Distorsi Sejarah dalam Serial Muawiyah, Hasan dan Husein (Bagian pertama)
Sejarah adalah ilmu yang membahas tentang peristiwa masa lalu. Dengan mengkaji sejarah, kita akan mengenal zaman dahulu, serta bagaimana dan dimana peristiwa itu yang mewarnainya. Para sejarahwan menyatakan bahwa sebuah peristiwa sejarah hanya bisa diterima jika didasarkan pada data-data dan bukti akurat yang mendukung kebenarannya. Sebab, ada semacam sensitivitas yang tak terbantahkan dalam menukil peristiwa sejarah. Sensitivitas ini dirasakan pada semua hal menceritakan peristiwa di masa lalu baik yang berbentuk tulisan, penukilan secara lisan maupun benda-benda peninggalan masa lalu. Di dunia sinema dan pertelevisian, sejak beberapa dekade silam muncul kecenderungan sebagian kalangan untuk merambah peristiwa sejarah. Kecenderungan itu semakin mengkristal ketika karya-karya sinema dengan topik sejarah mendapat sambutan luas.
Sejarah agama dan kehidupan para nabi utusan Allah seperti Nabi Isa as, Nabi Musa as, dan bahkan Nabi Muhammad Saw sudah pernah diangkat ke layar lebar oleh para produsen sinema. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya film-film seperti ini, yang jelas, film dengan durasi yang tentunya sangat terbatas ini hanya menggambarkan fase yang singkat dari kehidupan insan-insan agung itu. Di Iran, beberapa sutradara film punya pengalaman yang membanggakan dalam membuat film-film dan serial keagamaan. Diantara karya mereka adalah serial Imam Ali as, Imam Hasan as, Imam Ali Ridha as Nabi Isa as, Siti Maryam as, Nabi Yusuf as dan Nabi Ibrahim as. Karya-karya seniman sinema Iran ini juga sudah dinikmati oleh banyak umat Islam di berbagai negara.
Serial terakhir yang dibuat dengan tema sejarah keagamaan adalah serial tentang kebangkitan Mukhtar bin Abu Ubaid al-Tsaqafi, dengan judul ‘Mokhtar Nameh'. Serial ini berkisah tentang pembantaian Imam Husain as di Karbala dan kebangkitan Mukhtar yang menuntut balas atas darah Imam Husain as. Serial yang berhasil menarik perhatian dan diminati secara luas ini didasarkan pada riwayat dan data sejarah yang akurat. Selain di Iran, film serial ini juag dinikamti oleh para pemirsanya di berbagai negara lewat parabola. Salah satu faktor yang membuat Mokhtar Nameh diminati adalah karena film ini dibuat dengan penuh kehati-hatian dalam menyampaikan fakta sejarah.
Tidak semua orang menyukai serial Mokhtar Nameh. Sebab, sebagian kalangan di Dunia Arab tak bisa menerima pembeberan fakta sejarah ini. Ada kekhawatiran pada diri mereka akan terungkapnya hakikat sejarah bagi masayarakat umum. Penentangan pun bermunculan mengiringi sambutan baik dari banyak kalangan terhadap film ini. Sebagai reaksi pembalasan, para penentang itupun membuat serial tandiangan berjudul ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' yang sudah mulai dibuat sejak tahun 2009. Film ini dibuat di beberapa negara Arab dan mulai ditayangkan sejak Ramadhan tahun ini, yaitu tahun 1432 Hijriah. Meski mengaku bahwa serial ini dibuat untuk mengungkap fakta sejarah permulaan Islam, para pembuat film menyusupkan kebohongan ke dalamnya. Kebohongan dan distorsi sejarah itu sedemikian jelas sehingga menuai kritik luas kalangan ulama, cendekiawan, sejawahran bahkan masyarakat luas hanya selang setelah penayangan beberapa episodenya.
Serial Muawiyah, Hasan dan Husain dimulai dari peristiwa pemberontakan massa terhadap khalifah ketiga Utsman bin Affan sampai naiknya Imam Ali aske kursi khilafah. Kisah berlanjut hingga khilafah Imam Hasan, hingga kehidupan di masa Imam Husein sampai kesyahidan beliau di Karbala. Para produser terkait mengaku bahwa film serial ini dibuat untuk memperkuat persatuan di antara umat Islam. Akan tetapi, fakta justru menunjukkan hal yang sebaliknya.
Dengan menyaksikan film ini pemirsa akan menangkap adanya distorsi besar-besaran terhadap sejarah. Produsen film pada langkah awal berusaha membersihkan figur-figur jahat dalam sejarah seperti Muawiyah dan Yazid. Berbeda dengan yang digambarkan dalam film ini, kedua figur yang ingin dibersihkan adalah orang-orang yang oleh sejarah dikukuhkan sebagai pembunuh dua cucu kesayangan Nabi Saw, perampas kekhalifahan umat Islam dan yang paling bertanggung jawab dalam perubahan alur sejarah umat ini.
Penulis naskah maupun sutradara film berusaha keras untuk menyembunyikan fakta permusuhan Muawiyah dan Nabi Umayyah terhadap keluarga Nabi Saw, padahal kisah permusuhan itu adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan. Mohammad Hoseein Rajabi Davani, peneliti sejarah Islam mengatakan, "Serial ini mengesankan Muawiyah yang telah menyimpangkan sistem kekhalifahan Islam dari jalurnya sebagai figur yang baik. Sementara, sumber-suber otentik sejarah tak pernah mengenal Muawiyah seperti yang digambarkan itu. Bahkan, serial ini melupakan peran utama Yazid dalam tragedi Karbala dan pembunuhan atas Imam Husein, keluarga dan para sahabatnya. Serial ini secara jelas telah melakukan distorsi sejarah untuk kepentingan kelompok dan aliran pemikiran tertentu."
Dari sisi lain, serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' mengangkat sebuah kisah dusta dan riwayat palsu tentang Syiah dengan tujuan menciptakan perselisihan di tengah umat Islam. Dikisahkan dalam film ini bahwa Syiah adalah aliran yang kehadirannya dibidani oleh sosok manusia bernama Abdullah bin Saba'. Bagaimanakah sejarah bercerita tentang Ibnu Saba' dan sejauhmana perbedaannya dengan apa yang diklaim sutradara film Abdul Bari Abul Kheir. Thabari, sejarahwan abad ketiga hijriah menceritakan tentang seorang Yahudi yang menyatakan keislamannya di masa kekhalifahan Utsman bin Affan. Dia yang bernama Abdullah bin Saba' lalu berkelana ke sejumlah negeri termasuk Kufah, Basrah dan Syam untuk menyatakan pembelaannya kepada kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Menurut Thabari, Ibnu Saba' adalah tokoh yang memprovokasi massa untuk memberontak dan membunuh khalifah Utsman.
Thabari menukil kisah ini dari seorang perawi bernama Saif bin Umar yang oleh para ulama dan ahli sejarah disebut-sebut sebagai perawi yang tak bisa dipercaya. Saif terbukti sering memalsukan hadis. Ia sering menyebutkan nama sejumlah orang yang diklaim sebagai sahabat Nabi, padahal tak ada satupun data sejarah yang menyebutkan nama mereka. Banyak pula kisah dan peristiwa yang ia ceritakan tanpa ada seorangpun yang meriwayatkannya. Tak heran jika di kalangan para ahli sejarah dan ilmu Rijal, Saif bin Umar ditetapkan sebagai orang yang tidak bisa dipercaya. Yang menarik, Thabari sering menukil kisah-kisah dari perawi ini. Kisah-kisah itulah yang di kemudian hari banyak dinukil oleh kalangan orientalis, termasuk kisah tentang keberadaan sosok Yahudi bernama Abdullah bin Saba'.
Meski banyak sejarahwan yang menafikan keberadaan orang bernama Abdullah bin Saba' namun sejumlah kitab dan data sejarah, mengakui adanya orang dengan nama itu. Hanya saja, dia disebut dengan tegas sebagai orang kafir dan sesat. Para ulama seperti Syekh Thusi, Allamah Hilli dan Ibnu Daud termasuk di antara sekian ulama besar dalam sejarah Islam yang melaknat Ibnu Saba' dan menyebutnya sebagai pembohong dan kafir. Meski demikian, masih ada sejumlah kalangan yang memasukkan Abdullah bin Saba' ke dalam kelompok tokoh-tokoh penting sejarah Islam, salah satunya adalah pembuat film serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein'.
Yang menarik, Allamah Thabathabai, penulis kitab tafsir al-Mizan sekitar 60 tahun dalam sebuah artikel menyatakan bahwa isu Ibnu Saba' bukan hanya dituduhkan oleh kelompok Sunni fanatik, tetapi juga disebarluaskan oleh kalangan orientalis dan pendukung Wahhabisme untuk tujuan-tujuan busuk mereka. Allamah mengatakan, "Jika satu atau dua abad yang lalu kisah fiktif Abdullah bin Saba' bisa ditemukan secara singkat dalam buku-buku sejarah, kini kondisinya sudah berubah. Kisah ini sengaja dibesar-besarkan tanpa ada dorongan untuk melakukan penelitian terhadap kebenaran atau kebohongannya.
Para ulama mengatakan, fiktif dan tidaknya tokoh bernama Abdullah bin Saba', tidak ada kaitan antara aliran Syiah dengannya. Apalagi, para ulama besar Syiah secara tegas menyebut Ibnu Saba' sebagai orang terlaknat, pembohong dan kafir. Thaha Husein, cendekiawan Mesir mengatakan, membesar-besarkan tokoh bernama Abdullah bin Saba' adalah kejahatan terhadap sejarah. (IRIB Indonesia)
Distorsi Sejarah dalam Serial Muawiyah, Hasan dan Husein (Bagian kedua)
Bulan ramadhan tahun 1432 Hq, sejumlah saluran televisi berbahasa Arab secara serentak menayangkan film serial bertema sejarah Islam. Namun serial berjudul ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' ini sarat dengan kebohongan, distorsi dan pemutarbalikan fakta sejarah. Tebar kebohongan seperti ini tentu saja tidak sejalan dengan nuansa ruhani yang menyelimuti umat Islam di bulan Ramadhan. Serial ini dengan jelas berusaha menebar kebencian dan perselisihan di tengah umat Islam. Tak heran jika lantas serial yang dibuat dengan dana raksasa yang dikucurkan oleh salah satu perusahaan Kuwait ini menuai kritik, bahkan kecaman dan penentangan luas, padahal para pembuat film mengklaim adanya dukungan kuat dari para ulama terhadap muatan dan isi film.
Penentangan pertama muncul di Kuwait sendiri. Ayatollah Muhammad Baqir Muhri, pemimpin Syiah Kuwait melayangkan kecaman dan penentangannya. Muhri mengatakan, secara syariat, tidak ada satupun ulama dan tokoh Syiah yang mengizinkan pembuatan film ini. Sebab, film serial ini telah menghujat dua Imam Syiah dan melecehkan seluruh pengikut Syiah. Pernyataan itu disampaikan Ayatollah Muhri untuk menjawab klaim pembuat film yang mengaku telah mengantongi izin dan dukungan dari para ulama Syiah dan Sunni.
Di Iran, para ulama mengecam pembuatan film yang memutarbalikkan fakta sejarah ini. Ayatollah Makarim Shirazi, ulama dan marji Syiah mengeluarkan fatwa haram untuk pembuatan film yang merugikan Islam ini. Menurut beliau, penentangan muncul karena para pembuat film serial ini berusaha membersihkan dosa Muawiyah dan Yazid dari lembaran sejarah. Karenanya, serial ini bisa dimanfaatkan oleh musuh untuk kepentingannya. Pernyataan senada juga disampaikan oleh Ayatollah Safi Golpeygani dan Ayatollah Ja'far Subhani dua marji Syiah di kota Qom. Mereka menyatakan bahwa pembuatan film seperti ini akan menumbuhkan kemunafikan dan permusuhan di tengah umat Islam.
Penentangan tidak hanya datang dari kalangan Syiah. Universitas al-Azhar Mesir juga mengumumkan penentangannya terhadap serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein'. Al-Azhar yang merupakan pusat keilmuan agama paling bergengsi di kalangan Ahlussunnah menyatakan bahwa penentangan ini terjadi karena film terkait menunjukkan wajah Ahlul Bait Nabi, sementara para ulama al-Azhar mengharamkan penayangan gambar insan-insan suci itu. Syeikh Ali Abdul Baqi, sekretaris Forum Kajian Islam al-Azhar mengatakan, "Kami telah berulang kali menyatakan penentangan terhadap penyangan gambar para Nabi dan Ahlul Bait dalam sinema dan televisi. Mereka yang terlibat dalam dunia sinema harus memerhatikan pandangan fiqih ini."
Sekitar delapan juta orang di Mesir yang tergabung dalam kelompok Syurafa' menyatakan menolak serial Muawiyah, Hasan dan Husein. Menurut mereka, garis merah bagi mereka adalah Imam Hasan dan Imam Husain. Tak hanya bersikap, kelompok ini juga telah melakukan usaha keras untuk mencegah penayangan serial tersebut dari satelit Nile Sat, milik pemerintah Mesir. Akibat penentangan yang juga direstui oleh para ulama al-Azhar, televisi resmi Mesir tidak mengizinkan penayangan film ini, dan hanya sebagian televisi swasta yang menayangkannya.
Seiring dengan itu, gugatan terhadap para pembuat film serial ini juga sudah diajukan untuk diproses secara adil. Fakta-fakta lain di balik skenario pembuatan serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' bakal terkuak. Jika sebelum ini, para pembuat serial mengaku mengantongi restu dari para ulama Syiah dan Sunni, kini terungkap bahwa klaim itu tak lebih dari kebohongan yang mereka tebar. Untuk rakyat dan masyarakat umum, banyak fakta yang sudah terjelaskan.
Di sini perlu dijelaskan bahwa fatwa haram penayangan gambar wajah Nabi Saw dan Ahlul Bait as bukan hanya pendapat para ulama al-Azhar. Sebab, hampir seluruh ulama baik Syiah maupun Sunni, memiliki pandangan yang sama dengan itu. Sayangnya, para pembuat film tak hanya memutarbalikkan dan mendistorsi sejarah tetapi juga menutup mata dari fatwa mayoritas ulama ini. Tak heran jika langkah itu direaksi keras oleh para ulama dan masyarakat umum. Banyak orang di berbagai negara yang melaksanakan fatwa para ulama mereka yang mengharamkan film ini. Masyarakat yang menolak film ini juga melakukan aksi umum lewat media internet. Via internet, mereka mengumpulkan jutaan tanda tangan untuk menghentikan penayangan serial kontroversial tersebut. Puluhan laman jejaring sosial facebook yang menentang serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' dengan anggota ribuan orang juga ikut meramaikan aksi ini.
Beberapa episode dari serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' sudah ditayangkan dan reaksi penentangan bahkan kecamanpun bermunculan. Semakin lama penentangan itu itu semakin meluas. Umumnya mereka yang menolak film serial ini menyebut penistaan terhadap Ahlul Bait Nabi as dan penafian peran utama Yazid dalam peristiwa Karbala dan pembantaian Imam Husein as sebagai alasan penentangan. Syeikh Abdul Mahdi Karbalai, wakil Ayatollah Sistani di Karbala mengatakan, "Tidak ada ulama Syiah yang menyetujui film serial ini. Dalam banyak episodenya, film ini telah melakukan distorsi sejarah besar-besaran terkait Imam Hasan dan Imam Husein."
Dr Mohammad Hossein Saei, pakar sejarah Islam menegaskan bahwa untuk mengetahui sejauhmana kebohongan yang sengaja ditebar dalam serial ini, cukup kita menyelidiki para pembuatnya. Penyandang dana serial ini adalah sebuah perusahaan Kuwait yang memiliki hubungan spesial dengan Wahid bin Talal, salah seorang pangeran Arab Saudi. Pangeran inilah pemiliki sejumlah stasiun televisi Arab yang menayangkan serial kontroversial tersebut. Stasiun-stasiun televisi ini umumnya menayangkan program-program yang bertujuan menyebarkan sekularisme dan gerakan anti Islam di Dunia Arab. Pemilik jaringan televisi itu punya hubungan perseroan dengan Robert Murdock, Zionis Amerika yang dikenal sebagai Raja Jaringan Informasi, dalam membangun sejumlah stasiun televisi.
Di akhir pembahasan ini perlu kita singgung bahwa agenda membuat serial dan film yang menyudutkan keyakinan Islam bukan hal yang baru. Perang media dan informasi terhadap Islam sudah ada sejak lama bahkan di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Gerakan yang biasa disebut Islamophobia ini sebenarnya menunjukkan kekalutan kubu kafir terhadap pengaruh Islam yang semakin besar di dunia. Sebab, dalam beberapa dekade terakhir arus kebangkitan Islam kian membesar berkat teknologi modern di dunia informasi.
Bisa dikata bahwa kubu anti Islam dengan berbagai sarananya, khususnya media-media massa yang ada dalam genggaman hegemoni AS telah menyulut sebuah perang informasi besar-besaran terhadap Islam. Mereka biasa memutakbalikkan fakta dan mendistorsi ajaran-ajaran agama ilahi ini termasuk juga sejarah para pemuka agama. Tujuannya adalah untuk memburukkan citra Islam dan melemahkan keimanan yang sudah ada. Namun mereka melupakan satu hal yang sangat penting, yaitu bahwa usaha apapun yang mereka lakukan untuk memadamkan cahaya Allah tak berbeda dengan upaya sepenggal awan untuk menutupi cahaya dan panas matahari. Usaha mereka akan sia-sia sementara pancaran cahaya kebenaran dan nur Ilahi akan semakin besar untuk menerangi dunia. (IRIB Indonesia)
Segera di ICC Mulai Rabu 28 September 2011
Kebangkitan Imam Husein as pada hari Asyura adalah di antara peristiwa penting sejarah yang mempunyai banyak aspek. Banyak buku dan tulisan terkait peristiwa bersejarah ini, bahkan akhir-akhir ini merambah ke dunia perfilman. Tidak sedikit pakar sejarah dan sosial yang menghabiskan waktu mereka untuk mengulas berbagai aspek peristiwa Asyura ini.
Mokhtar Nameh adalah salah satu film serial yang mempersembahkan kebangkitan tokoh Mokhtar Al-Tsaqafi pasca peristiwa Karbala. Film serial itu disutradarai oleh Daoud Mir Baqiri. Serial Mokhtar Nameh itu dikemas dalam 40 seri yang ditayangkan oleh televisi lokal Iran dan channel satelite IFilm. Pembuatan film itu menelan waktu 9 tahun yang juga didukung dengan riset atas sejarah ini. Serial ini juga melewati 700 shooting. Dari keseluruhan pengambilan gambar itu, 100 shooting berkaitan dengan lima perang besar.
Lebih dari itu, proyek pembuatan film ini menelan dana yang tidak sedikit dan mengerahkan sumber daya manusia di berbagai bidang. 110 aktor utama dan 400 peran pembantu dilibatkan dalam serial Mokhtar Nameh ini.
