Home , , , , , � Serangan 11 September

Serangan 11 September

Satu Dekade Serangan 11 September

Peringatan serangan 11 September memasuki satu dekade. Media mainstream yang berada dalam cengkeraman adidaya global secara besar-besaran dan masif mem-blow up peristiwa kontroversial.

Para analis media menempatkan AS sebagai pusat kekuatan global yang berupaya mengubah dunia sesuai kepentingannya. Untuk itu, AS menempatkan peristiwa 11 September sebagai peringatan atas ancaman terorisme bagi AS dan dunia.

Pemerintahan haus perang Bush dalam kerangka ini menghalalkan berbagai cara yang keluar dari koridor internasional untuk menjustifikasi kepentingan ilegalnya di dunia, bahkan dengan melanggar kedaulatan negara lain dengan alasan menumpas terorisme.

Rezim Taliban dan Saddam di Irak selama dua dekade sebelum terjadinya peristiwa 11 September berkuasa dengan bantuan AS. Tiba-tiba, Washington berbalik arah menjadikan dua bonekanya di dua negara muslim itu menjadi ancaman keamanan bagi AS dan dunia.

Dengan alasan Serangan 11 September 2001, Amerika Serikat memimpin invasi ke Afghanistan atas nama perang melawan terorisme.Tidak lama kemudian, negara adi kuasa ini menduduki Irak dengan dalih menghancurkan senjata pemusnah massal dan menggulingkan rezim despotik Saddam yang bertahun-tahun menjadi perpanjangan tangan Washington di kawasan Timur Tengah.

Ratusan ribu warga sipil yang tewas akibat invasi AS dan sekutunya di Afghanistan dan Irak jauh lebih besar beberapa kali lipat dari korban peristiwa 11 Setember. Hal ini meningkatkan keraguan terhadap motif perang melawan teroris yang menyeruak di balik serangan 11 September. Pasca peristiwa 11 September muncul tiga tesis utama.Tesis pertama dikemukakan pemerintah AS yang digembar-gemborkan oleh media massa mainstream untuk menjustifikasi kebijakan haus perang Washington.

Menurut pemerintah Washington, Osama bin Laden, pemimpin al-Qaeda adalah arsitek utama pembajakan pesawat yang ditabrakkan ke dua menara kembar di New York dan gedung Pentagon di Washington. Dengan alasan ini, pasca serangan 11 September, Islam dijadikan kambing hitam sebagai pemicu akar ekstrimisme di dunia, bukannya al-Qaeda yang menganut pandangan Islam yang menyimpang.

Mantan Presiden AS, George W. Bush menebarkan pandangan ini ke seluruh dunia. Sontak umat Islam dunia mereaksi keras statemen anti-Islam yang keluar dari mulut Bush. Akhirnya presiden AS itu terpaksa meminta maaf atas pernyataan tendensiusnya itu.

Tesis kedua menilai adanya konspirasi besar yang menyelimuti peristiwa 11 September. Tampaknya sulit bagi al-Qaeda untuk menjalankan misinya yang menggemparkan itu mengingat sistem keamanan dan penerbangan yang begitu ketat. Ironisnya hingga kini tidak ada seorangpun dari politisi, maupun pejabat tinggi keamanan dan jawatan penerbangan AS yang ditangkap akibat kelalaian yang mereka perbuat. Padahal berdasarkan laporan tim investigasi serangan 11 September, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa peristiwa ini bisa dicegah supaya tidak terjadi.

Pandangan ketiga yang dikaji dari video serangan ke arah gedung kembar WTC dan gedung Pentagon memunculkan pertanyaan yang hingga kini tidak mampu dijawab oleh para politisi papan atas AS sendiri. Mengapa gedung lain yang dihantam pesawat nyasar yang sengaja dibajak untuk ditabrakan itu juga ikut hancur? Tentu saja serangan sebuah pesawat saja tidak cukup untuk menghancurkan gedung. Sejumlah pengamat mengungkapkan adanya dua bom yang sengaja diledakan bersamaan dengan serangan pesawat ke arah gedung itu.

Keraguan mengenai dampak kehancuran serangan pesawat ke arah gedung Pentagon lebih besar dari menara kembar. Pasalnya, kehancuran akibat serangan sebuah pesawat penumpang ke gedung tidak akan sedahsyat itu. Sejumlah pengamat menyebutkan bahwa hancurnya gedung Pentagon akibat serangan sebuah roket.

