Home , , , , , , , � Amerika "Kalah Perang" dengan Negara Islam...buktinya pesawat "Siluman" nya kalah bertempur dengan pesawat "Ababil"

Amerika "Kalah Perang" dengan Negara Islam...buktinya pesawat "Siluman" nya kalah bertempur dengan pesawat "Ababil"

Amerika Berencana Bebaskan Pesawat RQ170 dari Tangan Iran


Para pejabat Amerika Serikat berencana menggulirkan operasi untuk menghancurkan atau membebaskan pesawat tanpa awaknya yang kini berada di tangan Republik Islam Iran. Namun mereka menggagalkan rencana itu karena mengkhawatirkan dampak yang lebih buruk dan juga balasan dari Iran.

Fars News (8/12) melaporkan, koran Wall Street Journal mengutip keterangan seorang pejabat Amerika mengungkapkan bahwa Amerika Serikat berencana melaksanakan operasi rahasia untuk membebaskan atau menghancurkan pesawat tanpa awaknya (RQ170) yang kini berada di tangan militer Iran, namun operasi tersebut digagalkan karena khawatir dampak buruk dari bentrokan lebih luas dengan Iran.

Wall Street Journal menyebutkan, "Teringat operasi Tabas untuk membebaskan para agen-agen rahasia Amerika setelah pendudukan terhadap Kedubes AS di Tehran oleh para mahasiswa Iran, Washington kembali berniat mengirim tim rahasia untuk membebaskan pesawat tanpa awak ke Iran, atau menggunakan anasir-anasir Amerika di Iran untuk membebaskan atau menghancurkan pesawat tanpa awak itu."

Rencana lainnya adalah dengan menggelar serangan udara untuk menghancurkan pesawat RQ170.

Namun setelah penyusunan berbagai perencanaan tersebut, para pejabat Amerika akhirnya menyadari bahwa operasi rahasia itu akan menimbulkan insiden yang lebih buruk dan oleh karena itu seluruh rencana tersebut dibatalkan. Selain itu, pelaksanaan operasi sama artinya dengan Amerika Serikat mengaku kalah.

Menurut sumber Amerika itu, masuknya pasukan Amerika ke Iran, memberikan kesempatan kepada Republik Islam untuk menuding Amerika telah melanggar teritorinya.

Di lain pihak, media massa Amerika Serikat mengkhawatirkan jatuhnya teknologi pesawat tanpa awak RQ170 itu ke tangan Iran.

Akan tetapi di satu sisi, pengambil alihan kontrol pesawat RQ170 itu juga membuktikan kemampuan tinggi militer Iran di sektor perang elektronik sekaligus menunjukkan rentannya pesawat AS di hadapan sistem pertahanan udara Republik Islam. (IRIB Indonesia/MZ/SL)


Video Pesawat Tanpa Awak RQ-170

Pesawat RQ-170 yang dipamerkan Iran

Video pesawat pengintai tanpa awak Amerika Serikat RQ-170 yang kini berada di tangan militer Republik Islam Iran, ditayangkan di saluran satu televisi nasional Iran.

Video pesawat pengintai Amerika Serikat itu ditayangkan dalam berita pukul 19:00 waktu Iran.

Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh, Panglima Angkatan Udara Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (Pasdaran) menyatakan, "Telah dikumpulkan informasi dan berdasarkan penanganan elektronik secara detail, terungkap bahwa pesawat tersebut menjalankan misi infiltrasi dan spionase di Iran. Namun setelah memasuki zona udara di timur Iran, pesawat itu terperangkap dalam jebakan elektronik Angkatan Bersenjata Iran dan berhasil diturunkan dengan tingkat kerusakan minimum."

Video pesawat RQ-170

Panjang dua sayap pesawat tersebut mencapai 26 meter dan lebar kerangkanya mencapai 4,5 meter. Tinggi pesawat tersebut mencapai 1,84 meter dan memiliki sistem pengumpulan data moderen di bidang elektronik, visual, komunikasi, dan bahkan berbagai sistem radar. (IRIB Indonesia)


Video pesawat pengintai tanpa awak Amerika Serikat RQ-170 yang kini berada di tangan militer Republik Islam Iran, ditayangkan di saluran satu televisi nasional Iran.

Video pesawat pengintai Amerika Serikat itu ditayangkan dalam berita pukul 19:00 waktu Iran.

Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh, Panglima Angkatan Udara Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (Pasdaran) menyatakan, "Telah dikumpulkan informasi dan berdasarkan penanganan elektronik secara detail, terungkap bahwa pesawat tersebut menjalankan misi infiltrasi dan spionase di Iran. Namun setelah memasuki zona udara di timur Iran, pesawat itu terperangkap dalam jebakan elektronik Angkatan Bersenjata Iran dan berhasil diturunkan dengan tingkat kerusakan minimum."

Panjang dua sayap pesawat tersebut mencapai 26 meter dan lebar kerangkanya mencapai 4,5 meter. Tinggi pesawat tersebut mencapai 1,84 meter dan memiliki sistem pengumpulan data moderen di bidang elektronik, visual, komunikasi, dan bahkan berbagai sistem radar.

Pejabat tinggi Pasdaran itu menambahkan, "Dari sisi desain dan material, pesawat tersebut termasuk jenis anti-radar (stealth) dan dari sisi teknologi, termasuk salah satu pesawat moderen andalan Amerika Serikat."

Iran Pamerkan Video Pesawat Pengintai AS

Menurut Hajizadeh, teknologi yang digunakan dalam pesawat tersebut sebelumnya digunakan pada pesawat B2 dan F35. "Pesawat itu dikontrol melalui satelit dan juga stasiun di bumi yang terletak di Afghanistan dan Amerika Serikat."

Di akhir pernyataannya, Hajizadeh menegaskan, "Para pakar militer mengetahui dengan baik betapa berharganya informasi teknologi yang dimiliki pesawat tersebut."

Bila ingin melihat video pesawat tanpa awak RQ-170 silahkan klik di sini. (IRIB Indonesia/MZ/SL)







Akhir Kata Keberhasilan Iran Merampas Pesawat RQ170

Setelah berita jatuhnya pesawat pengintai AS ke tangan militer Iran, skenario pertama media massa Barat adalah menganggap sepele masalah tersebut, dengan menebar klaim bahwa pesawat itu telah lepas kontrol atau hilang.


Akhir Kata Keberhasilan Iran Merampas Pesawat RQ170

Menurut Kantor Berita ABNA, Pesawat pengintai Amerika Serikat RQ170 kini berada di cengkeraman militer Republik Islam Iran. Masalah ini tidak dapat diterima oleh Amerika Serikat sebagai negara super power, oleh karena itu Washington mengerahkan mesin-mesin propagandanya untuk menyangsikan kemampuan Iran menangkap pesawat tersebut dalam kondisi baik.

Pesawat RQ170 atau yang disebut dengan Sentinel itu, oleh sebagian pihak disebut dengan Beast of Kandahar itu, merupakan salah satu pesawat pengintai andalan Amerika Serikat dan memiliki peran urgen dalam berbagai misi militer Negeri Paman Sam, termasuk dalam penangkapan Osama bin Laden.

Secara keseluruhan, RQ170 mirip dengan pesawat bombar B2 Angkatan Udara AS, yang diproduksi untuk melaksanakan misi pada ketinggian luar biasa. Oleh karena itu, pesawat RQ170 termasuk pesawat pengintai AS yang memiliki tingkat keamanan tinggi.

Setelah berita jatuhnya pesawat pengintai itu ke tangan militer Iran, skenario pertama media massa Barat adalah menganggap sepele masalah tersebut, dengan menebar klaim bahwa pesawat itu telah lepas kontrol atau hilang.

Mengapa kita perlu menyangsikan propaganda media massa Barat itu? Jawabannya tersimpan pada dimensi dan mekanisme pengoperasian pesawat pengintai itu.

Amerika Serikat sebagai produsen pesawat moderen itu menyatakan bahwa pesawat pengintai itu hilang beberapa hari sebelumnya dan kemungkinan setelah jatuh, militer Iran mengklaimnya, dan masalah ini tidak membuktikan kemampuan khusus pertahanan Iran.

Poin tersebut mungkin berpengaruh untuk meredam gejolak media massa, namun tidak dapat diterima menurut pandangan analis.

Jawaban:

Ketika sistem pesawat tanpa awak yang lebih kuno dibandingkan RQ170 , termasuk Predator memiliki sistem khusus yang akan mengembalikan pesawat tersebut ke pusat komando secara otomatis jika terjadi kerusakan pada komunikasi dan kontrol dengan pusat komando, lalu bagaimana mungkin sistem yang penjelasannnya di tayangkan dalam film dokumentasi Secrets of Navy Seal Team Six melalui Discovery Channel pada 2011 itu tidak terpasang pada pesawat RQ170? Jelas tidak mungkin.

