, justru dengan menghafal al-Qur'an membuat daya hafal dan ingatannya menjadi kuat. Ia jadi lebih mudah memahami pelajaran lainnya." Jawabnya, ketika saya menanyakan apa aktivitas menghafalnya mengganggu aktivitas pelajaran sekolah lainnya. "Ali telah mendapat izin dari sekolah untuk lebih konsentrasi pada aktivitas menghafalnya. Pada tahun pertama sekolahnya, ia hanya 6 bulan ke sekolah. Kemudian tahun kedua, ia sepenuhnya belajar di rumah. Tahun ketiga mengambil kelas lompatan (akselerasi), yakni kelas 2 dan 3 dilalui dalam satu tahun. Dan sekarang Ali di kelas 4, sementara kebanyakan teman-teman seumurannya baru di kelas 3. Sekarangpun ia hanya ke sekolah 4 hari dalam sepekan. Menjadi hafiz bukan berarti melalaikan pelajaran lainnya, Ali malah mensinergikan keduanya dengan baik, ia selalu meraih peringkat pertama di kelasnya. Hafalan Qur'an membuat daya ingatnya menjadi kuat, ia dapat dengan mudah memahami pelajaran dengan baik, sehingga hanya butuh sedikit belajar dan latihan di rumah atau di kelas, ia bisa mempresentasekan pelajaran dan menguraikannya dengan baik."

"Sekarang ini, karena lebih sering ke sekolah, banyak sekali program menghafalnya yang kami kurangi. Yang biasanya sehari ia biasa menghafal dan mengulang-ulangi satu sampai satu setengah halaman, sekarang ini cukup 5 baris sampai setengah halaman per hari. Untuk murajaah, biasanya kami menghabiskan waktu 6-7 jam perhari." Lanjutnya.

"Bagaimana dengan waktu bermain?" tanyaku.

"Oh, Alipun senang bermain. Ia sering bermain bola dengan teman-teman sebayanya di kompleks ini. Hanya saja, karena sekarang musim gugur dan hawanya dingin, sehingga ia lebih sering bermain di rumah dengan saudara-saudaranya."

"Apa ia biasa bertengkar dengan adik-adiknya?"

"Iya, namanya juga anak-anak. Ali meskipun sebagai kakak, ia tidak segan-segan mendahului minta maaf pada adiknya, kalau memang dia yang lebih dahulu melakukan kesalahan."

"Apa dalam pertengkaran tersebut, Ali pernah sampai memukul adiknya?"

"Alhamdulillah tidak pernah. Ali sangat menyayangi adik-adiknya."

"Apa Ali suka dengan game komputer?"

"Ali memang biasa main game, tetapi saya membatasinya. Tampaknya iapun tidak terlalu gandrung dengan permainan game komputer. Menurut saya, game tidak terlalu memberi manfaat. Aktivitas paling utama Ali adalah menghafal. Begitu selesai, iapun biasa nonton televisi. Acara yang paling ia suka film serial nabi Yusuf dan Mukhtar Nameh. Setiap menonton film serial Nabi Yusuf as ia selalu mencocokkan dengan hafalannya. Ia mengiringi setiap fragmen dengan melafalkan ayat yang berkesesuaian. Film-film serial seperti itu sangat membantu ia mengenal sejarah dan budaya Islam."

Serta merta saya teringat keluhan beberapa aktivis pengelola rumah Qur'ani di Indonesia dan pada umumnya ibu-ibu, yang menyebutkan salah satu kendala bagi anak-anak Indonesia menghafal Al-Qur'an adalah program televisi yang menyiarkan materi-materi yang justru membuat anak cenderung malas menghafal, karena adanya kesenjangan yang luar biasa antara apa yang dihafalkan dengan yang dilihat dan ditontonnya. Ibu muda Iran ini, justru memberikan penilaian yang berbeda. Di Iran, materi-materi siaran justru mendukung aktivitas menghafal anaknya. "Ia juga sering menonton Sabekeh Qur'ani (stasiun TV yang khusus menyiarkan program-program Qur'ani). Ali menyukai pemaparan Ayatullah Muhsin Qira'ati dan Ayatullah Ja'far Subhani dalam menafsirkan dan mengkaji ayat-ayat Al-Qur'an." Katanya lagi. Sukses membuatku merasa terpojok cemburu. Ali, seorang bocah 8 tahun disebutnya betah mendengarkan ceramah-ceramah agama yang bisa sampai berjam-jam lamanya. Sementara saya diusianya dulu, hanya betah menongkrongi film-film kartun.

