Pesan Perdamaian Anak Iran untuk Rakyat Indonesia
|
Menurut Kantor Berita ABNA, memperingati Hari Anak Nasional Iran, beberapa anak-anak berprestasi dari SD Iran mengunjungi Kantor Kedutaan RI untuk Iran di Teheran. Anak-anak SD itu menyampaikan pesan perdamaian kepada teman-teman seusianya di Indonesia. Berikut teks perdamaian tersebut:
In the Name of Allah
We Share with you our heartfelt wishes for the peace and justice for all the people in the world today.
Let hope that we all together succeeded to make a world full of happiness, liveliness for children, full of hope and eminence for the young adults and full of compassion and sympathy for our families.”
Pesan perdamaian untuk anak-anak Indonesia tersebut dibacakan dua siswa tingkat sekolah dasar Iran di KBRI Tehran tanggal 10 Oktober 2011, di samping itu dua siswa lainnya juga menyampaikan bunga sebagai lambang perdamaian kepada KUAI KBRI Tehran.
Hari itu KBRI Tehran menerima kunjungan lima pelajar putera-puteri Tehran International School dan Mr. Seyed Ahmad Mir-Alaee yang dilakukan dalam rangka peringatan Hari Anak-Anak di Iran, yang diperingati setiap tanggal 8 Oktober (16 Mehr kalender Iran), dan rencana penyelenggaraanInternational Festival of Children’s Films (tanggal 14-18 November 2011 di Esfahan), di mana Mr. Mir-Alaee bertindak sebagai Direktur Penyelenggara. Mr. Mir-Alaee juga menyampaikan bahwa terdapat empat film Indonesia yang akan berpartisipasi di festival tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, KUAI KBRI Tehran mengucapkan terima kasih atas kunjungan yang dilakukan, kepada para siswa Iran dan Mr. Mir-Alaee KUAI KBRI Tehran juga menyambut baik serta menyampaikan apresiasi atas pesan perdamaian yang menunjukkan kepedulian tulus dari anak-anak Iran atas perdamaian di dunia.
Berita dinukil dari situs resmi KBRI Teheran Iran.
Tanggal: 2012/01/29 | Sumber: www.indonesian-embassy.ir |
Velayati: Masa Depan Islam di Tangan Kaum Muda
Islam Saat Ini
|
Menurut Kantor Berita ABNA, Dr. Ali Akbar Velayati, kamis (26/1) dihadapan ribuan peserta Pertemuan Internasional Pemuda dan Kebangkitan Islam berkata, "Terselenggaranya konferensi internasional kebangkitan Islam ini adalah buah dari keberkahan Revolusi Islam Iran. Kami mengajak ribuan pemuda dari berbagai Negara ke Iran untuk melihat langsung dan menyerap keberkahan itu."
Beliaupun dalam penyampaiannya menyatakan rasa optimisnya kegiatan internasional semacam itu dapat memperat hubungan antar bangsa dalam bingkai saling memahami dan menghargai khususnya antar Negara-negara yang bermayoritas berpenduduk muslim, "Hari ini, dunia lebih besar kebutuhannya terhadap hubungan baik antar bangsa, yang satu sama lain saling menghargai dan bekerja sama." Tegasnya.
Cendekiawan yang juga menjadi pengurus pimpinan di Majma Jahani Ahlul Bait ini dalam kaitannya dengan persatuan Sunni-Syiah beliau menegaskan, "Kemajuan umat Islam hanya dapat dicapai dengan persatuan. Oleh karenanya kaum muda Islam harus menjaga semangat persatuan itu. Masa depan Islam berada ditangan kaum mudanya saat ini. Kerjasama dan hubungan antar pemuda harus ditingkatkan, karena kaum mudalah penentu kemajuan dibidang ilmu, tekhnologi dan kebudayaan Islam di masa datang."
Velayati yang juga menjabat sebagai penasehat Rahbar dalam urusan Internasional tersebut menyebutkan bahwa konferensi yang bakal berlangsung selama dua hari dari 29-30 Januari di Teheran tersebut dihadiri oleh lebih dari 1000 peserta dari 73 Negara. Termasuk Indonesia mengirimkan delegasinya sebanyak 20 orang pemuda yang merupakan aktivis pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan dan keagamaan.
Sekjen konferensi, Ali Akbar Velayati mengatakan kepada wartawan bahwa konferensi akan membahas peran pemuda dalam gelombang kebangkitan Islam, yang menyapu Timur Tengah dan Afrika Utara.
"Di antara tujuan utama konferensi adalah menghidupkan kembali nilai-nilai Islam serta tujuan-tujuan luhur Islam dan al-Quran, memulihkan rasa nasionalisme, martabat Islam dan negara-negara Muslim, menciptakan sebuah peradaban Islam yang baru atas dasar agama dan rasionalitas, mewujudkan pertukaran pengalaman antara gerakan pencari kebebasan, menyajikan demokrasi Islam sebagai pengganti demokrasi Barat, dan memperkuat kepercayaan diri di kalangan umat Islam," jelas Velayati.
Sementara itu, Para pelajar hawzah ilmiah Qom menandatangani surat dukungan terhadap kebangkitan Islam dan pemuda revolusioner di negara-negara Islam. Hawzah News (26/1) melaporkan, komunitas pelajar pendukung kebangkitan Islam dengan bekerjasama dengan sekretariat urusan internasional hawzah ilmiah dan Basij, mengungkapkan dukungan terhadap kebangkitan Islam dan pemuda revolusioner dengan memasang tiga kain dalam bahasa Persia, Inggris, dan Arab, di madrasah Feyziyah dan Daarul Shifa. Surat tersebut adalah dalam rangka mendukung revolusi Mesir, Tunisia, Bahrain, Libya, Yaman, Lebanon, dan Palestina.
Selain mendukung perjuangan para pemuda revolusioner, surat tersebut juga dalam rangka mengecam kejahatan kaum-kaum zalim.
Para pelajar hawzah Iran maupun asing berbondong-bondong menandatangani kain tersebut dan menyatakan dukungan mereka terhadap gelombang kebangkitan Islam.
Beliaupun dalam penyampaiannya menyatakan rasa optimisnya kegiatan internasional semacam itu dapat memperat hubungan antar bangsa dalam bingkai saling memahami dan menghargai khususnya antar Negara-negara yang bermayoritas berpenduduk muslim, "Hari ini, dunia lebih besar kebutuhannya terhadap hubungan baik antar bangsa, yang satu sama lain saling menghargai dan bekerja sama." Tegasnya.
Cendekiawan yang juga menjadi pengurus pimpinan di Majma Jahani Ahlul Bait ini dalam kaitannya dengan persatuan Sunni-Syiah beliau menegaskan, "Kemajuan umat Islam hanya dapat dicapai dengan persatuan. Oleh karenanya kaum muda Islam harus menjaga semangat persatuan itu. Masa depan Islam berada ditangan kaum mudanya saat ini. Kerjasama dan hubungan antar pemuda harus ditingkatkan, karena kaum mudalah penentu kemajuan dibidang ilmu, tekhnologi dan kebudayaan Islam di masa datang."
Velayati yang juga menjabat sebagai penasehat Rahbar dalam urusan Internasional tersebut menyebutkan bahwa konferensi yang bakal berlangsung selama dua hari dari 29-30 Januari di Teheran tersebut dihadiri oleh lebih dari 1000 peserta dari 73 Negara. Termasuk Indonesia mengirimkan delegasinya sebanyak 20 orang pemuda yang merupakan aktivis pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan dan keagamaan.
Sekjen konferensi, Ali Akbar Velayati mengatakan kepada wartawan bahwa konferensi akan membahas peran pemuda dalam gelombang kebangkitan Islam, yang menyapu Timur Tengah dan Afrika Utara.
"Di antara tujuan utama konferensi adalah menghidupkan kembali nilai-nilai Islam serta tujuan-tujuan luhur Islam dan al-Quran, memulihkan rasa nasionalisme, martabat Islam dan negara-negara Muslim, menciptakan sebuah peradaban Islam yang baru atas dasar agama dan rasionalitas, mewujudkan pertukaran pengalaman antara gerakan pencari kebebasan, menyajikan demokrasi Islam sebagai pengganti demokrasi Barat, dan memperkuat kepercayaan diri di kalangan umat Islam," jelas Velayati.
Sementara itu, Para pelajar hawzah ilmiah Qom menandatangani surat dukungan terhadap kebangkitan Islam dan pemuda revolusioner di negara-negara Islam. Hawzah News (26/1) melaporkan, komunitas pelajar pendukung kebangkitan Islam dengan bekerjasama dengan sekretariat urusan internasional hawzah ilmiah dan Basij, mengungkapkan dukungan terhadap kebangkitan Islam dan pemuda revolusioner dengan memasang tiga kain dalam bahasa Persia, Inggris, dan Arab, di madrasah Feyziyah dan Daarul Shifa. Surat tersebut adalah dalam rangka mendukung revolusi Mesir, Tunisia, Bahrain, Libya, Yaman, Lebanon, dan Palestina.
Selain mendukung perjuangan para pemuda revolusioner, surat tersebut juga dalam rangka mengecam kejahatan kaum-kaum zalim.
Para pelajar hawzah Iran maupun asing berbondong-bondong menandatangani kain tersebut dan menyatakan dukungan mereka terhadap gelombang kebangkitan Islam.