Poin lainnya adalah bahwa pada pesawat-pesawat seperti RQ170 dipasang sistem automatic self destruction yang akan menghancurkan seluruh sistem dan badan pesawat guna mencegah jatuhnya informasi ke tangan pihak lain. Lalu bagaimana mungkin RQ170 sekarang berada di tangan militer Republik Islam Iran?

Pada tahap berikutnya, Amerika Serikat tampak berupaya keras dengan bantuan media massa Barat untuk mengesankan bahwa pengambilalihan kontrol RQ170 itu bukan merupakan sebuah keberhasilan bagi Republik Islam Iran. Associated Press melaporkan, "Kemungkinan pesawat itu jatuh dari ketinggian sangat tinggi dan komponen yang dikumpulkan oleh Iran mungkin dalam bentuk kepingan kecil.

Jika demikian, pertama, jika pecahan komponen pesawat tersebut berupa kepingan kecil, lalu mengapa Republik Islam dapat mengidentifikasi jenis pesawatnya?

Kedua, komponen sekecil apapun tetap menyimpan informasi yang sangat berharga bagi militer Republik Islam Iran.

Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi banyak kasus jatuhnya pesawat pengintai Amerika Serikat di Afghanistan, Irak, Pakistan, dan bahkan Somalia. Militer Amerika Serikat langsung mengerahkan jet-jet tempurnya untuk menghancurkan rongsokan pesawat pengintainya yang jatuh guna mencegah jatuhnya informasi dan teknologi ke pihak lain. Hal ini menunjukkan bahwa rongsokan pesawat pengintai saja menyimpan informasi yang sangat berharga, lalu bagaimana dengan pesawat yang masih dalam kondisi baik?

Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh, Panglima Angkatan Udara Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (Pasdaran) menyatakan, "Telah dikumpulkan informasi dan berdasarkan penanganan elektronik secara detail, terungkap bahwa pesawat tersebut menjalankan misi infiltrasi dan spionase di Iran. Namun setelah memasuki zona udara di timur Iran, pesawat itu terperangkap dalam jebakan elektronik Angkatan Bersenjata Iran dan berhasil diturunkan dengan tingkat kerusakan minimum."

Panjang dua sayap pesawat tersebut mencapai 26 meter dan lebar kerangkanya mencapai 4,5 meter. Tinggi pesawat tersebut mencapai 1,84 meter dan memiliki sistem pengumpulan data moderen di bidang elektronik, visual, komunikasi, dan bahkan berbagai sistem radar.

Pada akhirnya, seluruh keraguan dan upaya propaganda media massa Barat khususnya Amerika Serikat dalam hal ini diakhiri oleh Republik Islam Iran dengan menayangkan video pesawat RQ170. Video yang ditayangkan melalui sebuah televisi nasional Iran itu menutup seluruh celah bagi Amerika Serikat untuk berkilah menepis keberhasilan militer Iran. (IRIB Indonesia/MZ/SL)

Akhir Kata Keberhasilan Iran Merampas Pesawat RQ170

Pesawat pengintai Amerika Serikat RQ170 kini berada di cengkeraman militer Republik Islam Iran. Masalah ini tidak dapat diterima oleh Amerika Serikat sebagai negarasuper power, oleh karena itu Washington mengerahkan mesin-mesin propagandanya untuk menyangsikan kemampuan Iran menangkap pesawat tersebut dalam kondisi baik.

Pesawat RQ170 atau yang disebut dengan Sentinel itu, oleh sebagian pihak disebut denganBeast of Kandahar itu, merupakan salah satu pesawat pengintai andalan Amerika Serikat dan memiliki peran urgen dalam berbagai misi militer Negeri Paman Sam, termasuk dalam penangkapan Osama bin Laden.

Secara keseluruhan, RQ170 mirip dengan pesawat bombar B2 Angkatan Udara AS, yang diproduksi untuk melaksanakan misi pada ketinggian luar biasa. Oleh karena itu, pesawat RQ170 termasuk pesawat pengintai AS yang memiliki tingkat keamanan tinggi.

Setelah berita jatuhnya pesawat pengintai itu ke tangan militer Iran, skenario pertama media massa Barat adalah menganggap sepele masalah tersebut, dengan menebar klaim bahwa pesawat itu telah lepas kontrol atau hilang.

