Indonesia adalah pasar yang menggiurkan bagi banyak produk. Dengan total penduduk hingga 250juta, negeri ini menjanjikan pangsa pasar potensial bagi sejumlah perusahaan raksasa dunia. Tidak heran jika produsen dunia dari berbagai sektor berduyun-duyun memasarkan produknya di Indonesia.
Tak terkecuali produsen BlackBerry, telepon pintar asal Kanada. Research in Motion (RIM), pembuat perangkat telepon genggam BlackBerry, sudah lama tergiur dengan ceruk pasar telekomunikasi yang menganga di Indonesia. Dengan lesatan ekspansi pasarnya, RIM memetik untung gede selama bertahun-tahun.
Saat ini, jumlah BlackBerry yang beredar di Tanah Air menembus angka 5 juta unit lebih. Jumlah itu tercatat di tiga operator telekomunikasi terbesar di Indonesia, yakni Telkomsel, Indosat, dan Excelcomindo. Belum termasuk operator lain seperti Axis, 3, AHA dan lain-lain. Tahun ini RIM menargetkan penjualan 4 juta unit dengan harga rata-rata US$ 300 per unit.
Secara global, RIM berhasil menjual BlackBerry hingga mencapai 52,3 juta unit di seluruh dunia. Dengan capaian itu, sepanjang tahun fiskal sampai dengan Februari lalu, RIM melaporkan lesatan pendapatan hingga 33 persen, yalni dari US$15 miliar atau setara Rp130 triliun, menjadi US$19,9 miliar atau Rp173 triliun.
Nah, jika dibandingkan dengan di Malaysia, pasar BlackBerry di Indonesia jauh lebih gemuk. Di Negeri Jiran itu, RIM hanya mampu menjual tak lebih dari 400 ribu unit. "Cuma sepersepuluh Indonesia," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan.
Ceruk pasar yang sangat besar di Indonesia jelas telah memberikan keuntungan besar bagi perusahaan asal Kanada itu. Tapi, tiba-tiba RIM mengumumkan bakal menggolontorkan investasi untuk membangun pabrik BlackBerry di Malaysia. Langkah serupa dilakukan produsen peralatan rumah tangga asal Jerman, Bosch, yang memilih membangun pabrik panel solar di negeri jiran. Padahal keduanya banyak mengeruk untung dari pasar Indonesia.Sama seperti BlackBerry, berbagai produk Bosch lebih banyak menjual produknya di Indonesia ketimbang di Malaysia.
Keputusan RIM dan Bosch itu, kontan saja membuat geram para petinggi negara di Jakarta. Tak kurang, Gita Wiryawan mengaku heran dengan sikap RIM. "Mengapa membangun pabrik di Malaysia?" katanya kepada wartawan di kantor BKPM, Jakarta, Rabu (7/9/2011) kemarin. Menurut Gita, Pemerintah langsung mengambil sikap terhadap sejumlah perusahaan asing yang selama ini dianggap hanya peduli meraup untung di Indonesia.
Salah satu upaya yang tengah dikaji pemerintah adalah memberikan disinsentif kepada mereka. Kini, Pemerintah sedang mendata produk-produk yang dikonsumsi rakyat Indonesia dengan skala besar, namun tidak diproduksi di Indonesia. "Tidak ada alasan mereka tidak produksi di Indonesia," tegas Gita.
Dalam kasus RIM, Menteri Perindustrian MS Hidayat langsung bereaksi. Ia mengusulkan agar produk BlackBerry dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tambahan atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Menurut Hidayat, penerapan opsi kebijakan disintensif perlu diterapkan bagi perusahaan yang hanya memanfaatkan Indonesia sebagai pasar saja.
