Home , , , , , , , , � Menangisi, berduka tiap tahun untuk al Husain Penghulu Pemuda Surga dan kematian Nabi Muhammad Rasulullah = "BID'AH"...yang bener..???!!!!!

Menangisi, berduka tiap tahun untuk al Husain Penghulu Pemuda Surga dan kematian Nabi Muhammad Rasulullah = "BID'AH"...yang bener..???!!!!!











Kamus Karbala: Azadari Imam Husein as dan Hukum Fiqih




Oleh: Saleh Lapadi dan Emi Nur Hayati

Azadari atau peringatan belasungkawa atas syahadahnya Imam Husein as merupakan salah satu faktor utama yang menghidupkan sejarah tragedi Karbala. Azadari yang biasa diselenggarakan di bulan Muharram dan Shafar khususnya di hari Asyura dan Arbain bertujuan menghidupkan dan mengabadikan perjuangan Imam Husein as dan budaya Asyura. Peringatan belasungkawa ini merupakan sebuah jembatan yang mengantarkan budaya syahadah, budaya melawan kezaliman kepada generasi umat Islam selanjutnya.

Dalam ajaran Islam, setiap tindakan dan perilaku manusia tidak lepas dari empat hukum; wajib, haram, sunnah dan makruh. Azadari Imam Husein as juga tidak keluar dari kaidah hukum fiqih yang ada.

Tulisan ini akan mengulas sejumlah hukum fiqih peringatan belasungkawa yang mencakup tangisan, pembacaan kidung dan alat musik.

Menangis
Menangisi musibah Imam Husein merupakan sunnah yang diajarkan Rasulullah Saw. Orang yang pertama kali berbelasungkawa atas syahadah Imam Husein as adalah kakek beliau sendiri yaitu Rasulullah Saw. Rasulullah Saw adalah orang yang pertama kali mengabarkan tentang syahadah Imam Husein as dan menangisi kemazluman cucunya di Karbala.

Abdul Majid Nashiri dalam bukunya "Azadari Imam Husein as Dar Miyane Ahli Sunnah" menukil dari Musnad Ahmad, jilid 4, halaman 126 dan 127, Imam Husein as berkata, "Ummu Salamah mengatakan, "Jibril berada di dekat Rasulullah Saw dan kamu bersama aku dan mendadak kamu menangis. Rasulullah Saw bersabda, "Taruhlah anakku! Lalu aku taruh kamu. Rasulullah Saw mengambilmu dan memelukmu. Begitu menyaksikan pemandangan ini, Jibril berkata, "Apakah kamu menyayanginya? Rasulullah Saw menjawab, "Iya." Jibril berkata, "Sesungguhnya dalam waktu dekat umatmu akan membunuhnya. Maukah kamu aku tunjukkan dan melihat tempat, dimana dia akan dibunuh?" Rasulullah Saw menjawab, "Iya" Kemudian Jibril menghamparkan sayapnya dan menunjukkan tanah Karbala..." Rasulullah Saw kemudian keluar dari kondisi tersebut dan ditangannya adanya tanah merah."

Imam Ja'far Shadiq as berkata, "Jibril datang kepada Rasulullah Saw, sementara Husein as bermain di sisi beliau. Kemudian Jibril mengabarkan bahwa umat Rasulullah Saw dalam waktu dekat akan membunuh Husein as. Rasulullah Saw betul-betul sedih mendengar kabar ini. Jibril berkata, "Maukah kamu aku tunjukkan tempat, dimana Husein as akan dibunuh? Pada saat itu mendekatlah antara tempat, dimana Rasulullah Saw berada dengan tempat dibunuhnya Husein (Karbala). Kemudian Rasulullah Saw mengambil sedikit tanahnya dan dalam waktu lebih singkat dari kedipan mata, kedua tempat itu membentang dan keluarlah Rasulullah Saw dari sana lalu bersabda, "Selamat atasmu sebagai tanah dan selamat atas orang yang terbunuh di sekitarmu!" (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 44, hal. 228)

Dalam riwayat lain, Ummu al-Fadhl Lubabah binti Harits istri Abbas paman Rasulullah Saw bermimpi melihat potongan daging badannya Rasulullah Saw jatuh, lantas ia meletakkan daging tersebut di pangkuannya. Kemudian ia menceritakan mimpinya kepada Rasulullah Saw. Beliau Saw berkata, "Sesungguhnya mimpimu itu benar. Fathimah akan melahirkan seorang putra dan akan aku serahkan kepadamu untuk kau susui. Setelah kejadian ini berlalu, suatu hari Ummu al-Fadhl membawa Imam Husein as kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw menggendongnya dan pada saat itu Imam Husein as kecing di baju beliau. Kemudian Ummu al-Fadhl segera mengambil Imam Husein dari pangkuan Rasulullah Saw dan menangislah Imam Husein as. Rasulullah Saw berkata, "Pelan-pelan, hai Ummu al-Fadhl! Bajuku bisa dicuci tapi kau telah membuat anakku menangis." Ummu al-Fadhl kemudian pergi mengambil air. Saat kembali  ia mendapati Rasulullah Saw menangis. Ummu al-Fadhl berkata, "Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu! Apa yang menyebabkan engkau menangis Ya Rasulallah?! Rasulullah Saw berkata, Jibril datang kepadaku mengabarkan bahwa dalam waktu dekat umatku akan membunuh anakku ini." (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 44, hal. 246)

