Home , , , � Tahun Baru di Banjarmasin serta sejarah Pasar Terapung

Tahun Baru di Banjarmasin serta sejarah Pasar Terapung







teambanjarkuumaibungasnya.blogspot.com- Banjarmasin- Boro-boro mempersiapkan "sesuatu" yang bisa "alhamdulillah" membuat warga banua Banjar merasa senang dan bahagia, pemerintah Walikota Banjarmasin mengadakan even besar untuk menyambut tahun Baru di Kantor Walikota Banjarmasin, padahal Pekerjaan Rumah masih menumpuk, diantaranya banyaknya enceng gondok yang mengapung di bawah jembatan Antasari dan dibawah jembatan Pasar Lama, yang membuat bubuhan pa acilan pajukungan kada kawa liwat (para ibu-ibu yang memakai perahu tanpa mesin alias jukung tidak bisa lewat), belum lagi setiap hujan warga banua pasti kacalapan (kebanjiran),  listrik yang selalu putus nyambung putus nyambung, sampah yang selalu menumpuk baik disungai dan dijalan raya serta kemacetan lalulintas di jam-jam sibuk yang selalu dihadapi warga atas kejadian "kacalapan" tersebut. Seharusnya pemerintah kota , Pemerintah Daerah alias Pemerintah Propinsi lebih mengedepankan kepentingan umum yang harus berskala "Prioritas".
Dan jangan hanya mengedepankan kepentingan "bubuhan" alias orang-orang yang "handak baramian aja" (maunya senang-senang aja) , walaupun di acara menyambut Tahun Baru itu diselipi dengan "Embel-embel" Zikir Bersama dan lainnya yang intinya hanya "Baramaian aja".
Semoga para pemimpin daerah kita lebih peka akan warga banua kedepannya nanti ..InsyaAllah...(KNY/AR/R/MFF/12/2011)


Sejarah Pasar Terapung Muara Kuin_Alalak


Pasar Terapung (lokasi Alalak Selatan)
PASAR terapung adalah pasar yang berada di tepi Sungai Barito, tepatnya berada di dua kelurahaan yakni Kelurahan Kuin Utara meliputi Muara Kuin dan Sungai Kuin. Selanjutnya, di kawasan Kelurahan Alalak Selatan, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Kini, pasar ini menjadi salah objek wisata yang ditawarkan Pemkot Banjarmasin. Hal ini dikarenakan, karakteristik pasar yang berada di atas sungai dengan para pedagang yang kebanyakan berjualan sembako dan sayur mayur.

Kapan pasar ini telah ada? Menurut penuturan salah seorang keturunan Khatib Dayan–ulama Kerajaan Banjar– bernama Syarif Bistamy SE, keberadaan Pasar Terapung memang tak lepas dengan berdirinya Kerajaan Banjar sekitar tahun 1595.

Namun, Syarif yakin berdasarkan dari catatan sejarah yang dimiliki keluarganya bahwa Pasar Terapung itu berdiri atau sudah ada sebelum berdirinya Kerajaan Banjar. Dimana, menurut Syarif, kawasan Pasar Terapung merupakan bagian dari pelabuhan sungai yang bernama Bandarmasih. Pelabuhan sungai ini meliputi aliran Sungai Barito, dari Sungai Kuin hingga Muara Sungai Kelayan, Banjarmasin Selatan.

Saat itu, pengelolaan pelabuhan sungai ini diserahkan ke Patih Masih dan Patih Kuin. Dua 'penguasa' bersaudara yang dipercaya Syarif dan sebagian masyarakat Kuin merupakan keturunan dari hasil perkawinan (asimilisasi) antara suku Melayu yang berdiam di pesisir (tepi sungai) dan suku Dayak terutama dari subetnis Ngaju. Selanjutnya, pelabuhan Kuin ini diberinama Bandarmasih atau kotanya orang Melayu.

Nah, keberadaan Pasar Terapung turut mengembangkan roda perekonomian sebelum Kerajaan Islam Banjar berdiri. "Dari penuturan orang tua dan catatan yang ada, Pasar Terapung memang merupakan pasar yang tumbuh secara alami. Sebab, posisinya yang berada di pertemuan beberapa anak sungai menjadikan pasar ini menjadi tempat perdagangan," ujar Syarif Bistamy, saat ditemui di kediamannya di Jalan Kuin Utara, Banjarmasin Utara, belum lama ini.