Konferensi Pemuda dan Kebangkitan Islam di
Teheran Dimulai
|
Menurut Kantor Berita ABNA, Konferensi Internasional Pemuda Kebangkitan Islam dimulai di ibukota Iran, Tehran pada Ahad pagi (29/1) di kompleks Milad Tower. Acara ini akan digelar selama dua hari dan dihadiri oleh 1.500 kaum muda dari 73 negara dunia, termasuk Indonesia dan Malaysia.
Sekjen konferensi, Ali Akbar Velayati mengatakan kepada wartawan bahwa konferensi akan membahas peran pemuda dalam gelombang kebangkitan Islam, yang menyapu Timur Tengah dan Afrika Utara.
"Di antara tujuan utama konferensi adalah menghidupkan kembali nilai-nilai Islam serta tujuan-tujuan luhur Islam dan al-Quran, memulihkan rasa nasionalisme, martabat Islam dan negara-negara Muslim, menciptakan sebuah peradaban Islam yang baru atas dasar agama dan rasionalitas, mewujudkan pertukaran pengalaman antara gerakan pencari kebebasan, menyajikan demokrasi Islam sebagai pengganti demokrasi Barat, dan memperkuat kepercayaan diri di kalangan umat Islam," jelas Velayati.
Ini adalah konferensi ketiga seputar kebangkitan Islam yang diselenggarakan di Tehran.
Pada 17 September 2011, lebih dari 700 cendekiawan Muslim dan tokoh terkemuka dari 80 negara berpartisipasi dalam konferensi internasional pertama tentang kebangkitan Islam. Pertemuan itu membahas dan menganalisa sejarah dan prinsip dasar kebangkitan Islam serta tokoh-tokoh yang telah memainkan peran dalam gerakan tersebut.
Pada akhir acara diputuskan pembangunan sekretariat permanen konferensi di Tehran yang dipimpin oleh Ali Akbar Velayati, penasehat Rahbar urusan internasional.
Sementara pertemuan kedua dibuka di Tehran pada 10 November 2011. Konferensi ini dihadiri oleh 25 tokoh terkemuka dari 17 negara Islam, yang membahas perkembangan terbaru mengenai pemberontakan rakyat di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Sekjen konferensi, Ali Akbar Velayati mengatakan kepada wartawan bahwa konferensi akan membahas peran pemuda dalam gelombang kebangkitan Islam, yang menyapu Timur Tengah dan Afrika Utara.
"Di antara tujuan utama konferensi adalah menghidupkan kembali nilai-nilai Islam serta tujuan-tujuan luhur Islam dan al-Quran, memulihkan rasa nasionalisme, martabat Islam dan negara-negara Muslim, menciptakan sebuah peradaban Islam yang baru atas dasar agama dan rasionalitas, mewujudkan pertukaran pengalaman antara gerakan pencari kebebasan, menyajikan demokrasi Islam sebagai pengganti demokrasi Barat, dan memperkuat kepercayaan diri di kalangan umat Islam," jelas Velayati.
Ini adalah konferensi ketiga seputar kebangkitan Islam yang diselenggarakan di Tehran.
Pada 17 September 2011, lebih dari 700 cendekiawan Muslim dan tokoh terkemuka dari 80 negara berpartisipasi dalam konferensi internasional pertama tentang kebangkitan Islam. Pertemuan itu membahas dan menganalisa sejarah dan prinsip dasar kebangkitan Islam serta tokoh-tokoh yang telah memainkan peran dalam gerakan tersebut.
Pada akhir acara diputuskan pembangunan sekretariat permanen konferensi di Tehran yang dipimpin oleh Ali Akbar Velayati, penasehat Rahbar urusan internasional.
Sementara pertemuan kedua dibuka di Tehran pada 10 November 2011. Konferensi ini dihadiri oleh 25 tokoh terkemuka dari 17 negara Islam, yang membahas perkembangan terbaru mengenai pemberontakan rakyat di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Ketua Parlemen Iran Bertolak ke Indonesia
Ketua parlemen Iran Ali Larijani pada Ahad pagi (29/1) meninggalkan Tehran menuju Palembang, Indonesia untuk menghadiri konferensi Uni Antar Parlemen Negara Islam.
IRNA melaporkan, Larijani selain menyampaikan pidato pada konferensi persatuan parlemen negara anggota OKI (PUIC), juga akan mengadakan pertemuan dengan sejumlah ketua parlemen dan pejabat negara peserta.
"Pertemuan di Indonesia akan membahas isu-isu terkini pada tingkat regional dan juga masalah-masalah pentingnya di dunia Islam," kata Larijani sebelum meninggalkan Tehran. Ditambahkannya, Uni Antar Parlemen Negara Islam (IIPU) termasuk forum yang diprakarsai oleh Iran dan memainkan peran signifikan dalam strategi badan itu.
Konferensi parlemen negara-negara Islam tersebut sudah dimulai dalam skala internal dan puncaknya pada 30 Januari nanti.
Informasi dari panitia "Seventh Parliamentary Union of The Organization of Islamic Cooperation Members State (PUIC) Conference" di Palembang, melaporkan delegasi OKI terus berdatangan sejak Selasa (24/1) hingga acara puncak pada Senin besok.
Salah satu agenda utama yang akan dibahas adalah rekomendasi atau dukungan atas kemerdekaan bangsa Palestina, serta sejumlah agenda persoalan bersama antar negara Islam anggota OKI tersebut.
Saat ini tercatat utusan 37 negara dari 51 negara peserta telah hadir di Palembang, dan diharapkan semua negara peserta mengirimkan utusannya. (IRIB Indonesia/RM/PH)
Ahmadinejad Buka Konferensi Pemuda dan Kebangkitan Islam
Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad membuka Konferensi Internasional Pemuda dan Kebangkitan Islam di Tehran pada Ahad pagi (29/1).
Lebih dari 1.500 kaum muda dari 73 negara dunia, termasuk Indonesia dan Malaysia berpartisipasi dalam pertemuan dua hari itu. Sejumlah tokoh dan pemikir dunia Islam juga hadir dalam konferensi tersebut.
Sebagian besar kaum muda yang mengambil bagian dalam konferensi itu, terlibat aktif dalam perkembangan terakhir di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Penasehat Rahbar urusan internasional, Ali Akbar Velayati, yang juga Sekretaris Jenderal Majelis Kebangkitan Dunia Islam, mantan Perdana Menteri Irak Ibrahim Jaafari dan Sekjen Gerakan Jihad Islam Palestina Ramadhan Abdullah akan menyampaikan pidato pada pertemuan itu. (IRIB Indonesia/RM/PH)
Inilah Pesan Ahmadinejad untuk Pemuda Islam
Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengatakan, prinsip keberadaan rezim Zionis Israel merupakan penyembelihan terhadap kemuliaan umat manusia dan penghinaan atas bangsa-bangsa.
Seraya mempertanyakan klaim-klaim Barat terkait isu kebebasan dan demokrasi, Ahmadinejad menandaskan, Amerika Serikat dan Eropa tidak demokratis, oleh karena itu bagaimana mereka akan menghadiahkan kebebasan kepada pihak lain?
IRNA melaporkan, Ahmadinejad, Ahad (29/1) pada pembukaan Konferensi Internasional Pemuda dan Kebangkitan Islam di Tehran, menilai sangat penting dan menumental tema yang diangkat dalam konferensi.
Dalam pesan yang ditujukan kepada pemuda dunia Islam, Ahmadinejad mengatakan, "Dengan semangat kesepahaman, sepemikiran, dan tekad kolektif, ciptakanlah hari esok yang lebih indah dan lebih manusiawi bagi umat manusia."
Setelah menyatakan rasa gembira karena berkesempatan hadir bersama pemuda revolusioner dari seluruh dunia, Ahmadinejad memaparkan urgensi kebangkitan Islam menurut tujuan penciptaan manusia.
Berbicara tentang kondisi yang menguasai AS dan Eropa, Ahmadinejad menegaskan, "Barat mengklaim dirinya sebagai pelopor demokrasi dan keadilan di dunia. Apakah mereka sendiri menikmati demokrasi dan kebebasan untuk bisa disumbangkan ke kita?"
"Di AS bagian mana terdapat kebebasan ketika hanya ada dua partai yang memerintah negara itu selama bertahun-tahun," tanya Presiden Iran. Ditambahkannya, kedua partai itu juga hanya berperan sebagai boneka, karena Zionis yang memberi perintah kepada mereka.
Pada bagian lain pidatonya, Ahmadinejad menyebut keadilan dan kebebasan sebagai faktor terpenting bagi kebahagiaan manusia. Menurutnya, keadilan merupakan landasan gerakan manusia dan masyarakat dalam meniti jalan kesempurnaan.
"Jika keadilan tidak ada, hakikat manusia akan punah dan potensi-potensi manusia tidak akan menemukan kesempatan untuk berkembang," jelasnya. (IRIB Indonesia/RM/PH)
Kecenderungan untuk Berbeda Pada Diri Anak itu Wajar, Jangan Sampai Keliru!
Hujjatul Islam Panahiyan menyatakan bahwa kebiasaan pemuda menjauhi tradisi adalah hal yang wajar dan mengatakan, "Jika menjauhi tradisi tersebut disikapi dengan kasar, maka akan berubah menjadi penentangan terhadap tradisi."