Sebaliknya, insentif berupa keringanan pajak (tax allowance) layak diberikan untuk perusahaan yang mau membangun industrinya di Indonesia. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menarik lebih banyak perusahaan asing yang menanamkan modal di Indonesia. Terutama mereka yang produknya menyasar pasar tanah air. Jangan sampai mereka memilih negeri tetangga untuk membangun rumah, tetapi 'buang hajat' di Indonesia.
Namun tak mudah menerapkan barier tarif. Pasalnya, Indonesia telah terdaftar sebagai negara yang mengadopsi Free Trade Area (FTA). Selain itu, Indonesia kadung meneken perjanjian Economic Asean Integrity (EAI). Negara-negara penanda tangan EIA tidak boleh melakukan penghambatan dalam proses perdagangan.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengungkap, untuk mengantisipasi hal itu, Pemerintah akan memikirkan strategi yang jitu. "Kita memang tidak bisa sembarangan menetapkan tarif barrier, tetapi kita punya cara-cara lain yang lebih cerdas," tuturnya.
Kepentingan nasional memang harus dijaga, tanpa menentang aturan globalisasi. Pemerintah harus segera mencari format yang pas. (IRIB/Gatra/8/9/2011)
Sanitasi dan Kesehatan Anak yang Dilupakan Pemerintah
Republik ini punya mimpi besar, yaitu meraih predikat sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan 14.250-15.500 dollar AS per kapita. Nilai total perekonomian negeri kepulauan ini pada tahun itu juga ditaksir berkisar 4-4,5 triliun dollar AS. Indonesia pun akan berada di jajaran negara maju dunia, setara dengan negara-negara di belahan dunia barat.Mimpi besar itu berdasarkan Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2015 yang hanya dapat diraih dengan pertumbuhan ekonomi riil 6,4-7,5 persen (2011-2014).
Lantas harus dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 8,0-9,0 persen (2015-2025). Pertumbuhan secepat itu pun mensyaratkan lokomotif yang bergerak cepat tanpa pernah lelah atau terbatuk-batuk.
Nah, ada selang jarak 14 tahun, mulai tahun 2011 hingga tahun 2025. Apa artinya? Artinya, mimpi untuk mewujudkan Indonesia yang besar tidak dapat hanya dibebankan di pundak para pemimpin negeri yang kini sedang memberi arah negeri ini. Pemimpin berusia 50-60 tahun tentu saja menjelang masa senjanya ketika memasuki tahun 2025.
Jadi, karena usia produktif pekerja berkisar 15-64 tahun, kiranya tepat apabila mulai meletakkan harapan dari anak-anak berusia satu tahun ke atas. Masa depan Indonesia bergantung pada anak-anak kita itu. Terlebih, bila kita mencermati demografi umum penduduk Indonesia di tahun 2010-2013, ternyata pada periode itulah indeks ketergantungan Indonesia mencapai angka terendah.
Dalam kondisi seperti apa dapat diraih angka terendah dari indeks Ketergantungan? Ya, ternyata berdasarkan proyeksi, tepat di tahun 2025, dari total seluruh penduduk Indonesia diperkirakan 10 persennya adalah kaum tua berusia 65 tahun, 20 persennya adalah anak-anak berusia 15-64 tahun, dan 70 persennya pekerja berusia 15-64.
Lantas, sumber daya manusia dengan kualitas macam apa yang dapat kita ciptakan? Pekerjaan rumah apa yang mesti dikerjakan untuk menyiapkan kaum muda, juga anak-anak bagi Indonesia di tahun 2025?
Jangan dulu melangkah terlalu jauh dalam hal peningkatan kualitas SDM kita. Jangan cuma berpikir perangkat lunak karena masih ada urusan perangkat keras berupa prasarana yang harus dibangun. Sebagian dari masyarakat, bolehlah ditingkatkan kemampuannya, pengetahuannya, dan mengimplementasikannya secepat mungkin.
Namun ingat, masih ada persoalan mendasar seperti masalah gizi buruk pada balita. Ada banyak kasus di mana sebagian waktu yang dimiliki anak-anak malah dihabiskan untuk memulihkan kesehatan.