Kini 10 tahun berlalu dari serangan 11 September. Sebagian warga AS dan dunia menilai peristiwa itu sebagai sebuah konspirasi. Sebuah jajak pendapat terbaru di AS menunjukkan bahwa 15 persen warga AS berkeyakinan bahwa pemerintah AS dan Dinas Intelejen AS (CIA) berperan besar dalam peristiwa 11 September.

Dengan berjalannya waktu, jumlah pendukung teori konspirasi di balik 11 September semakin bertambah besar. Jika teori ini terbukti, maka serangan yang dilakukan al-Qaeda sebenarnya didukung kuat oleh struktur intelejen dan keamanan AS sendiri. Para politisi papan atas Washington menutup mata atas perencanaan dan eksekusi serangan yang dilakukan untuk menyudutkan umat Islam itu. Tidak hanya itu, Washington sengaja memanfaatkan peristiwa tersebut untuk memimpin invasi terhadap dua negara Islam, Afghanistan dan Irak, serta memicu keonaran di dunia atas nama perang melawan terorisme.

Para pengamat menilai kejadian pasca serangan 11 September lebih penting dari peristiwa 10 tahun itu. Tidak diragukan lagi, AS berupaya memanfaatkan peristiwa 11 September demi kepentingan mewujudkan ambisinya. Washington berupaya menguasai dunia dari sisi politik, militer dan ekonomi. Peristiwa satu dekade lalu itu dijadikan alasan untuk menjustifikasi penjarahan emas hitam yang dilakukan AS di negara-negara kawasan Timur Tengah.

Kini, pemerintah AS alih-alih berhasil meraih tujuannya di kawasan, Negeri Paman Sam itu justru mengalami kondisi yang lebih buruk dari 10 tahun lalu dari sisi politik, militer dan ekonomi.

Krisis ekonomi yang menimpa AS menyebabkan masalah besar di dalam negeri. Tidak hanya itu, seiring melemahnya sistem perekonomian AS, sistem Neoliberalisme yang diusung AS dan negara-negara Barat sebagai model ekonomi global yang maju mengalami kegagalan.

AS sebagai negara tujuan investasi yang paling aman di dunia mulai dipertanyakan dan kredibilitas finansial AS mulai goyah. Para investor asing pun mulai berpikir untuk menarik modalnya dari Negeri Paman Sam itu. Tentu saja, masalah ini menjadi pukulan telak bagi ekonomi AS yang selama ini dibesar-besarkan sebagai deretan negara paling mapan di dunia.

Dari sisi militer, AS gagal menjadikan Afghanistan dan Irak sebagai pangkalan militer negaranya. Mereka juga gagal menghancurkan Taliban dan kini menggulirkan perundingan dengan milisi teroris itu. Dari sisi politik, AS bukan hanya tidak mampu meningkatkan pengaruhnya di dunia pasca serangan 11 September. Namun sebaliknya pengaruhnya semakin terbatas dan rezim rezim boneka AS di kawasan Timur Tengah satu persatu mulai tumbang. (IRIB/PH/MF/11/9/2011)

Tragedi 9-11: Ternyata, Penguasa WTC adalah Pengusaha Zionis

©Dina Y. Sulaeman

Teror 9-11 sudah berlalu 10 tahun. Tetapi selubung misteri masih melingkupi. Pemerintah AS memang telah merilis laporan resmi komisi penyelidikan 9-11. Sebenarnya, sebelum penyelidikan tuntas pun, Bush sudah langsung menyatakan bahwa Al Qaida adalah pelaku terori 9-11 dan menyerukan "perang melawan terorisme" dengan menggunakan kata ‘crusade' (perang Salib). Bush mengatakan, "this crusade, this war on terrorism is going to take a while."
Namun, hasil penyelidikan resmi itu sama sekali tidak mampu menjawab berbagai pertanyaan ‘sederhana' terkait keanehan kejadian 9-11.

Pertanyaan-pertanyaan ‘sederhana' itu, antara lain: bagaimana seorang pilot amatiran yang konon baru lulus pelatihan pilot, bisa menabrak Menara Kembar WTC secara tepat? Bila kita memandang kota dari tempat yang sangat tinggi, pemandangan yang terlihat adalah datar bagaikan seperti selembar peta. Menurut Thierry Mayssan, penulis buku 9/11: The Big Lie, untuk menabrak menara WTC, pesawat perlu terbang sangat rendah dan kemampuan terbang serendah itu sangat sulit dilakukan oleh pilot yang sangat berpengalaman sekalipun.