Rasa News (26/1) melaporkan, berbicara pada program televisi "Menuju Tuhan" di saluran tiga IRIB, Alireza Panahiyan mengatakan bahwa pendidikan anak hingga usia 14 tahun merupakan tugas orang tua dan setelah itu, anak akan bertanggung jawab kepada Allah Swt. Remaja di usia tersebut cenderung menghindari tradisi, keluarga, dan masyarakat.
Menurut Panahiyan, fenomena tersebut sangat wajar dan jika masalah itu tidak ada, maka anak tidak cenderung keluar rumah dan membaur dalam masyarakat, serta tidak akan merasakan kebebasan dalam hidupnya.
Namun jika kecenderungan menghindari tradisi, keluarga, dan masyarakat itu disikapi secara negatif dan kasar, maka dampaknya adalah perlawanan dan penentangan terhadap tradisi. Seorang anak atau remaja cenderung ingin merasakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang selama ini mewarnai hidupnya. Ghalib, mereka tidak mencermati apakah kecenderungan baru mereka itu baik atau buruk. Di sinilah tugas orang tua untuk membimbing kecenderungan untuk berbeda dalam diri anak.
Bagi orang tua, hendaknya memberikan bimbingan, bantuan, dan cinta yang berkesinambungan kepada anak remaja mereka dan agar mereka membantu mereka dengan menggunakan cara-cara tidak langsung. Seperti mengenalkan mereka kepada orang-orang mukmin dan baik, meluangkan waktu lebih banyak, dan berdialog dengan logis terhadap mereka. Memberikan kesempatan kepada anak untuk merenung dan berpikir juga merupakan pilihan tepat untuk membimbing anak.
Panahiyan menjelaskan, "Jika dengan semua itu sang anak tetap tidak menjadi anak yang saleh, maka kita harus tahu bahwa anak juga memiliki Tuhan dan hal ini harus kita tekankan kepadanya bahwa dia harus bertanggung jawab di hadapan Tuhannya. Jika orang tua menghadang dengan keras, maka sang anak akan sangat menikmati berbuat dosa, pertama karena kenikmatan alamiah perbuatan dosa dan kedua karena dapat menutupi perbuatan dosanya dari pandangan orang tua. (IRIB Indonesia/MZ)
Perlu Usaha Untuk Mendengar dan Mengamalkan Nasihat
Di bawah sebuah lembah yang subur dan di dekat hamparan padang rumput hijau dan indah, terdapat sebuah danau besar. Hidup di danau itu seekor kura-kura dan dua burung belibis. Mereka bertiga telah bersahabat dan melewati musim hujan bersama. Setelah berenang dan terbang, burung belibis itu beristirahat di tepi danau dan bercerita tentang segala hal dengan kura-kura. Apa saja mereka bicarakan.
Waktu berlalu dan perlahan-lahan, hujan mulai berkurang dan hawa mulai memanas tanda musim panas akan tiba. Air danau pun mulai menyurut. Burung belibis yang tidak bisa bertahan hidup tanpa air itu mulai merencanakan waktu yang tepat untuk berhijrah meninggalkan danau itu menuju tempat baru yang penuh dengan air di balik gunung. Mereka berdua mengungkapkan rencana itu kepada sang kura-kura.
Satu di antara burung belibis itu mengatakan kepada kura-kura, "Meski kami telah terbiasa hidup di tempat ini, tapi tahun ini air danau sudah mulai mengering dan kami tidak akan dapat hidup tanpa air. Oleh karena itu kami terpaksa terbang mencari danau lain di balik gunung. Akan tetapi di satu sisi kami juga sangat sedih karena harus meninggalkanmu."
Sang kura-kura sedih mendengar rencana kedua temannya itu dan mulai menitikkan air mata seraya berkata, "Jika kalian pergi meninggalkanku, aku akan sedih sekali dan mungkin aku akan mati karena kesedihan."
Burung belibis lainnya menjawab, "Kami juga sangat ingin bersamamu dan kami juga merasa sangat berat untuk meninggalkanmu. Tapi apa yang dapat kami lakukan? Dalam waktu dekat, air danau akan mengering dan pasti kami akan kesulitan mencari makanan."
Sang kura-kura berharap mereka tidak pergi dan berkata, "Teman-temanku, kalian tahu sendiri, air juga sangat penting dalam hidupku, sama seperti kalian. Maka aku harap kalian sudi membawaku kemana pun kalian pergi."
Permintaan kura-kura itu dijawab belibis, "Wahai kawan, kami juga memiliki harapan yang sama, akan tetapi tidak mungkin kamu mengikuti kami karena kamu harus menempuh perjalanan jauh melintasi gunung dan menaiki tebing-tebing. Kaki-kaki kami tidak kuat untuk mengikutimu berjalan. Selain itu, kamu juga tidak bisa terbang seperti kami."
Kura-kura tetap memaksa dan berkata, "Tidak ada pekerjaan yang tidak mungkin. Kalian lebih cerdas dariku, kalian pasti akan menemukan jalan untuk membantuku. Jika kalian meninggalkanku sendiri di sini, maka kalian telah mengkhianati persahabatan kita."
Salah satu burung belibis itu berkata, "Aku pikir ada cara untuk membantumu namun kami percaya akan sangat susah bagimu untuk melaksanakannya. Karena kami mengetahui kepribadianmu dan kami tidak yakin kamu dapat melakukannya."
Sang kura-kura langsung menyela dan bertanya, "Mengapa? Memangnya ada yang kurang pada diriku?"
Belibis menjawab, "Kamu tidak dapat bersabar dan banyak berbicara, kamu tidak anggun dan tidak memiliki kepercayaan diri. Dengan mudah kamu marah. Jika ada orang berkata sesuatu, dengan cepat kamu marah. Selain itu kamu juga selalu ingin tahu urusan orang lain. Kamu bahkan tidak dapat diam dan tenang barang sejenak pun."
Sang kura-kura menjawab, "Aku berterima kasih karena kalian telah mengungkapkan kekhilafanku. Orang yang tidak mengetahui kekurangannya tidak akan mampu berbenah diri. Pada saatnya nanti kalian akan mengetahui bagaimana aku memperbaiki sifatku. Aku berjanji akan bersikap seperti yang kalian inginkan."
Belibis tersenyum dan mengatakan, "Kami telah berulangkali mengujimu dan kami menyadari bahwa kamu tidak dapat memenuhi janji-janjimu. Namun karena kamu adalah kawan kami, maka kami minta kamu untuk berjanji untuk tidak mengucapkan satu kata pun dalam perjalanan sampai tujuan."
Kura-kura pun dengan segera menjawab, "Ah itu mudah sekali, aku bahkan siap untuk menahan nafas."
Kemudian burung belibis menjelaskan rencananya, "Perhatikan dengan seksama. Sepotong kayu ini harus kamu gigit sekuat-kuatnya dan kami akan terbang dengan mencengkeram kedua ujungnya. Dengan cepat kita akan sampai ke tujuan. Akan tetapi harus kamu ingat bahwa mungkin orang-orang akan menertawakan kita. Kamu harus dapat bersabar dan tidak mengatakan apa-apa."
Apa yang dikatakan oleh burung belibis itu dilakukan oleh sang kura-kura. Ia menggigit bagian tengah dari potongan kayu itu. Kemudian kedua burung belibis itu terbang dan kura-kura mengikutinya. Mereka bertiga melewati banyak rumah hingga sampai di sebuah desa yang padat penduduk.
Warga desa itu menertawakan ketiganya karena yang mereka lakukan itu aneh sekali. Sang kura-kura marah mendengar apa yang dikatakan warga desa itu, namun dia segera ingat janjinya untuk tidak berkata sepatah kata pun. Semakin jauh, semakin banyak orang yang bergumam dan menertawan mereka. Akhirnya sang kura-kura tidak kuat ketika ia mendengar seseorang berkata, "Lihatlah mereka, kemana pun pergi mereka terbang bersama-sama."
Sang kura-kura dalam hatinya berniat memberikan jawaban kepada orang-orang tersebut agar mereka tidak iri. Kemudian ia melepas gigitannya untuk menjawab, dan kura-kura itu jatuh dan mati. Melihat hal tersebut, kedua burung belibis itu melepaskan sepotong kayu yang mereka cengkeram dan terus melanjutkan perjalanan. Mereka berkata, "Tugas kami adalah memberi nasehat dan kami telah melaksanakannya, akan tetapi mendengar nasehat dan mengamalkannya juga perlu kesabaran dan usaha."
Ayatullah Sobhani: Negara yang Independen Akan Aman dari Makar Musuh
Ayatullah Sobhani mengingatkan para pejabat Republik Islam untuk mewaspadai propaganda musuh dan menyatakan, "Musuh sedang berusaha melemahkan sektor budaya dan ekonomi negara dan para pejabat harus mewaspadai kenakalan musuh di dalam negeri dan luar negeri serta berjuang siang-malam untuk kemuliaan Republik Islam."
Rasa News melaporkan, hal tersebut dikemukakan Sabtu (28/1) Ayatullah Sobhani pada peresmian pameran buku di Propinsi Qom. Dikatakannya bahwa pameran buku merupakan kesempatan untuk para insan ilmu untuk mewujudkan atmosfer kondusif di bidang ilmiah, buku, dan budaya membaca.