Maka, jangankan punya peluang membangun dan menikmati pembangunan, ternyata Indonesia mengalami sedikitnya 120 juta kasus penyakit diare dan 50.000 kematian dini setiap tahun. Mari kita camkan jumlah korban itu.
Sungguh, laporan bertajuk "Economic Impact of Sanitation in Indonesia", yang di luncurkan oleh Water Sanitation Program East Asia & the Pacific (WSP-EAP) Bank Dunia pada bulan Agustus 2008, benar-benar luar biasa menakutkan. Kematian akibat penyakit yang dipicu kurangnya sanitasi ternyata lebih tinggi dari kematian akibat kecelakaan di jalan raya yang lebih dari 30.000 jiwa per tahun (2010).
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Budi Yuwono menambahkan, Bappenas melaporkan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi yang layak di tahun 2009 baru mencapai 51,19 persen. Maka dapat kita perkirakan hampir 50 persen anak-anak Indonesia tumbuh dalam rumah tangga yang belum memiliki akses terhadap sanitasi layak, kata dia.
Ditambahkan Budi Yuwono, berarti hampir separuh anak Indonesia terancam perkembangannya akibat buruknya sanitasi. Sungguh mengagetkan mengetahui betapa rapuhnya angkatan muda kita, anak-anak kita yang diharapkan membuat negeri ini jaya.
Infrastruktur Lebih mengherankan lagi, selama ini kita gaduh soal infrastruktur jalan tol yang lamban dibangun, ribut tentang infrastruktur rel kereta yang lambat bertambah, selalu protes keras tentang infrastruktur listrik yang tak memuaskan, tetapi lupa membangun infrastruktur sanitasi.
Mirisnya, dari laporan Economic Impact of Sanitation in Indonesia kembali kita dapat mengutip data bahwa biaya pemulihan pencemaran air mencapai Rp 13,3 triliun per tahun. Biaya sebesar itu hampir sama dengan alokasi APBN bidang sanitasi yang dialokasikan untuk lima tahun. Sungguh, kita harus serius untuk membangun sanitasi supaya kerugian tak membengkak.
Kita harus menyingkirkan pandangan sinis terhadap pembangunan saluran pembuangan limbah, pembuangan sampah, hingga penjernihan air yang mungkin kini dipandang memboroskan anggaran atau tidak berdampak langsung, katakanlah, dibandingkan pembangunan tol untuk mengatasi kemacetan. Pembangunan infrastruktur sanitasi harus dipandang sebagai investasi untuk masa depan.
Maka, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pun menegaskan, untuk mencapai target akses terhadap sanitasi untuk 62,41 persen rumah tangga pada tahun 2015 akan dibangun beberapa proyek infrastruktur. Alokasi dana yang disiapkan pemerintah pun cukup besar mencapai Rp 14,2 triliun hingga tahun 2014.
Beberapa proyek itu, di antaranya, penambahan jaringan air limbah terpusat di 11-16 kota, pembangunan prasarana dan sarana air limbah sistem on site dengan prioritas di 210 kota terpilih, pembangunan prasarana persampahan untuk mengurangi timbunan sampah sebesar 20 persen, perbaikan manajemen pelayanan persampahan kota di 210 kota, prioritas dan pembangunan drainase perkotaan untuk pengurangan genangan seluas 4. 600 hektar di 50 kawasan strategis.
Pembangunan infrastruktur-infrastruktur itu merupakan pengejawantahan dari komitmen kuat pemerintah atas pembangunan sanitasi.
Pada Sidang Umum PBB di akhir Juli 2010, Indonesia, misalnya, menjadi salah satu dari 122 negara yang menetapkan sanitasi sebagai hak asasi manusia. Indonesia juga termasuk ke dalam 189 negara pendukung Deklarasi Milenium yang menetapkan sanitasi sebagai sasaran Millenium Development Goals 2015.
