"Kaum munafikin di zaman Nabi saww sebagaimana penjelasan Al_qur'an sangat keterlaluan dalam kemunafikan mereka. Mereka sangat bersungguh-sungguh menampakkan diri sebagai bagian dari umat Islam. Mereka juga turut shalat di belakang Nabi, mereka juga duduk di setiap majelis-majelis Nabi bahkan mereka juga turut meriwayatkan hadits-hadits Nabi saww. Karenanya sangat memungkinkan bagi orang-orang setelahnya, orang-orang munafik ini juga terkategorikan sebagai sahabat-sahabat Nabi"
|
|
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah Al Uzhma Nashir Makarim Syirazi setelah pelaksanaan shalat Dhuhur secara berjama'ah di hadapan para jama'ah shalat di Haram Hadhrat Fatimah Maksumah di kota suci Qom Iran menyatakan bahwa saudara muslim dari kalangan Ahlus Sunnah berkeyakinan semua sahabat Nabi itu adil tanpa terkecuali dan tidak satupun dari mereka boleh dikecam.
Ulama yang juga merupakan salah satu marja taklid bagi umat Syiah ini mengkritisi keyakinan tersebut dengan mengatakan, "Muawiyah adalah juga diantara sahabat Nabi, tetapi apakah beliau termasuk sahabat Nabi yang adil?"
Beliau kemudian lebih lanjut mengaitkannya dengan penyimpangan putra nabi Nuh as yang membuat hubungan maknawi dengan bapaknya menjadi terputus. Beliau berkata, "Kita bisa mengambil hikmah dari kisah nabi Nuh as, bahwa seberapa akrab dan erat hubungan seseorang dengan Nabi bukanlah menjadi jaminan bahwa hubungan erat itu akan menjadikannya sebagai pengikut setia Nabi sampai akhir hayatnya. Hubungan Nabi Nuh dengan putranya adalah hubungan sedarah, hubungan keluarga yang lebih dekat dan erat dari hubungan persahabatan ataupun kekerabatan secara luas, namun meskipun demikian, sejarah memperlihatkan bahwa sebagai anakpun, putra Nabi Nuh as membangkang dan mendurhakai Nabi Nuh as apalagi kalau hanya sekedar hubungan persahabatan yang baru terjalin dalam beberapa tahun."
Ayatullah Makarim Syirazi kemudian menjelaskan mengenai keyakinan dan pendapat Syiah yang membagi sahabat menjadi 3 golongan. Beliau berkata, "Syiah membagi sahabat menjadi 3 golongan besar. Kelompok pertama adalah sahabat-sahabat Nabi yang terdiri dari pibadi-pribadi yang baik yang hidup di zaman Nabi saww seperti Salman dan Abu Dzar. Yang kemudian sepeninggal Nabi mereka tetap istiqamah di jalan yang telah digariskan Nabi saww."
"Sementara kelompok yang kedua, adalah sahabat-sahabat Nabi yang meskipun bersama Nabi namun pada dasarnya merupakan orang-orang munafik. Kelompok inilah yang disinggung oleh Allah pada ayat-ayat awal surah Al-Baqarah. Karenannya saya hendak bertanya kepada ulama-ulama Ahlus Sunnah, apakah kalian tetap menganggap bahwa kaum munafikin itu adalah orang-orang yang adil?" lanjut beliau.
Ayatullah al Uzhma Makarim Syirazi kemudian menegaskan, "Kaum munafikin di zaman Nabi saww sebagaimana penjelasan Al_qur'an sangat keterlaluan dalam kemunafikan mereka. Mereka sangat bersungguh-sungguh menampakkan diri sebagai bagian dari umat Islam. Mereka juga turut shalat di belakang Nabi, mereka juga duduk di setiap majelis-majelis Nabi bahkan mereka juga turut meriwayatkan hadits-hadits Nabi saww. Karenanya sangat memungkinkan orang-orang munafik ini juga terkategorikan sebagai sahabat-sahabat Nabi"
"Kemudian kelompok yang ketiga adalah sahabat-sahabat Nabi yang terdiri dari pribadi-pribadi yang baik semasa nabi masih hidup namun kemudian sepeninggal Nabi menjadi orang-orang yang menyimpang dan mengubah-ubah sunnah-sunnah Nabi saww. Dalam kitab-kitab ahlus sunnah sendiri diriwayatkan sepeninggal Nabi tidak sedikit sabahat nabi yang kembali murtad ataupun kembali kepada tradisi-tradisi jahiliyah seperti meminum minuman keras. Lantas kepada mereka ini, apakah logis jika atas nama mereka sahabat Nabi kitapun tetap menetapkan bahwa mereka adalah orang-orang yang adil?" tegas ulama marja ini.
Ulama yang merupakan guru besar di Hauzah Ilmiyah Qom ini dipenghujung ceramahnya mengatakan, "Kami umat Syiah mengatakan bahwa kami memberikan penghormatan kepada sahabat-sahabat Nabi yang tercatat dalam literatur sejarah sebagai sahabat-sahabat setia Nabi dan bagi sahabat-sahabat yang tercatat melakukan penyimpangan yang penyimpangan itu menodai kesucian dan kemuliaan Islam maka kami tidak mempunyai alasan untuk memberikan penghormatan kepada mereka. Dan keyakinan kami ini bukanlah berarti tidak menghormati keyakinan Ahlus Sunnah. Tidak ada pengecaman yang boleh dilakukan kepada siapapun, kecuali jika ada dalil dan keterangan-keterangan yang jelas."
mainsource:http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=262639
0 comments to "Sahabat Nabi Tidak Semuanya Adil"