Bagi Davoud Mir Baqiri, pembuatan film sejarah ini bukanlah yang pertama kali dilakukannya. Terkait serial Mokhtar Nameh, Mir Baqiri mengatakan, "Mengenal pribadi-pribadi mulia dan tokoh agama adalah hal yang menarik. Saya tertarik mengenal figur-figur agama dalam sejarah melalui dunia sinema dan televisi. Dari sisi sejarah, kebangkitan Mokhtar Al-Tsaqafi sangat sensitif. Karena langkah Mokhtar itu adalah kebangkitan pertama setelah peristiwa Asyura. Apalagi Mokhtar berhasil mencapai tujuan kebangkitannya." Mir Baqiri menambahkan, pembuatan serial Mokhtar Nameh bertujuan mengenalkan misi kebangkitan Imam Husein as dan pemikirannya."
Lebih lanjut Mir Baqiri menjelaskan, "Dari sisi skenario, serial Mokhtar Nameh mempunyai daya tarik luar biasa. Skenario dan topik yang diangkat dalam serial ini bisa dikatakan aktif dan dramatik. Apalagi alur cerita itu didukung dengan tarik ulur dan konflik para tokoh yang diperankan dalam serial tersebut. Di dunia sinema, hal seperti ini sangat berperan penting yang tentunya kian meningkatkan daya tarik film."
Imam Husein as, Pemenang Sebenarnya
Tak dapat dipungkiri, Imam Husein as mempelopori kebangkitan dengan tujuan menghidupkan kembali Islam dan menghadapi pemerintah yang lalim. Kebangkitan Imam Husein as mencapai puncaknya pada hari Asyura. Dalam pertarungan di Karbala pada hari Asyura, Imam Husein as dan para sahabatnya dibantai para musuh Allah Swt. Kebangkitan Imam Husein as terkesan kalah dalam menghadapi musuh, sedangkan pasukan Yazid bin Muawiyah terkesan menang karena mampu membantai Imam Husein as dan para sahabat setianya, bahkan menjadikan Ahlul Bait Rasulullah Saw sebagai tawanan perang.
Ternyata misi kebangkitan Imam Husein tetap berlanjut pasca peristiwa Asyura. Misi kebangkitan itu dilanjutkan oleh karavan Ahlul Bait as yang dijadikan sebagai tawanan perang. Pasca Peristiwa Karbala, keluarga Rasulullah Saw yang dipimpin Sayidah Zainab as mampu berperan sebagai penyambung misi Imam Husein as. Melalui penjelasan Sayidah Zainab kepada masyarakat saat itu, konspirasi musuh yang berupaya menghancurkan Islam dan kebenaran di muka bumi ini dapat dipatahkan. Banyak yang tidak tahu bahwa kemenangan sebenarnya dalam perang ini adalah Imam Husein as.
Tidak lama setelah Peristiwa Asyura, sejumlah orang merasa menyesal karena tidak mendampingi Imam Husein as di Karbala.Setelah itu, mereka memilih untuk bersikap terhadap pemerintah lalim saat itu dan menunjukkan perlawanan terhadap Bani Umayah. Dalam sejarah disebutkan bahwa banyak pergerakan yang bermunculan setelah Peristiwa Asyura, bahkan pergerakan perlawanan itu mengatasnamakan gerakan Imam Husein as.
Kebangkitan Tawwabin dan Mokhtar adalah di antara gerakan terpenting pasca Peristiwa Asyura karena mereka berhubungan langsung dengan Peristiwa Karbala yang juga penduduk Kufah. Terkait Peristiwa Karbala, para penduduk Kufah dapat dikatakan sebagai pihak yang merasa bersalah karena mereka mengundang Imam Husein as dari Madinah ke Kufah. Namun setelah itu, mereka mencabut undangan kepada Imam Husein as setelah adanya intimidasi dari penguasa saat itu. Pada saat yang sama, Imam Husein as dan keluarganya sudah bergerak menuju ke Kufah, dan mereka dibantai di kota Karbala sebelum tiba di Kufah.
Siapakah Mokhtar Al-Tsaqafi?
Mokhtar Al-Tsaqafi adalah salah satu tokoh terkemuka dalam pergerakan pasca Peristiwa Asyura. Ketika Peristiwa Karbala terjadi, Mokhtar ada di penjara. Siapapun yang mengenal tokoh ini dapat mengetahui pesan kebangkitan Imam Husein as. Mengapa Mokhtar mampu membalas para pembunuh Imam Husein as? Siapakah Mokhtar sehingga bisa melanjutkan gerakan Imam Husein as?
Mokhtar bin Abu Ubaidah Tsaqafi pada awal tahun hijriah atau 622 masehi, lahir ke dunia. Beliau lahir di tengah keluarga Arab terkemuka. Dalam sejarah disebutkan bahwa Mokhtar adalah sosok yang berani, bijak dan pintar. Bahkan beliau berulangkali menunjukkan kepiawaian dan kecerdasannya dalam berbagai perang.
Mokhtar Tsaqafi juga disebut-sebut sebagai sahabat setia Imam Husein as yang mempunyai pengaruh besar di Kufah. Ketika Ubaidillah bin Ziyad berkuasa di Kufah, Mokhtar dijebloskan dalam penjara. Bahkan ia mendekam di penjara hingga pasca Karbala. Menurut sejarah, Mokhtar baru dibebaskan dari penjara, lima tahun setelah Peristiwa Asyura.
Setelah bebas, Mokhtar mengkoordinasi massa untuk membalas pembantaian penguasa saat itu atas Imam Husein as. Pada waktu yang tepat, Mokhtar berhasil membangkitkan masyarakat melalui gerakan perlawanannya di tahun 66 hijriah atau 685 masehi. Dalam gerakan itu, Mokhtar mampu menundukkan kota Kufah dan mengendalikan pemerintah selama 18 bulan. Setelah Kufah berhasil dikuasai, Mokhtar menerapkan hukum qishas atau eksekusi atas pembantai-pembantai Imam Husein as di Karbala. Di masa itu, Mokhtar juga berhasil menundukkan berbagai wilayah lainnya. Akan tetapi pada akhirnya, Mokhtar gugur syahid saat berperang dengan pasukan Mus'ab bin Zubeir pada tahun 67 hijriah (686 masehi).
Allamah Majlesi yang juga salah satu ulama terkenal asal Iran mengatakan, "Mokhtar menyampaikan kemuliaan-kemuliaan Ahlul Bait as. Bahkan ia meyakini bahwa Ahlul Bait adalah sosok-sosok yang paling layak sebagai pemimpin pemerintah. Beliau juga merasa sedih atas segala musibah yang terjadi pada Ahlul Bait as." Penulis lainnya asal Mesir, Taufiq Abu A'lam, ketika berbicara tentang perjuangan Mokhtar Al-Tsaqafi mengatakan, " Di antara sikap tegas dan kebangkitan dalam menyikapi sejarah yang kelam adalah langkah obyektif Mokhtar Al-Tsaqafi."
Kontroversi Serial Mukhtar Nameh
Film Serial Mokhtar Nameh mendapat sambutan luar biasa dari pemirsa. Bahkan serial itu kini di-dubbing-ke berbagai bahasa. Menyusul permintaan dari para penonton di negara-negara Arab, para pejabat IRIB siap mengirimkan serial Mokhtar Nameh ke berbagai negara untuk disiarkan. Serial Mokhtar Nameh sudah di-dubbing ke bahasa Inggris, Perancis, Kurdi, Bosnia, Azari, Urdu dan Arab.
Meski demikian, sejumlah pihak berpandangan subyektif terkait serial sejarah Mokhtar Nameh ini. Serial ini dianggap menghina sejumlah sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. Terkait hal ini, Ayatollah Nasir Makarim Shirazi yang juga salah satu marji terkemuka di Iran, mengatakan, "Riwayat sejarah dan penistaan adalah dua hal yang berbeda. Film ini adalah riwayat sejarah yang disampaikan dalam berbagai versi. Kita tidak sepatutnya menutup mata terkait sejarah. Penelitian sejarah adalah sebuah masalah tersendiri, sedangkan penistaan adalah masalah lain lagi. Dua hal yang berbeda tidak sewajarnya dijadikan sebagai satu masalah yang sama." Lebih lanjut Ayatollah Nasir Makarim Shirazi mengatakan, "Jika fanatisme disisihkan, sejarah yang ada akan teraplikasi dan banyak masalah yang abstrak akan jelas."
Direktur IFilm yang juga menayangkan serial Mokhtar Nameh dengan dubbing bahasa Arab, mengatakan, "Serial ini dibuat dengan referensi sejarah yang diakui berbagai kelompok Islam, baik Sunni maupun Syiah. Tak diragukan lagi, serial ini akan mendapat sambutan luar biasa di dunia Arab." Dalam kesempatan itu, Direktur IFilm juga menyinggung ayat Al-Quran yang menyerukan ummat Islam supaya mendengar terlebih dahulu dan mengambil pendapat yang terbaik.
Pada intinya, banyak laporan yang menyatakan kepuasannya atas serial Mokhtar Nameh. Serial buatan Iran ini bukan untuk pertama kali mendapat sambutan luar biasa, khususnya di dunia Arab. Serial-serial sebelumnya seperti Nabi Yusuf dan Maryam Moqaddas juga mendapat sambutan yang dahsyat. Film Serial Mokhtar Nameh diharapkan dapat mencerahkan ummat Islam , khususnya dalam mengenal perjuangan Imam Husein as di Karbala.
Ketika pertama kali pecahnya protes terhadap para penguasa boneka di negara-negara Timur Tengah, kebanyakan pihak berpendapat bahwa gerakan itu hanya bersifat temporal dan bernuansa nasionalisme. Namun saat pekikan Allahu Akbar memenuhi jalan-jalan di Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, dan Bahrain, serta bundaran-bundaran di negara-negara Islam disesaki oleh barisan shalat kelompok revolusioner, kini hanya sedikit yang berani mengingkari aspek Islami kebangkitan tersebut.
Pada dasarnya, kebangkitan Islam merupakan sebuah gerakan kuat dan energik untuk melawan hegemoni pemikiran, politik, dan ekonomi Timur dan Barat. Kebangkitan yang menyerukan kembali kepada Islam, telah menjadi faktor lahirnya sejumlah gerakan Islam dan membentuk kondisi baru. Fenomena ini selain tidak bersifat dadakan, juga telah membuat kaum imperialis kebingungan dalam mengindentifikasinya apalagi melawannya. Mereka menghadapi kondisi yang sangat rumit dan perubahan yang begitu cepat.
Budaya dan nilai-nilai internal gerakan itu selain sesuai dengan fitrah manusia, juga lebih unggul dan tangguh dari kultur dan nilai-nilai materi. Orang-orang yang menganalisa masalah hanya bertumpu pada dataran teori-teori materialistik Barat, tentu saja tidak akan memahami realita tersebut. Proses perluasan kebangkitan Islam juga telah memberikan peluang kepada agama-agama lain untuk secara bertahap memainkan peran politik dan sosialnya. Lebih penting dari itu, isu agama telah menjadi salah satu tema yang diperbincangkan di kancah internasional.
Kini, istilah-istilah seperti Islam politik dan Islam revolusi telah menggantikan teori-teori seperti Komunisme, Blok Timur dan Barat. Sekarang, mayoritas analis sedang berupaya memahami akar dan faktor-faktor kebangkitan Islam. Jelas bahwa sebuah urgensitas untuk memperhatikan pondasi-pondasi pemikiran dan ideologi umat Islam guna memahami kebangkitan-kebangkitan seperti itu.
Meski revolusi Islam di Iran merupakan salah satu hasil gemilang perang melawan hegemoni dan ketidakadilan dalam setengah abad terakhir, namun revolusi besar itu terinspirasi dari gerakan dan kebangkitan Imam Husein as. Gerakan manusia suci ini telah mengubah pandangan seseorang tentang kehidupan, memberi penafsiran baru tentang hidup, membentuk manusia untuk menerima kebenaran, memupuk semangat untuk menuntut keadilan dan kebebasan serta melukiskan keagungan manusia.
Pada masa itu, keberadaan manusia-manusia tiran dan bengis seperti Yazid bin Muawiyah, akan menghancurkan kehidupan masyarakat dan menyeret mereka ke jurang kehinaan serta menghalangi mereka untuk menikmati kehidupan yang baik. Imam Husein as mencetuskan kebangkitan Karbala dan memilih kematian secara sadar untuk mengembalikan manusia kepada kehidupan yang bahagia. Dampak jelas kebangkitan itu adalah hubungan erat antara agama dan politik serta partisipasi pemimpin agama dalam menentukan nasib sebuah masyarakat dan mengarahkan mereka kepada kehidupan ideal, mulia dan bahagia.
Menurut perspektif Imam Husein as, kehidupan atas landasan kemuliaan insani dan indah, adalah sebuah karunia Allah Swt yang telah dijamin kepada seluruh umat manusia. Oleh karena itu, agama mengecam penghalalan segala cara untuk menghancurkan kehidupan seseorang. Mereka yang terzalimi dan ditindas juga wajib melakukan kebangkitan. Menurut kitab suci al-Quran, mereka yang tidak berbuat seperti itu, maka telah menzalimi dirinya sendiri. Dalam surat an-Nisa ayat 97, Allah Swt berfirman: "(kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab: "Kami adalah orang-orang yang tertindas di muka bumi." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali."
Kebangkitan suci Imam Husein as laksana pelita yang menerangi kegelapan, keputusasaan, dan pesimisme. Gerakan itu telah membawa cahaya, wawasan, dan kearifan. Cucu baginda Rasulullah Saw itu juga telah menghancurkan belenggu kehinaan yang melilit umat manusia melalui kebangkitannya dan memberi identitas kepada masyarakat Islam. Oleh sebab itu, perkembangan kesadaran manusia dapat disaksikan dalam setiap tahapan kebangkitan Imam Husein as. Hur bin Yazid ar-Riyahi, termasuk salah seorang yang memahami kebenaran misi Imam Husein as dan akhirnya bergabung bersama beliau.
Kebangkitan Imam Husein as melawan pasukan besar Yazid secara lahir tidak dimenangkan oleh beliau, tapi kesyahidan Imam Husein as secara serius telah mengguncang masyarakat Islam. Imam as telah meniupkan ruh perjuangan dan pengorbanan dalam jiwa mereka. Beliau juga telah meruntuhkan benteng perbudakan yang diciptakan oleh rezim Umaiyah. Pasca peristiwa memilukan itu, masyarakat mulai sadar bahwa kebenaran ada bersama Ahlul Bait as, sementara pemerintah despotik Umaiyah selain tidak memegang prinsip dan nilai-nilai Islam, juga sebuah rezim fasik dan tiran, yang ingin menyeret masyarakat Islam pada kebodohan.
Setelah pengorbanan Imam Husein as, gelombang kebencian menyeruak menghantam pemerintahan Bani Umaiyah. Masyarakat Muslim Irak dan Madinah mulai sadar dan menyatakan penyesalan mendalam karena tidak membela putra Rasul Saw. Perlahan, badai kebangkitan masyarakat Islam menyapu Jazirah Arab dan menciptakan peluang bagi lahirnya kebangkitan Tawwabin (orang-orang yang bertaubat) dan Mukhtar serta kebangkitan-kebangkitan lain.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menilai reformasi, amar makruf dan nahi munkar, perjuangan, pengorbanan, dan persatuan sebagai perjalanan penting Asyura. Dan yang lebih penting dari itu adalah lahirnya kesadaran dan kearifan di tengah masyarakat. Ayatullah Khamenei mengatakan, "Asyura mengajarkan kepada kita bahwa dalam membela agama, kearifan lebih penting bagi manusia daripada hal-hal lain. Mereka yang tidak punya kearifan, tidak pernah tahu sedang tertipu dan akhirnya bergabung dengan front kebatilan. Sebagian orang yang bertempur di front Ibnu Ziyad, bukan golongan fasik, tapi mereka tidak punya kearifan."
Revolusi Asyura merupakan lembaran emas dalam sejarah Islam, yang tidak mungkin dilupakan. Kebangkitan Imam Husein as pada tahun 61 H adalah universitas kepahlawanan dan kebebasan, yang akan dikenang sepanjang sejarah. Hingga kini, slogan-slogan kemuliaan dan kebebasan yang didengungkan Imam Husein as masih terdengar dan membahana di setiap gerakan kebangkitan. Slogan-slogan itu antara lain, "Kehinaan jauh dari kami" "Aku lebih mengutamakan kematian daripada hidup dengan kehinaan."
Mereka yang menilai kemuliaannya ada pada kebangkitan menuntut kebenaran dan keadilan, tidak pernah takut terhadap kekuatan penguasa dan bala tentara yang sedikit. Mereka secara jujur akan bangkit melawan kezaliman dan menuntut kebebasan. Jika mereka tidak mampu melawan penguasa tiran dengan kekuatan militer, mereka akan membentuk gerakan untuk mempertontonkan keberanian, kepahlawanan, dan pengorbanan. Mereka akan memilih mati syahid demi mempersembahkan kehidupan kepada umat manusia.
Kini, orang-orang yang berakal sehat akan tunduk di hadapan pribadi-pribadi seperti Imam Husein as. Ulama besar dan penulis buku "Sharh al-Ushul al-Khamsah," Abdul Jabbar Muktazili mengatakan, "Untuk memperbaiki dan menyadarkan masyarakat, jika amar makruf dan nahi munkar akan mengancam keselamatan seseorang, maka kewajiban itu akan gugur darinya. Kecuali, aksi itu akan membawa kemuliaan agama dan penyadaran Muslim."
Dia menambahkan, "Kebangkitan Husein bin Ali as juga harus ditafsirkan seperti itu. Kesabaran dan pengorbanan beliau telah mempersembahkan kemuliaan besar kepada agama Allah Swt. Kita umat Islam patut berbangga atas umat-umat lain dengan kebangkitan Imam Husein as. Sebab, hanya Imam Husein as satu-satunya yang tersisa dari keturunan Rasul Saw, tapi beliau tidak meninggalkan amar makruf dan nahi munkar, sampai-sampai beliau gugur syahid di jalan itu."(IRIB Indonesia)
Media Tradisional dan Kelanggengan Asyura
Asyura merupakan peristiwa besar yang terjadi di abad 61 hijriah atau 680 M di padang Karbala, Irak. Tragedi itu menjadi epik paling mengharukan, sekaligus kejadian paling abadi dalam lembaran sejarah Islam. Hingga kini Asyura memiliki dimensi individu maupun sosial yang layak untuk dikaji dari berbagai sisi.
Peristiwa Asyura juga menjadi sumber inspirasi dari gerakan revolusi besar dalam sejarah Islam. Peran Asyura bagi kehidupan umat Islam tidak diragukan lagi banyak berutang budi kepada Imam Husein dan pengikutnya yang menumpahkan darah mereka demi membela prinsip yang mereka yakini.
Hingga kini peristiwa Asyura telah menjadi inspirasi atas lahirnya berbagai karya seni mulai dari buku, artikel, syair, film maupun karya seni lainnya. Meski demikian, peristiwa dan tokoh Asyura masih menjadi daya tarik yang memikat. Pesona yang menyebabkan umat Islam di berbagai penjuru dunia di bulan Muharram untuk mengingat tragedi yang menyajikan keberanian dan ketakwaan sejati telah memberikan warna lain bagi dunia.