Pria yang mengaku keturunan ke-13 dari Khatib Dayan ini menuturkan kebanyakan para pedagang yang beraktivitas di Pasar Terapung berasal dari Tamban, Anjir, Alalak, Berangas dan sebagian lagi orang Kuin sendiri. "Jadi, pasar ini sudah ada sejak abad ke-14. Pokoknya, sebelum Kerajaan Banjar berdiri," tegasnya.

Menurut Ayip–sapaan akrab pria ini, kalau ditarik garis merah, hubungan antara Pasar Terapung dengan ditemukannya 'Pangeran Terbuang' dari Kerajaan Negara Daha (kini berada di daerah Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan) sangat erat. Sebab, sebelum Sultan Suriansyah diangkat menjadi Raja Banjar, ia dikenal sebagai nelayan atau pencari ikan yang menjual hasil tangkapannya–biasanya daerah 'perburuannya' di kawasan Blandaian (Alalak)– ke Pasar Terapung.

"Ketika itu, namanya asli dari Sultan Suriansyah ini adalah Raden Samudera atau lebih dikenal dengan sebutan Samidri," terangnya.

Saat menjual hasil tangkapan ikan sungainya ini, sang Sultan kecil ini selalu bertemu dengan Patih Masih. Ketika itu, diperkirkan usia Raden Samudera sekira 14 tahun atau masih remaja. Namun, Patih Masih curiga jika Raden Samudera atau Samidri ini bukan orang sembarangan. Dugaannya, remaja ini adalah keturunan raja atau Pangeran yang terbuang akibat 'kudeta' kekuasaan oleh pamannya, Pangeran Tumenggung di Negara Daha. "Karena sering bertemu di Pelabuhan Bandarmasih atau setidaknya Pasar Terapung, Patih Masih yakin bahwa Samidri tersebut merupakan pangeran yang terbuang tersebut," tutur Ayip.
Pasar Terapung awal 1900-an dengan latar belakang 
Muara Kuin dan Pulau Alalak


Untuk meyakinkan dugaannya, saat itu Patih Masih langsung mengumpulkan 'penguasa' dari beberapa pelabuhan yang ada yakni Patih Balit dari Alalak, Patih Muhur dari Anjir, dan Patih Kuin (adiknya sendiri) untuk mengundang Samidri ke sebuah pesta makan. Dengan taktik memabukkan Samidri yang ketika itu diberi arak, rahasia yang tersembunyi itu pun berhasil dibongkar dari mulut 'Pangeran Terbuang' ini.

Nah, sejak usia 14 tahun itu, Samidri langsung didaulat dan diangkat menjadi Raja Banjar atau Raja Bandarmasih. Hal ini karena bagi keempat patih tersebut dalam darahnya masih mengalir tutus raja. "Saat itu, Pasar Terapung dan Pelabuhan Bandarmasih sangat maju. Ini jika dibandingkan pelabuhan dagang yang ada seperti di Marabahan (Kabupaten Barito Kuala) atau di Sungai Nagara sendiri, tempat kerajaan kakeknya Sultan," tutur Ayip.

Menurut Ayip, keberadaan Pelabuhan Bandarmasih dan Pasar Terapung juga tak lepas dari berkembangnya Kerajaan Banjar baik secara ekonomi maupun politik. Dimana, di pusat Kerajaan Banjar di kawasan Kuin, banyak pedagang dari Jawa, Gujarat (India) dan Cina yang melakukan aktivitas perdagangan dengan masyarakat Banjar, ketika itu.

Secara politik, kawasan Pasar Terapung juga tak luput menjadi medan pertempuran antara Kerajaan Banjar dengan Kerajaan Negara Daha, yang hanya terpicu dendam keluarga. Setelah Pangeran Tumenggung mengetahui bahwa keponakannya yang dibuang, diangkat menjadi raja dan menguasai Bandar saingan Bandar Kerajaan Nagara.

Perang mulainya berkecamuk secara sporadis, hingga akhirnya terjadi penyerbuan dari Kerajaan Daha. Bahkan, pasukan Kerajaan Banjar sempat menghadang pasukan Negara Daha di kawasan Sungai Alalak. Namun, karena kalah kuat baik dari segi persenjataan maupun personil, akhirnya pasukan Banjar terus terdesak hingga memasuki 'areal terlarang' Kerajaan Banjar di kawasan Kuin. Agar tak terus terdesak, para petinggi Kerajaan Banjar berinisiatif untuk membuat benteng dari ancaman serangan Pasukan Kerajaan Negara Daha. Tepatnya, di kawasan Kuin Cerucuk ditancapkan tiang-tiap kayu ulin sebagai penyangga agar perahu musuh tidak bisa bersandar langsung ke Pelabuhan Bandarmasih, hingga kini nama Kuin Cerucuk diabadikan sebagai nama kampung yang berada di wilayah Banjarmasin Barat. "Waktu itu, perang terjadi di Sungai Alalak dan Sungai Kuin. Namun, ternyata kekuatan Pasukan Nagara Dipa lebih besar dibandingkan Pasukan Banjar hingga terdesak," masih cerita Ayip.