Dijelaskannya bahwa negara yang tidak bergantung pada negara lain di bidang ilmiah, teknologi, militer, dan ekonomi, akan aman dari propaganda dan makar musuh-musuhnya. Seraya menekankan bahwa dewasa ini para pemuda Republik Islam Iran telah menjadi motor produksi ilmu pengetahun di berbagai bidang, Ayatullah Sobhani mengatakan, cita-cita pendiri Republik Islam Iran, Imam Khomeini ra, telah terealisasi karena kini para pemuda Iran telah berkembang pesat di bidang iptek.
Rasa News melaporkan, hal tersebut dikemukakan Sabtu (28/1) Ayatullah Sobhani pada peresmian pameran buku di Propinsi Qom. Dikatakannya bahwa pameran buku merupakan kesempatan untuk para insan ilmu untuk mewujudkan atmosfer kondusif di bidang ilmiah, buku, dan budaya membaca.
Dijelaskannya bahwa negara yang tidak bergantung pada negara lain di bidang ilmiah, teknologi, militer, dan ekonomi, akan aman dari propaganda dan makar musuh-musuhnya. Seraya menekankan bahwa dewasa ini para pemuda Republik Islam Iran telah menjadi motor produksi ilmu pengetahun di berbagai bidang, Ayatullah Sobhani mengatakan, cita-cita pendiri Republik Islam Iran, Imam Khomeini ra, telah terealisasi karena kini para pemuda Iran telah berkembang pesat di bidang iptek.
Geliat Superpower dan Fasisme di Jalur Sutra
Oleh: M Arief Pranoto
Melunaknya sikap Obama dan Sekjen Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Anders Fogh Rasmussen (Global Future Institute/GFI, 25-01-2012) agar masalah nuklir Iran diselesaikan secara "damai" melalui jalur diplomatik dirasakan janggal, karena bertolak berlakang dengan tampilan dan sikap sebelumnya.
Hal ini semakin menguatkan asumsi Pepe Escobar, wartawan senior Asia Times bahwa politik praktis memang bukan apa yang tersurat, melainkan apa yang tersirat. Artinya dibalik open agenda kata "damai"-nya Obama niscaya membonceng hidden agenda yang lebih besar. Entah apa.
Demikian pula endusan Mahdi Darius, peneliti pada Central for Research on Globalization (CRG), Montreal, Kanada pun atas memanasnya friksi antara pasukan Amerika Serikat (AS) dan sekutu versus militer Iran di Selat Hormuz dianggap sebagai "perang kata-kata" alias gertak sambal saja (baca: Perang di Selat Hormuz: Kegagalan yang Direncanakan di www.theglobal-review.com). Akan tetapi meski sekedar gertak sambal, efek bagi AS sendiri adalah meningkatnya indek penjualan industri pertahanan dan persenjataan. Tercatat di Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) sekitar $ 123 miliar telah terjual (www.darkgovernment.com) bahkan diperkirakan besaran angka tadi bakal terus naik selama suhu politik global tak kunjung reda. Belum termasuk meningkatnya harga-harga saham di pasar modal dan seterusnya.
Dari sisi nominal, sekilas nilai penjualan tadi relatif menggiurkan di tengah kebangkrutan ekonomi negara, namun sesungguhnya masih jauh dari signifikan jika dibanding utang $ 15 Trilyun yang tengah membelit AS sekarang. Diduga besaran angka utang seharusnya lebih, lebih dan lebih besar lagi ---mengingat kelaziman selama ini--- Paman Sam selalu melakukan edit dan kontra berita di media mainstream bila menyangkut "harga diri"-nya. Jangan-jangan ia melakukan edit juga atas angka-angka utangnya?
Tulisan sederhana ini tak hendak membahas peta perang ataupun perubahan lokasi yang telah beberapa kali diulas di web GFI. Inti pokoknya dari peta praduga (perang) sebelumnya antara AS dan sekutu versus Iran dan koalisi di Selat Hormuz sebagai proxy war (lapangan tempur), diperkirakan geser ke Asia Tenggara dengan skenario antara AS dan sekutu melawan Cina dkk (Baca: ‘Perang Asia Timur Raya' di www.theglobal-review.com; Waspadai Hadirnya Kembali Pasukan AS di Filipina Dengan Dalih Hadang Cina di Laut Cina Selatan, di www.theglobal-review.com). Inilah pokok bahasan.
Tiga Asumsi Pembedah
Kajian ini mencoba mengurai motivasi mengapa tiba-tiba "tensi" Hormuz diturunkan, sedang kapal perang masing-masing pihak bertikai ready to war di perairan. Disini menariknya kasus ini. Setiap perilaku apapun oleh siapapun sejatinya cerminan dari motivasi. Berangkat dari titik inilah analisa bergulir dengan merujuk beberapa dokumen dan asumsi guna membedah geliat superpower dan sekutu di Timur Tengah dan Afrika Utara (Jalur Sutra).
Asumsi pertama yang dijadikan pisau bedah adalah teori Tony Cartalucci, peneliti sekaligus kontributor di CRG: "Matikan Timur Tengah, anda mematikan Cina dan Rusia, maka anda akan menguasai dunia". Telah jelas penafsirannya. Langkah I matikan Timur Tengah. Langkah II mematikan Cina dan Rusia, maka hasilnya menguasai dunia. Itu benang merah. Dengan demikian, ketika terindikasi ada perubahan lokasi perang dari Selat Hormuz ke Asia Tenggara dengan skenario baru antara AS melawan Cina, bukan AS versus Iran atau Syria, maka perubahan perilaku tadi mutlak harus dibedah dari motivasi. Bagi AS sendiri, tujuan tetap yakni menguasai dunia, tapi dengan cara langsung mengambil langkah II. Menjadi wajar jika area Selat Hormuz sebagai Langkah I-nya Cartalucci hanya sebatas psy war atau shock and awe. Semacam tes mental bagi pimpinan negeri yang ditarget. Siapa tahu ia gentar lalu menyerah (lengser) semacam Ben Ali di Tunisia, Abdullah di Yaman, Mesir dan seterusnya, atau seperti dekade 1998-an dahulu di Jakarta. Akan tetapi sungguh diluar dugaan, Ahmadinejad ternyata ksatria sejati seperti halnya Gaddafi. Tak mundur sejengkal pun.
Demikian pula asumsi (dokumen) kedua, yakni Project for The New American Century & Its Implication 2002 (PNAC) dimana "ruh"-nya mirip-mirip teori barusan. Intinya menahan gerak laju Cina. Ini pararel dengan Langkah II-nya Cartalucci. Dalam perspektif hegemoni AS, bagi negara yang berpotensi pesaing harus dibendung dan dilemahkan dari sisi internal. Agaknya Cina dianggap kompetitor, karena selain mengkonsumsi separuh BBM di pasar internasional juga ketat bersaing dalam penguasaan sumber-sumber minyak di berbagai belahan dunia. Pertanyaan kenapa harus "menggoyang" Tunisia, Yaman, dan lainnya, termasuk mengapa pula mesti melebarkan US Africa Command dan seterusnya ---- niscaya asumsi Tony Cartalucci tergagap menjawab.
Asumsi ketiga ialah paparan (2005) Jendral Wesley Clark, mantan Komandan NATO bahwa "peta jalan" (roadmap) dalam penaklukan dunia telah direncanakan lima tahun lalu dimulai dari Irak, Suriah, Lebanon, Libya, Iran, Somalia dan Sudan. Sedangkan menurut dokumen Sentral Komando 1995 yang dideklasifikasikan AS, target pertama memang Irak. Dan jika merujuk urutan sasaran menurut Clark, tampaknya target pertama (Irak) tidak salah dan itu telah dikerjakan oleh George W Bush tahun 2003 di Negeri 1001 Malam.
Kembali pada pertanyaan di muka mengapa Tunisia, Yaman dan Mesir ikut "digoyang" sedang mereka tidak tercantum dalam roadmap, bahwa peta jalan hanyalah pokok-pokok agenda meraih tujuan. Dalam implementasi lapangan sangat tergantung perkembangan situasi. Artinya mana lebih urgen, ini menguntungkan, atau itu cuma deception dan lain-lain. Contoh riilnya Sudan. Meski dalam peta yang dipaparkan Clark diletak pada urut terakhir, tetapi prakteknya justru mendahului bahkan sukses memecahnya menjadi dua negara (Sudan dan Sudan Selatan) via referendum (baca: Peta Serangan ke Iran, Bagian dari Penaklukan Dunia oleh AS di web GFI). Barangkali inilah jawaban sementara supaya catatan ini bisa dilanjutkan.
Modus Baru Kolonial: "Merampok dan Utang Dibayar Bom"
Terdapat modus atau seri baru perang kolonial sesuai isyarat Hugo Chaves dalam suratnya ke Majelis Umum PBB (baca: Modus dan Seri Baru Perang Kolonial, Waspada Buat Indonesia di www.theglobal-review.com). GFI menafsirkan model metode modus baru tersebut ialah "utang dibayar bom" yang telah gemilang memporak-porandakan Libya sekaligus "merampok" harta Gaddafi di luar negeri berkedok pembekuan aset. Kemungkinan besar keberhasilan modus tersebut menginspirasi para think tank Gedung Putih, kendati secara politis dan teritori Libya belum sepenuhnya terkuasai (baca: Perampok Internasional dan Modus Utang Dibayar Bom di www.theglobal-review.com). Bahkan sebaliknya, pasukan pemberontak yang dibantu NATO dan tentara bayaran terlihat "babak belur". Tanda-tanda terlihat. Indikator terbaru ketika ada (penebalan) 12.000 militer AS dikirim ke Libya, padahal komando operasi dalam resolusi PBB Nomor 1973 tentang No Fly Zone yang diperpanjang hingga Maret 2012 di Libya, telah diserahkan kepada NATO cq Prancis pada permulaan "keroyokan" militer.