Peringatan duka di bulan Muharram di kalangan umat Islam bukan hanya sebuah peringatan keagamaan semata yang masih memisahkan kehidupan individu dan sosial. Asyura mewujudkan spirit perjuangan dan kesyahidan, sekaligus memperkokoh persatuan dan solidaritas bangsa. Selain itu, Asyura juga menjadi cermin bagi kehidupan umat manusia melalui tokoh-tokoh dalam peristiwa besar itu dan refleksinya dalam kehidupan kekinian.
Lalu apa yang sangat vital dalam peristiwa Asyura dalam konteks kekinian hingga menyebabkan peristiwa masa lampau itu senantiasa hidup dan berpengaruh terhadap kehidupan dewasa ini. Apa faktor yang menyebabkan peristiwa itu abadi hingga kini ? Mengapa penguasa dan sebagian masyarakat gagal mengubur maupun menyelewengkan peristiwa Asyura ? Lalu metode apa yang dijadikan untuk menyampaikan pesan-pesan Karbala dari satu generasi ke generasi hingga saat ini ?
Untuk menganalisis peran penting media dalam menyampaikan pesan Karbala membutuhkan sedikit kajian tentang metode informasi masyarakat tradisional. tradisi lisan dan interaksi langsung merupakan salah satu karakteristik media massa lalu. Ketika itu, budaya tulisan belum berkembang pesat seperti saat ini.
Kehadiran rakyat di alun-alun, pasar-pasar dan warung kopi bukan hanya mengisi waktu istirahat dan liburan mereka saja, namun menjadi sebagai media informasi dan sekaligus pengingat antargenerasi. Media informasi massa tersebut selama berabad-abad relatif bertahan sebagai media yang cukup efektif.
Seiring terjadinya penyebaran budaya Islam, hubungan media pun menemukan bentuk khususnya yang sangat berbeda dengan agama lain. Contohnya masjid, pusat pendidikan keagamaan seperti hauzah maupun pesantren. Selain itu peringatan acara keagamaan seperti shalat jemaah dan shalat Jumat di kalangan umat Islam juga memiliki urgensitas khusus, dan menjadi media penting bagi penyebaran budaya Islam.
Masjid merupakan salah satu capaian penting agama Islam. Realitas hijrahnya Rasulullah ke Madinah bermakna terbentuknya pusat pemerintahan Islam yang berporos pada Rasulullah, sekaligus terbentuknya pilar-pilar masyarakat Islam.
Rasulullah pada tahap pertama membangun Masjid Quba dan masjid Nabi yang mempersatukan umat Islam Mekah dan Madinah. Di tempat itulah didirikan shalat berjamaah dan shalat Jumat, serta ibadah lainnya.Tidak hanya itu, di tempat itu pula Rasullah menjelaskan berbagai permasalahan mengenai berbagai masalah yang menimpa masyarakat Islam.
Dengan demikian secara bertahap masjid menjadi pusat media dan interaksi umat Islam. Dalam sejarah, para penguasa seperti Imam shalat maupun khatib Jumat memberikan ceramah penting. Bahkan masjid juga berperan sebagai media penyadaran bagi rakyat terhadap berbagai masalah penting.
Mengenai peristiwa Asyura, masjid memegang peran penting sebagai media yang berfungsi menyebarkan nilai-nilai peristiwa Karbala. Kehadiran tokoh agama di mimbar mengungkapkan urgensi dan pesan-pesan peristiwa kebangkitan Imam Husein menjadikan masjid sebagai pusat penerangan dan informasi paling efektif. Ketika pemerintahan Bani Umayah melarang segala bentuk penulisan sejarah Asyura, namun tradisi lisan dalam bentuk ceramah di masjid menjadi media penyadaran bagi umat Islam atas tragedi besar yang menimpa Imam Husein dan pengikutnya di padang Karbala.
Dr. Naser Bahonar mengungkapkan peran ulama di mimbar masjid dalam menyadarkan masyarakat atas peristiwa Karbala. Peneliti Iran ini menilai acara peringatan duka di masjid dan huseiniyah merupakan media yang efektif dalam menanamkan kesadaran masyarakat terhadap peristiwa Karbala.
Di berbagai belahan dunia setiap bangsa memiliki karakteristik budaya dan seni yang khas dan membedakannya dengan yang lain. Bangsa Iran yang dikenal sebagai bangsa yang mencintai seni memiliki media seni yang sangat beragam. Tradisi puisi dan narasi lisan serta teatrikal rakyat turut menyumbangkan peran besar dalam penyebaran pesan Karbala.
Jabir Anasiri, penulis dan peneliti Iran mengatakan bahwa seni teatrikal religius telah ada sebelum Islam. Dengan datangnya Islam, seni itu semakin berkembang dan menemukan bentuknya yang lebih kokoh dan hidup di tengah masyarakat hingga kini. Dari seni teatrikal religius inilah muncul seni religius "takziah". Saat ini mengacu pada memperingati peristiwa Karbala, dengan menceritakan kisah kemartiran Imam Husein dan pengikutnya di padang Karbala.
Naiknya pemerintahan Safavi memerintah Iran memberikan kontribusi besar bagi pengembangan seni Takziah dengan penggunaan alat musik dan lukisan besar yang menyertai teatrikal duka itu. Takziah kemudian mencapai puncaknya pada periode Dinasti Qajar, terutama di masa pemerintahan Nasser-edin Shah.
Takziah dan seni religius lainnya di Iran telah menjadi sebuah media lokal yang berperan menyebarkan nilai-nilai Karbala hingga kini. Harmoni antara teater dan iringan dalam musik Takziah memudahkan peristiwa Karbala dan pesan-pesan pentingnya diterima di tengah masyarakat.
Sejatinya peran para ulama dan media tradisional seperti Takziah memainkan peran penting bagi penyebaran pesan-pesan dan kelestarian peristiwa Karbala. Inilah media yang menjadikan Karbala tetap hidup dalam diri dan kehidupan umat Islam, terutama syiah hingga kini. (IRIB Indonesia/PH)
Bantahan atas Tulisan: Siapa Pembunuh Al Husain Radhiyallahu 'anhuma? Yazid dalam Timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah
|
Ismail Amin
Pada tahun 62 H sekelompok warga Madinah pergi ke Syam. Dengan mata kepala mereka sendiri mereka menyaksikan perbuatan mungkar Yazid bin Muawiyah. Dari sinilah mereka sadar bahwa khalifah yang berkuasa atas kaum muslimin adalah orang yang tidak mengenal agamanya. Setibanya di kota Madinah, mereka menceritakan apa yang terjadi di Syam kepada penduduk Madinah. Mereka mengutuk Yazid. Abdullah bin Handhalah ra yang juga ikut pegi ke Syam berkata, "Wahai penduduk Madinah, kami baru saja tiba dari Syam. Kami sempat bertemu dan bertatap muka langsung dengan Yazid. Ketahuilah bahwa dia adalah seorang yang tidak mengenal agamanya. Dia adalah seorang yang meniduri ibu, anak dan saudara sekaligus. Yazid adalah seorang peminum khamar, yang tidak melaksanakan kewajiban shalat dan bahkan membantai anak keturunan Nabi."
Mendengar hal itu, penduduk Madinah bertekad menarik kembali baiat mereka kepada Yazid. Tak cukup sampai disitu, mereka juga mengusir guberbur Madinah yang bernama Utsman bin Muhammad bin Abu Sufyan. Berita pembangkangan penduduk kota Madinah sampai ke telinga Yazid. Yazid mengirimkan bala tentaranya dalam jumlah besar dipimpin oleh Muslim bin Uqbah untuk menumpas gerakan Warga Madinah. Selama tiga hari pasukan Yazid membantai warga Madinah. Darah membanjiri lorong-lorong kota Madinah hingga membasahi makam suci Rasulullah dan Masjid Nabawi.
Selain tujuh ratus tokoh Muhajirin dan Anshar, sepuluh ribu kaum muslimin penduduk Madinah terbantai secara mengerikan dalam peristiwa tersebut. Yazid dalam perintahnya menghalalkan apapun yang dilakukan pasukannya terhadap penduduk Madinah selama 3 hari. Sekedar untuk memberikan gambaran kekejian yang mereka lakukan, Abu Al Hasan Al Madani mengatakan, "Setelah peristiwa Harrah di kota Madinah, sebanyak seribu wanita melahirkan tanpa suami."
Kisah yang bukan dongeng ini ditulis oleh banyak sejarahwan muslim, diantaranya, Sibt Ibn Al-Jauzi dalam kitabnya Al-Tadzkirah hal 63. Ibnu Katsir—rahimahullah—berkata, "Yazid telah bersalah besar dalam peristiwa Al Harrah dengan berpesan kepada pemimpin pasukannya, Muslim bin Uqbah untuk membolehkan pasukannya memanfaatkan semua harta benda, kendaraan, senjata, ataupun makanan penduduk Madinah selama tiga hari". Yang dalam peristiwa tersebut terbunuh sejumlah sahabat nabi dan anak-anak mereka. Bagaimanakah Islam menyikapi tragedi ini?
Sikap Islam terhadap Pembunuh Sahabat Nabi
Tragedi Al-Harrah adalah tragedi besar pasca tragedi terbantainya keluarga nabi di Karbala. Yazid tidak merasa puas berusaha menghabisi keluarga nabi namun juga berupaya menumpas habis sahabat-sahabat nabi dan anak-anak mereka. Dalam peristiwa tersebut terbunuh sekitar tujuh ratus sahabat nabi, yang mengantongi curicullumvitae keutamaan berjihad bersama nabi. Diantaranya, Abdullah bin Handhalah ra, anak sahabat nabi yang dimandikan oleh malaikat setelah syahid dalam perang. Menyikapi Yazid, PP Wahdah Islamiyah (selanjutnya dibaca WI) dalam situs resminya memposting artikel, bahwa sikap Ahlus Sunnah wal Jama'ah terhadap Yazid bin Muawiyah adalah tidak mencela tapi tidak pula mencintainya dengan dalih agama Islam tidak dibangun di atas celaan melainkan dibangun di atas akhlak mulia. Maka celaan dan para pencela, tidak memiliki tempat sedikitpun dalam agama Islam.. Sesuaikah sikap tersebut dengan prinsip-prinsip dalam Islam? Mari kita lihat sikap Islam yang berdasar pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Imam Bukhari dan Imam Muslim menulis dalam kitab shahih mereka, Rasulullah saww bersabda, "Barang siapa menakut-nakuti penduduk Madinah dengan kedzalimannya, maka Allah akan membuatnya takut. Baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Di hari kiamat kelak, Allah SWT tidak akan menerima amal perbuatannya."
Pertanyaannya, apakah melakukan pembunuhan massal, merampas harta dan kehormatan kaum muslimah pada peristiwa Al-Harrah tidak termasuk menakut-nakuti penduduk Madinah?. Berdasarkan hadits ini, Yazid adalah orang yang dikutuk oleh Allah, para malaikat dan seluruh umat manusia. Selanjutnya, pada peristiwa tersebut terbunuh ratusan sahabat nabi, bagaimanakah sikap Rasulullah saww terhadap pembunuh sahabat-sahabatnya?. Pada Shahih Bukhari Jilid 5 hal 132 bab Ghaswah Ar-Raji'i wa ri'li wa dzakwan. Riwayat ini diceritakan oleh Anas bin Malik bahwa Bani Raji'i, Dzakwan, Ushayyah dan Bani Hayan meminta bantuan Rasulullah saww untuk membantu mereka menghadapi musuh. Rasulullah saww mengirimkan 70 sahabat terbaik dari kalangan Anshar yang terkenal sebagai Al-Qurra' (pembaca Al-Qur'an). Namun ketika mereka sampai pada sumber mata air yang bernama Bi-ir Ma'unah, dengan licik 70 sahabat Anshar tersebut mereka bunuh. Rasulullah sangat berduka atas peristiwa ini, dan selama satu bulan beliau membaca qunut melaknat pembunuh sahabat-sahabatnya. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana perasaan Rasulullah saww, sahabat-sahabatnya dibantai oleh yang mengaku sebagai khalifah Rasulullah.
Lalu kemudian, generasi selanjutnya datang mengaku sebagai pengikut dan pembela sunnah nabi namun kemudian menyebarkan ajaran Islam yang dibangun di atas akhlak yang mulia, saking mulianya mereka menulis, "…maka celaan dan para pencela, tidak memiliki tempat sedikitpun dalam agama Islam". Tidak adakah tempat dalam Islam bagi Rasulullah saww yang mencela dan melaknat pembunuh sahabat-sahabatnya?. Bahkan Allah SWT sendiri, Penguasa alam semesta, bagi mereka tidak memiliki tempat dalam Islam, sebab Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka." (Qs. Al-Ahzab : 57). Ayat ini menegaskan Allah SWT melaknat dan mencela orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat, sedangkan bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah (versi WI) Islam tidak memberi tempat sedikitpun bagi para pencela.
Keterlibatan Yazid dalam Tragedi Karbala
Dalam artikel tersebut ada upaya jelas untuk mengarahkan opini kaum muslimin agar menyalahkan pengkhianatan penduduk Kufah yang terlibat tidak langsung dibanding mereka yang terlibat langsung membantai keluarga Nabi di Karbala. Lebih mengerikannya lagi, mereka menyebut penduduk Kufah yang berkhianat dan tidak menolong Imam Husain as, keluarga dan pengikutnya adalah kelompok Syiah. Inilah fitnah terbesar mereka terhadap Syiah. Apakah mereka tidak tahu, bahwa dalam makna lafadsnya saja sudah jelas, Syiah berarti pengikut, pembela dan golongan?. Fairuzabadi dalam al-Qamus mengenai kata Sya'a mengatakan Syi'aturrajul adalah , golongan, pengikut dan pembela seseorang. Dalam Al-Qur'an Surah As-Saffat ayat 83 tertulis, "Wa inna min syiah tihi laa ibrahima" artinya "Dan sesungguhnya Ibrahim termasuk golongannya (Nuh)".
Ketika ada yang mengatakan sebagai Syiah Nabi maka berarti pengikut dan pembela Nabi. Begitu juga dengan Syiah Imam Husain as. Karenanya dimana Syiah pada waktu terjadi tragedi Karbala?. Mereka turut terbantai bersama Imam Husain as, mereka meneguk cawan syahadah bersama penghulu pemuda surga. Lalu siapakah orang-orang Kufah yang mengundang Imam Husain as dan menyatakan kesediaan meraka berbaiat dan rela mati bersama Al-Husain?. Kalaupun mereka mengaku dan bersaksi sebagai Syiah Imam Husain as, maka persaksian mereka akan tertolak secara sendirinya kalau ternyata mereka tidak mampu memberikan bukti atas kesaksian tersebut. Menghukumi pengkhianatan orang-orang Kufah sebagai pengkhianatan orang-orang Syiah adalah tidak adil dan termasuk kejahatan intelektual sebab Syiah sendiri berlepas dari mereka. Lalu kemana Ahlus Sunnah pada waktu itu?. Ini yang secara pribadi ingin saya gugat, apa bedanya mereka dengan penduduk Kufah yang tidak memberi pembelaan dan pertolongan kepada keluarga nabi?. Mereka tidak memberi respon apa-apa terhadap peristiwa tersebut. Ya, mereka bisa jadi tidak memiliki tenaga yang cukup untuk berjihad bersama Imam Husain as sebab mereka hari itu berpuasa sesuai 'perintah' nabi, “Ia (puasa) ‘Asyura, menghapus dosa tahun lalu.” (HR. Muslim). Atau mereka menganggap Imam Husain as tidak layak mendapat pertolongan, sementara mereka sendiri mengakui Imam Husain as terbunuh secara dzalim.
Mereka yang mengaku Ahlus Sunnah (padahal jauh dari sunnah) berupaya mengubur dalam-dalam tragedi ini, agar tidak lagi diperbincangkan dan menjadi ingatan bagi kaum muslimin. Di hari Asyura mereka melakukan tiga hal, berpuasa, mengecam Syiah dan membela Yazid, tidak melaknat dan juga tidak mencintainya. Mereka berupaya mengampuni Yazid dengan dalil hadits dari Rasulullah saww, "Pasukan yang paling pertama menyerang Romawi diampuni." (HR. Bukhari). Kalaupun benar hadits ini shahih dan ekspedisi ini dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah, itu tidak memberi dampak apa-apa terhadap pengampunan kedzalimannya kepada keluarga dan sahabat-sahabat nabi. Sebab penyerangan tersebut terjadi pada tahun 49 H, pengampunan dimaknai sebagai terhapusnya dosa-dosa yang telah dilakukan, seseorang tidak diampuni karena dosa-dosa yang belum dilakukannya. Sementara tragedi Karbala terjadi pada tahun 61 H dan tragedi Al-Harrah pada tahun 63 H, jauh setelah ekspedisi Yazid ke Romawi. Kalau mau tetap memaksakan diri menafsirkan hadits Rasulullah saww tersebut bahwa yang dimaksud diampuni adalah dosa setelah dan yang akan datang, maka harus kita akui, Yazid lebih tinggi keutamaannya dibanding sahabat-sahabat utama nabi (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali –ridha Allah atas mereka-) sebab tidak ada pernyataan nabi yang menggambarkan keutamaan sebagaimana yang dimiliki Yazid sebagai pemimpin pasukan menyerang Romawi, yang terampuni dosa-dosanya sebesar dan sedzalim apapun.
Apakah dosa membunuh keluarga nabi dan sahabat-sahabatnya akan terampuni sementara Allah SWT berfirman, "Barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahannam. Dia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya." (Qs. An-Nisa : 93). Di ayat yang lain, "Yaitu hari yang tidak berguna bagi orang-orang dzalim permintaan maaf mereka, bagi mereka laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk." (Qs. Al-Mu'min : 52). Ayat lainnya, "Ingatlah, laknat Allah ditimpakan atas orang-orang yang dzalim." (Qs. Hud: 18) dan masih banyak ayat lain yang bernada serupa.
Kalau dikatakan Yazid menyesali terbunuhnya Imam Husain as dan nampak terlihat kesedihan di wajahnya dan suara tangisan pun memenuhi rumahnya, lalu apa tindakannya terhadap pembunuh Imam Husain as, apakah dia memberikan hukuman kepada Ubaidillah bin Ziyad? Memecatnya sebagai gubernur pun tidak sama sekali. Tindakan memulangkan secara hormatpun keluarga nabi yang tersisa ke Madinah, tidak memiliki arti apa-apa, tanpa memberikan hukuman kepada pembunuh Imam Husain as. Bahkan tahun selanjutnya Yazid memerintahkan untuk menyerang kota Madinah. Kenyataan ini menunjukkan keterlibatan Yazid dalam tragedi Karbala, sebagai khalifah saat itu, dia bertanggungjawab penuh atas tragedi tersebut.