Mengapa kita perlu menyangsikan propaganda media massa Barat itu? Jawabannya tersimpan pada dimensi dan mekanisme pengoperasian pesawat pengintai itu.

Amerika Serikat sebagai produsen pesawat moderen itu menyatakan bahwa pesawat pengintai itu hilang beberapa hari sebelumnya dan kemungkinan setelah jatuh, militer Iran mengklaimnya, dan masalah ini tidak membuktikan kemampuan khusus pertahanan Iran.

Poin tersebut mungkin berpengaruh untuk meredam gejolak media massa, namun tidak dapat diterima menurut pandangan analis.

Jawaban:


Ketika sistem pesawat tanpa awak yang lebih kuno dibandingkan RQ170 , termasuk Predator memiliki sistem khusus yang akan mengembalikan pesawat tersebut ke pusat komando secara otomatis jika terjadi kerusakan pada komunikasi dan kontrol dengan pusat komando, lalu bagaimana mungkin sistem yang penjelasannnya di tayangkan dalam film dokumentasi Secrets of Navy Seal Team Six melalui Discovery Channel pada 2011 itu tidak terpasang pada pesawat RQ170? Jelas tidak mungkin.

Poin lainnya adalah bahwa pada pesawat-pesawat seperti RQ170 dipasang sistemautomatic self destruction yang akan menghancurkan seluruh sistem dan badan pesawat guna mencegah jatuhnya informasi ke tangan pihak lain. Lalu bagaimana mungkin RQ170 sekarang berada di tangan militer Republik Islam Iran?

Pada tahap berikutnya, Amerika Serikat tampak berupaya keras dengan bantuan media massa Barat untuk mengesankan bahwa pengambilalihan kontrol RQ170 itu bukan merupakan sebuah keberhasilan bagi Republik Islam Iran. Associated Press melaporkan, "Kemungkinan pesawat itu jatuh dari ketinggian sangat tinggi dan komponen yang dikumpulkan oleh Iran mungkin dalam bentuk kepingan kecil.

Jika demikian, pertama, jika pecahan komponen pesawat tersebut berupa kepingan kecil, lalu mengapa Republik Islam dapat mengidentifikasi jenis pesawatnya?

Kedua, komponen sekecil apapun tetap menyimpan informasi yang sangat berharga bagi militer Republik Islam Iran.

Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi banyak kasus jatuhnya pesawat pengintai Amerika Serikat di Afghanistan, Irak, Pakistan, dan bahkan Somalia. Militer Amerika Serikat langsung mengerahkan jet-jet tempurnya untuk menghancurkan rongsokan pesawat pengintainya yang jatuh guna mencegah jatuhnya informasi dan teknologi ke pihak lain. Hal ini menunjukkan bahwa rongsokan pesawat pengintai saja menyimpan informasi yang sangat berharga, lalu bagaimana dengan pesawat yang masih dalam kondisi baik?

Pada akhirnya, seluruh keraguan dan upaya propaganda media massa Barat khususnya Amerika Serikat dalam hal ini diakhiri oleh Republik Islam Iran dengan menayangkan video pesawat RQ170. Video yang ditayangkan melalui sebuah televisi nasional Iran itu menutup seluruh celah bagi Amerika Serikat untuk berkilah menepis keberhasilan militer Iran. (IRIB Indonesia/MZ/SL)


Kini Giliran Iran Gugat AS


Wakil Tetap Republik Islam Iran di PBB mengadukan masuknya pesawat tanpa awak AS ke teritori negaranya ke Sekjen dan Majelis Umum serta ketua Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mohammad Khazaee mengecam sepak terjang terbaru AS itu, dan menilainya ilegal serta melanggar hukum internasional.

Militer Iran belum lama ini berhasil menembak jatuh sebuah pesawat tanpa awak Amerika Serikat tipe RQ170. Staf Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran Ahad petang (4/12) menyebutkan, pesawat tanpa awak Amerika Serikat yang menyusup ke zona udara Republik Islam Iran melalui wilayah perbatasan timur berhasil ditembak jatuh.