Ya, penebalan mencerminkan situasi sebenarnya di medan pertempuran. Dalam logika militer modern, penebalan itu identik dengan penambahan. Menambah berarti kekurangan pasukan tempur. Kurangnya pasukan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (1) sebagian tentara desersi, stress atau mbalelo; (2) banyak yang tewas di medan pertempuran, dan (3) mengejar target tertentu karena deadline, dan lainnya.
Singkat kata, penambahan 12.000 tentara AS ke Libya merupakan bukti riil bahwa selain ada perlawanan maha dahsyat oleh pasukan loyalis Gaddafi terhadap upaya kolonialisme gaya baru, juga merefleksikan bahwa klaim-klaim kemenangan selama ini oleh para pemberontak dan tentara bayaran di berbagai media mainstream yang dikuasai Barat adalah BOHONG. Termasuk kontra skenario selama ini ---video Gaddafi mati dan Saif al Islam, putra Gaddafi tertangkap--- patut diduga hasil rekayasa alias PALSU. Dengan kata lain, skenario palsu dan kontra berita merupakan cipta kondisi, bertujuan selain untuk menjatuhkan moral prajurit juga bermakna bakal ada skenario lanjutan guna melancarkan modus baru perang kolonial semacam "perampokan" aset-aset Gaddafi, pembentukan pemerintah sementara (NTC) dan seterusnya.
Menyelami motivasi perubahan lokasi perang, dugaan GFI, modus "utang dibayar bom" kembali akan diterapkan oleh AS terhadap Cina. Alasan pokok selain banyak investasi Negeri Tirai Bambu di negeri para cowboy tidak jelas juntrungan serta tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara ekonomi dan politis, yang utama adalah menghentikan "gerakan menolak dolar" yang diprakarsai oleh Cina dan Jepang. Indikasi kian benderang. Di Semanjung Korea misalnya, disela-sela masa transisi kekuasaan Korea Utara, militer AS dan Korea Selatan justru akan menggelar latihan perang gabungan mulai 27 Februari 2012 bersandi Key Resolve dengan tema provokatif, yakni: "Korea Utara sebagai Penghasut Perang". Luar biasa! Tapi rezim baru Pyongyang bukannya gentar malah balik mengancam membalas tindakan Seoul karena tidak menghormati periode berkabung atas meninggalnya Kim Jong-il, pemimpin Korea Utara.
Skenario berikut bila proxy war mengambil lokasi selain Semanjung Korea, mungkin pemicu yang dipilih soal pulau Paracel dan Spratly, atau klaim-klaim masalah perairan yang hingga kini masih disengketakan oleh Cina melawan negeri-negeri sekitar (Philipina, Malaysia, Taiwan, Brunei Darussalam dan lainnya).
Lawatan senator AS, John McCain dan rombongan di Philipina layak dicermati. Diskusi perihal Laut China Selatan yang ia gelar seperti "memanas-manasi". Cenderung provokatif. Ia menyatakan, bahwa AS akan selalu bekerja sama dengan ASEAN untuk menciptakan kebebasan berlayar di Laut China Selatan. Oleh karena itu penting bagi AS dan Philipina untuk terus bekerja sama. Ditambah oleh Joseph Lieberman, rekan McCain, "Laut China Selatan adalah rute perdagangan Asia, karena itulah wilayah tersebut harus diamankan. Dan ini berarti, AS akan mendorong Philipina agar semakin meningkatkan postur militernya secara lebih agresif di kawasan Asia Tenggara, utamanya di sekitar Laut Cina Selatan". Kami tidak bisa membiarkan satu negara seperti China melakukan pengendalian yang melampaui batas terhadap perairan itu, ujar Lieberman dikutip Arutz Sheva, Rabu (18/1/2012).
Sinyal rombongan McCain tadi setidaknya menawarkan hipotesa, bahwa AS selain siap membantu bila timbul konfrontasi dengan Cina, terbuka bagi Philipina untuk pemesanan peralatan perang kepada AS, maka siap-siap dibuka kembali pangkalan militer Subic dan Clark ---doeloe ditutup 1990--- bagi militer AS dengan dalih pengamanan Laut Cina Selatan yang diklaim Philipina sebagai "Laut Philipina Barat".
Dari uraian singkat di atas, dapat diambil beberapa learning point yang boleh dijadikan titik pijak untuk diskusi-diskusi lanjutan dalam rangka merajut geliat superpower dan sekutu di Jalur Sutra. Antara lain sebagai berikut:
(1) AS dan sekutu niscaya tetap meletuskan Perang Dunia (PD) III dengan berbagai dalih demi kepentingan pemulihan sistem ekonominya. Disinyalir ia meniru plek pola pemulihan model Great Depression tempo doeloe (1930) dengan cara meletuskan PD II, lalu ekonomi AS pun kembali bangkit setelah banyak pemesanan pesawat tempur, peralatan perang dan lainnya. Selain itu, upaya penjualan alat dan persenjataan militer semata-mata guna mengimbangi pembayaran impor minyak (oil bills), dimana pada sisi lain juga mendukung industri pertahanan itu sendiri;
(2) Peta peperangan bakal berubah total. Tidak lagi antara AS versus Iran atau Syria, namun justru antara AS dan sekutu melawan Cina, Jepang dan koalisinya. Urgensi perubahan peta semata-mata karena politik dolar. Artinya dolar sebagai simbol hegemoni AS di dunia mutlak harus "diamankan" serta dipertahankan. Peperangan di Selat Hormuz justru akan membuat hancur dolar yang masih menjadi alat transaksi (minyak) internasional. Meletuskan perang di Hormuz ibarat menutup "dapur utama" baik bagi AS maupun negara-negara di sekitar Selat Hormuz itu sendiri. Betapa 90% penghasilan delapan negara di sekitar Hormuz bersumber dari selat strategis tersebut. Tutupnya Hormuz karena perang selain menyumbat pasokan 41% minyaknya, di mata Paman Sam ibarat menghancurkan key point unggulan "percetakan" dolarnya;
(3) Dipindahnya lokasi PD III di Asia Tenggara melawan Cina dkk kendati kelak melalui negara proxy sebagai lapangan tempur, selain bermaksud menghentikan "gerakan menolak dolar" yang diprakarsai Cina dan Jepang, tampaknya AS ingin mengulang modus baru perang kolonial yakni utang dibayar bom terhadap Cina, dimana metode ini sebelumnya sukses meluluh-lantakkan Libya;
(4) Sebagaimana Langkah II-nya Cartalucci, mematikan Cina dan Rusia berarti menguasai dunia maka tersirat di dalam adalah merebut new roadsilk (jalur sutra baru) melalui perairan Laut Cina Selatan - Selat Malaka - Laut Andaman - Teluk Benggal lalu melenggang bebas ke Lautan Hindia. Ingat doktrin Alfred Mahan yang hingga kini masih disakralkan oleh angkatan laut Amerika: "Barangsiapa merajai Lautan Hindia, maka ia bakal menjadi kunci percaturan di dunia internasional".
Maka pantaslah jika ada upaya penguatan pangkalan militer AS di Diego Garcia, Kepulauan Chagos, Lautan Hindia, dimana merupakan fasilitas terbesar militer AS di luar negeri. Pencaplokan Pulau Socotra dari otoritas Yaman (2010) kemarin, karena Socotra merupakan pintu gerbang perairan menuju Jalur Sutra. Artinya kontinjensi mendesak soal permintaan dan perkuatan militer ke Socotra relatif mudah lagi cepat dari Diego Garcia. Sedangkan Darwin sendiri disinyalir sebagai pangkalan militer penopang guna menjaga "pekarangan" Lautan Hindia, menuju Jalur Sutra kendati mungkin terdapat agenda lain tersembunyi (baca: Pencaplokan Socotra, Militerisasi AS di Lautan India, 22/11/2010, di www.theglobal-review.com).
Dengan demikian, betapa strategis perubahan peta dan lokasi perang dari Selat Hormuz ke Asia Tenggara, bahkan mengandung urgensi tinggi atas kelanjutan masa depan AS di ujung kebangkrutannya. Betapa ia tengah berdiri di dua ambang situasi saling berhadapan, di satu sisi hasrat kuat merebut Jalur Sutra ibarat fatamorgana, namun pada sisi lain keterpurukan ekonomi nyata di depan mata. Inilah buah simalakama. Dimakan ibu mati, tak dimakan bapak yang mati. Bung Karno (BK) pernah berkata: "Kapitalisme yang terjebak krisis akhirnya membuahkan fasisme, sedang fasisme ialah perjuangan penghabisan para monopolis kapitalis yang terancam bangkrut". Itulah satu-satunya jalan!