Terlebih, infrastruktur dinilai ampuh untuk memutus lingkaran setan kemiskinan-kematian-kemiskinan. Berulang kali Utusan Khusus MDGs Nila Djuwita Moeloek kepada media mengatakan, tanpa ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik, penyakit akan mendekat sehingga warga terpaksa ke dokter dan mengeluarkan dana untuk itu. Kemiskinan dan lingkungan juga terkait. Lingkungan akan terganggu jika masyarakat miskin .
Bahkan, Kementerian PU juga bekerja sama dengan negara tetangga untuk mengatasi persoalan sanitasi ini. Pada Kamis (4/8/2011), Menteri Pekerjaan Umum dan Direktur Jenderal Australian AID Baxter di Banjarmasin meresmikan sekaligus menyerahterimakan pemanfaatan sambungan rumah (SR) air minum dan air limbah di wilayah Kalimantan dan Jawa.
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Jawa dan Sumatera, dengan bantuan Kementerian PU dan Pemerintah Australia, akhirnya dapat menikmati layanan air minum bagi 11.250 sambungan rumah dan 4.826 sambungan rumah untuk air limbah.
Selain itu, di bulan Agustus 2011 Bank Pembangunan Asia menjanjikan pinjaman sebesar 100 juta dollar AS untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur dasar di desa dan peningkatan infrastruktur sanitasi di perkotaan meski proyek itu haruslah berbasis komunitas.
Perilaku Di tengah upaya Kementerian PU yang memanfaatkan APBN yang terbatas bahkan sampai meminjam dari luar negeri guna membangun infrastruktur sanitasi dan air; tragisnya ternyata 76,3 persen dari 53 sungai di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi telah tercemar bahan organik dan 11 sungai, terutama oleh amonium. Itu merupakan dampak dari perilaku pembuangan limbah yang sembarangan.
Jangan heran bila Menteri PU menegaskan bahwa masalah sanitasi di Indonesia bukan sekadar minimnya infrastruktur, melainkan juga buruknya perilaku.
Masyarakat harus meningkatkan kepedulian terhadap sanitasi dan meninggalkan perilaku buang air besar sembarangan (BABS) dan praktik buang limbah ke selokan-selokan, saluran air, atau badan air seperti sungai.
Bicara soal kepedulian terhadap sanitasi, mungkin penduduk Indonesia berada di urutan bawah. Tahun 2010 ketika Kompas mempelajari Integrated Water Resources Management (IWRM) di Stockholm, Swedia, terlihat betul penghormatan warga terhadap air dan sanitasi. Di areal pengambilan air minum, misalnya, jangankan membuang sampah, siapa pun dilarang berenang di sana.
Untuk lebih membuka mata kita, patut pula diinformasikan bahwa tidak ada satu rumah pun boleh dibangun di Swedia tanpa ada jaminan mampu mengoneksikan rumah itu dengan jaringan air minum dan pengolahan limbah. Sederhananya, izin mendirikan bangunan tak akan diterbitkan tanpa ada jaminan ketersediaan dua hal tersebut.
Bagaimana di Indonesia? Daerah aliran sungai ibaratnya WC terpanjang di dunia. Memberi peringatan terhadap warga di tepi sungai untuk menjaga kualitas air dan kondisi sanitasi saja sulitnya bukan main.
Baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun pemerhati masalah sanitasi seolah telah berteriak-teriak di padang gurun, tetapi hasilnya nyaris nihil.
Warga di tepi sungai lupa bahwa tiap sampah yang dihanyutkan di sungai akhirnya memberatkan kerja instalasi pengolah air minum. Biaya produksi air pun membengkak, sementara tarif selalu ditekan secara politis. Akibatnya, misalnya, PDAM merugi dan pada gilirannya jaringan perpipaan tak dapat menggurita. Mereka pula yang akhirnya dirugikan.