Mengutip sumber militer di Iran, aktivitas pesawat RQ170 itu terdeteksi radar Iran dan militer Republik Islam langsung menggelar operasi menjatuhkan pesawat tersebut. Pesawat tanpa awak RQ170 itu diterbangkan dari Afghanistan untuk mengumpulkan informasi di Iran dan Pakistan. Keberhasilan Iran ini menjadi perhatian publik dunia dan media global. Washington sendiri terpaksa harus mengakui ketangguhan militer Iran, meskipun terus berkelit.

Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh, Panglima Angkatan Udara Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (Pasdaran) menyatakan, "Berdasarkan penanganan elektronik secara detail, terungkap bahwa pesawat tersebut menjalankan misi infiltrasi dan spionase di Iran. Namun setelah memasuki zona udara di timur Iran, pesawat itu terperangkap dalam jebakan elektronik Angkatan Bersenjata Iran dan berhasil diturunkan dengan tingkat kerusakan minimum."

Panjang dua sayap pesawat siluman itu mencapai 26 meter dan lebar kerangkanya mencapai 4,5 meter. Tinggi pesawat tersebut mencapai 1,84 meter dan memiliki sistem pengumpulan data moderen di bidang elektronik, visual, komunikasi, dan bahkan berbagai sistem radar.

Pejabat tinggi Pasdaran itu menambahkan, "Dari sisi desain dan material, pesawat tersebut termasuk jenis anti-radar (stealth) dan dari sisi teknologi, termasuk salah satu pesawat moderen andalan Amerika Serikat."

AS selama lebih dari tiga dekade melakukan berbagai cara untuk melumpuhkan Iran. Namun alih-alih Tehran bertekuk lutut terhadap Gedung Putih, Iran kian hari semakin kuat dan maju.

Gencarnya tekanan sanksi sepihak AS terhadap Iran tidak bisa dilepaskan dari peran organisasi internasional sebagai sarana Washington. Selama ini AS memperalat PBB untuk menekan negara-negara lain yang tidak sejalan dengan kepentingan Gedung Putih. Padahal PBB sebagai organisasi milik bersama bangsa-bangsa dunia seharusnya memperlakukan anggotanya secara adil. Dalam struktur PBB sendiri terutama di Dewan Keamanan ketimpangan itu terlalu kentara di depan mata. Misalnya, negara-negara adidaya memiliki "privilege" berupa hak veto yang tidak dimiliki mayoritas negara anggota PBB. Inilah penyebab mengapa PBB tidak mampu mengatasi masalah global, terutama yang menimpa negara-negara dunia ketiga.(IRIB Indonesia)


Serangan Militer ke Iran: Kisah dari Pulau Diego Garcia

Oleh: Dina Y. Sulaeman*

Berita-berita tentang ancaman serangan militer dari AS dan Israel terhadap Iran akhir-akhir ini semakin intens. Dalam doktrin militer AS, Iran memang dikategorikan sebagai ‘ancaman utama bagi kestabilan di Timur Tengah dan Asia Tengah'. Menurut Chomsky, kestabilan dalam terminologi AS bermakna ‘berada di dalam kontrol AS'. Artinya, bila ada sebuah rezim yang tidak berada dalam cengkeraman kontrol AS, rezim itu menjadi ancaman bagi ‘kestabilan'. Dalam menghadapi ‘ancaman' ini, AS sudah melakukan berbagai langkah. Antara lain sejak November lalu, AS dan Eropa beramai-ramai memperketat sanksi: bank Inggris memutus hubungan finansial dengan bank sentral Iran, Kanada menutup pintu ekspor untuk barang-barang yang dianggap berkaitan dengan industri petrokimia, gas, dan minyak Iran, beberapa negara Eropa mem-black-list tokoh-tokoh Iran yang dianggap berperan penting dalam proyek nuklir, dll.

Hal yang tidak banyak dibahas adalah kisah dari sebuah pulau bernama Diego Garcia. Seiring dengan meningkatnya intensitas ancaman serangan ke Iran, pemerintahan Obama juga diberitakan telah menambah kapasitas militernya di pulau Diego Garcia. Konon di sana bercokol lebih dari 2000 tentara, pelabuhan yang muat untuk 30 kapal perang, tempat pembuangan limbah nuklir, stasiun mata-mata satelit, dan tempat hiburan untuk para tentara: mall, bar, dan lapangan golf. Pada bulan Maret 2010, Sunday Herald melaporkan bahwa AS telah mengirimkan 10 kontainer berisi amunisi ke Diego Garcia, di antara bom "Blu" yang mampu meledakkan struktur bawah tanah secara masif. Kapal-kapal selam bertenaga nuklir yang bisa meluncurkan rudal Tomahawk juga 'mangkal' di sana; rudal Tomahawk sendiri bisa dipasangi hulu ledak nuklir.