Setelah terus mengalami kekalahan, atas usul Patih Masih yang memiliki hubungan dagang dan politik dengan para pedagang dari Jawa, terutama dari Kerajaan Mataram Islam, dijalin hubungan kemiliteran. Namun, sebetulnya, versi Ayip ini berbeda dengan versi yang kebanyakan ditulis dalam Sejarah Kerajaan Banjar, dimana Kerajaan Demak yang telah membantu Sultan Suriansyah dalam mengusir pasukan Kerajaan Daha. "Waktu itu Kerajaan Demak mulai runtuh, dan digantikan Kerajaan Mataram Islam. Walaupun sebetulnya kendali pemerintahan masih dibawah Kerajaan Cirebon," tutur Ayip yang yakin versi ceritanya ia dapatkan dari penuturan pendahulunya.

Bantuan dari Kerajaan Mataram Islam pun datang. Namun, bantuan tidak 'gratis', sebab ada beberapa syarat yang harus dipenuhi Kerajaan Banjar, jika perang saudara ini dimenangkan Sultan Suriansyah, maka Kerajaan Banjar harus bersedia menjadi fusi atau bagian dari Kerajaan Mataram Islam serta agama Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan.

Persyaratan itu disetujui, hingga dikirim sekitar 1.000 pasukan dari Kerajaan Mataram Islam dibawah pimpinan Fatahillah atau bernama Syarif Hidayatullah, hingga dikenal sebagai Khatib Dayan, meskipun nama sebenarnya adalah Khatib Dayat (berasal dari Hidayatullah), karena lidan Urang Banjar agak kedal, hingga dinamakan Khatib Dayan saja. "Namun, Fatahillah ini bukan Fatahillah yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Sebab, saat itu ada dua nama Fatahillah yang merupakan panglima perang sekaligus ulama," ujar Ayip.

Atas bantuan Kerajaan Mataram ini, pasukan Kerajaan Banjar berhasil 'mengusir' pasukan Kerajaan Negara Daha bahkan sempat menyerang ke wilayah kerajaan tersebut. Namun, korban tetap berjatuhan dari kedua belah pihak.

Untuk itu disepakati jalan arbitasi atau damai. Usulan perang tanding atau adu ilmu antara Sultan Suriansyah dengan Pangeran Tumenggung dipilih sebagai upaya penuntasan perang saudara berkepanjangan. Tawaran ini diakuri kedua belah pihak, hingga terjadi adu 'kedigjayaan' di atas dua perahu. Untuk Sultan Suriansyah, saat itu dikayuh oleh Patih Masih, sementara Pangeran Tumenggung di atas perahu yang dikayuh oleh Arya Trenggara–merupakan paman Sultan Suriansyah sendiri sebelum ia dibuang ke Muara Banjar.

"Rupanya adu kesaktian tak terjadi. Saat itu, Pangeran Tumenggung justru menangis ketika mendengar cerita pahit yang dialami keponakannya tersebut. Makanya, ketika itu langsung disepakati perang berakhir dan damai," kata Ayip. Sejak saat itu, dua kerajaan yakni Kerajaan Banjar dan Kerajaan Nagara Daha digabungkan dalam satu 'komando' Sultan Suriansyah. "Sejak itu pula, Pasar Terapung berkembang secara alami. Karena, sebagian pedagang juga berasal dari Nagara," pungkas Ayip.

Hingga kini, situs sejarah berupa Pasar Terapung, dan makam para Raja Banjar ini tetap terpelihara di kawasan Makam Sultan Suriansyah, Kuin Utara, sekitar 4 kilometer dari pusat kota Banjarmasin. *** tulisan dari for kota(disarikan dari wawancara dalam bentuk hardnews, didi g sanusi) from uniknyakalimantan.blogspot.com

Jalan Utama Ditutup !

Jalan Utama Ditutup !
Penertiban lalulintas./Antara
Pihak Satuan Polisi Lalu Lintas Polresta Banjarmasin Kalimantan Selatan akan menutup delapan jalan utama di kota tersebut saat malam pergantian tahun.