Bangsa ini pun membutuhkan agent of change , motor perubahan. Semacam duta sanitasi.
Dan dipilihlah metode untuk mendidik anak-anak melalui kegiatan Jambore Sanitasi 2011. Kegiatan itu sudah dilangsungkan pada 20 25 Juni 2011 di Mercure Hotel di Ancol, Jakarta. Sebanyak 198 peserta pelajar SMP dan 66 pendamping dari 33 provinsi di Indonesia dibukakan mata dan hatinya dalam jambore tersebut.
Fakta-fakta terkait tema Sanitasi dan Kualitas Anak Indonesia telah dibeberkan, contoh-contoh kasus ditampilkan, supaya para anak-anak menularkan di daerah asal soal pentingnya sanitasi sebagai hak dasar setiap anak Indonesia.
Ada kesan pengetahuan tentang jambore itu dangkal untuk warga kelas menengah yang tinggal di perkotaan. Masak diajarkan harus mencuci tangan, buang air di jamban, hingga metode mengolah limbah? Namun, harus diingat masih banyak penduduk Indonesia yang sama sekali tak mempunyai akses terhadap sanitasi bahkan air bersih.
Ada jutaan warga di hilir sungai yang tiap hari terpaparkan oleh limbah yang dikirim oleh saudara mereka di hulu sungai. Persoalan ini sekali lagi tidak sederhana bila menimbang jutaan orang yang terjangkit penyakit bahkan berujung pada kematian yang mencapai 50.000 jiwa per tahun itu.
Akhirukalam, republik ini punya mimpi besar. Dan mimpi itu hanya dapat diwujudkan bila anak-anak kita sehat bila anak-anak itu juga menularkan pengetahuan soal sanitasi ke lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian, mereka dapat senantiasa belajar bahkan berinovasi dengan pikiran-pikiran kreatif mereka. Dapat pula andil memproduksi sesuatu dengan dukungan lingkungan yang kondusif.
Tegasnya, pembangunan infrastruktur sanitasi maupun upaya penyadaran terhadap anak-anak supaya mampu berkontribusi untuk mewujudkan ketersediaan sanitasi bagi anak itu sendiri dan masyarakat sekitarnya merupakan landasan bagi Indonesia yang kuat. (IRIB/Kompas/7/9/2011)
Dinamika Asia Tenggara (06 September 2011)
Pekan lalu Komisi Pemilu Malaysia melakukan pertemuan pada hari Jumat, 26 Agustus. Dalam pertemuan yang dihadiri juga oleh sejumlah diplomat asing, dijelaskan mengenai proses pemilu dan perubahan yang diinginkan oleh pemerintah. Sekaitan dengan hal ini, Abdul Aziz Mohammad Yusuf, Ketua Komisi Pemilu Malaysia menjelaskan sistem pemilu di Malaysia. Pertemuan ini juga membahas perubahan terbaru dalam reformasi sistem pemilu Malaysia.Menurut Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman sekitar 60 diplomat asing yang hadir dalam pertemuan itu diberi kesempatan untuk menanyakan sistem pemilu Malaysia dan puas atas penjelasan yang diberikan kepada mereka. Tujuan dari penyelenggaraan pertemuan ini untuk memahamkan kepada opini publik, diplomat dan para pebisnis asing bahwa bila ada kekurangan dalam sistem pemilu Malaysia, maka kekurangan itu terlalu kecil untuk dipermasalahkan.