Membuat implementasi dan analog tesis BK atas geliat superpower di Jalur Sutra, sepertinya model-model fasisme ala AS dan sekutu sudah muncul di Jalur Sutra, terutama yang aktual saat mengeroyok Libya lewat resolusi PBB Nomor 1973 tentang Zona Larangan Terbang menggunakan dua seri baru perang kolonial yakni "merampok aset" dan "utang dibayar bom". Menyaksikan sepakterjang superpower dan sekutu di Jalur Sutra, maka izinkanlah saya menyebutnya sebagai permainan biadab di era demokrasi dan HAM tetapi dikemas melalui tata cara beradab. Semoga kita semua waspada! (IRIB Indonesia/theglobalreview/PH)
*) Associated Research Global Future Institute (GFI) Jakarta
Demikian pula endusan Mahdi Darius, peneliti pada Central for Research on Globalization (CRG), Montreal, Kanada pun atas memanasnya friksi antara pasukan Amerika Serikat (AS) dan sekutu versus militer Iran di Selat Hormuz dianggap sebagai "perang kata-kata" alias gertak sambal saja (baca: Perang di Selat Hormuz: Kegagalan yang Direncanakan di www.theglobal-review.com). Akan tetapi meski sekedar gertak sambal, efek bagi AS sendiri adalah meningkatnya indek penjualan industri pertahanan dan persenjataan. Tercatat di Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) sekitar $ 123 miliar telah terjual (www.darkgovernment.com) bahkan diperkirakan besaran angka tadi bakal terus naik selama suhu politik global tak kunjung reda. Belum termasuk meningkatnya harga-harga saham di pasar modal dan seterusnya.
Dari sisi nominal, sekilas nilai penjualan tadi relatif menggiurkan di tengah kebangkrutan ekonomi negara, namun sesungguhnya masih jauh dari signifikan jika dibanding utang $ 15 Trilyun yang tengah membelit AS sekarang. Diduga besaran angka utang seharusnya lebih, lebih dan lebih besar lagi ---mengingat kelaziman selama ini--- Paman Sam selalu melakukan edit dan kontra berita di media mainstream bila menyangkut "harga diri"-nya. Jangan-jangan ia melakukan edit juga atas angka-angka utangnya?
Tulisan sederhana ini tak hendak membahas peta perang ataupun perubahan lokasi yang telah beberapa kali diulas di web GFI. Inti pokoknya dari peta praduga (perang) sebelumnya antara AS dan sekutu versus Iran dan koalisi di Selat Hormuz sebagai proxy war (lapangan tempur), diperkirakan geser ke Asia Tenggara dengan skenario antara AS dan sekutu melawan Cina dkk (Baca: ‘Perang Asia Timur Raya' di www.theglobal-review.com; Waspadai Hadirnya Kembali Pasukan AS di Filipina Dengan Dalih Hadang Cina di Laut Cina Selatan, di www.theglobal-review.com). Inilah pokok bahasan.
Tiga Asumsi Pembedah
Kajian ini mencoba mengurai motivasi mengapa tiba-tiba "tensi" Hormuz diturunkan, sedang kapal perang masing-masing pihak bertikai ready to war di perairan. Disini menariknya kasus ini. Setiap perilaku apapun oleh siapapun sejatinya cerminan dari motivasi. Berangkat dari titik inilah analisa bergulir dengan merujuk beberapa dokumen dan asumsi guna membedah geliat superpower dan sekutu di Timur Tengah dan Afrika Utara (Jalur Sutra).
Asumsi pertama yang dijadikan pisau bedah adalah teori Tony Cartalucci, peneliti sekaligus kontributor di CRG: "Matikan Timur Tengah, anda mematikan Cina dan Rusia, maka anda akan menguasai dunia". Telah jelas penafsirannya. Langkah I matikan Timur Tengah. Langkah II mematikan Cina dan Rusia, maka hasilnya menguasai dunia. Itu benang merah. Dengan demikian, ketika terindikasi ada perubahan lokasi perang dari Selat Hormuz ke Asia Tenggara dengan skenario baru antara AS melawan Cina, bukan AS versus Iran atau Syria, maka perubahan perilaku tadi mutlak harus dibedah dari motivasi. Bagi AS sendiri, tujuan tetap yakni menguasai dunia, tapi dengan cara langsung mengambil langkah II. Menjadi wajar jika area Selat Hormuz sebagai Langkah I-nya Cartalucci hanya sebatas psy war atau shock and awe. Semacam tes mental bagi pimpinan negeri yang ditarget. Siapa tahu ia gentar lalu menyerah (lengser) semacam Ben Ali di Tunisia, Abdullah di Yaman, Mesir dan seterusnya, atau seperti dekade 1998-an dahulu di Jakarta. Akan tetapi sungguh diluar dugaan, Ahmadinejad ternyata ksatria sejati seperti halnya Gaddafi. Tak mundur sejengkal pun.
Demikian pula asumsi (dokumen) kedua, yakni Project for The New American Century & Its Implication 2002 (PNAC) dimana "ruh"-nya mirip-mirip teori barusan. Intinya menahan gerak laju Cina. Ini pararel dengan Langkah II-nya Cartalucci. Dalam perspektif hegemoni AS, bagi negara yang berpotensi pesaing harus dibendung dan dilemahkan dari sisi internal. Agaknya Cina dianggap kompetitor, karena selain mengkonsumsi separuh BBM di pasar internasional juga ketat bersaing dalam penguasaan sumber-sumber minyak di berbagai belahan dunia. Pertanyaan kenapa harus "menggoyang" Tunisia, Yaman, dan lainnya, termasuk mengapa pula mesti melebarkan US Africa Command dan seterusnya ---- niscaya asumsi Tony Cartalucci tergagap menjawab.
Asumsi ketiga ialah paparan (2005) Jendral Wesley Clark, mantan Komandan NATO bahwa "peta jalan" (roadmap) dalam penaklukan dunia telah direncanakan lima tahun lalu dimulai dari Irak, Suriah, Lebanon, Libya, Iran, Somalia dan Sudan. Sedangkan menurut dokumen Sentral Komando 1995 yang dideklasifikasikan AS, target pertama memang Irak. Dan jika merujuk urutan sasaran menurut Clark, tampaknya target pertama (Irak) tidak salah dan itu telah dikerjakan oleh George W Bush tahun 2003 di Negeri 1001 Malam.
Kembali pada pertanyaan di muka mengapa Tunisia, Yaman dan Mesir ikut "digoyang" sedang mereka tidak tercantum dalam roadmap, bahwa peta jalan hanyalah pokok-pokok agenda meraih tujuan. Dalam implementasi lapangan sangat tergantung perkembangan situasi. Artinya mana lebih urgen, ini menguntungkan, atau itu cuma deception dan lain-lain. Contoh riilnya Sudan. Meski dalam peta yang dipaparkan Clark diletak pada urut terakhir, tetapi prakteknya justru mendahului bahkan sukses memecahnya menjadi dua negara (Sudan dan Sudan Selatan) via referendum (baca: Peta Serangan ke Iran, Bagian dari Penaklukan Dunia oleh AS di web GFI). Barangkali inilah jawaban sementara supaya catatan ini bisa dilanjutkan.
Modus Baru Kolonial: "Merampok dan Utang Dibayar Bom"
Terdapat modus atau seri baru perang kolonial sesuai isyarat Hugo Chaves dalam suratnya ke Majelis Umum PBB (baca: Modus dan Seri Baru Perang Kolonial, Waspada Buat Indonesia di www.theglobal-review.com). GFI menafsirkan model metode modus baru tersebut ialah "utang dibayar bom" yang telah gemilang memporak-porandakan Libya sekaligus "merampok" harta Gaddafi di luar negeri berkedok pembekuan aset. Kemungkinan besar keberhasilan modus tersebut menginspirasi para think tank Gedung Putih, kendati secara politis dan teritori Libya belum sepenuhnya terkuasai (baca: Perampok Internasional dan Modus Utang Dibayar Bom di www.theglobal-review.com). Bahkan sebaliknya, pasukan pemberontak yang dibantu NATO dan tentara bayaran terlihat "babak belur". Tanda-tanda terlihat. Indikator terbaru ketika ada (penebalan) 12.000 militer AS dikirim ke Libya, padahal komando operasi dalam resolusi PBB Nomor 1973 tentang No Fly Zone yang diperpanjang hingga Maret 2012 di Libya, telah diserahkan kepada NATO cq Prancis pada permulaan "keroyokan" militer.
Ya, penebalan mencerminkan situasi sebenarnya di medan pertempuran. Dalam logika militer modern, penebalan itu identik dengan penambahan. Menambah berarti kekurangan pasukan tempur. Kurangnya pasukan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (1) sebagian tentara desersi, stress atau mbalelo; (2) banyak yang tewas di medan pertempuran, dan (3) mengejar target tertentu karena deadline, dan lainnya.