Kasatlantas Polresta Banjarmasin, AKP Agung Triwidyantoro Sik di Banjarmasin, Minggu mengatakan, penutupan jalan itu dimaksudkan agar perayaan malam pergatian tahun itu tetap berjalan lancar.
Jalan yang nantinya akan dilakukan penutupan oleh pihak Satuan Polisi Lalu Lintas Polresta Banjarmasin diantaranya Jalan Sudirman, Jalan AIS Nasution, jalan Simpang Keramaian, jalan R Suprato, jalan Samudra, jalan Pulau Samudra, jalan Ais Nasution, jalan Lambung Mangkurat.
Dengan adanya penutupan delapan jalan tersebut, maka arus lalu lintas yang mengarah ke jalan itu akan dilakukan pengalihan ke jalan-jalan yang tidak dilakukan penutupan oleh pihak berwajib.
"Kita akan jaga pengalihan arus dari jalan yang ditutup itu, agar nantinya tidak ada kemacetan sehingga jalur pengalihan tetap lancar dan pengguna jalan tetap merasa nyaman," ucap pria yang sebentar lagi berpangkat Kompol itu.
Agung terus menambahkan, penutupan delapan jalan di Kota Banjarmasin saat malam pergantian tahun itu dilakukan pada Sabtu (31/12) sekitar pukul 17.00 wita hingga pukul 02.00 wita.
Walau ada beberapa jalan yang dilakukan penutupan itu, pihak Polisi Lalu Lintas dari Polresta Banjarmasin akan terus melakukan penjagaan di jalur pengalihan yang rawan kemacetan akibat dari beberapa penutupan jalan tersebut.
"Ada beberapa Polantas yang nantinya akan kita tempatkan dijalur-jalur pengalihan rawan kemacetan, untuk jalur tingkat kemacetannya tinggi akan kita tempat 3 hingga 4 orang Polantas," terangnya.
Untuk itu diimbau agar masyarakat Kota Banjarmasin agar pada malam pergantian tahun nanti tidak usah menggunakan kendaraan bermotor karena hal itu dimaksudkan untuk mengurangi dan mengatasi kemacetan nantinya.
Bagi yang menggunakan kendaraan bermotor diharapkan agar selalu tertib dan taat terhadap peraturan lalu lintas yang ada serta jangan kebut-kebutan dijalan.
"Peraturan tetap akan kita terapkan, walau malam pergantian tahun, yang tidak menggunakan helm dimalam pergantian tahun, akan kita tindak tegas dan diberikan sanksi tilang," tegas pria yang memiliki sifat pendiam itu.(Gun/A)

Banjarmasin Mampu Membuang Separuh Sampah

Pemerintah Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan, hanya mampu 50 persen membuang sampah lantaran keterbatasan jumlah petugas dan fasilitas angkutan akhirnya sampah masih menumpuk mengotori kota ini.

Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banjarmasin, H Hamdi kepada wartawan di Banjarmasin, Selasa mengakui peliknya persoalan sampah di wilayah yang berjuluk "kota seribu sungai," tersebut.
Ia mengakui kalau dihitung jumlah penduduk 720 ribu jiwa dengan rasio seorang warga memproduksi sampah o,8 kilogram per orang per hari maka jumlah produksi sampah di kota tersebut sekitar 500 ton per hari.
Dari jumlah tersebut yang hanya bisa terangkut dan tertangani oleh 700 petugas termasuk tukang sapi, sopir, dan petugas lainnya dukungan 40 buah truk, enam buah mobil pikap hanya sekitar 200 ton saja.
Sisa sampah tersebut memang ada yang diambil pemulung, dibuang ke sungai oleh oknum warga atau di daur ulang untuk pupuk organik dan sebagainya, tapi masih banyak yang tertinggal dan jumlah itulah yang terus mengotori kota ini.
Apalagi sekarang ini jumlah produksi sampah terus meningkat  setelah tibanya musim buah-buahan di mana terjadi penjualan buah secara besar-besaran di wilayah kota.
"Belakangan ini terjadi kenaikan produksi sampah lantaran banyak sekali kulit buah-buahan  yang dibuang oleh warga," tambahnya.
Diperkirakan kenaikan produksi sampah itu antara tujuh hingga 10 persen, itu terlihat penumpukan di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang terus menggunung pada musim sekarang ini.
Ia mengakui dengan keterbatasan tersebut maka seringkali menimbulkan kota yang kurang bersih dan menjadi keluhan banyak warga.
Oleh karena itu pihaknya akan berjual setidaknya menambah jumlah petugas dan fasilitas pengangkutan sampah.
Jumlah armada angkutan sampah itu jelas tak mencukupi idealnya minimal 100 truk, dan seribu petugas.
Mengenai jumlah TPS disebutkannya sebanyak 126 buah dan itupun tak mencukupi makanya kedepan perlu penambahan jumlah TPS tersebut./H005/C

Banjarmasin Kewalahan Tangani Eceng Gondok

Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan mengaku kerepotan menangani gulma enceng gondok yang tumbuh subur di sungai dan sejumlah daerah rawa di wilayah Ibu Kota Provinsi Kalsel itu.