Tentang hadits "Janganlah kalian mencela orang yang telah meninggal dunia, karena mereka telah menyerahkan apa yang telah mereka perbuat." (HR. Bukhari). Benar-benar sangat meragukan telah diucapkan oleh Rasulullah saww sebab itu berarti, kita dilarang membaca ayat-ayat Al-Qur'an yang bernada celaan dan laknat kepada mereka yang kafir dan dzalim. Bukankah laknat dan celaan Allah SWT tersebar dibanyak ayat kepada Firaun, Qarun, kaum A'ad, Tsamud, Abu Lahab dan secara umum kepada orang-orang kafir, yang kesemuanya adalah orang-orang terdahulu. Meskipun hadits tersebut berkenaan dengan Abu Jahal, namun teks hadits tersebut bermakna umum, yang artinya kita tidak boleh mencela Firaun, Qarun, Abu Lahab dan orang-orang kafir karena telah meninggal dunia dan telah menyerahkan apa yang telah diperbuatnya. Bagaimanapun menurut ijma kaum muslimin, kedudukan Al-Qur'an lebih tinggi dari hadits, karenanya jika matan sebuah hadits bertentangan dengan pesan-pesan Al-Qur'an maka hadits tersebut harus ditolak. Hatta diriwayatkan oleh Imam Bukhari sekalipun.
Apakah dengan dalil-dalil di atas membuat kita tetap bersedia terpengaruh dengan ajakan ustadz-ustadz WI untuk bersikap sama dengan Adz-Dzahabi, "Kita tidak mencela Yazid, tapi tidak pula mencintainya."? Atau bersedia melaknat Yazid, sebagaimana Allah SWT melaknat mereka yang telah menyakiti Rasulullah?. Pilihan anda menunjukkan derajat keimanan anda.
Saya merasa perlu menulis ini, sebab postingan "Siapa Pembunuh Al Husain Radhiyallahu 'anhuma?" di situs resmi Wahdah Islamiyah menurut saya sangat tidak Islami dan menyimpang dari sunnah.
Wallahu 'alam bishshawwab
:
- http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=1941&Itemid=188
Falsafah Menangis atas Imam Husain as
|
Ismail Amin
Karbala, nama hamparan sahara dekat sungai Eufrat yang menjadi panggung drama nyata tragedi kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah. Sebuah padang pasir yang di beritakan dalam Al-Kitab, bahwa di tempat ini terjadi penyembelihan yang teramat dahsyat, yang digambarkan pedang akan makan sampai kenyang dan akan puas minum darah mereka (Yeremia 46:1).
Dari sekian tragedi kemanusiaan yang terjadi, tragedi di Karbalalah yang terbesar. Bukan dilihat dari jumlah korban, melainkan siapa yang telahmenjadi korban dan bergelimang darah. Jumlah mereka tidak seberapa, 'hanya' kurang lebih 72 orang. Yang menjadikan peristiwa ini sulit untuk terlupakan adalah Karbala menjadi samudera pasir yang menyuguhkan genangan darah dan air mata suci putera-puteri Rasul. 10 Muharram 61 Hijriah, Imam Husain bersama 72 pengikutnya — termasuk di dalamnya anak-anak — syahid dibantai oleh sekitar 30.000 tentara Yazid bin Muawiyyah di padang Karbala , Irak. Kepala Imam dan para syuhada dipenggal dan diarak keliling kota .
Tragedi Karbala merupakan tragedi terbesar sepanjang sejarah Islam. Meski telah berlalu berabad-abad lamanya, namun masih sangat membekas dan berpengaruh dalam benak umat manusia, seakan-akan peristiwa ini terjadi kemarin sore. Kita tidak menemukan peristiwa apapun di dunia ini yang dikenang sedemikian rupa melebihi kenangan atas tragedi Karbala. Tragedi Karbala benar-benar menggelitik nalar dan nurani kita untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan; mengapa tragedi ini harus selalu dikenang ? Mengapa kematian sekelompok orang yang sudah berlalu sekian abad masih terus ditangisi? Mengapa perasaan benci terhadap para pembantai keluarga Nabi masih terus dipelihara? Bukankah sebagai seorang muslim sudah seharusnya melupakan masa lalu dan memaafkan segala kesalahan mereka? Bukankah membahas peristiwa ini hanya akan menyulut benih-benih perpecahan antara kaum muslimin, antara kelompok yang pro dengan kebangkitan dan kesyahidan Imam Husain as, dengan kelompok yang kontra dan menganggap Imam Husain as adalah agitor dan pemberontak terhadap penguasa yang sah ?. Masihkah relevan kita memperbincangkan tentang kesyahidan Imam Husain di padang Karbala di abad yang justru orang-orang membincangkan perdebatan antar budaya dan peradaban melalui dunia maya? Apa faedah kita mengungkit-ngungkit tragedi yang telah menjadi masa lalu ini, dan buat apa kita menangisinya ?. Bukankah semestinya kita berpikir tentang upaya mendirikan peradaban yang lebih manusiawi dan membangun masyarakat yang inklusif-prularis di tengah perseteruan yang tajam antar penganut agama?
Saya pribadi, menganggap hal ini sangat penting untuk kita perbincangkan. Terlepas dari tragedi Karbala, di Indonesia, atas nama suku, agama, ras dan golongan, nyawa manusia tidak lebih mahal dari sebungkus rokok. Aceh, Ambon , Sambas, Sampit, Poso, Papua adalah sebagian diatara kota-kota yang telah menjadi saksi prahara itu. Kitapun menyaksikan sampai detik ini, Jet-jet tempur Rezim Zionis Israel tak henti-hentinya menggempur sejumlah kawasan di Jalur Gaza yang menjadikan ratusan orang hancur menjadi debu dan darah dalam waktu singkat. Genangan darah, tumpukan mayat diantara bangunan yang roboh, jerit tangis dan air mata telah menjadi saksi atas kebiadaban segelintir manusia atas manusia lainnya. Lalu, di manakah kemanusiaan kita? Tersentuhkah kita dengan derita-derita mereka? Sayyid Muhammad Husain Fadhlullah pernah berkata, “Mereka yang tidak pernah tersentuh dengan tragedi Karbala, tidak akan pernah tersentuh dengan tragedi kemanusiaan yang lain.” Tragedi Karbala menjadi ukuran. Kepedulian kita atas tragedi kemanusiaan, khususnya di bumi Nusantara maupun yang terjadi di Gaza saat ini akan terukur dari kepedulian kita pada Karbala . Imam Ja;far Ash-Shadiq as pernah berkata, “Sungguh kesyahidan Husain senantiasa membakar hati-hati orang-orang yang beriman.” Dari sini, saya melihat tragedi Karbala sangat relevan untuk kita kenang.
Hakikat Tangisan
Pertama-tama, kami tegaskan bahwa masalah memperingati tragedi Karbala (10 Muharram) bukanlah masalah khas Syi'ah saja, tetapi masalah islami. Meskipun muslim yang bermadhzab Syi'ah lebih memberikan prioritas terhadap peristiwa ini dibanding kelompok muslim lainnya. Sebab, Imam Husain ra tokoh utama dibalik tragedi ini, bukanlah pelita bagi kaum Syi'ah saja, melainkan lentera hati setiap mukmin, apapun madhzabnya. Karenanya, kami tegaskan lagi, apapun yang berkaitan dengan peristiwa karbala pada hakikatnya adalah fenomena islami. Yang akan saya ketengahkan adalah, tangisan dan perilakunya terhadap manusia. Kami berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis seputar tangisan yang biasa dilakukan orang-orang Syi'ah saat mengenang peristiwa Karbala. Peringatan akan tragedi Karbala dengan tangisan dan ratapan yang mereka lakukan bagi sebagian muslim yang lain adalah bid'ah bahkan cenderung kepada kesyirikan. Manusia manapun pasti mengalami kegetiran hidup yang membuatnya harus menangis. Bahkan lembaran kehidupan manusia diawali dengan tangisan dan diakhiri pula dengan tangisan perpisahan. Tangisan sesuatu yang alamiah, sesuatu yang telah menjadi fitrah kemanusiaan. Menurut Syaikh Taqi Misbah Yazdi, menangis disebabkan empat tingkatan spiritual : keridhaan (ar-rida'), kebenaran (ash-shidiq), petunjuk (al-hidayah) dan pemilihan (al-isthifa'). Dan para nabi telah mencapai empat tingkatan spiritual yang tinggi ini. "Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur'an al-Karim dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi." Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." (Qs. Al-Isra' : 107-109). Melalui ayat ini, disimpulkan bahwa ilmu dan makrifat adalah penyebab timbulnya tangisan. Setiap orang yang mengetahui hakikat sesuatu, mengetahui hakikat kenabian Rasulullah SAW dan mengetahui hakikat kesyahidan Imam Husain as, maka hatinya sangat peka dan matanya muda mengucurkan air mata. Rasul bersabda, "Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Di ayat lain Allah SWT berfirman, "Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul, kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (Qs. Al-Maidah : 83).
Seseorang yang menjadikan Imam Husain sebagai kekasihnya dan mendengar sang kekasih mengalami musibah dan bencana, apa layak hanya menanggapinya dengan dingin dan tidak menangis ?. Imam Husain adalah adalah kekasih bagi setiap muslim, beliau gugur dalam keadaan kehausan dan tidak cukup dibantai, tapi kepala beliau dipisahkan dari tubuhnya dan ditancapkan di atas tombak serta di bawa untuk dipersembahkan kepada raja Yazid yang bermukim di Syuriah. Oleh karenanya bagi yang ingin menziarahi tubuh Imam Husain, maka hendaknya pergi ke Karbala Irak dan bagi yang ingin menziarahi kepalanya, maka hendaknya pergi ke Suriah. Ini bukan cerita dongeng, sejarahnya sangat masyhur dan ditulis dalam kitab-kitab ahli sejarah. Tidak ada yang memungkiri, Imam Husain adalah cucu kesayangan nabi, dan berkali-kali menyampaikan kepada para sahabat untuk juga menyayanginya. Abu Hurairah bercerita, “Rasulullah SAW datang kepada kami bersama kedua cucu beliau, Hasan dan Husain. Yang pertama di bahu beliau yang satu, yang kedua di bahu beliau yang lain. Kemudian beliau bersabda, ‘Barang siapa mencintai keduanya (Hasan dan Husain) berarti juga mencintai daku; barang siapa membenci keduanya berarti juga membenci daku.” Imam Husain adalah kekasih setiap mukmin dan mukminah dan teman dekat setiap Muslim dan Muslimah, sehingga setiap orang mukmin akan merasa sedih atas kepergiannya. Tidak sedikit rakyat Pakistan yang menangisi kematian Benazir Bhutto yang tragis ataupun mahasiswa Makassar yang tidak bosan-bosannya memperingati tragedi AMARAH tiap tahunnya, maka bagaimana mungkin kita tidak menangis atas kematian Imam Husain yang mengajari dan menjaga nilai-nilai dan prinsip-prinsip kebenaran! Seandainya kalau bukan karena jihad sucinya, niscaya Islam akan lenyap bahkan namanya pun tidak akan terdengar. "Jikalau raga diciptakan untuk menyongsong kematian, maka kematian di ujung pedang di jalan Allah jauh lebih baik dan mulia ketimbang mati di atas ranjang." (Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib).
Menangis atas Imam Husain, Sunnah atau Bid'ah?
Allah SWT berfirman tentang nabi Yaqub as yang menangisi kepergian anaknya, Nabi Yusuf as, "…Aduhai duka citaku terhadap Yusuf; dan kedua matanya menjadi putih (buta) karena kesedihan dan dialah yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya)." (Qs. Yusuf : 85). Dari ayat ini, kita bisa bertanya, apakah tangisan Nabi Yaqub as karena terpisah dengan anaknya sampai matanya menjadi buta adalah bentuk jaza' (keluh kesah) yang dilarang ? apakah Nabi Yaqub as melakukan sesuatu yang menjemuruskan dia dalam kebinasaan sampai anak-anaknya bertanya, " Demi Allah, senantiasa kamu mengingat Yusuf, sehingga kamu mengidap penyakit yang berat atau termasuk orang yang binasa ?" (Qs. Yusuf : 86). Alhasil, Al-Qur'an menceritakan bahwa ketika Yusuf dijauhkan Allah SWT dari pandangan Yaqub serta merta Yaqub menangis sampai air matanya mengering karena sangat sedihnya. Tentu saja tangisan Nabi Yaqub as bukanlah tangisan keluh kesah yang sia-sia, melainkan ungkapan kesedihan atas kebenaran yang telah dikotori, atas anaknya Yusuf yang telah di dzalimi. Hakim an-Naisaburi dalam Mustadrak Shahih Muslim dan Bukhari meriwayatkan, bahwa Rasulullah keluar menemui para sahabatnya setelah malaikat Jibril memberitahunya tentang terbunuhnya Imam Husain dan ia membawa tanah Karbala. Beliau menangis tersedu-sedu di hadapan para sahabatnya sehingga mereka menanyakan hal tersebut. Beliau memberitahu mereka, "Beberapa saat yang lalu Jibril mendatangiku dan membawa tanah Karbala , lalu ia mengatakan kepadaku bahwa di tanah itulah anakku Husain akan terbunuh." Kemudian beliau menangis lagi, dan para sahabatpun ikut menangis. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa inilah acara ma'tam (acara kesedihan dan belasungkawa untuk Imam Husain).
Jika ketika mendengar kisah terbunuhnya Imam Husain lalu tidak mengucurkan air mata, maka kitapun akan dingin terhadap tragedi-tragedi kemanusiaan lainnya. Karenanya wajar, hati masyarakat kita tidak tersentuh ketika mendengar berita seorang suami membakar istrinya, seseorang membunuh dengan dalih yang sepele dan sebagainya. Mayoritas kita kehilangan kepekaan kemanusiaan dan empati sosial ketika menatap korban-korban di Jalur Gaza yang berlumuran darah dan debu bangunan. Masyarakat kita tidak terbiasa menangis tetapi terbiasa untuk tertawa. Hati kita cenderung keras dan menganggap tangisan adalah bentuk kekalahan. Tangisan atas Imam Husain bukanlah tangisan kehinaan dan kekalahan, namun adalah protes keras atas segala bentuk kebatilan dan sponsornya di sepanjang masa. Orang-orang mukmin merasakan gelora dalam jiwanya ketika mengenang terbunuhnya Imam Husain, bahkan Mahatma Ghandi berkali-kali mengatakan semangat perjuangannya terinspirasi dari revolusi Imam Husain ra.