Kedua, tak lama setelah ditabrak, Menara Kembar yang sangat kokoh itu runtuh dengan ‘rapi' (seperti sedang mengalami demolition atau peruntuhan gedung tua dengan memasang bom pada tempat-tempat yang sudah diperhitungkan secara cermat). Bahkan berbagai dokumentasi foto/video memperlihatkan potongan besi baja yang ‘rapi' (terpotong menyerong, khas demolition). Namun, laporan komisi penyelidikan menyatakan bahwa terbakarnya bahan bakar pesawat menimbulkan panas yang melelehkan struktur logam utama kedua bangunan.
Teori ini disangkal keras oleh William Manning, editor majalah profesional "Fire Engineering". Menurutnya, "Kerusakan bangunan akibat ditabrak pesawat dan ledakan dari bahan bakar pesawat tersebut tidak cukup untuk meruntuhkan menara WTC." Manning juga memertanyakan, mengapa besi-besi reruntuhan WTC segera dijual ke China, padahal penelitian belum tuntas? Padahal, lazimnya dalam peristiwa-peristiwa kebakaran atau ledakan, semua barang di lokasi kejadian tidak boleh dipindahkan hingga penelitian tuntas.

Namun sebelum membahas lebih lanjut tentang bagaimana proses hancurnya WTC, perlu dicari tahu dulu, siapa sebenarnya yang menguasai gedung WTC yang hancur itu?

Jurnalis independen Christopher Bollyn, memberikan jawabannya. Ada dua nama yang menguasai WTC, yaitu Larry Silverstein dan Lewis Eisenberg. Silverstein dan partnernya, Frank Lowy (pria Australia-Israel) adalah developer real estat. Mereka memiliki hak sewa selama 99 tahun atas WTC. Sementara itu, Eisenberg berperan dalam melakukan privatisasi properti WTC dan mengatur negosiasi yang akhirnya memberikan hak sewa kepada properti itu kepada Silverstein dan Lowy. Ketika WTC hancur, Silverstein dan Lowy meraup milyaran dollar uang dari perusahaan asuransi.

Silverstein dan Lowy meraih hak sewa atas WTC tak lama sebelum terjadinya teror 9-11, tepatnya tanggal 26 Juli 2001. Silverstein menguasai the 10.6 juta-kaki persegi ruang perkantoran di kompleks WTC, dan Lowy menguasai 427.000 juta-kaki persegi mall di kompleks WTC.

Silverstein dan Eisenberg dikenal sebagai pendukung utama Israel, dan punya jabatan tinggi di lembaga pencarian dana untuk Israel di AS. Keduanya sama-sama memiliki jabatan tinggi di the United Jewish Appeal (UJA), sebuah organisasi ‘amal' Zionis yang sangat kaya. Silverstein sendiri pernah menjabat sebagai ketua United Jewish Appeal-Federation of Jewish Philanthropies of New York, Inc. Ini adalah organisasi yang mengumpulkan dana ratusan juta dollars setiap tahun untuk disalurkan kepada lembaga-lembaga Zionis di AS dan Israel.
Eisenberg memainkan peranan penting dalam proses jatuhnya hak sewa WTC kepada Silverstein dan Lowy. Padahal, keduanya sebenarnya bukanlah pemenang dari proses lelang gedung itu . Pemberi tawaran tertinggi sebenarnya adalah Vornado Realty Trust, tapi dengan berbagai cara, Eisenberg menjegalnya, sehingga Vornado muncur, dan membuka pintu bagi Silverstein dan Lowy.

Yang agak luput dari pembicaraan terkait 9-11 adalah runtuhnya gedung WTC 7 (gedung lain di sekitar Menara Kembar WTC), pada sore hari 9 September 2001 itu. Tidak ada pesawat yang menabrak gedung setinggi 47 lantai itu, namun tetap runtuh. Siapa pemiliknya? Tak lain tak bukan, Silverstein. Lagi-lagi, ditemukan bukti-bukti bahwa bom-lah penyebab runtuhnya WTC 7.