Pada masa perang Irak, John Pilger mencatat bahwa ada berita sekilas yang berbunyi, "Pengebom Amerika, B-52 dan Stealth,tadi malam dilepaskan dari sebuah pulau-tak berpenduduk-milik-Inggris untuk mengebom Irak dan Afghanistan."

Ya, Diego Garcia ternyata adalah sebuah pulau yang dijadikan pangkalan militer AS; salah satu yang terbesar di dunia. Serangan-serangan udara AS ke Irak dan Afghanistan diketahui dilancarkan dari Diego Garcia. Namun, di balik kecanggihan perlengkapan militer yang disimpan di sana, Diego Garcia menyimpan kisah pilu yang semakin menunjukkan wajah bengis negara-negara arogan dan haus perang: AS dan Inggris.

Pada tahun 1965 Inggris dan AS menjalin perjanjian bahwa Inggris akan menyediakan pulau kosong untuk dijadikan pangkalan militer bagi AS di Samudera Hindia. Pada tahun 1966, pulau indah Diego Garcia yang berada di antara Asia dan Afrika (di perairan samudera Hindia) itu dibeli Inggris dari Mauritania. Inggris menyerahkan pengelolaan pulau itu kepada AS, tanpa bayaran sepeser pun. Namun, Inggris menerima diskon sebesar 14 juta dollar dalam pembelian misil Polaris.

Sebelum menyerahkan pulau itu kepada AS, sesuai permintaan AS, isi pulau itu dikosongkan (Tidak akan ada lagi penduduk asli di pulau itu, kecuali burung camar, demikian salah satu instruksi yang ditulis pejabat kementerian luar negeri Inggris tahun 1966). John Pilger, jurnalis independen asal Australia, berhasil mendapatkan film dokumenter dari kaum misionaris di Diego Garcia. Pulau itu dulunya ternyata sangat indah, dihuni oleh 2000 penduduk berkulit hitam dari suku Creole, ada sekolah, rumah sakit, gereja, rel kereta api, dll. Tentara Inggris kemudian menakut-nakuti warga, termasuk dengan membakar hewan-hewan peliharaan mereka. Sebagian penduduk pergi meninggalkan pulau karena takut. Namun, sisanya, yang masih bertahan akhirnya dievakuasi paksa. Mereka dinaikkan dengan paksa ke atas kapal, hanya dibolehkan membawa satu tas. Rumah, perabotan, dan segala harta benda yang mereka miliki selama lima generasi, harus ditinggalkan begitu saja. Dalam perjalanan yang sulit menuju Seychelles (sebuah negara kepulauan di Samudera Hindia), kaum perempuan dan anak-anak dipaksa tidur di sebuah kargo burung. Mereka lalu dipenjarakan selama beberapa waktu di Seychelles, dan kemudian dipindahkan ke Mauritius.

Di Mauritius, mereka hidup menggelandang. Anak-anak banyak yang meninggal, para orang tua banyak yang bunuh diri karena frustasi. Satu dekade kemudian, mereka menerima kompensasi dari pemerintah Inggris sebesar 3.000 poundsterling, namun itu tidak cukup untuk membayar hutang-hutang mereka selama ini. Beberapa orang yang peduli berusaha mengajukan tuntutan, namun selalu saja dikalahkan oleh pengadilan. Bahkan, terakhir, pada era Tony Blair, pengadilan Inggris memutuskan bahwa orang-orang Diego Garcia untuk selama-lamanya dilarang kembali ke tempat asal mereka.

Nasib tragis penduduk Diego Garcia menunjukkan jatidiri rezim AS dan Inggris. Kalau meminjam kata-kata Pilger, tragedi Diego Garcia bisa "menunjukkan kepada kita keseluruhan sistem yang bekerja di balik kebobrokan demokrasi dan membantu kita untuk memahami bagaimana dunia ini diatur demi keuntungan penguasa dan bagaimana mereka telah berbohong."