Sementara pekan lalu Malaysia akhirnya resmi bergabung dengan negara-negara lain yang mengakui Dewan Transisi Nasional Libya (NTC). Anifah Aman, Menteri Luar Negeri Malaysia dalam sebuah pernyataannya mengatakan, Kualalumpur mengakui Dewan Transisi Libya sebagai satu-satunya lembaga dan wakil resmi bangsa Libya. Di bagian lain dari pernyataannya, Menlu Aman disebutkan, Kualalumpur berharap NTC di masa transisi segera berkuasa demi merealisasikan rekonsiliasi nasional dan rekonstruksi negara ini. Sekaitan dengan hal ini, Anifah Aman mengingatkan betapa masyarakat internaional menuntut Muammaf Gaddafi, diktator Libya agar mencegah pertumpahan darah lebih banyak dan menghormati tuntutan bangsa Libya.
Sekaitan dengan sikap Malaysia ini, kita ikuti ulasan analis IRIB Bapak Vaqari mengenai masalah ini:
Pada dasarnya sikap yang diambil Malaysia ini sudah tepat dengan mengakui Dewan Transisi Nasional Libya (NTC) sebagai satu-satunya lembaga dan wakil resmi bangsa Libya. Langkah ini jelas-jelas dapat membantu tujuan revolusi bangsa ini. Karena pengakuan ini dapat mencegah upaya Amerika menyandera revolusi rakyat Libya dan mengaku berperan penting dalam kemenangan rakyat Libya melawan diktator Gaddafi. Artinya, bila negara-negara Islam, seperti Malaysia mendukung NTC, maka hal itu menandakan revolusi Libya berusaha membebaskan negaranya dari kungkungan negara-negara Barat, khususnya Amerika dan NATO agar tidak mentasbihkan dirinya sebagai faktor penting kemenangan rakyat Libya.
Filipina mengumumkan Presiden Benigno Aquino hari Selasa lalu (31/8) tiba di Beijing untuk melakukan pembicaraan dengan timpalannya dari Cina, Hu Jintao dan Wen Jiabao, Perdana Menteri Cina. Hubungan Cina dan Filipina biasa saja dan tidak ada upaya serius mempercepat pengokohan hubungan kedua negara. Di masa pemerintahan sebelumnya, Presiden Gloria Arroyo beberapa kali mengunjungi Cina dan sebaliknya, sejumlah pejabat Cina juga mengunjungi Filipina. Saling mengunjungi ini menunjukkan waktu itu hubungan Beijing-Manila cukup kuat.
Dalam lawatannya, Presiden Aquino diagendakan menandatangani kontrak dagang senilai 7 miliar dolar, selain tentu saja membicarakan masalah dua negara terkait kepulauan Spratly. Filipina mengklaim kepulauan Spratly menjadi bagian dari negaranya yang memancing reaksi Cina. Karena Cina menilai dirinya sebagai pemilik asli kepulauan Spratly yang kaya minyak dan gas. Kepulauan ini terletak di sebelah selatan Cina. Tapi latihan militer bersama Filipina dan Amerika di kepulauan ini membuat berang Cina dan menuding aksi itu sebagai pelanggaran atas kedaulatannya. Oleh karenanya, Cina meminta Filipina untuk tidak melakukan langkah-langkah provokatif di kepulauan miliknya.
Duta Budaya Republik Islam Iran di Filipina berhasil menyelenggarakan program spesial Hari Quds Sedunia lewat kerjasama dengan Asosiasi Imamiyah dan Universitas Christian Filipina. Acara yang bertajuk "Hari Quds, Kesadaran dan Kebangkitan Islam" ini diselenggarakan pada tanggal 31 Agustus. Duta Besar Iran untuk Filipina dalam pidatonya mengatakan, "Sesuai dengan kesepakatan Komite Segi Empat yang terdiri dari Uni Eropa, Amerika, Rusia dan PBB, segala masalah yang ada hubungannya dengan Palestina harus diselesaikan lewat jalur dialog. Dubes Iran ini juga mengingatkan bahwa seluruh aksi Amerika, Eropa dan PBB tidak lebih dari kebohongan besar. Patut disayangkan mengapa PBB juga mengikuti langkah mereka.