Kullu Yaumin As-Syura , Kullu ardin Karbala, semua hari adalah As-Syura, semua tempat adalah Karbala. Hari asy-Syura sesungguhnya termasuk hari-hari Allah, tentangnya Allah berfirman: "Keluarkanlah kaummu dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah." (Qs. 14:5). Meskipun ada usaha-usaha untuk memadamkan gelora perlawanan akan ketertindasan dan kedzaliman. Tetapi Allah Maha Perkasa, Dia tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun musuh-musuh-Nya tidak suka. Allah tetap menjaga gelora spiritual itu tetap menyala di hati-hati orang mukmin dan tidak akan pernah padam sampai hari kiamat. Semua mukminin wajib mengenang tragedi ini dan menangis atasnya, "Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis?" (QS. An-Najm: 59-60)
Wallahu'alam bishshawwab
Qom, penghujung tahun 2010 M (abna.ir)
BUKTI-BUKTI KEBENARAN PASCA SYAHADAH | |||||
Orang zalim sekuat apapun dia, sebanyak apapun pendukungnya dan selama apapun masa kekuasaannya, dia tetaplah lemah. Sebab Allah SWT, pemilik kekuatan mutlak, yang berhadapan langsung dengannya. Dialah yang selalu mengawasi gerak-gerik orang-orang zalim dan durjana, lalu mengazab mereka dan menurunkan atas mereka segala macam bencana baik di dunia maupun di akhirat. Demikianlah hukum dan ketentuan yang Allah perlihatkan kepada mereka yang menzalimi Al-Husain as., membantai dan menginjak-injak kehormatannya. Allah telah menghukum mereka di dunia dengan siksaan dan derita. Dan kelak di hari kiamat azab yang akan mereka rasakan jauh lebih pedih. Allah SWT selalu menolong mereka yang dizalimi karena memperjuangkan kebenaran dan demi tegaknya kalimatullah. Karenanya Allah menampakkan kezaliman yang mereka alami di dunia sedang mereka berada di jalan yang benar dan musuh-musuh mereka berada di kedalaman neraka, mereka kekal di dalamnya. Sungguh tempat adalah seburuk-buruk tempat kembali. Setelah kematian Al-Husain as., Allah SWT menunjukkan banyak bukti kebenaran yang disaksikan dan diyakini oleh semua orang. Hal itu menunjukkan bahwa Al-Husain as. terbunuh di jalan kebenaran. Kedudukan beliau di sisi Allah adalah kedudukan yang tinggi. Beliau dan para sahabatnya mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya. Karena itu, peristiwa yang mereka alami, nama dan jalan yang mereka tempuh tetap hidup sepanjang masa. Orang-orang yang berjiwa merdeka di dunia akan terus mengikuti apa yang mereka perjuangkan, sepanjang zaman, dan akan tetap abadi sampai Allah mengizinkan Al-Qaim Al-Mahdi as. untuk muncul dan menuntut balas kematian beliau. Disini kami sebutkan beberapa bukti kebenaran yang terlihat setelah syahadah Al-Husain as. yang kami nukil dari buku-buku rujukan stantard kaum muslimin: Kepala suci Al-Husain as. yang berada di ujung tombak berbicara dengan membawakan ayat-ayat suci Al-Quran dan lainnya. Miftahu Al-Naja fi Manaqibi Aali Al-'Abahal. 145, Al-Khashaishu Al-Kubra 2 hal. 127, Al-Kawakibu Al-Durruiyyah hal. 57, Is'afu Al-Raghibin hal. 218, Nuuru Al-Abshar hal. 125, dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 452-453. Al-Husain as. melemparkan darah ke atas dan tak setetespun yang jatuh ke tanah Kifayatu Al-Thalibhal. 284 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 454. Pada hari Al-Husain as. terbunuh, langit meneteskan hujan darah sehingga semua orang pada keesokan harinya mendapati apa yang mereka miliki telah dipenuhi oleh darah. Darah itu membekas pada baju-baju mereka beberapa waktu lamanya, hingga akhirnya terkoyak-koyak. Warna merah darah terlihat di langit pada hari itu. Peristiwa tersebut hanya pernah terjadi saat itu saja. Maqtalu Al-Husain 2 hal. 89, Dzakhairu Al-'Uqba hal. 144, 145 dan 150, Tarikhu Dimasyq -seperti yang disebutkan di muntakhab (ringkasan)nya- 4 hal. 339, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 116 dan 192, Al-Khashaishu Al-Kubra hal. 126, Wasilatu Al-Maal hal. 197, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 320 dan 356, Nuuru Al-Abshar hal. 123, Al-Ithaf bi Hubbi Al-Asyraf hal. 12, Tarikhu Al-Islam 2 hal 349, Tadzkiratu Al-Khawash hal. 284, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 220 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 458-462. Pada hari Al-Husain as. terbunuh, tak ada satu batupun di dunia yang diangkat kecuali di bawahnya terdapat darah segar mengalir Tadzkiratu Al-Khawash hal. 284, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 220, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 320 dan 356, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 349, Kifayatu Al-Thalib hal. 295, Al-Ithaf fi Hubbi Al-Asyraf hal. 12, Is'afu Al-Raghibin hal. 215, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 116 dan 192, Miftahu Al-Naja - tulisan tangan -, Tafsir Ibnu Katsir 9 hal. 162, Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 462 dan 481-483. Ketika kepala Al-Husain as. dibawa ke istana Ubaidillah bin Ziyad, orang ramai melihat dinding-dinding mengalirkan darah segar. Dzakahiru Al-'Uqbahal. 144, Tarikhu Dimasyq seperti yang disebutkan dalam muntakhab-nya 4 hal. 339, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 192, Wasilatu Al-Maal hal. 197, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 322, dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 463. Ketika Al-Husain as. terbunuh, selama beberapa hari, lagit memerah bagai segumpal darah. Al-Mu'jamu Al-Kabirhal. 145, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 196, Al-Khashaishu Al-Kubra 2 hal. 127 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 464. Ketika Al-Husain as. terbunuh, selama tujuh hari, orang-orang ketika melakukan salat Ashar, mereka melihat matahari berwarna merah darah dari celah-celah tembok. Merekapun menyaksikan bintang-bintang saling bertabrakan satu dengan yang lain. Al-Mu'jamu Al-Kabirhal. 146, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 197, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 348, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 210, Tarikhu Al-Khulafa' hal. 80, Al-Shawaiqu Al-Muhariqah hal. 192, Is'afu Al-Raghibin hal. 251, dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 465-466. Ketika Al-Husain as. terbunuh, selama dua atau tiga bulan orang-orang banyak menyaksikan tembok-tembok yang bagai dicat darah, mulai dari waktu salat subuh hingga terbenamnya matahari. Tadzkiratu Al-Khawashhal. 284, Al-Kamil fi Al-Tarikh 3 hal. 301, Al-Bidayatu wa Al-Nihayah 8 hal. 171, Al-Fushulu Al-Muhimmah hal. 179, Akhbaru Al-Duwal hal. 109 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 466-467. Ketika Al-Husain as. terbunuh, di sudut-sudut langit terlihat warna warna kemerahan. Warna merah itu menandakan bahwa langit tengah menangis. Sewaktu pasukan musuh membagi-bagikan sejenis tumbuhan berwarna kuning milik Al-Husain as., tumbuhan itu berubah menjadi abu. Dan sewaktu mereka menyembelih seekor unta yang dirampas dari kamp Al-Husain as., mereka menemukan sejenis kayu di dagingnya. Maqtalu Al-Husain 2 hal. 90, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 348, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 311, Tafsir Ibnu Katsir 9 hal. 162, Tahdzibu Al-Tahdzib 2 hal. 353, Tarikhu Dimasyq 4 hal. 339, Al-Mahasinu wa Al-Masaw.i hal. 62, Tarikhu Al-Khulafa' hal. 80 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 467-469. Ufuk langit berwarna kemerahan setelah kematian Al-Husain as. yang menampakkan warna darah. Hal itu berlangsung selama enam bulan. Tarikhu Al-Islam 2 hal. 348, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 210, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 192, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 197, Tarikhu Al-Khulafa' hal. 80, Mifathu Al-Naja -tulisan tangan-, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 322, Is'afu Al-Raghibin hal. 215 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 469-470. Langit tak pernah berwarna merah darah, sampai terjadinya pembantaian atas diri Al-Husain as. Di negeri Rumawi, selama empat bulan, tak ada seorang wanitapun yang mengalami menstruasi kecuali berwarna putih. Kaisar Rumawi segera berkirim surat kepada penguasa Arab dan mengatakan, "Kalian pasti telah membunuh seorang Nabi atau putra Nabi. Al-Mu'jamu Al-Kabirhal. 146, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 90, Al-Mahasinu wa Al-Masawi hal. 62, Tarikhu Dimasyq 4 hal. 339, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 348, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 211, Al-Shawaiqu Al-Muhariqah hal. 192, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 197, Muntakhabu Kanzi Al-'Ummal -dicetak di pinggir Musnad- 5 hal. 112, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 322, dan 356, Mifathu Al-Naja -tulisan tangan- dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 471-473. Ketika Al-Husain as. terbunuh, selama tiga hari dunia menjadi gelap gulita, lalu terang kembali dan terlihat warna kemerahan di langit. Tidak ada seorangpun yang menyentuh za'faron Al-Husain as., kecuali terbakar. Tadzkiratu Al-Khawashhal. 283, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 192, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 220, Miftahu Al-Naja -tulisan tangan-, Nuuru Al-Abshar hal. 123, Tarikhu Dimasyq 4 hal. 339, Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 474-475. Langit tidak pernah menangisi siapapun juga kecuali dua orang: Yahya bin Zakaria dan Al-Husain bin Ali as. Tangisan langit adalah ketika ia memerah hingga mirip bunga mawar yang dibubuhi minyak sampai mengkilat. Tarikhu Dimasyq 4 hal. 339, Kifatayu Al-Thalib hal. 289, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 210, Tadzkiratu Al-Khwash hal. 283, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 220, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 192, Miftahu Al-Naja -tulisan tangan-, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 322, Nuuru Al-Abshar hal. 123, Tafsir Al-Quran karya Ibnu Katsir 9 hal. 162 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 476-478. Ketika Al-Husain as. terbunuh, terjadilah gerhana matahari total yang menyebabkab bintang-bintang terlihat di siang hari dan orang-orang menyangkanya matahari. Al-Mu'jamu Al-Kabirhal. 145, Kifayatu Al-Thalib hal. 296, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 89, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 220, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 197, Al-Ithaf fi Hubbi Al-Asyraf hal. 12, Is'afu Al-Raghibin hal. 111, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 321 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 479-480. Sesaat setelah Al-Husain as. terbunuh, warna langit menghitam pekat sekali. Lalu bintang-bintang bermunculan di siang hari, sampai-sampai bintang kembar terlihat di waktu sore. Segumpal tanah berwarna merah jatuh dari atas. Langit terlihat berwarna merah bagai darah selama tujuh hari tujuh malam. Tarikhu Dimasyq 4 hal. 339 dan Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 116. Pada hari Al-Husain as. terbunuh, tak ada satupun batu di Syam dan Baitul Maqdis yang diangkat kecuali di bawahnya terdapat darah yang masih segar. Al-Mu'jamu Al-Kabirhal. 145, Dzakhiru Al-'Uqba hal. 145, Al-Unsu Al-Jalil hal. 252, Wasilatu Al-Maal hal. 197, Tahdzibu Al-Tahdzib 2 hal. 353, Kifayatu Al-Thalib hal. 296, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 348, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 212, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 89 dan 90, Al-'Iqdu Al-Farid 2 hal. 220, Al-Khashaishu Al-Kubra 2 hal. 126, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 196, Tarikhu Al-Khulafa' hal. 80, Miftahu Al-Naja -tulisan tangan-, Nuuru Al-Abshar hal. 123, Yanabi'u Almawaddah hal. 321, Is'afu Al-Raghibin hal. 215 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 484-488. Pada hari 'Asyura' burung-burung menahan diri dari memakan makanan. Maqtalu Al-Husain 2 hal. 91 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 490. Dari bejana tempat kepala Al-Husain as. diletakkan,terpancar sinar yang terang menembus langit dan burung-burung mengepakkan sayap mereka mengelilingi kepala suci tersebut. Maqtalu Al-Husain 2 hal 101, Al-Kamil fi Al-Tarikh 3 hal. 296 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 491. Pada saat Al-Husain as. terbunuh, seekor burung gagak datang dan bergumul di tumpahan darah beliau lalu terbang kembali menuju kota Madinah dan hinggap di dinding rumah Fatimah binti Al-Husain as. Maqtalu Al-Husain 2 hal. 92 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 492-493. Ketika Al-Husain as. terbunuh, banyak orang yang mendengar suara rintihan dan ratapan bangsa Jin untuk Al-Husain as. Mereka berkata: Wahai mata, lakukanlah dengan baik tugasmu Siapa lagi yang kan menangisi syuhada setelahku Tangisilah mereka yang berjalan digiring kematian Menuju negeri kekuasaan anak bekas budak belian Wahai kalian yang telah membantai Al-Husain Bersiaplah menerima azab dan balasan Seluruh penghuni langit mengutuk kalian Juga para nabi, utusan Allah dan bani insan Kalian dikutuk lewat lisan putra Daud, Sulaiman Juga Musa dan Isa, pembawa injil Tuhan Wanita mulia bangsa Jin menangis sedih Pukuli pipi yang bak keping emas nan bersih Berpakaian kumal warna hitam, matapun letih Aku bersedih meratapi Al-Husain Sungguh Al-Husain seorang pahlawan Demi Allah, aku datang kepada kalian setelah melihat dia Di tepi Furat, pipinya berdebu dan luka leher menganga Di sekitarnya, jasad-jasad muda dengan leher terluka Mereka bak pelita, mengusir gulita dengan cahaya Al-Husain bagaikan pelita penerang segala Allahlah saksinya bahwa aku tak berdusta Al-Husain tewas di negeri orang, sebatang kara Dengan rasa dahaga yang mencekik jiwanya Nabi sering mengusap dahinya Dari pipinya memancar cahaya Orang tuanya pembesar Quraisy Kakeknya, sebaik-baik orang tua Mereka membantaimu, wahai putra Rasul Tempat mereka adalah neraka selamanya Karena menyembelih unta, kaum Tsamud binasa Petaka tanpa bahagia adalah akhir nasib mereka Kehormatan cucu Rasulullah tentu lebih utama dan lebih agung dari hanya seekor induk unta Sangatlah mengherankan mereka tidak berubah rupa Mungkin Allah menangguhkan azab para durjana Al-Mu'jamu Al-Kabir hal. 147, Dzakhairu Al-'Uqba hal. 150, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 349, Asma' Al-Rijal 2 hal. 141, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 214, Akamu Al-Marjan hal. 147, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 217, 223, dan 224, Al-Ishabah 1 hal. 334, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 199, Al-Bidayah wa Al-Nihayah 6 hal. 231, 8 hal. 197 dan 200, Tarikhu Al-Khulafa' hal. 80, Al-Shawaiqu Al-Mughriqah hal. 194, Wasilatu Al-Maal hal. 197, Mifathu Al-Naja hal. 144, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 320, 323, 351, dan 352, Al-Syarafu Al-Muabbad hal. 68, Kifayatu Al-Thalib hal. 294 dan 295, Al-Maqtal 2 hal. 126, 127, Muhadharatu Al-Abrar 2 hal. 160, Tarikhu Al-Umami wa Al-Muluk 4 hal ; 357, Al-Kamil fi Al-Tarikh 3 hal. 301, Tahdzibu Al-Tahdzib 2 hal. 353, Al-Bad'u wa Al-Tarikh 6 hal. 10, Akhbaru Al-Duwal hal. 109, Nuuru Al-Qabas Al-Mukhtashar min Al-Muqtabas hal. 263, Taj Al-'Arus 3 hal. 196 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 570-589. Pada saat Al-Husain as. terbunuh, ditemukan sebuah batu yang bertuliskan: Kelak Fatimah kan datang dengan membawa baju berlumurkan darah Al-Husain, putranya Celakalah mereka, musuh pemberi syafa'at Di saat telah ditiupnya sangkakala kiamat Al-Tadzkirahhal. 284, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 219, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 331 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 569. Di dinding sebuah gereja tertulis: Apakah umat yang membantai Al-Husain Mengharapkan syafaat kakeknya di hari kiamat Ketika pendeta yang berada di sana ditanya tentang tulisan tersebut dan siapakah yang menulisnya, ia menjawab, "Bait syiar ini telah tertulis di sini sejak lima ratus tahun sebelum nabi kalian diutus." Tarikhu Al-Islam wa Al-Rijalhal. 386, Al-Akhbaru Al-Thiwal hal. 109, Hayatu Al-Hayawan 1 hal. 60, Nuuru Al-Abshar hal. 122, Kifayatu Al-Thalib hal. 290 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 567-568. Seorang penduduk Najran saat menggali tanah menemukan sebuah kepingan emas yang bertuliskan: Apakah umat yang telah membantai Al-Husain Mengharapkan syafaat kakeknya di hari kiamat Miftahu Al-Najahal. 135, Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 566. Sebuah tembok merekah lalu muncullah sebuah telapak tangan yang bertuliskan: Apakah umat yang telah membantai Al-Husain Mengharapkan syafaat kakeknya di hari kiamat. Tarikhu Al-Khamis 2 hal. 299 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 567. Setelah Al-Husain as. terbunuh, para durjana itu memenggal kepala beliau. Selagi mereka asyik duduk-duduk di tempat peristirahan pertama mereka untuk meminum arak, tiba-tiba sebuah tangan keluar dari balik sebuah tembok yang membawa sebuah pena dari besi lalu dengan bertintakan darah, ia menulis: Apakah umat yang telah membantai Al-Husain Mengharapkan syafaat kakeknya di hari kiamat Al-Mu'jamu Al-Kabirhal. 147, Dzakhairu Al-'Uqba hal. 144, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 93, Mahadhiru Al-Abrar 2 hal. 160, Kifayatu Al-Thalib hal. 291, Tarikhu Dimasyq 4 hal. 342, Tarikhu Al-Islam 3 hal. 13, Majma'u Alzawaid 9 hal. 199, Al-Bidayatu wa Al-Nihayah 8 hal. 200, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 116, Al-Khashaishu Al-Kubra 2 hal. 127, Al-Thabaqatu Al-Kubra 1 hal. 23, Jam'u Al-Fawaid 2 hal. 217, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 230 dan 351, Jaliyatu Al-Kadir hal. 198 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 561-565. Di atas sebuah batu terdapat tulisan yang berumur lebih dari seribu tahun sebelum masa kenabian. (Di beberapa gereja Rumawi ada sebuah tulisan yang berumur tiga ratus sampai enam ratus tahun sebelum masa kenabian). Tulisan itu adalah sebagai berikut: Apakah umat yang telah membantai Al-Husain Mengharapkan syafaat kakeknya di hari kiamat Al-Mu'jamu Al-Kabirhal. 