Singkat kata, penambahan 12.000 tentara AS ke Libya merupakan bukti riil bahwa selain ada perlawanan maha dahsyat oleh pasukan loyalis Gaddafi terhadap upaya kolonialisme gaya baru, juga merefleksikan bahwa klaim-klaim kemenangan selama ini oleh para pemberontak dan tentara bayaran di berbagai media mainstream yang dikuasai Barat adalah BOHONG. Termasuk kontra skenario selama ini ---video Gaddafi mati dan Saif al Islam, putra Gaddafi tertangkap--- patut diduga hasil rekayasa alias PALSU. Dengan kata lain, skenario palsu dan kontra berita merupakan cipta kondisi, bertujuan selain untuk menjatuhkan moral prajurit juga bermakna bakal ada skenario lanjutan guna melancarkan modus baru perang kolonial semacam "perampokan" aset-aset Gaddafi, pembentukan pemerintah sementara (NTC) dan seterusnya.
Menyelami motivasi perubahan lokasi perang, dugaan GFI, modus "utang dibayar bom" kembali akan diterapkan oleh AS terhadap Cina. Alasan pokok selain banyak investasi Negeri Tirai Bambu di negeri para cowboy tidak jelas juntrungan serta tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara ekonomi dan politis, yang utama adalah menghentikan "gerakan menolak dolar" yang diprakarsai oleh Cina dan Jepang. Indikasi kian benderang. Di Semanjung Korea misalnya, disela-sela masa transisi kekuasaan Korea Utara, militer AS dan Korea Selatan justru akan menggelar latihan perang gabungan mulai 27 Februari 2012 bersandi Key Resolve dengan tema provokatif, yakni: "Korea Utara sebagai Penghasut Perang". Luar biasa! Tapi rezim baru Pyongyang bukannya gentar malah balik mengancam membalas tindakan Seoul karena tidak menghormati periode berkabung atas meninggalnya Kim Jong-il, pemimpin Korea Utara.
Skenario berikut bila proxy war mengambil lokasi selain Semanjung Korea, mungkin pemicu yang dipilih soal pulau Paracel dan Spratly, atau klaim-klaim masalah perairan yang hingga kini masih disengketakan oleh Cina melawan negeri-negeri sekitar (Philipina, Malaysia, Taiwan, Brunei Darussalam dan lainnya).
Lawatan senator AS, John McCain dan rombongan di Philipina layak dicermati. Diskusi perihal Laut China Selatan yang ia gelar seperti "memanas-manasi". Cenderung provokatif. Ia menyatakan, bahwa AS akan selalu bekerja sama dengan ASEAN untuk menciptakan kebebasan berlayar di Laut China Selatan. Oleh karena itu penting bagi AS dan Philipina untuk terus bekerja sama. Ditambah oleh Joseph Lieberman, rekan McCain, "Laut China Selatan adalah rute perdagangan Asia, karena itulah wilayah tersebut harus diamankan. Dan ini berarti, AS akan mendorong Philipina agar semakin meningkatkan postur militernya secara lebih agresif di kawasan Asia Tenggara, utamanya di sekitar Laut Cina Selatan". Kami tidak bisa membiarkan satu negara seperti China melakukan pengendalian yang melampaui batas terhadap perairan itu, ujar Lieberman dikutip Arutz Sheva, Rabu (18/1/2012).
Sinyal rombongan McCain tadi setidaknya menawarkan hipotesa, bahwa AS selain siap membantu bila timbul konfrontasi dengan Cina, terbuka bagi Philipina untuk pemesanan peralatan perang kepada AS, maka siap-siap dibuka kembali pangkalan militer Subic dan Clark ---doeloe ditutup 1990--- bagi militer AS dengan dalih pengamanan Laut Cina Selatan yang diklaim Philipina sebagai "Laut Philipina Barat".
Dari uraian singkat di atas, dapat diambil beberapa learning point yang boleh dijadikan titik pijak untuk diskusi-diskusi lanjutan dalam rangka merajut geliat superpower dan sekutu di Jalur Sutra. Antara lain sebagai berikut:
(1) AS dan sekutu niscaya tetap meletuskan Perang Dunia (PD) III dengan berbagai dalih demi kepentingan pemulihan sistem ekonominya. Disinyalir ia meniru plek pola pemulihan model Great Depression tempo doeloe (1930) dengan cara meletuskan PD II, lalu ekonomi AS pun kembali bangkit setelah banyak pemesanan pesawat tempur, peralatan perang dan lainnya. Selain itu, upaya penjualan alat dan persenjataan militer semata-mata guna mengimbangi pembayaran impor minyak (oil bills), dimana pada sisi lain juga mendukung industri pertahanan itu sendiri;
(2) Peta peperangan bakal berubah total. Tidak lagi antara AS versus Iran atau Syria, namun justru antara AS dan sekutu melawan Cina, Jepang dan koalisinya. Urgensi perubahan peta semata-mata karena politik dolar. Artinya dolar sebagai simbol hegemoni AS di dunia mutlak harus "diamankan" serta dipertahankan. Peperangan di Selat Hormuz justru akan membuat hancur dolar yang masih menjadi alat transaksi (minyak) internasional. Meletuskan perang di Hormuz ibarat menutup "dapur utama" baik bagi AS maupun negara-negara di sekitar Selat Hormuz itu sendiri. Betapa 90% penghasilan delapan negara di sekitar Hormuz bersumber dari selat strategis tersebut. Tutupnya Hormuz karena perang selain menyumbat pasokan 41% minyaknya, di mata Paman Sam ibarat menghancurkan key point unggulan "percetakan" dolarnya;
(3) Dipindahnya lokasi PD III di Asia Tenggara melawan Cina dkk kendati kelak melalui negara proxy sebagai lapangan tempur, selain bermaksud menghentikan "gerakan menolak dolar" yang diprakarsai Cina dan Jepang, tampaknya AS ingin mengulang modus baru perang kolonial yakni utang dibayar bom terhadap Cina, dimana metode ini sebelumnya sukses meluluh-lantakkan Libya;
(4) Sebagaimana Langkah II-nya Cartalucci, mematikan Cina dan Rusia berarti menguasai dunia maka tersirat di dalam adalah merebut new roadsilk (jalur sutra baru) melalui perairan Laut Cina Selatan - Selat Malaka - Laut Andaman - Teluk Benggal lalu melenggang bebas ke Lautan Hindia. Ingat doktrin Alfred Mahan yang hingga kini masih disakralkan oleh angkatan laut Amerika: "Barangsiapa merajai Lautan Hindia, maka ia bakal menjadi kunci percaturan di dunia internasional".
Maka pantaslah jika ada upaya penguatan pangkalan militer AS di Diego Garcia, Kepulauan Chagos, Lautan Hindia, dimana merupakan fasilitas terbesar militer AS di luar negeri. Pencaplokan Pulau Socotra dari otoritas Yaman (2010) kemarin, karena Socotra merupakan pintu gerbang perairan menuju Jalur Sutra. Artinya kontinjensi mendesak soal permintaan dan perkuatan militer ke Socotra relatif mudah lagi cepat dari Diego Garcia. Sedangkan Darwin sendiri disinyalir sebagai pangkalan militer penopang guna menjaga "pekarangan" Lautan Hindia, menuju Jalur Sutra kendati mungkin terdapat agenda lain tersembunyi (baca: Pencaplokan Socotra, Militerisasi AS di Lautan India, 22/11/2010, di www.theglobal-review.com).
Dengan demikian, betapa strategis perubahan peta dan lokasi perang dari Selat Hormuz ke Asia Tenggara, bahkan mengandung urgensi tinggi atas kelanjutan masa depan AS di ujung kebangkrutannya. Betapa ia tengah berdiri di dua ambang situasi saling berhadapan, di satu sisi hasrat kuat merebut Jalur Sutra ibarat fatamorgana, namun pada sisi lain keterpurukan ekonomi nyata di depan mata. Inilah buah simalakama. Dimakan ibu mati, tak dimakan bapak yang mati. Bung Karno (BK) pernah berkata: "Kapitalisme yang terjebak krisis akhirnya membuahkan fasisme, sedang fasisme ialah perjuangan penghabisan para monopolis kapitalis yang terancam bangkrut". Itulah satu-satunya jalan!
Membuat implementasi dan analog tesis BK atas geliat superpower di Jalur Sutra, sepertinya model-model fasisme ala AS dan sekutu sudah muncul di Jalur Sutra, terutama yang aktual saat mengeroyok Libya lewat resolusi PBB Nomor 1973 tentang Zona Larangan Terbang menggunakan dua seri baru perang kolonial yakni "merampok aset" dan "utang dibayar bom". Menyaksikan sepakterjang superpower dan sekutu di Jalur Sutra, maka izinkanlah saya menyebutnya sebagai permainan biadab di era demokrasi dan HAM tetapi dikemas melalui tata cara beradab. Semoga kita semua waspada! (IRIB Indonesia/theglobalreview/PH)
*) Associated Research Global Future Institute (GFI) Jakarta
Mampukah Arab Saudi Gantikan Minyak Iran ?
Di tengah sikap arogan Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang menjatuhkan sanksi terhadap minyak Republik Islam Iran, muncul berbagai kekhawatiran atas kebijakan ini. Kekhawatiran ini pun memaksa Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan peringatan atas dampak negatif dari sanksi anti minyak Iran. IMF memperingatkan, jika impor minyak dari Iran dihentikan akibat sanksi yang diberlakukan Amerika Serikat dan Uni Eropa, maka harga minyak mentah dunia diperkirakan akan melonjak 20 hingga 30 persen.