"Bagaimana adik-adiknya?" tanyaku, mengalihkan pembicaraan.

"Untuk sementara, kami konsentrasi pada Ali. Kedua adiknya juga saya lihat sangat meminati bacaan Al-Qur'an. Mungkin karena kami bertiga dengan Ali sering memperlihatkan aktivitas menghafal pada keduanya. Namun kami tidak mau buru-buru, pada keduanya kami cukup ajarkan surah-surah yang pendek. Sebagaimana Ali, aktivitas menghafal yang sesungguhnya baru kami akan mulai setelah keduanya bisa membaca Al-Qur'an sendiri."

"Sekarang ini saudaranya baru terbatas pada pengenalan huruf alif ba. Karena kami juga tidak ingin dia seperti hafiz-hafiz yang lain yang menghafal Al-Qur'an namun tidak diulang-ulangi lagi. Kami lebih dahulu menanamkan kecintaan terhadap aktivitas menghafal Al-Qur'an ini, sehingga minat dan kemauannya menghafal melalui pilihannya sendiri secara sadar. Insya Allah, semoga Allah memberikan taufik-Nya, sehingga hafalannya nanti memberikan pengaruh pada dirinya dan teman-teman sebayanya, atau bahkan pada masyarakat untuk berpaling lebih mencintai Al-Qur'an. Oleh karena itu kami ingin dia bukan sekadar menghafal bunyi ayatnya, namun juga mampu memahami, menerjemahkan bahkan menguasai tafsirnya. Begitu juga surah, ayat dan pada halaman berapa. Ini bukan pekerjaan yang mudah, saya sampai harus benar-benar meninggalkan aktivitas di luar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ali dan anak-anak. Sebelumnya saya masih terhitung santriwati di sebuah hauzah, namun saya berhenti. Alhamdulillah, Ali sekarang sudah menguasai tafsir dan azbabun nuzul ayat yang dihafalnya. Rencana kami, setelah Ali sepenuhnya menghafal keseluruhan juz Al-Qur'an, dengan bantuannya kami akan melanjutkan program menghafal ini pada adik laki-laki dan perempuannya. Mereka berdua untuk sekarang ini hanya terbatas pada surah-surah pendek, yang anak-anak pada umumnya juga telah menghafalnya."

"Sebenarnya apa tujuan ibu dengan semua ini?"

"Sederhana, saya dan suami hanya tidak ingin membuang waktu dengan percuma dan sia-sia. Waktu yang kami punya, kami gunakan untuk menghafal Al-Qur'an dan mengakrabinya. Dan mudah-mudahan dengan semua ini, Allah memberikan berkah-Nya pada keluarga ini."

Saya menatap Yanuar, tak percaya. Sesederhana itu?

Perpisahan

Ali tetap diam dan tenang dengan gaya duduknya yang sopan, mendengarkan percakapan saya dengan ibunya. Tanpa terasa sejam telah berlalu. Merasa belum puas, saya kembali mengalihkan pembicaraan ke Ali.

"Ali, menurut kamu siapa orang-orang yang menang itu?"

"Orang-orang yang beriman kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya iman dan senantiasa mengingat Allah sehingga syaitan tidak mampu menjerumuskannya, itulah orang-orang yang menang menurut saya."

"Terus, siapa menurutmu yang paling berpengaruh dalam hidupmu, yakni sangat memberimu inspirasi?"

"Dalam proses menghafal Sayyid Husain Tabatabai adalah teladan bagi saya. Saya bercita-cita hendak mencapai penghafalan dan penguasaan Al-Qur'an sebagaimana beliau."