Kebohongan serupa juga tengah mereka ciptakan untuk Iran. Iran diposisikan sebagai ancaman bagi perdamaian di Timur Tengah. Iran terus-menerus dituduh tengah membangun senjata nuklir, dan dihujani berbagai embargo dengan alasan ‘untuk menekan Iran agar menghentikan proyek senjata nuklirnya'. Padahal, sebuah laporan dari Defence Intelligence Agency AS yang dikutip oleh Chomsky, menyebutkan bahwa anggaran belanja militer Iran sesungguhnya lebih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara kawasan (apalagi bila dibandingkan dengan AS). Laporan itu juga mengakui bahwa doktrin militer Iran sangat ketat, yaitu "defensif, didesain untuk memperlambat invasi, dan mengutamakan solusi diplomatik dibanding kekerasan."

Karena itu, menurut analisis Chomsky, sebenarnya ancaman Iran bukanlah dari sisi militer. Justru, yang membuat pusing Washington adalah kemampuan Iran untuk melakukan aksideterrence. Apa itu deterrence? Bila diterjemahkan bebas, mungkin bisa kita pakai istilah: ‘nyali untuk main gertak'. Iran melindungi negaranya tidak dengan cara menyerang atau menginvasi negara lain, tapi dengan meningkatkan kapasitas militernya, lalu secara terang-terangan memamerkannya kepada publik, sehingga muncul rasa takut dari pihak lawan.

Masih kata Chomsky, keberadaan sebuah negara yang berani melakukan aksi deterrencedan bersikap berdaulat (tidak mau digertak lawan), sungguh sebuah gangguan besar bagi rencana AS untuk menguasai dunia. Khususnya, aksi Iran ini mengancam kontrol AS terhadap sumber energi di Timur Tengah. Jika ada negara lain yang dihormati dan ditakuti selain AS, tentulah kontrol tidak lagi di tangan AS. Masalah lainnya yang tak kalah penting membuat ‘panas' AS adalah upaya-upaya Iran untuk memperluas pengaruhnya di kawasan. Kemampuan diplomasi Iran akhir-akhir ini semakin meningkat. Bahkan, banyak yang tidak tahu, justru pada masa AS dan Eropa ramai-ramai mengembargo Iran (era pemerintahan Ahmadinejad), nilai investasi asing di Iran semakin meningkat. Tentu saja, yang bermain bukan perusahaan-perusahaan AS dan Eropa, melainkan, China, Rusia, dan negara-negara kecil yang ‘berani', misalnya, Malaysia, bahkan Vietnam. Indonesia? Sayang sekali, meski Iran sangat proaktif melakukan soft diplomacy ke Indonesia, ketundukan pemerintah Indonesia kepada AS membuat Indonesia tak berani berinvestasi di Iran.

Inilah yang menjadi ancaman bagi AS. Iran berusaha menjalin hubungan dan meneguhkan kedudukannya sebagai sahabat bangsa-bangsa di kawasan; sementara AS ingin mencengkeram dan terus-menerus mengeksploitasi mereka. Kejahatan dan kebaikan tentu saja tidak akan pernah bisa bersatu. Dan dari Diego Garcia, panah-panah kejahatan itu kini tengah tertuju kepada Iran.[]

*Alumnus Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (IRIB Indonesia)



Alihkan Isu Keberhasilan Iran, AS Publikasikan Video Levinson


Media massa AS baru-baru ini merilis rekaman video tentang seorang mantan agen FBI Robert Levinson yang menghilang, dan mengklaim ia disandera di Iran. Levinson menghilang pada tanggal 9 Maret 2007 di pulau Kish Iran, di mana ia melakukan investigasi untuk sebuah perusahaan keamanan swasta.

Pemerintah Iran berulang kali menyatakan bahwa Tehran tidak memiliki informasi mengenai masalah itu, dan menawarkan memberikan bantuan kepada AS.

Dalam video berdurasi 54 detik yang dikirimkan via email kepada keluarganya pada November 2010 lalu, Levinson memohon supaya pemerintah AS memenuhi tuntutan kelompok yang menyandera dirinya.

"Saya diperlakukan dengan baik. Tapi saya butuh bantuan dari pemerintah Amerika Serikat untuk menjawab permintaan dari kelompok yang telah menyandera saya selama tiga setengah tahun," kata Levinson.

Pejabat federal AS memutuskan untuk mempublikasikan rekaman video itu pada hari Jumat (9/10).

Menurut Associated Press, para analisis media AS mengungkapkan bahwa musik samar-samar di latar penyanderaan itu adalah musik Pashto dalam sebuah pernikahan di daerah Pakistan atau Afghanistan yang jauh dari perbatasan timur Iran.

Pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim, mengungkapkan pelacakan melalui email yang menunjukkan bahwa video itu dikirim di sebuah kafe internet di Pakistan.

Para analis menilai publikasi video Levinson ini dilakukan AS untuk mengalihkan opini publik dunia dari isu keberhasilan Iran menembak jatuh sebuah pesawat tanpa awak Amerika Serikat tipe RQ170.

Wakil Tetap Republik Islam Iran Untuk PBB Mohammad Khazaee Jumat (9/10) menyampaikan nota protes ke Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengenai pelanggaran zona udara pesawat tanpa awak AS di teritorinya.

Iran mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa mengambil langkah-langkah efektif dan tegas menyikapi pelanggaran wilayah udaranya oleh pesawat pengintai Amerika Serikat.(IRIBIndonesia/PH)


Perang Intelijen AS vs Iran


Sebuah pesawat tanpa awak Amerika Serikat tipe RQ170, yang memasuki zona udara Republik Islam Iran di perbatasan timur negara ini, berhasil ditembak jatuh oleh militer Iran. Mengutip sumber militer di Iran, aktivitas pesawat RQ170 itu terdeteksi radar Iran dan militer Republik Islam langsung menggelar operasi menjatuhkan pesawat tersebut.

Pesawat tanpa awak RQ170 itu diterbangkan dari Afghanistan untuk mengumpulkan informasi di Iran dan Pakistan. Januari lalu, Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran berhasil menjatuhkan dua pesawat tanpa awak yang menyusup ke zona udara Iran. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa Iran menjadi kekuatan baru khususnya di bidang intelijen yang mampu mencegah hegemoni Amerika Serikat di kawasan.

Sementara itu, Amerika memberikan reaksinya atas jatuhnya pesawat mata-mata tersebut. Menurut Washington, pesawat itu jatuh akibat kerusakan teknis. Namun Iran menandaskan bahwa mereka berhasil menyita pesawat tersebut dengan kemampuan teknik dan elektroniknya dengan kerusakan sedikit.

Di sisi lain, media massa AS juga mulai aktif untuk mengalihkan publik atas jatuhnya pesawat mata-mata Amerika di Iran. Media massa AS baru-baru ini merilis rekaman video tentang seorang mantan agen FBI Robert Levinson yang menghilang, dan mengklaim ia disandera di Iran. Levinson menghilang pada tanggal 9 Maret 2007 di pulau Kish Iran, di mana ia melakukan investigasi untuk sebuah perusahaan keamanan swasta. Pemerintah Iran berulang kali menyatakan bahwa Tehran tidak memiliki informasi mengenai masalah itu, dan menawarkan memberikan bantuan kepada AS.

Para petinggi Amerika sendiri mengakui bahwa pesawat tanpa awak RQ170 mengemban misi khusus mengumpulkan informasi, data serta memata-matai Iran. Selain itu, peristiwa ini terjadi di saat Amerika tengah menghadapi pemilu dan para calon kandidat presiden dari dua partai besar di negara ini saling serang. Kubu Republik menuding kebijakan Barack Obama terhadap Iran terlalu lemah dan gagal. Kandidat dari Republik pun berusaha menarik dukungan dari Lobi Zionis dan mereka tak segan-segan memaparkan kebijakannya terhadap Iran jika menang dalam pemilu.

Tak diragukan lagi, jatuhnya pesawat mata-mata tanpa awak AS di Iran sangat berpengaruh pada pemerintahan Barack Obama dan ia bersama kubunya berada dalam kondisi sulit. Untuk menutupi kekurangannya ini, Obama tak mau kalah dari para rivalnya dari Republik. Ia dalam sebuah pidatonya mengklaim bahwa kinerja pemerintahannya selama ini cukup berhasil.

Yang lebih penting lagi adalah peristiwa ini membuktikan lemahnya sistem intelijen AS. Dan Washington harus mengakui keunggulan Iran di bidang perang elektronik. Mereka juga memahami bahwa Iran saat ini menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan di Timur Tengah. Iran telah menjadi kekuatan besar di kawasan khususnya di bidang intelijen. (IRIB Indonesia/MF)

0 comments to "Amerika "Kalah Perang" dengan Negara Islam...buktinya pesawat "Siluman" nya kalah bertempur dengan pesawat "Ababil""

Leave a comment