Sekjen NU, Iqbal Sulam dalam pernyataannya menyinggung upaya Iran meraih teknologi modern, sekaligus keberhasilan negara ini. Keberhasilan Iran memproduksi sains telah membuat berang rezim Zionis Israel dan para pendukung Baratnya. Dalam ucapannya, Iqbal juga menyebut kegagalan plot Israel-Barat menghentikan proses kemajuan sains di Iran. Dikatakannya, "Barat dan Israel dengan segala cara berusaha menutupi kegagalan mereka."
Menurut Iqbal Sulam, ketegaran pemerintah Iran mempertahankan keberhasilan sainsnya menjadi faktor penting berlanjutnya keberhasilan meraih teknologi modern di Iran. "Pemerintah Iran hingga kini mampu menghadapi segala tekanan dan ancaman dengan baik serta berhasil membela hak bangsa Iran," tambahnya. Di akhir ucapannya, Sekjen Nu ini mengingatkan bahwa negara-negara Barat telah memberlakukan sanksi beberapa putaran dengan memberikan sejumlah konsesi kepada negara-negara yang anti Iran. Tujuan dari penerapan sanksi ini adalah mencegah berlanjutnya kemajuan Iran.
Tapi apa yang dilakukan selama ini, kata Iqbal, ternyata tidak berpengaruh terhadap Iran. Sebaliknya, Iran mampu bertumpu pada kepercayaan diri para ilmuwannya dan berhasil meraih keberhasilan di pelbagai bidang. Iqbal Sulam mengatakan, "Opini publik dunia telah sampai pada satu pemahaman bahwa sanksi, tekanan dan konspirasi bahkan teror tidak berpengaruh sedikitpun pada tekad bangsa Iran untuk meraih haknya."
Menyusul ajakan Imam Khomeini ra untuk mementang rezim penjajah Israel dan membebaskan Baitul Maqdis, rakyat Thailand melakukan pawai akbar di hari Jumat terakhir bulan Ramadhan (26/8) di depan kedutaan besar Israel. Para demonstran yang terdiri dari peneliti, dosen, ulama, mahasiswa dan umat Islam menyatakan kebenciannya terhadap Israel. Mereka juga mengutuk pendudukan Israel atas Palestina. Para pengunjuk rasa menyebut pendudukan Masjidul Aqsa sebagai sumber kezaliman rezim Zionis Israel dan kejahatan yang dilakukan bersumber dari pendudukan Palestina.
Para pengunjuk rasa mengingatkan masyarakat internasional dan pendukung hakiki hak asasi manusia agar tidak menyepelekan hak-hak bangsa Palestina. Mereka juga menyinggun poin penting bahwa sejak terbentuknya rezim haram Israel di Palestina tahun 1948, rezim ini senantiasa melakukan kejahatan, membunuh dan meneror warga Palestina. Sementara pada saat yang sama negara-negara yang mengaku pembela HAM, khususnya Amerika dan Eropa menutup mata dari segala kejahatan yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina. (IRIB/SL/MF/7/9/2011)
Israel Mencuri Organ Tubuh Anak-anak Somalia
Media massa Turki melaporkan bahwa Israel marampas organ tubuh anak-anak Somalia.Sumber-sumber Angkara menulis, "Rezim Zionis Israel menggunakan kesempatan dalam tragedi kelaparan di Somalia untuk mencuri organ tubuh anak-anak Somalia."
Berdasarkan laporan tersebut, hingga kini terjadi banyak pengiriman organ tubuh anak-anak Somalia ke Israel.
Saat ini, salah satu warga Somalia yang terkena bencana kelaparan mengatakan, "Saya tidak ingin mengirim anak saya ke rumah sakit dokter tanpa batas, karena salah satu anak saya meninggal setelah saya kirim kesana untuk berobat." (IRIB/RA/MZ/4/9/2011)
0 comments to "Blackberry: Keruk Keuntungan di Indonesia Bangun Pabrik di Malaysia"