Kembali pada teori runtuhnya WTC, secara umum ada dua teori. Teori resmi dari pemerintah AS adalah menara kembar itu runtuh karena bahan bakar pesawat yang terbakar menimbulkan panas yang melelehkan struktur logam utama kedua bangunan. Sebaliknya, para peneliti independen mengatakan bahwa tidak mungkin ‘hanya' ditabrak pesawat, gedung setangguh WTC bisa hancur total (seharusnya, hanya kerusakan di beberapa lantai saja, yang dekat dengan titik tabrakan). Selain itu, di lokasi juga ditemukan bukti-bukti (antara lain, video dan foto-foto yang menunjukkan adanya 5-6 kawah bekas ledakan yang luas dan dalam) mengarahkan pada simpulan bahwa ada ledakan bom berkekuatan sangat besar yang sebelumnya sudah ditanam di dalam gedung.
Bila teori kedua ini yang dianggap lebih masuk akal, logikanya, perlu sepasukan penuh orang untuk membawa berton-ton bom ke dalam gedung WTC dan meletakkannya secara cermat, supaya bisa meruntuhkan gedung raksasa itu dengan ‘rapi'. Tak mungkin aksi penanaman bom ini dilakukan dengan diam-diam tanpa ketahuan pemilik gedung. Tentu pertanyaan selanjutnya adalah "siapa yang memiliki akses penuh terhadap WTC sebelum terjadinya 9-11?"

Lagi-lagi, jawabannya adalah Silversten. Dialah yang menguasai hak sewa selama 99 tahun atas WTC sejak 26 Juli 2001.

Bacaan lanjutan: file PDF hasil penelitian (Prof. Em) Dr. Steven E. Jones (ahli fisika) berjudul "Why Indeed Did the WTC Buildings Collapse?" bisa diunduh di sini: http://wtc7.net/articles/WhyIndeed09.pdf (irib/11/9/2011)

Berapakah Biaya Serangan 11 September?!!!
Sepuluh tahun setelah Serangan 11 September, AS masih harus membayar dana yang tidak sedikit untuk apa yang diistilahkan para pejabat Washington dengan sebutan "Perang Melawan Teror." Menyusul Serangan 11 September, AS menerapkan kebijakan perang di Afghanistan, Irak dan Pakistan yang semuanya menghabiskan biaya triliunan dolar.

Biaya Serangan 11 September yang menarget dua gedung kembar World Trade Center (WTC) dan gedung-gedung yang berdekatan, diasuransikan sebesar 4 miliar dolar AS. Itu belum mencakup biaya kerusakan Pentagon menyusul Serangan 11 September. Itu tentunya menelan dana miliaran dolar AS.

Adapun biaya keempat pesawat yang digunakan untuk Serangan 11 September menelan dana antara 50 juta dolar AS dan 100 juta dolar AS. Dilaporkan pula, asuransi perkiraan menyusul kerugian baik barang maupun jasa akibat Serangan 11 September mencapai sekitar 10 miliar dolar AS.

Menurut data isu.indstate.edu yang juga dikutip Press TV, perkiraan asuransi total biaya akibat Serangan 11 September di New York mencapai dana antara 25 miliar hingga 30 miliar dolar AS.

Menurut riset Juni 2011 oleh Brown University Watson Institut Studi Internasional, biaya perang dan tagihan akhir dari tiga perang AS di Afghanistan Irak dan Pakistan diperkirkan minimal 3,7 triliun dolar AS, dan bahkan dana itu diprediksikan bisa menembus angka 4,4 triliun dolar AS. Perkiraan dana tersebut tidak termasuk 1 triliun dolar AS dalam pembayaran bunga, jatuh tempo dan beban-beban lainnya yang tak terhitung.

Menurut laporan investigasi Washington Post pada tahun 2011, anggaran intelijen AS sangat besar. Pada tahun 2009 diumumkan bahwa anggaran intelijen AS mencapai 75 miliar dolar. Angka itu tidak termasuk program kontra-terorisme domestik.

Disebutkan pula, belanja logistik AS pada tahun 2011 naik 2,8 persen menjadi 698 juta dolar AS setelah rata-rata pertumbuhan 7,4 persen antara 2001 dan 2009. (IRIB/PressTV/AR/PH/10/9/2011)

0 comments to "Serangan 11 September"

Leave a comment