147, Kifayatu Al-Thalib hal. 290, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 93, Al-Bidayah wa Al-Nihayah 8 hal. 200, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 199, Tarikhu Dimasyq 4 hal. 342, Al-Tadzkirah hal. 283, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 291, Maatsiru Al-Inafah fi Ma'alimi Al-Khilafah hal. 117, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 331, Mukhtasharu Tadzkirati Al-Qurthubi hal. 194 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 557-560. Dalam mimpi seorang yang ikut menyaksikan pembantaian atas diri Al-Husain as., Nabi saw. datang kepadanya dan mengoleskan darah suci cucu beliau itu ke mata orang tersebut. Keesokan harinya ia menjadi buta, karenanya. Nuuru Al-Abshar hal. 123, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 117 dan 194, Is'afu Al-Raghibin hal. 192, Al-Tadzkirah hal. 291, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 104, Rasyfatu Al-Shadi hal. 291, Yanabi'u Almawaddah hal. 330 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 552-555. Abu Raja' berkata, "Janganlah kalian mencaci Ali atau siapapun juga dari keluarga Nabi saw.! Sebab seorang dari bani Al-Hajim (Seorang tetangga dari Balhajim) memasuki kota Kufah sambil berseru, "Tidakkah kalian mengenal si fasik anak si fasik? Allah kini telah membinasakannya." Yang dia maksudkan adalah Al-Husain bin Ali as. Seketika itu juga Allah melemparnya dengan dua buah batu dari langit yang jatuh tepat mengenai kedua matanya. Akibatnya, dia menjadi buta untuk selamanya." Al-Manaqib karya Ahmad bin Hanbal -tulisan tangan-, Al-Mu'jamu Al-Kabir hal. 145, Tarikhu Dimasyq 4 hal. 430, Kifayatu Al-Thalib hal. 296, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 194, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 196, Akhbaru Al-Duwal hal. 109, Al-Mukhtar hal. 22, Tahdzibu Al-Tahdzib 2 hal. 353, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 211, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 248, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 220, Miftahu Al-Naja hal. 151, Rasyfatu Al-Shadi hal. 63, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 220, Wasilatu Al-Maal hal. 197 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 547-550. Semua orang yang ikut serta dalam pasukan yang membantai Al-Husain as. mengalami penderitaan di dunia. Ada yang terbunuh, ada yang menjadi buta, ada yang wajahnya berubah menjadi berwarna hitam pekat, dan ada juga yang kehilangan kekuasaan dalam tempo yang relatif singkat. Al-Tadzkirahhal. 290, Nuuru Al-Abshar hal. 123, Is'afu Al-Raghibin hal. 192, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 322 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 513. Seorang yang menghalangi Al-Husain as. untuk sampai ke air mendapatkan siksaan dari Allah berupa rasa haus yang mencekik. Itu terjadi setelah Al-Husain as. mendoakannya dengan berkata, "Ya Allah, siksalah ia dengan rasa dahaga yang mencekik! Ya Allah siksalah ia dengan rasa haus yang mencekik!" Berkat doa itu, orang tersebut berteriak-teriak karena rasa panas yang ia rasakan dari dalam perut. Sedangkan punggungnya terasa amat dingin, hingga kemudian perutnya terkoyak seperti perut unta yang dibelah. Maqtalu Al-Husain 2 hal. 91, Dzakhairu Al-'Uqba hal. 144, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 195, Majabi Al-Da'wah hal. 38 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 514-515. Ketika seseorang berkata kepada Al-Husain as., "Bersiap-siaplah untuk masuk neraka!", Al-Husain as. mendoakannya dan berkata, "Ya Allah, kirimlah ia segera ke neraka!" Tiba-tiba kuda yang ditungganginya bergerak tak terkendali sehingga ia terjatuh di sungai dengan kaki yang masih tergantung di pelana kuda dan kepala yang membentur tanah. Kuda tersebut berlari ke sana kemari. Kepala orang itu membentur setiap batu dan pohon yang dilaluinya hingga ajal datang merenggut nyawanya. Tarikhu Al-Umami wa Al-Muluk 4 hal. 327, Al-Mu'jamu Al-Kabir hal. 146, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 94, Dzakkhairu Al-'Uqba hal. 144, Al-Kamil fi Al-Tarikh 3 hal. 289, Kifayatu Al-Thalib hal. 287, Wasilatu Al-Maal hal. 197, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 342 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 516-519. Pada saat mereka menghalangi Al-Husain as. untuk sampai ke sungai dan meminum air darinya, seseorang berseru kepada beliau, "Lihatlah sungai yang terbentang luas ini! Seperti bentangan langit bukan ? Tapi sayang, kau tidak akan mendapatkan setetespun darinya, sampai kau mati perlahan-lahan karena kehausan." Al-Husain as. mengadu kepada Allah dan berkata, "Ya Allah, binasakanlah ia dengan rasa haus yang mencekik !" Berkat doa tersebut, ia mendapatkan kutukan dari Allah, hingga tidak pernah merasa puas meskipun banyak air yang telah memasuki kerongkongannya. Akhirnya ia mati karena rasa dahaganya itu. Al-Shawaiqu Al-Muhariqah hal. 195 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 520. Beberapa orang yang menghalangi Al-Husain as. untuk sampai ke air, semuanya mati kehausan berkat doa beliau as. Seseorang menjadi buta. Kaki dan tangannya terlepas dari tubuhnya, karena berniat merampas pakaian yang dikenakan Al-Husain as. Hal itu terjadi setelah ia ia bermimpi melihat Fatimah as. mengutuknya. Seorang lagi, yang merampas sorban Al-Husain as., tangannya terpotong sampai ke siku. Dan ia hidup dalam kesengsaraan dan kemiskinan. Keadaannya sangat mengenaskan sampai ajal datng menjemputnya. Orang yang mengatakan, "Sayalah yang telah berhasil membunuh Al-Husain as.," lidahnya terkatup menjadi bisu dan tak lama setelah itu ia menjadi gila. Al-Bidayatu wa Al-Nihayah 8 hal. 174, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 348, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 34, 94 dan 103, Tarikhu Dimasyq 4 hal. 340, Al-Kamil fi Al-Tarikh 3 hal. 283, Al-Mu'jamu Al-Kabir hal. 146, Dzakhairu Al-'Uqba hal. 144, Kifayatu Al-Thalib hal. 287, Wasilatu Al-Maal hal. 196 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 522-525 dan 528-530. Orang yang merampas celana Al-Husain as. menjadi lumpuh beberapa waktu lamanya. Sedangkan yang merampas sorban beliau tertimpa penyakit kusta dan yang mengambil baju perang beliau menjadi gila. Lalu pada saat itu juga, terlihat debu tebal yang berwarna gelap disertai oleh tiupan angin merah sehingga tak ada sesuatupun yang tampak. Orang-orang menyangka bahwa azab Allah akan segera menimpa mereka. Maqtalu Al-Husain 2 hal. 37 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 526. Ketika kepala suci Al-Husain as. dihadapkan ke Yazid bin Mu'awiyah, tiba-tiba dari balik dinding istana keluar sebuah tangan yng lantas menulis di dahi beliau: Apakah umat yang telah membantai Al-Husain Mengharapkan syafaat kakeknya di hari kiamat Ghuraru Al-Khashaishi Al-Wadhihahhal. 276 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 546. Setelah Ubaidillah bin Ziyad dan kawan-kawannya berhasil dibunuh dan kepalanya dibawa ke hadapan Mukhtar, datanglah seekor ular yang menyusup di antara kepala-kepala tersebut lalu masuk ke mulut Ibnu Ziyad dan keluar lewat lehernya. Kemudian masuk lagi dari leher dan keluar lewat mulutnya. Demikianlah ia keluar masuk kepala yang satu ini, padahal masih banyak kepala-kepala yang lain di situ. Mereka yang menyaksikan adegan tersebut berkata, "Sungguh Ibnu Ziyad dan kawan-kawannya telah merugi di dunia dan akherat." Mereka lantas menangisi Al-Husain as., anak-anak dan para sahabatnya yang setia. Shahih Tirmidzi13 hal. 97, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 84, Usdu Al-Ghabah 2 hal. 22, Al-Mu'jamu Al-Kabir hal. 145, Dzakhairu Al-'Uqba hal. 128, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 359, Mukhtasharu Tadzkirati Al-Qurthubi hal. 192, Jami'u Al-Ushul 10 hal. 25, Al-Shawaiqu Al-Muhariqah hal. 196, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 220, 'Umdatu Al-Qari 16 hal. 241, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 321, Is'afu Al-Raghibin hal. 185, Nuuru Al-Abshar hal. 126 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 542-545. Wajah Harmalah, salah seorang yang terlibat langsung dalam membunuh Al-Husain as., berubah menjadi sangat buruk dan berwarna hitam lebam.Beberapa setelah itu, pada malam hari, pasukan Mukhtar menangkap dan melemparkannya ke dalam api yang berkobar-kobar. Al-Tadzkirahhal. 291, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 330, Is'afu Al-Raghibin hal. 192, Nuuru Al-Abshar hal. 123 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 531-532. Ketika seseorang berkata, "Tak ada seorangpun yang ikut terlibat dalam pembantaian atas diri Al-Husain as., kecuali mendapatkan bencana sebelum kematiannya," seorang lelaki tua mengatakan kepadanya, "Aku termasuk salah seorang anggota pasukan Ibnu Ziyad pada hari itu. Tapi lihatlah, sampai detik ini, tak ada satu petakapun yang kualami dalam hidupku." Tiba-tiba lampu penerang rumah padam. Iapun lantas bangkit untuk memperbaikinya. Tak disangka, api meletup dan membakar tubuhnya. Cepat-cepat ia berlati menuju ke sungai dan melemparkan dirinya ke dalam air. Tapi, api tak kunjung padam hingga badannya terpanggang dan berubah menjadi arang. Maqtalu Al-Husain 2 hal. 62, Tahdzibu Al-Tahdzib 2 hal. 353, Al-Mukhtar hal. 22, Tarikhu Dimasyq 4 hal. 340, Kifayatu Al-Thalib hal. 279, Al-Tadzkirah hal. 292, Wasilatu Al-Maal hal. 197, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 220, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 211, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 193, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 322, Miftahu Al-Naja -tulisan tangan-, Is'afu Al-Raghibin hal. 191 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 536-539. Pada saat Al-Husain as. terbunuh, pohon yang tumbuh berkat mu'jizat Nabi saw. mendadak layu dan mengering, setelah sebelumnya dari batang pohon tersebut keluar darah segar. Daun-daunnya rontok dan meneteskan darah seperti cairan yang menetes dari daging yang segar. Rabi'u Al-Abrarhal. 44, Al-Tuhfatu Al-'Aliyyah wa Al-Adabu Al-'Ilmiyyah hal. 16, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 98 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 494-497. Biji-bijian yang berwarna wangi yang dirampas dari kemah Al-Husain as. berubah menjadi abu. Al-Mu'jamu Al-Kabirhal. 147, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 211, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 348, Tahdzibu Al-Tahdzib 2 hal. 353, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 90, Dzakhairu Al-'Uqba hal. 144, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 197, Al-Shwaiqu Al-Muhriqah hal. 192, Nadzmu Durari Al-Simthan hal. 220, Al-Khashaish 2 hal. 126, Yanabi'u Al-Mawaddah hal 321 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 503-505. Di sebuah perkampungan, mereka membagi-bagikan daging unta yang mereka rampas dari perkemahan Al-Husain as., tiba-tiba kuali mereka hangus terbakar. Barang peninggalan Al-Husain yang mereka ranmpas dan letakkan di sebuah nampan berubah menjadi api. Daging unta rampasan mereka berubah rasanya menjadi pahit seperti jadam. Nadzmu Durari Al-Simthainhal. 220, Al-Mahasin wa Al-Masawi hal. 62, Al-Mu'jamu Al-Kabir hal. 147, Majma'u Al-Zawaid 9 hal. 196, Tarikhu Dimasyq 4 hal. 340, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 348, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 211, Tahdzibu Al-Tahdzib 2 hal. 353, Al-Khashaishu Al-Kubra 2 hal. 126, Tarikhu Al-Khulafa' hal. 80, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 90, Al-Tadzkirah hal. 277, Nuuru Al-Abshar hal. 123 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 506-510. Ketika kepala suci Al-Husain as. dibawa sebagai persembahan untuk Ubaidillah bin Ziyad, ia bertanya, "Siapa di antara kalian yang telah berhasil membunuhnya?" Seseorang menjawab, "Sayalah yang telah berhasil membunuhnya." Setelah berkata demikian, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi hitam. Dzakhairu Al-'Uqbahal. 149, dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 540. Sinar yang terang memancar dari kepala Al-Husain as. yang diletakkan di sebuah bejana hingga menembus angkasa. Itu terjadi pada malam hari. Hal tersebut menyebabkan seorang pendeta masuk agam Islam. Al-Tadzkirahhal. 273, Maqtalu Al-Husain 2 hal. 102, Al-Shawaiqu Al-Muhriqah hal. 119, Rasyfatu Al-Shadi hal. 164, Yanabi'u Al-Mawaddah hal. 325 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 498-502. Pagi hari setelah Al-Husain as. terbunuh, orang-orang mendapatkan kuali tempat mereka memasak berubah menjadi darah. Semua bejana yang berisi air berubah menjadi darah. Nadhmu Durari Al-Simthainhal. 220 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 502. Semua wanita yang memakai minyak wangi yang diambil dari kamp Al-Husain as. terkena penyakit belang kulit. Al-'Iqdu Al-Farid 2 hal. 220, 'Uyunu Al-Akhbar 1 hal. 212 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 511. Inilah yang berhasil kami kumpulkan dari kitab-kitab rujukan Ahlussunnah. Adapun kitab-kitab rujukan Syiah menyebutkan lebih banyak lagi kejadian-kejadian aneh yang mengandung unsur mu'jizat yang terjadi seiring atau setelah peristiwa syahadah Imam Al-Husain as. Di sini kami hanya akan menyebutkan beberapa hal saja yang kami anggap perlu: Setelah Al-Husain as. terbunuh, burung hantu tak mau lagi tinggal di tempat keramaian dan hanya menempati rumah-rumah kuno dan kosong. Sepanjang hari mereka berpuasa dan bersedih hingga malam tiba. Pada malam hari, mereka selalu meratapi Al-Husain as. Padahal sebelum peristiwa Karbala dan pembantaian yang meinimpa diri Al-Husain as. mereka selalu tinggal di istana-istana dan gereja-gereja. Jika ada orang yang sedang menyantap hidangan makan, mereka datang dan berdiri di depan orang tersebut. Setelah dilempari makanan dan diberi minum, mereka akan terbang kembali ke tempatnya. Ketika Al-Husain as. terbunuh, burung-burung merpati mengutuk para pembunuh beliau. Ketika Al-Husain as. terbunuh, langit menurunkan hujan darah dan abu. Ketika Al-Husain as. terbunuh, tak ada batu, tanah liat ataupun batu besar yang diangkat kecuali di bawahnya terdapat darah yang mendidih. Dinding-dinding rumah memerah bagai disiram darah. Hujanpun turun dalam bentuk darah selama tiga hari. Setelah Al-Husain as. terbunuh, sebanyak empat ribu malaikat turun ke bumi dan duduk di sisi pusara suci beliau dengan raut wajah yang tak teratur dan penuh debu dan pasir. Mereka menangis dan meratap sampai hari kiamat - kemunculan Imam Mahdi as. - Kelompok malaikat ini diketuai oleh malaikat yang bernama Mansur. Sesaat setelah Al-Husain as. terbunuh, muncul warna kemerahan di langit sebelah barat dan timur. Kedua warna kemerahan itu sakan-akan bertemu di tengah-tengah langit. Setelah Al-Husain as. terbunuh, selama empat puluh hari lamanya, orang-orang banyak menyaksikan warna kemerahan seperti darah saat matahari terbit dan terbenam. Hal itu berarti bahwa mataharipun menangisi kematian Al-Husain as. Setelah Al-Husain terbunuh, langit menurunkan hujan darah. Tong-tong tempat menyimpan air dipenuhi oleh darah. Unta yang pergi ke lembah untuk mencari air minum hanya menemukan darah bukan air. Langit tidak pernah menangisi kematian manusia kecuali kematian Yahya bin Zakaria dan Al-Husain bin Ali as. Tanda bahwa langit menangis adalah jika kita menghadapkan kain ke atas, akan tampak di kain tersebut warna darah yang mirip dengan tetesan darah serangga. Ketika Al-Husain as. terbunuh, tujuh petala langit dan bumi beserta penghuninya dan mereka yang tinggal di antara langit dan bumi, juga mereka yang ada di surga atau neraka, dan yang terlihat maupun yang tidak kasat mata, semuanya menangisi Al-Husain as. Pada saat Al-Husain as. terbunuh, semua mahluk dari mulai dari binatang buas di sahara, ikan-ikan di dasar laut, burung-burung yang terbang bebas di angkasa, matahari, bulan, bintang-bintang, langit, bumi, seluruh kaum Mukminin dari bangsa Jin dan manusia, sampai para malaikat di langit dan bumi, Ridhwan, penjaga surga, Malik penjaga neraka, dan malaikat-malaikat pembawa 'arsy, semuanya ikut menangisi beliau. Ketika Al-Husain as. terbunuh, binatang-binatang buas dengan setia menjaga kubur beliau sambil menangis dan meratapinya, siang dan malam. Ketika Al-Husain as. terbunuh, selama empat puluh hari, langit menangis dengan meneteskan darah. Bumi menangis dengan menunjukkan kegelapan yang menyelimutinya. Matahari menangis dengan warna kemerahan. Gunung-gunung retak dan lautan bergolak. Para malaikat duduk bersimpuh di pusara beliau dan larut dalam tangisan. Dengan tangisan mereka, seluruh malaikat yang ada di langit dan seluruh jagat ikut menangis. Sewaktu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. membaca ayat: فما بكت عليهم السماء والأرض وما كانوا منظرين "Langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka tidak ditangguhkan lagi" (Q. S. Al-Dukhan: 29) Al-Husain as. datang menghampiri beliau. Sambil menunjuk kepadanya beliau berkata, "Ketahuilah! Anakku ini kelak akan dibantai dan langit serta bumi akan menangisinya." Fatimah as. menangisi dan meratapi Al-Husain as.. Ketika Al-Husain as. terbunuh, sekelompok Jin meratapinya dan bersenandung: Sungguh tombak-tombak yang beterbangan menuju Al-Husain, telah memerangi Tanzil[50] Mereka bersorak gembira saat membunuhmu Padahal mereka membunuh takbir dan tahlil Seakan mereka membunuh kakekmu, Muhammad Allah bersalawat atasnya, begitu pula Jibril Hai putra syahid, keponakan syahid Sebaik-baik paman Ja'far Thayyar Amat mengherankan pedang yang menimpamu Tepat di wajahmu yang dikotori pasir. Hai mata! Cucurkan deras jangan sampai mengering Cucurkan airmatamu, tangisi pemimpin yang kini tiada Kini ia terbaring di tepi sungai Karbala, sungguh berita duka bagi kami dan bencana tiada tara Wanita-wanita Jin sedih menangisi Iringi tangisan putri-putri Hasyimi Mereka ratapi Al-Husain, karena musibah ini Mereka pukul pipi yang bagai dinar murni Dengan berbaju hitam dan tipis, dukapun terlengkapi Rujuk, Al-Manaqib karya Ibnu Syahr Asyub 4 hal. 754, Kamilu Al-Ziyarat hal. 75, Amali Al-Shaduq bagian ke-27, 'Ilalu Al-Syarayi' 1 hal. 217, Amali Al-Mufid, Biharu