"Sungai Kota Banjarmasin, belakangan ini tercemar berat tanaman gulma, terutama encek gondok yang selalu mengotori sungai-sungai di wilayah ini," kata Kepala Sumberdaya Air dan Drainase Kota Banjarmasin, Muryanta di Banjarmasin, Selasa.
Hal itu disampaikan Muryanta saat jumpa pers akhir tahun  dengan sejumlah wartawan yang mengetangahkan berbagai program instansinya pada tahun 2011 dan tahun 2012 mendatang.
Menurutnya akibat tercemar enceng gondok maka banyak sungai di Banjarmasin menjadi kotor bahkan banyak yang menyempit dan  mendangkal dan selain menganggu keindahan juga mengganggu arus lalu-lintas sungai daerah setempat.
Di Banjarmasin terdapat 104 jumlah sungai dan hingga kini sekitar 74 sungai masih berfungsi, oleh karena itu perlu dijada dan dipelihara agar sungai tersebut tidak sampai mati seperti sungai sebelumnya.
Guna mengurangi serangan enceng gondok tersebut, Pemkot Banjarmasin menyewa kapal pembersih gulma dan sampah sungai.
"Kapal pembersih gulma dan sampah tersebut setiap hari bekerja, dan sekitar 60 ton 70 ton enceng gondok dibersihkan dari sungai per harinya," kata Muryanta.
Menurut Muryanta, saat musim penghujan ini jumlah enceng gondok tersebut walau terus dibersihkan tetapi tetap saja banyak dipermukaan air sungai, karena bila satu lokasi di bersihkan maka tak lama datang lagi hamparan enceng gondok yang datang dari berbagai penjuru sungai.
Lain hal disaat kemarau bila satu lokasi dibersihkan maka lokasi itu dalam waktu tertentu  tetap bersih, karena pergerakan air tidak sederas seperti penghujan.
"Kita benar-benar kerepotan olah enceng gondok ini,bayangkan saja satu lokasi yang sudah bersih dari serangan enceng gondok pada keesokan harinya lokasi itu sudah penuh lagi dari tanaman itu, karena terbawa larut oleh arus air yang datang dari hulu sungai,"tuturnya.
Tadinya sampah asal enceng gondok itu ditumpuk begitu saja di tebing sungai,sekarang sampah itu akan di tampung oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kemudian dijadikan kompos.
Berdasarkan keterangan kompos berasal dari tanaman enceng gondok sangat baik untukmenyubur tanaman,hingga bisa menjadi pupuk organik.
Ditanya keberadaan kapal pembersih
 gulma Ia menyatakan bersyukur
, karena ada seorang pengusaha di
 Kota ini yang  berhasil mengubah
 sebuah kapal biasa menjadi sebuah
 pembersih gulma hingga bermanfaat
 untuk merevitalisasi sungai
-sungai kota setempat.
(Katuju banar nang "Gratisan"
, akhirnya pelaksanannya tidak 
bisa tercapai sesuai kehendak
 masyarakat..iyakah jar...^_^)
Selain memodifikasi kapal menjadi kapal pemberih gulma pengusaha itu juga berhasil memodifikasi kapal biasa menjadi sebuah kapal pengeruk lupur kapal itupun juga disewa Pemkot Banjarmasin, tutur Muryanta.
Kedua kapal itu sudah diberi nama masing-masing untuk kapal keruk disebut "kapal biuku," sedangkan kapal pembersih gulma dan sampah disebut "kapal sapu-sapu," tambahnya lagi.
Menurut Muryanta, kapal hasil modifikasi tersebut sangat bermanfaat dalam upaya  kota Banjarmasin mengembalikan fungsi-fungsi sungai mengingat sudah banyak sungai yang mati lantaran serangan gulma, sampah  dan sidementasi.
Melalui alat-alat modifikasi itu sungai-sungai kian dilebarkan didalami, sehingga begitu juga terhadap sungai yang mati akan dikeruk hingga kembali menjadi sungai yang hidup./H005/*C

0 comments to "Tahun Baru di Banjarmasin serta sejarah Pasar Terapung"

Leave a comment