Dalam laporannya tersebut IMF menjelaskan, eskalasi tekanan Barat terhadap Iran atas program nuklirnya, menjadi ancaman serius bagi perekonomian dunia yang saat ini sudah morat-marif. IMF dalam menekankan bahwa sanksi meluas minyak mentah Iran itu berarti penghapusan satu setengah juta barel minyak mentah perharinya dari pasar dunia. Padahal tidak satu negara pengekspor minyak pun di dunia yang mampu menutupi kekosongan tersebut, terlebih lagi dalam kondisi saat ini.
Di saat kekhawatiran ini kian menguat, Arab Saudi lagi-lagi tampil berusaha menjadi penyelamat dunia. Melalui Menteri Perminyakannya, Ali al-Naimi, Arab Saudi mengklaim dapat dengan mudah meningkatkan produksi minyaknya untuk menggantikan pasokan dari Iran. Al-Naimi menegaskan, "Saya yakin kami bisa meningkatkan produksi hingga 11,4-11,8 juta barel per hari dengan cepat, kami hanya tinggal membuka katupnya. Untuk mencapai 700 juta ke atas, mungkin kami perlu waktu sekitar 90 hari."
Patut dicatat setiap harinya, Iran mengekspor 2,2 juta barel ke seluruh dunia. Embargo minyak Iran dikhawatirkan menyebabkan beberapa negara kekurangan pasokan minyak. Ditanya apakah Saudi mampu target ini, Naimi mengatakan negaranya memiliki kapasitas minyak cadangan yang pastinya dapat mengisi kekosongan.
Sementara itu, Ketua Kilang Minyak Italia, Piero De Simone mengatakan, sanksi anti minyak Iran oleh Uni Eropa akan memaksa penutupan sekitar 70 kilang minyak Eropa. "Negara-negara Asia ketika membeli minyak murah dari Iran dan menjual produk mereka kepada kita maka hal ini sama halnya menutup kilang minyak Eropa," ungkap Piero De Simone. Ia menambahkan saat ini lima kilang minyak Italia terancam diliburkan dan di seluruh Eropa saya prediksikan sekitar 70 kilang minyak lainnya akan ditutup.
Kini Kilang Minyak Petroplus Holdings yang memiliki lima reaktor besar di Eropa menyatakan bangkrut karena krisis hutang. Ia pun menepis anggapan suplai minyak dari Arab Saudi dapat menutupi krisis ini. Menurutnya, meski kilang minyak Eropa membeli minyak dari Arab Saudi dan Rusia untuk mengganti minyak Iran, maka penutupan kilang minyak di Eropa tetap akan terjadi mengingat murahnya produk negara-negara Asia. "Iran akan menjual minyaknya tanpa batas dan saya yakin Tehran akan menemukan pembeli," tegas De Simone.
Dengan demikian permainan AS dan Eropa untuk menekan Iran sepertinya akan kembali gagal, mengingat Iran berulang kali menegaskan bahwa mereka memiliki pembeli lain. Di Asia Iran masih memiliki pembeli seperti India dan Korea Selatan serta sejumlah negara lainnya. Dengan terang-terangan Menteri Luar Negeri India mengatakan, New Delhi akan terus mengimpor minyak dari Tehran, dan tidak perlu mengindahkan kebijakan Washington yang mencari dukungan terhadap sanksi AS pada sektor minyak Iran. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengungkapkan kesulitan besar yang dihadapi Seoul untuk mencari pemasok baru menggantikan minyak mentah Iran. Statemen ini mengemuka di tengah meningkatnya tekanan Washington terhadap Korsel terkait penerapan sanksi AS baru terhadap Tehran. Sejumlah negara Eropa seperti Italia dan Spayol serta Yunani juga menolak pemberlakukan sanksi minyak Iran. (IRIB Indonesia/MF)
Manuver Barat dan Liga Arab “Libya-kan” Suriah
Dewan Keamanan PBB menggelar sidang membahas usulan negara-negara Barat dan Liga Arab mengenai Suriah. Dilaporkan, Liga Arab dalam susulan tersebut mendesak Presiden Assad mengundurkan diri dari jabatannya dan menyerahkan kekuasaannya kepada wakil pertama Presiden.
Usulan Liga Arab ini diprakarsai sejumlah negara Arab terutama anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC). Namun mendapat penentangan dari negara Arab lain seperti Lebanon, tetangga terdekat Suriah.
Lebanon mengkritik prakarsa Liga Arab itu, dan menggambarkannya sebagai pendekatan tidak seimbang bagi penyelesaian krisis di Suriah. Menteri Luar Negeri Lebanon Adnan Mansour Senin (23/1) menegaskan hanya dialog antara oposisi dan pemerintah Damaskus yang dapat mengakhiri kerusuhan di negara ini.
Di sisi lain, usulan interventif Liga Arab ini mendapat dukungan besar-besaran dari negara-negara Barat yang menjadi mayoritas anggota tetap dewan keamanan. Meski demikian, Rusia menentang keras usulan tersebut, dan menekankan rekonsiliasi nasional sebagai solusi mengatasi krisis internal Suriah.
Duta Besar Rusia di PBB dalam sidang Dewan Keamanan PBB Jumat (27/1) menegaskan bahwa prakarsa terbaru Liga Arab yang didukung sejumlah negara Barat mengenai Suriah bertentangan dengan garis merah Moskow.
Rusia menyatakan, alih-alih memfokuskan pada sanksi terhadap Suriah, Dewan Keamanan seharusnya mendorong terwujudnya perundingan nasional antara kubu oposisi dengan pemerintah Damaskus. Selain Rusia, Cina merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang menentang keluarnya resolusi sanksi terhadap Suriah.
Di tengah meningkatnya manuver politik negara-negara Barat bersama Liga Arab untuk menggulingkan rezim Assad, dalam beberapa pekan terakhir rakyat Suriah menggelar unjuk rasa mendukung pemerintahan Damaskus, dan menolak intervensi asing terhadap urusan dalam negeri mereka.
Gelombang dukungan rakyat Suriah terhadap pemimpinnya memberi sebuah pesan penting bahwa mayoritas rakyat Suriah masih mendukung kepemimpinan Presiden Assad.
Di saat Dewan Keamanan PBB akan kembali menggelar sidang untuk membahas draft sejumlah negara barat dan Liga Arab mengenai Suriah pada pekan depan, organisasi internasional itu seharusnya mengedepankan suara mayoritas rakyat dalam setiap keputusannya, daripada mendengarkan dikte asing yang penuh kepentingan terselubung. Kita tunggu saja, apakah Barat dan Liga Arab berhasil memengaruhi Dewan Keamanan untuk me-Libya-kan Suriah, dengan jatuhnya sanksi baru terhadap Damaskus sebagai jalan bagi intervensi militer untuk menjatuhkan Assad sebagaimana menimpa Gaddafi.(IRIB Indonesia/PH)
Lebanon mengkritik prakarsa Liga Arab itu, dan menggambarkannya sebagai pendekatan tidak seimbang bagi penyelesaian krisis di Suriah. Menteri Luar Negeri Lebanon Adnan Mansour Senin (23/1) menegaskan hanya dialog antara oposisi dan pemerintah Damaskus yang dapat mengakhiri kerusuhan di negara ini.
Di sisi lain, usulan interventif Liga Arab ini mendapat dukungan besar-besaran dari negara-negara Barat yang menjadi mayoritas anggota tetap dewan keamanan. Meski demikian, Rusia menentang keras usulan tersebut, dan menekankan rekonsiliasi nasional sebagai solusi mengatasi krisis internal Suriah.
Duta Besar Rusia di PBB dalam sidang Dewan Keamanan PBB Jumat (27/1) menegaskan bahwa prakarsa terbaru Liga Arab yang didukung sejumlah negara Barat mengenai Suriah bertentangan dengan garis merah Moskow.
Rusia menyatakan, alih-alih memfokuskan pada sanksi terhadap Suriah, Dewan Keamanan seharusnya mendorong terwujudnya perundingan nasional antara kubu oposisi dengan pemerintah Damaskus. Selain Rusia, Cina merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang menentang keluarnya resolusi sanksi terhadap Suriah.
Di tengah meningkatnya manuver politik negara-negara Barat bersama Liga Arab untuk menggulingkan rezim Assad, dalam beberapa pekan terakhir rakyat Suriah menggelar unjuk rasa mendukung pemerintahan Damaskus, dan menolak intervensi asing terhadap urusan dalam negeri mereka.
Gelombang dukungan rakyat Suriah terhadap pemimpinnya memberi sebuah pesan penting bahwa mayoritas rakyat Suriah masih mendukung kepemimpinan Presiden Assad.
Di saat Dewan Keamanan PBB akan kembali menggelar sidang untuk membahas draft sejumlah negara barat dan Liga Arab mengenai Suriah pada pekan depan, organisasi internasional itu seharusnya mengedepankan suara mayoritas rakyat dalam setiap keputusannya, daripada mendengarkan dikte asing yang penuh kepentingan terselubung. Kita tunggu saja, apakah Barat dan Liga Arab berhasil memengaruhi Dewan Keamanan untuk me-Libya-kan Suriah, dengan jatuhnya sanksi baru terhadap Damaskus sebagai jalan bagi intervensi militer untuk menjatuhkan Assad sebagaimana menimpa Gaddafi.(IRIB Indonesia/PH)
0 comments to "Konferensi Internasional Pemuda dan Kebangkitan Islam"