Al-Anwar 45 hal. 201-241 serta masih banyak lagi kitab-kitab rujukan lainnya. ________________________________________ [1] Tanqihu Al-Maqal 1 hal. 380: Hamid bin Muslim Al-Kufi. Kami tidak mendapatkan satu sumberpun yang menyebutkan biografinya, kecuali Syekh Thusi yang memas.ukkannya ke dalam kelompok sahabat Imam Sajjad as. Tampaknya ia adalah seorang pengikut Ahlul Bait as. Hanya saja, keadaan yang sebenarnya dari orang ini tidak diketahui dengan pasti. Mustadraku 'Ilmi Al-Rijal 3 hal. 289: Hamid bin Muslim Al-Kufi, dikategorikan oleh para ulama sebagai sahabat Imam Sajjad as. Dialah yang meriwayatkan banyak hal dari tragedi Karbala yang menunjukkan bahwa ia hadir saat itu… Dia termasuk salah seorang prajurit Sulaiman bin Shurad dari pihak Mukhtar dalam tragedi 'Ainu Al-Wardah pada suatu peperangan melawan tentara Syam untuk menuntut darah Al-Husain as. Menurut hemat saya, ada kemungkinan bahwa Hamid bin Muslim nama dari dua orang yang berbeda, yang salah satunya adalah orang yang hadir dalam peristiwa Karbala dan menceritakan banyak hal yang terjadi pada waktu itu. Dia jugalah yang diperintahkan oleh Umar bin Sa'ad untuk membawa kepala Al-Husain bersama sekelompok orang yang lain. Ini menunjukkan bahwa dia adalah salah satu antek Bani Umayyah. Sedangkan yang lain adalah orang yang termas.uk sahabat Imam Sajjad as. dan tentara di barisan Sulaiman bin Shurad. [2] Dalam naskah A setelah ini disebutkan: Ada pula yang mengatakan: Apakah umat yang membantai Al-Husain Masih mengharap syafaat kakeknya di hari kiamat [3] Hasan bin Al-Hasan bin Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, dikenal Al-Mutsanna. Anaknya yang juga bernama Hasan disebut dengan Hasan Al-Mutsallats. Beliau adalah seorang yang mulia , terhormat dan wara'. Beliaulah yang mengurusi harta-harta sedekah atas. nama Amirul Mukminin as. di zamannya. Beliau menikah dengan saudara sepupunya, Fatimah binti Al-Husein as. Ikut bersama pamannya, Al-Husain as., dalam peristiwa Karbala. Setelah berperang dan terluka, Allah memberinya kesembuhan. Ibunya bernama Khaulah binti Mandhur Al-Farrazi. Wafat sekitar tahun 90-an H, di Madinah. Beliau tidak pernah mengaku sebagai Imam atau diangkat sebagai imam oleh sekelompok orang, berbeda dengan anaknya, Hasan Al-Mutsallats ( Rujuk, Tasmiatu Man Qutila Ma'a Al-Husain hal. 157, Tahdzibu Ibni Asakir 4 hal. 162, Al-A'lam 2 hal. 187 dan Mu'jamu Rijali Al-Hadis 4 hal. 301 ). [4] Naskah A setelah ini menyebutkan: Penulis kitab Al-Mashabih meriwayatkan bahwa Hasan bin Al-Hasan Al-Mutsanna di hari itu berhasil mempersembahkan tujuh belas nyawa musuh untuk pamannya. Sedang ia sendiri mengalami delapan belas buah luka, hinggga jatuh tersunggur di tanah. Salah seorang kerabatnya yang bernama Asma' bin Kharijah segera mengambil dan membawanya ke Kufah lalu merawatnya hingga sembuh. Setelah itu ia mengirimnya kembali ke kota Madinah. [5] Zaid bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Abul Hasan Al-Hasyimi, sepupu sekaligus sahabat Imam Sajjad as., Ia seorang yang mulia, berperangai baik, berjiwa besar dan banyak melakukan kebajikan. Beliaulah yang mengurusi sedekah Rasulullah saw. Sebagian sejarawan menulis bahwa beliau tidak ikut menyertai pamannya, Al-Husain as., ke Irak. Wafat tahun 120 H Beliau tidak pernah mengklaim imamah untuk dirinya atau diangkat sebagai imam oleh orang lain. ( Rujuk, Mu'jamu Rijali Al-Hadis 7 hal. 339 yang menukil dari Rijalu Al-Syekh, Al-Irsyad karangan Syekh Mufid dan Al-Umdah karangan Sayyid Mihna, Biharu Al-Anwar 46 hal. 329 ). [6] Dalam kitab Mukhtasharu Tarikh Dimas.yq 19 hal. 198 disebutkan dengan nama: Umar bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, ikut bersama pamannya dalam perjalanan beliau ke Irak. Beliau termas.uk salah seorang yang dibawa ke Damaskus bersama Ali bin Al-Husain as. Beliau memiliki seorang anak bernama Muhammad, tapi sayang, keturunannya hanya sampai di sini. Beliau juga dikenal sebagai orang yang rajin beribadah dan orang yang shaleh. [7]Naskah R: Syubair bin Khuzaim Al-Asadi Mustadraku 'Ilmi Al-Rijal 2 hal. 37. Basyir bin Jazim Al-Asadi, biografinya tidak tertulis. Dialah yang meriwayatkan khotbah Zainab di kota Kufah. [8] Dalam sebagian riwayat disebutkan: Kejahatan kalian sanagtlah besar dan tak mungkin untuk disembunyikan, sebesar bumi dan sepenuh langit. [9] Q. S. Al-Hadid: 22-23. [10] Q.S. Nur: 40. [11] Naskah R: Umar bin Huraits. Dia adalah 'Amr bin Huraits bin 'Amr bin Utsman bin Abdullah Al-Makhzumi. Meriwayatkan hadis dari Abu Bakar dan Ibnu Mas.'ud. Anaknya yang bernaama Ja'far, Has.an A-'Arani, Mughirah bin Sabi' dan lainnya meriwayatkan darinya. Rumahnya menjadi tempat berkumpul musuh-musuh Ahlul Bait, Pernah menjabat sebagai gubernur Kufah dari pihak Ziyad dan anaknya Ubaidillah. Meninggal dunia pada tahun 85 H. (Rujuk, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 417-419 dan Al-A'lam 5 hal. 76). [12] Ansabu Al-Asyraf hal. 210. Abdullah bin 'Afif Al-Azdi Al-Ghamidi, seorang pengikut Ahlul Bait yang mata kirinya buta di perang Jamal dan mata kanannya di perang Shiffin. Beliau tidak pernah meninggalkan masjid agung. [13] Utsman bin Affan bin Abu Al-'Ash bin Umayyah, masuk Islam pada permulaan da'wah Nabi saw. Setelah kematian Umar, ia dibaiat sebagai khalifah kaum muslimin pada tahun 23 H. Rakyat bangkit memberontak setelah ia memberikan keistimewaan bagi sanak kerabatnya untuk memegang pos-pos penting pemerintahannya. Selain itu ia juga membagi-bagikan harta Baitul Maal kepada mereka. Ia dikepung di dalam rumahnya dan dibunuh beramai-ramai pada tahun 35 H. ( Rujuk, Tarikh Ibnu Atsir peristiwa tahun 35 H, Syarhu Nahji Al-Balaghah 2 hal. 61, Al-Bad'u wa Al-Tarikh 5 hal. 79, dan Al-A'lam 4 hal. 210 ). [14] Mu'jamu Al-Buldan 3 hal. 30 menyebutkan: Sabkhah adalah tanah yang gembur dan bergaram di kota Bashrah … Sabkhah adalah nama satu desa di Bahrain. Saya tidak menemukan di buku-buku dan kamus yang menyebutkan bahwa Sabkhah adalah nama satu tempat di Kufah. Tetapi ada satu tempat antara masjid Sahlah dan masjid Kufah yang lazim dikenal dengan nama Sabkhah. Menurut satu pendapat bahwa Sabkhah berarti tempat pembuangan sampah. [15] 'Amr bin Said bin 'Ash bin Umayyah bin Abdi Syams Al-Umawi, gubernur Mekah dan Madinah, yang dilantik oleh Mu'awiyah dan anaknya, Yazid. Setelah itu ia pergi ke Syam. Ketika Marwan bin Hakam berusaha memperoleh kursi khilafah, 'Amr mendukungnya. Karenaitu, Marwan mengangkatnya sebagai putra mahkota setelah anaknya Abdul Malik. Setelah Abdul Malik naik tahta, ia berniat untuk menggeser kedudukan 'Amr sebagai putra mahkota. 'Amr melarikan diri setelah terlibat perselisihan dengan Abdul Malik. Abdul Malik terus memburunya, hingga akhirnya pada tahun 70 H, ia berhas.il menangkap 'Amr dan membunuhnya. ( Rujuk, Al-Ishabah biografi No.: 6850, Fawatu Al-Wafayat 2 hal. 118, Tahdzibu Al-Tahdzib 8 hal. 37 dan Al-A'lam 4 hal. 78 ). [16] Dalam kitab Ansabu Al-Asyraf hal. 221 disebutkan: Zainab ini adalah istri Ali bin Yazid bin Rukanah dari Bani Muththalib bin Abdi Manaf, yang melahirkan anak untuknya. Di antara anak-anaknya adalah Abdah yang kemudian mempunyai anak bernama Abu Al-Bukhturi, Wahb bin Wahb, hakim yang terkenal. [17] Naskah A: Hai para pembunuh Al-Husain dengan kebodohan Bersiap-siaplah mendapat azab dan balasan Semua yang di langit mengutuk kalian Juga para Nabi, Malik dan semua insan [18] Naskah-naskah dan buku rujukan berbeda dalam menukilkan namanya. Yang kami sebutkan di sini diambil dari naskah A. Naskah R: Mujaffar. Naskah B: Mukhaffar. Dia adalah Muhaffar bin Tsa'labah bin Murrah bin Khalid dari Bani 'Aidzah dari kabilah Khuzaimah bin Luayy. Salah seorang tentara bayaran Bani Umayyah di awal-awal kekuasaan mereka. ( Rujuk, Nasabu Quraisy hal. 441 yang menyebutnya dengan nama Mukhaffar, Jamharatu Al-Ansab hal. 165 dan Al-A'lam 5 hal. 291). [19] Ibnu Lahi'ah bernama Abdullah bin Lahi'ah bin Far'an Al-Hadhrami Al-Misri, Abu Abdur Rahman, seorang muhaddits Mesir dan hakim di sana. Beliau termasuk salah seorang penulis kitab hadis dan seorang yang pengetahuan luas. Wafat tahun 174 H di Kairo Mesir. (Rujuk, Al-Walatu wa Al-Qudhat hal. 368, Al-Nujumu Al-Zahirah 2 hal. 77, Mizanu Al-I'tidal 2 hal. 64 dan Al-A'lam 4 hal. 115 ). [20] Naskah B: "Mereka akan berhadapan denganku di pengadilan Allah kelak di hari kiamat." Mereka lalu mensalati kepala Al-Husain as. Kemudian sekelompok malaikat datang dan berkata, "Allah memerintahkan kami untuk membunuh lima puluh orang ini." Kepada mereka Nabi saw. bersabda, "Silahkan! Selesaikanlah urusan kalian dengan mereka !" Merekapun lantas sibuk memukuli kami dengan tombak pendek mereka. Salah satu dari mereka hendak memukulku dengan tombaknya. Aku segera berteriak minta tolong, "Ya Rasulullah, selamatkan aku, selamatkan aku !" Rasulullah menjawab, "Pergilah ! Tapi Allah tidak akan mengampunimu." Keesokan harinya, aku melihat kawan-kawanku tersungkur di tanah dengan badan yang hangus terbakar. [21] Naskah A setelah ini menyebutkan: Aku mendapatkan bagian akhir biografi Ali bin Nasr Al-Syabuki yang ditulis oleh Muhammad bin Najjar, guru besar hadis di Baghdad, dengan sanadnya, riwayat yang lebih panjang lagi. Beliau menyebutkan: Ketika Al-Husain terbunuh dan kepalanya diarak beramai-ramai, mereka lalu duduk-duduk untuk minum-minuman. Kepala tersebut dikelilingkan dari satu tangan ke tangan yang lain. Tiba-tiba keluarlah sebuah tangan yang lalu menulis di tembok dengan pena besi: Apakah umat yang telah membantai Al-Husain Mengharapkan syafa'at kakeknya di hari kiamat Sewaktu mereka menyaksikan hal itu, mereka tinggalkan kepala itu dan lari tunggang langgang. [22] Q.S. Syuro: 23 [23] Q.S. Bani Israil: 26 [24] Q.S. Al-Anfal: 41 [25] Q.S. Al-Ahzab: 33 [26] Fadhlah bin 'Ubaid bin Harits Al-Aslami. Abu Barzah, julukannya, lebih populer dari pada nama aslinya, yang masih diperselisihkan. Beliau adalah sahabat Nabi saw. yang tinggal di Madinah sebelum kemudian pindah ke Bashrah. Ikut bersama Amirul Mukminin Ali as. dalam perang Nahrawan. Meninggal dunia pada athun 65 H, di Khurasan. ( Rujuk, Tahdzibu Al-Tahdzib 10 hal. 446, Al-Ishabah biografi No. 8718 dan Al-A'lam 8 hal. 33 ). [27] Abdullah bin Zi'bari bin Qais Al-Sahmi Al-Quraisyi, Abu Saad, seorang penyair Quraisy di jaman Jahiliyyah. Dia dikenal sebagai orang yang anti terhadap kaum muslimin sampai kota Mekah jatuh ke tangan pas.ukan Rasulullah saw. Ia lalu melarikan diri ke Najran dan meninggal pada tahun 15 H. (Rujuk, Al-A'lam 4 hal. 87 dan kitab-kitab lain yang menyebutkan biografinya ). [28] Q.S. Ar-Rum: 10 [29] Q.S. Ali 'Imran: 178 [30] Sebutan bagi penduduk Mekkah yang masuk Islam setelah kota tersebut ditaklukkan oleh Rasulullah saw.. Pent. [31] Q.S. Al-Imran: 169 [32] Abdullah bin Muhammad bin Said bin Sinan, Abu Muhammad Al-Khafaji Al-Halabi, seorang penyair. Beliau belajar sastera dari Abu 'Ala' dan lannya. Wafat tahun 466 H, karena diracun. ( Rujuk, Al-A'lam 4 hal. 122 yang menyebutkan sumber rujukan biografinya antara lain: Fawatu Al-Wafayat 1 hal. 233 dan Al-Nujum Al-Zahirah 5 hal. 96 ). [33] Abul Aswad, Muhammad bin Abdur Rahman bin Naufal bin As.wad bin Naufal Al-Quraisyi Al-Asadi. Pergi ke Mesir dan banyak bercerita tentang kisah peperangan Nabi saw. kapada 'Urwah bin Zubair. Dia mengambil riwayat dari Imam Ali bin Al-Husain as., Nu'man bin Abi 'Iyasy dan beberapa orang lainnya. Habwah bin Syuraih, Malik bin Anas., dan lain-lain mengambil riwayat darinya. Wafat tahun 130-an H. ( Rujuk, Siyaru A'lami Al-Nubala' 6 hal. 150 biografi No. 62). [34] Oman adalah nama satu kota di di pesisir laut Yaman dan India … Mayoritas. penduduknya pengikut aliran Khawarij Ibadhiyyah… Penduduk negeri Bahrain yang bertetangga dengan mereka menganut kepercayaan yang sama sekali bertentangan dengan mereka … [35] Amman , sebuah kota di kawasan Syam dengan banyak benteng ( Rujuk, Mu'jamu Al-Budan 4 hal. 150-151 ) [36] Cina nama sebuah negeri di laut Timur yang menjorok ke selatan. Di sebelah kiri negeri ini adalah negeri Turki. ( Rujuk Mu'jamu Al-Buldan 3 hal. 444 ). [37] Naskah B dan A: satu tahun. [38] Naskah R: Minhal bin Umar Minhal bin 'Amr Al-Asadi, Syekh Thusi kadang menyebutnya sebagai sahabat Imam Husain as., kadang sahabat Imam Ali bin Al-Husain as., kadang dengan menambah kata "Maulahum" di akhir namanya sebagai sahabat Imam Baqir as., terkadang pula sebagai sahabat Imam Ja'jar Shadiq as. Syekh husi berkata, "Minhal bin 'Amr Al-As.adi maulahum Kufi, meriwayatkan dari Ali bin Al-Husain, Imam Abu Ja'far Al-Baqir dan Abu Abdillah Ja'far Shadiq as.. Al-Barqi menyebutnya sebagai sahabat Ali bin Al-Husain as.. Beliau meriwayatkan dari Ishbaq. Ali bin Abbas meriwayatkan darinya … ( Rujuk, Mu'jamu Rijali Al-Hadis 19 hal. 8 ). [39] Mihyar bin Marzwaih, Abul Hasan atau Abul Husain, Al-Dailami, seorang penyair besar yang memiliki daya cipta tinggi dan gaya bahasa yang kuat. Dia berasal dari negeri Persia dan tinggal di Baghad. Beliau masuk Islam di tangan Syarif Radhi yang menjadi gurunya dan belajar dari syair dan ilmu sastera Arab. Wafat di Baghdad pada tahun 428 H. ( Rujuk, Al-A'lam 7 hal. 317, yang menyebutkan sumber rujukan biografinya seperti Tarikh Baghdad 13 hal. 276, Al-Muntadhim 8 hal. 94, Al-Bidayatu wa Al-Nihayah 12 hal. 41 dan lainnya ). [40] Naskah A: 'Amr bin Al-Husain Sebelum ini kami telah menyebutkan biografi singkatnya. [41] Khalid bin Yazid bin Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Abu Has.yim Al-Quraisyi Al-Umawi. Mengambil riwayat dari ayahnya, dan Dihyah, padahal dia tidak pernah berjumpa dengannya. Menurut riwayat ia meninggal dunia pada tahun 84, atau, 85 atau 90 H. ( Rujuk, Siyaru A'lami Al-Nubala' 4 hal. 382 ) [42] Naskah A: Tawanan keluarga Al-Husain as.. [43] Jabir bin Abdillah bin 'Amr bin Hizam Al-Khazraji Al-Anshari Al-Salmi, wafat pada tahun 78 H. Beliau termasuk sahabat yang meriwayatkan banyak hadis dari Nabi saw. Banyak sahabat yang mengambil riwayat darinya. Beliau ikut serta dalam tujuh belas. peperangan Nabi saw. Di akhir hayatnya, beliau membuka majlis ilmu di masjid Nabawi. (Rujuk, Rijalu Al-Syekh hal. 72, Al-A'lam 1 hal. 213, Al-Ishabah 1 hal. 213, Tahdzibu Al-As.ma' 1 hal. 142). [44] Dalam bas.kah-nas.kah otentik disebutkan: Abu Habbab Al-Kalbi. Sedangkan yang tertuilis di sini adalah namanya yang sebenarnya. Dia adalah Yahya bin Abi Hayyah AL-Kalbi. Dia menukil hadis dari ayahnya, juga Sya'bi, Abu Ishaq Al-Sabi'I dan lainnya. Abdur Rahman Al-Muharibi juga meriwayatkan hadis darinya. ( Rujuk, Al-Ikmal 2 hal. 134 ). [45] Jibbanah nama beberapa tempat di Kufah seperti Jibbanah Kindah yang terkenal, Jibbanah Sabi' yang pernah dikuas.ai oleh tentara Mukhtar, Jibbanah Maimun …, Jibbanah 'Arzam…, Jibbanah Salim…, dan lain-lain yang kesemuanya berada di Kufah. ( Rujuk, Mu'jamu Al-Buldan 2 hal. 99-100 ). [46] Naskah R: Bisyr bin Khudaim Naskah B: Basyir bin Hadzlam Naskah A: Basiyir bin Jadzlam. Kami tidak menemukan seorang ahli sejarahpun yang menulis biografinya atau menyebutkan nama. Memang ada beberapa penulis di masa-masa akhir ini yang menyebutkan sesuatu tentang orang ini yang mereka ambil dari kitab Al-Malhuf (kitab yang ada di tangan pembaca ini). [47] Naskah B: Hai Basyir. Demikianlah naskah ini menyebutnya dalam seluruh riwayat ini. [48] Ayahnya, Sha'sha'ah bin Shauhan, disebutkan oleh para ahli sebagai sahabat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Adapun sang anak, Shauhan bin Sha'sha'ah, sejauh ini kami tidak menemukan satu kitabpun yang menulis tentang biografinya. Sedangkan para penulis sejarah yang menyebutkannya, mereka bersandar pada apa yang ditulis Sayyid Ibnu Thawus dalam kitab Al-Mulhuf ini. [49] Naskah R: Ibnu Qubbah. Naskah A: Ibnu Qutaibah. Yang benar adalah Ibnu Qattah. Beliau adalah Sulaiman bin Qattah Al-'Adawi Al-Taimi, bekas. budak Bani Tami bin Murrah. Wafat pada tahun 126 H. Beliau adalah seorang pecinta Bani Hasyim. ( Rujuk, Siyaru A'lami Al-Nubala' 4 hal. 596 yang menyebutkan bahwa Qattah adalah nama ibunya, seperti yang disebutkan dalam Adabu Al-Thaff 1 hal. 54 ). [50] Tanzil berarti Al-Quran. |
sumber:http://www.alhassanain.com/indonesian/show_book.php?book_id=28&link_book=holy_prophet_and_ahlul_bayt_library/imam_hussein/luhuf
Kata Ibnu Tamiyah: Pembunuh Imam Husain Itu Kaum Nawâshib. Bukan Syi’ah!
Kata Ibnu Tamiyah: Pembunuh Imam Husain Itu Kaum Nawâshib. Bukan Syi’ah!
Sering kita dengar dari para pembela bani Umayyah yang gencar melakukan permusuhan kepada para pengikut Ahlulbait Nabi as., bahw kaum Syi’ah telah mengkhianati Imam Husain as. dan kemudian mereka membantai secara keji Imam mereka sendiri! Karenanya, -masih kata musuh-musuh Ahlulbait as.- kaum Syi’ah sekarang menyesali pengkhianatan para Salaf mereka dan meratapi Imam Husain as. setiap bulan Muharram datang!
Para pembenci Ahlulbait as. yang getol memusuhi Syi’ah itu selalu menjadikan Ibnu Tamiyah; Syeikhul Islam mereka sebagai idola dan panutan dalam menghujat Syi’ah.
Nah, sekarang mari kita simak apa kata Ibnu Tamiyah, Syeikhul Islamnya kaum Nawâshib/pembenci Ahlulbait Nabi as. tentang siapa yang membunuh Imam Husain as. di karbala?
Ketika membantah kritikan tajam Ulama Syi’ah bernama Allamah Ibnu Mutahahhar Al Hulli, yang menghujat Ahlusunnah yang bersemangat menyematkan gelar Ummul Mukminin hanya untuk Aisyah seorang. Ibnu Taimyah berkata:
فصل:
قال الرافضي : وسمّوها أم المؤمنين ولم يسموا غيرها بذلك ولم يسموا أخاها محمد بن أبي بكر مع عظم شأنه وقرب منزلته من أبيه وأخته عائشة أم المؤمنين فلم يسموه خال المؤمنين وسموا معاوية بن أبي سفيان خال المؤمنين لأن أخته أم حبيبة بنت أبي سفيان إحدى زوجات النبي صلى الله عليه وسلم وأخت محمد بن أبي بكر وأبوه أعظم من أخت معاوية ومن أبيها
والجواب : أن يقال أما قوله إنهم سموا عائشة رضي الله عنها أم المؤمنين ولم يسموا غيرها بذلك, فهذا من البهتان الواضح الظاهر لكل أحد ، وما أدرى هل هذا الرجل وأمثاله يتعمدون الكذب ، أم أعمى الله أبصارهم لفرط هواهم حتى خفى عليهم أن هذا كذب ، وهم ينكرون على بعض النواصب أن الحسين لما قال لهم أما تعلمون أني ابن فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم قالوا والله ما نعلم ذلك وهذا لا يقوله ولا يجحد نسب الحسين إلا متعمد للكذب والافتراء ومن أعمى الله بصيرته باتباع هواه حتى يخفى عليه مثل هذا فإن عين الهوى عمياء .