"Ali, apa kamu kenal Negara Idonesia?"

Serta merta ia tampak bingung, ia menatap wajah ibunya, "Maksudnya, kedua amu ini berasal dari Indonesia, apa kamu tahu sesuatu mengenai Negara mereka?" jelas ibunya.

"Tidak…" katanya sembari menggeleng dan sedikit tersipu.

"Oh..tak apa.." kataku, "Terus, kalau misalnya kelak kamu punya kesempatan ke luar negeri, kamu memilih ke Negara mana?"

"Saya mau ke Mekkah."

"Dulu, waktu disiarkan di televisi mengenai pemberangkatan jamaah haji asal Iran ke Tanah Suci, ia langsung berkata kepada ayahnya, 'Yah, mengapa kamu tidak membelikan kami tiket untuk ke Mekah?'" selutuk ibunya sambil tersenyum.

"Pertanyaan terakhir kami Ali, apa pesan kamu bagi teman-temanmu di Indonesia?"

Sedikit berpikir, ia pun berkata, "Gunakanlah waktumu lebih banyak untuk mengakrabi Al-Qur'an, dan berusahalah semaksimal mungkin untuk menghafalnya."

Alat rekam kami matikan. Saya meminta izin untuk memotret Ali. Ibunyapun menyingkir, ia menolak di potret bersama. Setelah itu, kami diingatkan sang tuan rumah untuk mencicipi buah dan menikmati teh yang telah tersaji dari tadi. Dua gelas teh panas berubah dingin, selama obrolan kami sama sekali tidak menyentuhnya. "Bagaimana kalau saya ganti saja tehnya?" Ibu Ali menawarkan.

"Tidak usah bu, ini saja sudah cukup."

"Tak apa, adalah kehormatan bagi kami memberikan pelayanan kepada tamu dengan sebaik-baiknya."

"Adat negeri kami, kami tidak terbiasa berlama-lama jika bertamu." Kataku diplomatis sambil berdiri. "Terimakasih bu dan Ali atas waktunya. Benar-benar sangat berkesan dan bermanfaat bagi kami. Kami telah cukup menyita waktu, jadi kami mohon diri sekarang."

"Iya, tapi cicipi dulu buahnya."

"Saya ambil saja bu, saya makan di perjalanan pulang, kami benar-benar tidak ingin menyita waktu lebih lama." Kupilih buah apel, Yanuar mengambil jeruk.

Ali dan ibunya menghantar kami sampai ke depan rumah. Atas permintaanku, ibu Ali menghubungi agen taksi, dan memesan taksi buat kami berdua. Hanya berselang sekitar 5 menit, taksi pesananpun memasuki areal apartemen. Kami pamit untuk kesekian kalinya. Ali mengantar sampai kami masuk ke dalam taksi. Taksi mundur pelan-pelan meninggalkan apartemen tempat keluarga Amini tinggal. Ali dan ibunya masih terus menatap taksi yang kami tumpangi. Kami melambaikan tangan, dibalas oleh keduanya.

Benar-benar sangat berkesan. Keluarga itu kecil, rumahnyapun teramat sederhana, tidak ada sesuatu yang tampak mahal dan mewah di dalamnya namun ada semangat dan gairah besar di dalam jiwa-jiwa penghuninya. "Ini kami lakukan, agar keluarga ini diberkahi." Kembali terngiang kata-kata itu. Tampak sederhana memang.

Tak sabar, segera kunyalakan alat perekam. "Ali, menurut kamu, aktivitas menghafal al-Qur'an itu pekerjaan yang mudah atau sulit?"

"Menghafal al-Qur'an itu mudah, Allah sendiri yang bilang, wa laqade yassarnal qur'ana…"

Kata-kata selanjutnya, teredam oleh bunyi angin dingin sahara yang menggedor-gedor kaca jendela dan suara deru taksi yang melaju semakin kencang.

mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=247863

0 comments to ""Bocah AJAIB" : Biografi Singkat Hafiz Cilik"

Leave a comment