والرافضة أعظم جحدا للحق تعمدا وأعمى من هؤلاء فإن منهم ومن المنتسبين إليهم كالنصيرية وغيرهم من يقول إن الحسن والحسين ما كانا أولاد علي بل أولاد سلمان الفارسي ومنهم من يقول إن عليا لم يمت وكذلك يقولون عن غيره
ومنهم من يقول: إن أبا بكر وعمر ليسا مدفونين عند النبي صلى الله عليه وسلم .
ومنهم من يقول: إن رقية وأم كلثوم زوجتي عثمان ليستا بنتى النبي صلى الله عليه وسلم ولكن هما بنتا خديجة من غيره .
ولهم في المكابرات وجحد المعلومات بالضرورة أعظم مما لأولئك النواصب الذين قتلوا الحسين وهذا مما يبين أنهم أكذب وأظلم وأجهل من قتلة الحسين
“Pasal: Si Rafidhi berkata, “Dan mereka menamakan Aisyah Ummul Mukimin dan tidak menamai selainnya dengan nama itu. Mereka juga tidak menggelari Muhammad putra Abu Bakar dengan gelar Paman kaum Muslimin padahal ia sangat mulia dan dekat kedudukannya di sisi ayah dan saudarinya; Aisyah Ummul Mukminin. Sementara itu mereka mengelari Mu’awiyah dengan gelar Paman kaum Mukminin dengan alasan karena Ummu Habibah bintu Abu Sufyan saudarinya adalah seorang dari istri Nabi saw. Saudarinya Muhammad ibn Abu Bakar dan ayahnya lebih agung dari saudarinya Mu’awiyah dan ayahnya.
Jawab: Dikatakan di sini bahwa perkataannya bahwa mereka (Ahlusunnah) menamakan Aisyah ra. dengan sebutan Ummul Mukminin dan tidak menggelari istri-istri lainnya dengan gelar itu adalah sebuah kepalsuan nyata yang tampak bagi setiap orang. Aku tidak mengerti apakah orang itu dan yang semisalnya menyengaja berdusta atau Allah membutakan mata mereka karena hawa nafsu yang berlebihan sampai-sampai samar bagi mereka bahwa yang demikian itu adalah dusta?! Sementara itu mereka mengingkari terhadap sebagian orang Nawâshib bahwa ketika Husain berkata kepada mereka, “Tidakkah kalian mengetahui bahwa aku ini adalah putra Fatimah putri Rasulullah saw.?!” Lalu mereka menjawab, “Demi Allah kami tidak mengetahuinya!” yang demikian itu tidak mungkin mengatakannya dan tidak mungkin mengingkari nasab Husain kecuali orang yang menyengaja berdusta dan mengada-ngada. Dan barang sispa yang dibutakan Allah mata hatinya karena mengikuti hawa nafsunya, sehingga ia mengingkari yang demikian. Dan mata hawa nafsu itu buta!
Dan kaum Rafidhah lebih dahsyat pengingkarannya terhadap kebenaran dan lebih buta dibandingkan mereka (yang mengingkari nasab Husain). Di antara mereka (Rafidhah) adalah kaum Nushairiyah daan selainnya yang berpendapat bahwa Hasan dan Husain bukan putra-putra Ali, akan tetapi anak Salman al Farisi. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa Ali tidak mati… dan demikianlah pendapat-pendapat lain.
Dan di antara mereka ada yang berkata, “Abu Bakar dan Umar tidak dikebumikan di samping Nabi saw.”
Dan di antara mereka ada yang berkata, “Ruqayyah dan Ummu Kultsum istri Utsman itu bukan putri Nabi saw. tetapi putri Khadijah dari suami lain.
Dan kaum Syi’ah punya sikap ngeyel dan menentang kebenaran pasti lebih dahsyat dari apa yang dilakukan kaum Nawâshib yang telah membunuh Husain. Dan ini adalah bukti bahwa mereka adalah paling pembohong, paling zalim dan lebih jahil dari para pembunuh Husain.”
(Baca: Minhâj as Sunnah,4/366-368) dan rujuk juga di sini:
http://arabic.islamicweb.com/Books/t…ok=365&id=2072)
Ibnu Jakfari Berkata:
Jadi jelaslah bagi kita semua sesuai apa yang dikatakan Syeikhul Islamnya kaum Salafi/Wahhâbi bahwa para pembunuh Imam Husain itu adalah kaum Nawâshib… bukan kaum Syi’ah seperti yang selama ini dilontarkan mulut kaum pembenci kebenaran dari kalangan Nawâshib dan antek-antek bani Umayyah, asy Syajarah al Mal’unah fil Qur’ân/pohon terkutuk dalam Al Qur’an!
Dan segala puji bagi Allah yang telah membukakan mulut Ibnu Taimiyah untuk mengucap kebenaran walaupun tidak ia kehendaki!
Atau jangan-jangan apa yang ditegaskan Ibnu Taimyah itu digolongkan para pemujanya sebagai ijtihad yang salah?!
Atau mungkin mere akan menuduhnya sebagai menggigau, yahjuru?!
subhanallah… saya yakin pasti sekarang arek-arek wahabi atau habib-habib dungu pasti percaya kalau yang bunuh itu bukan Rafidhah tapi Nawashib alias Sunni plus kebencian/bughudh ahlulbait…
sebab yang ngomong nabi yuniornya Sunni yang anti ahlilbait…
Semua sih sudah tau kalau yang bunuh pastinya bukan Syi’ah Rafidhah… alasannya sih gampang sebab syi’ah itu pecinta Ahlul Bait Nabi saw. jadi ya nggak mungkin lah membunuh orang mereka cintai… yang tega membunuh yang musuhnya..
tapi bener juga karena banyak tuh orang awam tapi sok peduli agama ngomong kalau yang bunh Imam Husain as. itu orang-orang Syi’ah… ya kalau begitu, waktu itu Sunni wal jamaah di mana? jadi penonton aja? Atau membela Imam Husain?
Tuh orang-orang kebanggan kalian malah diam aja tidak membela cucu Nabi di bantai di karbala…. itu Ibnu Umar dkk. malah bangga mebela Yazid…
al hasil… sampai sekarang juga kelihatan kalau DEDENGKOTNYA WAHABI YANG NAMANYA IBNU TAY MIAH membela yazid….. mau tau? baca langsung tulisanya di bukunya…
I was looking on the internet something about this post and found your blog now, I can only thank you
Ibnu Jakfari:
Thank you for your visit.
bung, kaum nawasib itu siapa ya……..?
mohon pencerahannya
Ibnu Jakfari:
Kata nawashib adalah bentuk jamak dari kata nashibi. artinya orang yang menampakkan kebencian kepada Ali dan Ahlulbait Nabi as. (Baca ketarangan ulama Sunni dalam mukaddimah Fathul Bari oleh Ibnu Hajar al Asqollani)
hei ibnu jakfari.. celaka kau. jangan sekali-kali kau menghina kaum Wahabi..sungguh senang kau mengatakan bahawa Ibnu Tamiyah mengesahkan nawashib sebagai pembunuh Husin.. Celaka kau.
apa buktinya.. dari mana kau dapat teks ucapan diatas. halaman berapa.. adakah kau hanya copy/paste dari situs2 yg suka menyebarkan fitnah.. celaka kau..tunjukkan aku buktinya(Kitab apa dia..halaman ke berapa)
salam..ustaz..
tolong delete komentar saya diatas..saya malu membaca kembali komentar tersebut..dulu saya terlalu fanatik dan membenci syiah..
saya kira wahabi adalah golongan yang baik, kerna mereka dipilih oleh Allah untuk menjaga Masjidil Haram dan Masjid Nabawi,,tetapi setelah saya tahu sejarah mereka..yaitu mereka mendapatkan Hijaz dengan kekerasan serta menghancurkan tinggalan sejarah Islam dan pusara2 Keluarga serta Sahabat nabi..saya terus hilang penghormatan terhadap mereka..saya amat membenci mereka..
saya meminta maaf kepada ustaz atas kelancangan saya dalam menuturkan kata2..saya minta maaf banyak2 ustaz.
salam ustaz ibnu jakfari..
saya memohon maaf akan kelancangan saya..saya benar2 meminta maaf..dulunya saya seorang yg fanatik sgt terhadap mazhab sunni..
bagi saya memang syiah banyak bercanggah dgn ahlusunnah..malah,dlm mazhab empat(hambali,maliki,hanafi,syafie) juga banyak bercanggah..jadi,kini saya ingin bersikap adil dan tidak fanatik mengatakan syiah sesat hanya kerana banyak bercanggah dgn ahlusunnah dalam pelbagai perkara..
Menurut saya ajaran yg boleh dikatakan dan diiktiraf sesat ialah ajaran yg 100% bercanggah dengan kitabullah..
sedangkan syiah(ia memang byk bercanggah dgn ahlusunnah) akidah dan kepercayaan syiah tidak bercanggah dgn kitabullah..seperti kepercayaan raj’ah,manusia boleh jadi lebih mulia dari malaikat,kasus mut’ah(tiada ayat yg memansukhkan) dan lain2.
bagi saya juga,masalah perbezaan khilafah adalah satu rahmah.
dan dalam kesempatan ini..berdasarkan komentar saya
“jangan sekali-kali kau menghina kaum Wahabi”
…saya berkata demikian kerana pada mulanya saya kira wahabi adalah golongan orang2 yg baik..kerana saya ada terbaca satu artikel bahasa inggeris..artikel itu yang saya ingat kata-katanya berbunyi begini(saya terjemahkan terus)
“semoga rahmat tuhan dilimpahkan keatas keluarga Bani Saud yang bermazhab wahabi kerana tanggungjawab dan jasa mereka menjaga Baitullah dan Masjid Nabawi.”
jadi saya kira mereka ini orang yang baik..tapi apabila saya tahu sejarah bani saud dalam mendapatkan tanah Hijaz dengan cara yg biadab dan jahat..saya terus membenci mereka..saya tidak sangka begitu sebenarnya bani saud mendapatkan Hijaz..
dan apalagi saya mendapat tahu mereka melarang dari membaca alfatihah untuk orang yang sudah meninggal dunia..ini satu aqidah yg karut.
artikel menarik. saya jadi tertarik untuk mengeetahui sejarahnya lebih dalam..
Assalamualaikum Wr Wb
Senang sekali membaca tulisan ustad… semakin komplit dan memberikan banyak bukti bahwa yang mengkhianati Imam Husain as adalah para nawashib dari kalangan asyraf al qabail…
salam takzim
wasalamua’alikum wr wb
Ibnu Jakfari:
Syukran katsiran atas perhatian Anda… semoga kita semua dalam lindungan-Nya. Amin
Inilah blog yang penuh dengan pembahasan yang kalo dilihat sepintas sangat kontroversial. Namun apabila dibaca secara lebih mendalam dan dalam kontek pencarian kebenaran, maka inilah blog yg SANGAT MENCERAHKAN. Lihatlah bahasa yang santun dituntun dengan pemikiran amat logis serta diperkuat dengan kutipan-kutipan sahih sebagai pembuktiannya.
Ustadz Jakfari sebagai pengelola blog hanya ingin agar kebenaran dalam Islam yang selama ini tersembunyi (sengaja disembunyikan) dengan segala macam alasannya adalah perlu dan harus dimunculkan demi kemaslahatn umat Islam itu sendiri.
Saya menghimbau kepada saudara2 ku sesama muslim, terutama yang tidak setuju dgn artikel P. Jakfari, hendaknya sampaikan bantahan atau ketidaksetujuan antum dengan kalimat2 santun dan pembuktian ilmiah yg dapat dipertanggungjawabkan seperti yg sdh dilakukan P. Jakfari. Bukankah ashobiyah hanya akan mengembalikan kita kepada masa Jahiliyah, yang artinya mengingkari secara nyata jasa Rasullulah Muhammad SAAW. Naudzubilah mindzalik…!!!
Katakanlah benar kepada yang haq dan katakan selamat tinggal kepada kebatilan, karena Allah mencintai orang2 yg sabar dan bersungguh-sungguh mencintai kebenaran.
Utadz Jakfari, keep on going your works. Allah SWT will accompany us to tell the truth. Allohuma Sholi ala Muhammad wa ali Muhammad.
Wasalam
salam ustaz..saya syiah..tapi x tahu nawashib/nashibi tu spe..boleh jelaskan secara detail. adakah sunni anggap nashibi sama spt syiah menganggap nashibi tu ape. kerana ada hadis syiah yg mencaci nashibi,,,dan bagi sunni nashibi ialah ahlu sunnah..
n dlm kesempatan ni..saya nk tny..betul ke imam kita ada ckp bhw klau nak tahu sama ada hadis itu benar2 diriwayatkan oleh imam atau direka..lihat kndungan hadis tsebut..btentangan dgn quran atau tdk..boleh ustz jelaskan dgn detail..saya mharap sgt..
_____________
Ibnu Jakfari:
Nashibi itu orang yang menampakkan permusuhan kepada Ahlulbait as. dengan, misalnya mencaci, melaknat mereka apalagi memerangi dan memerangi hadis-hadis keutamaan mereka karena dorongan kebencian.
Ahlusunnah bukan kaum Nawashib. Tapi memang benar bahwa di antara yang mengaku Ahlusunnnah ada yang disinyalir bahkan dipastikan oleh Ulama Suuni sendiri sebagai berfaham Nashibi seperti misalnya Al Jauzajani, Hariz ibn Utsman, dan juga Ibnu Taimiyah.
Jadi hadis kecaman atas orang-orang nashibi yang membenci keluarga Nabi saw. adalah sangat shahih. Ahlusunnah juga meriwayatkan banyak hadis seperti itu. Bahkan yang membenci Ahlulbait as. tidak dianggap keimanannya dan tidak diterima amalnya.
Banyak usaha untuk menyalah-tafsirkan arti nashibi dengan diartikan orang Sunni. Itu ulah kaum Wahhabi untuk mengadu domba antara kaum Muslimin antara satu mazhab dengan mazhab lainnya.
Waspadalah!
Hei Ustaz Syiah..kau ini sungguh BODOH sekali.. Kau xtahu ramai daripada ulama syiah mengatakan bahwa nasibi itu adalah ahlu sunnah.. kau pergi ke link ini ustazlove.com..
kalau kau hebat kau berhujjahlah dgn dia.. dia banyak pengetahuan..dia banyak membongkar kesesatan dan penipuan syiah..
dan ada juga dia menerangkan siapa nashibi menurut syiah..
ini catatannya
“Maka, nak tak nak, Ustaz Love terpaksa membandingkan dgn kenyataan itu dgn kenyataan sebenar drp Ulamak Besar mereka…
Dalam Usul al-Kafi, kitab paling sahih di sisi Syiah yang mereka dakwa mengatasi Sahih al-Bukhari menyebut menyebut satu riwayat yang menggunakan lafaz ‘al-nasib’ kepada Imam Abu Hanifah. Lihat al-Kafi jil 8, m.s : 292, Cetakan Dar al-Kutub al-Islamiyyah, Teheran. . Begitu juga kitab Iddah al-Masai’l, cetakan Qom – pada muka surat 253,263, 265, 268 dan 270.
Syeikh Husin bin Muhammad Aali al-’Usfur ad-Darazi al-Bahrani menegaskan : “Riwayat-riwayat para imam menyebutkan bahawa an-Nasibi (si Kafir) adalah mereka yang digelar Ahli Sunnah wal-Jamaah” Lihat Al-Mahasin al-Nafsaniyyah fi Ajwibah Al-Masail al-Khurasaniyah. Hlm. 147, Cetakan Beirut.
Berkenaan dgn pernikahan dgn pasangan Sunni-Syiah, memang boleh berlaku.. berapa banyak kes pernikahan Islam-Buddha, Islam-Kristian, Islam-Hindu dsb?.. bukanlah sbb ianya memang ajaran Islam, sebaliknya ia merupakan kehendak mereka sendiri yg dipandu nafsu tanpa memikirkan batas syariat..
Tambahan pula, ada di kalangan Syiah yg kurang kuat pegangan dlm akidah Syiah (spt Syiah liberal dsb).. maka tiada masalah bagi mereka untuk bernikah dgn golongan Sunnah…”
berani kau..cepat berhujjah padanya jika kau org yg benar..
yantz…..
assalamualaikum..
saya hanya mau menanggapi apa yang sudah dikatakan oleh Yantz tentang hal diatas,..
kitab hadis al kafi yang dijadikan sandaran oleh para muslim syiah adalah bukan kitab shahih yang seperti saudara ahlu sunnah sebagai kitab no 2 setelah al quran, kitab tersebut memuat hadist hadist yang setelah setelah diteliti oleh al-‘Allamah al-Hilli (w. 598 H.) dan al-Majlisi dengan menggunakan kaedah ‘Ulum al-Hadis, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. 5.072 hadis sahih
2. 144 hadis hasan
3. 1.128 hadis muwassaq
4. 302 hadis qawi (kuat),
5. 9.485 hadis da’if.
(mohon dilihat persentasenya)
Dari klasifikasi hadis di atas, nampak bahwa di kalangan mazhab Syi’ah terdapat perbedaan dengan di kalangan Sunni. Secara umum, hadis di mazhab Syi’ah terbagi atas empat macam yakni hadis sahih, hadis hasan, hadis muwassaq dan hadis da’if.
Istilah hadis muwassaq digunakan atas periwayat yang rusak aqidahnya. Demikian juga atas istilah-istilah lain diselaraskan dengan keyakinan syiah, seperti dalam memaknai hadis sahih yaitu hadis yang memiliki standar periwayatan yang baik dari imam-imam di kalangan syiah yang maksum.
Hadis-hadis yang da’if (hadis yang tidak memenuhi kriteria dalam tiga klasifikasi sebelumnya bukan berarti tidak dapat diamalkan. Keberadaan hadis tersebut dapat disejajarkan dengan hadis yang sahih manakala hadis tersebut populer dan sesuai dengan ajaran yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah atau menurut pendapat ulama hadis tersebut dapat diamalkan.
demi menjaga sifat kesalahan al quran, maka kitab al kafi memuat seluruh pendapat dari penulisnya.
Banyak orang yang sering menjadikan hadist lemah ataupun dhaif sebagai propaganda untuk menyerang syiah, tanpa melalui pemahaman yang rasional dan ilmiah, padahal sesuatu tersebut adalah lemah, dhaif ataupun palsu..sehingga orang awam akan menjadikan iini sebagai sesuatu yang benar terjadi,
Saya berlindung dari allah atas orang seperti anda wahai yantz,
mohon maaf untuk udztad pemilik blok atas kelancangan saya..
Salam Wa rahma