Imam Ja'far bin Muhammad Baqir as berkata, "Amirul Mukminin Ali as melewati Karbala bersama dua sahabatnya. Ketika melewati tempat tersebut kedua mata beliau bercucuran air mata. Kemudian berkata, "Inilah tempat kendaraan-kendaraan mereka berhenti. Ini adalah tempat penurunan bekal-bekal mereka. Di sinilah darah-darah mereka akan ditumpahkan. Selamat atasmu wahai tanah, dimana darah orang-orang tercinta akan tumpah di atasmu!" (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 44, hal. 258)

Menangisi kemazluman Imam Husein as merupakan menifestasi kecintaan seseorang kepadanya. Menangisi kemazluman Imam Husein as merupakan bukti adanya ikatan emosional seseorang dengan imamnya. Mata yang menangisi kemazluman Imam Husein as adalah mata yang akan menemui kegembiraan di Hari Kiamat.

Rasulullah Saw berkata kepada Sayyidah Fathimah as: "Hai Fathimah! Setiap mata akan menangis di Hari Kiamat, kecuali mata yang telah menangisi musibah dan kesedihan yang menimpa Husein. Mata itu akan tertawa dan diberi kabar gembira akan nikmat-nikmat surga." (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 44, hal. 293)


Pembacaan Kidung dan Puisi
Pembacaan kidung atau puisi dalam peringatan belasungkawa Imam Husein as selain sebagai pengantar budaya Asyura kepada generasi pecinta keluarga Rasulullah Saw. Ia juga membantu mengobarkan emosional dan semangat perjuangan para penduka beliau. Untuk itu kandungannya harus memiliki nilai-nilai yang tinggi yang bisa memberikan pemikiran, pemahaman dan kepekaan kepada mereka yang hadir. Tentu saja kandungan kidung atau puisi tidak boleh bohong dan mengada-ada. Kandungan kidung dan puisi  harus murni berasal dari sumber-sumber yang dipercaya salah satunya bisa merujuk pada buku Luhuf hasil karya Ali bin Musa bin Ja'far yang dikenal dengan Ibnu Thawus dan buku-buku lainnya yang terkenal.

Kandungan kidung dan puisi yang hanya bertujuan mengobarkan semangat dan emosional para penduka tanpa memperhatikan keotentikannya dan berisi kebohongan hukumnya haram dan dosa.

Seburuk-buruk kebohongan adalah kebohongan yang dikaitkan kepada Allah, Rasulullah Saw dan keluarga beliau. Kebohongan kepada mereka ini terhitung sebagai dosa besar dan bisa membatalkan puasa. (Syeikh Kulaini, Al-Kafi, jilid 2, hal. 340, hadis 9)

Kandungan kidung dan puisi harus mengutamakan sisi spiritual dan keutamaan serta heroik keluarga Rasulullah Saw. Jangan sampai melemahkan keluarga Rasulullah Saw dan sebaliknya jangan melebih-lebihkannya karena hal ini bisa meracuni pandangan umat manusia terhadap keluarga Rasulullah Saw dan mengucilkan mereka dari masyarakat.

Dalam hal ini Imam Ridha as berkata, "Para penentang kami mengada-ada tiga kabar tentang keutamaan kami; pertama, mengkultuskan kami. Kedua, meremehkan hak-hak kami. Ketiga, menjelaskan keburukan-keburukan musuh kami dan mencaci maki mereka. Ketika masyarakat mendengar pengkultusan kami, mereka akan mengkafirkan para pengikut kami dan mengatakan bahwa para pengikut kami meyakini akan ketuhanan kami. Ketika masyarakat mendengar tentang peremehan hak-hak kami, maka mereka akan meyakininya. Ketika masyarakat mendengar keburukan-keburukan musuh kami, mereka akan mencaci maki kami." (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 26, hal. 239).

Ucapan Imam Ridha as ini terbukti adanya di kalangan para pembenci keluarga Rasulullah Saw. Mereka menyebarkan fitnah di tengah-tengah masyarakat bahwa para pecinta keluarga Rasulullah Saw lebih mengagungkan imam maksum daripada Rasulullah Saw sendiri. Bahkan mereka mengatakan bahwa para pecinta keluarga Rasulullah Saw meyakini bahwa Jibril salah alamat dalam menyampaikan wahyu. Yang seharusnya wahyu itu disampaikan kepada Imam Ali as, ia sampaikan kepada Rasulullah Saw. Ini adalah salah satu dari sekian usaha musuh untuk menjatuhkan posisi keluarga Rasulullah Saw.

Untuk itu dalam membacakan kidung atau puisi belasungkawa Imam Husein as, harus memperhatikan poin-poin di atas. Karena kalau tidak mengikuti aturan yang disampaikan oleh para imam maksum as, sengaja atau tidak sengaja pembaca kidung atau puisi telah mengabdi kepada para musuh dan pembenci keluarga Rasulullah Saw.

Pemakaian Alat Musik Dalam Azadari
Secara umum memakai alat musik yang khusus dipergunakan dalam pesta adalah sia-sia (Lahw Wa La'ib), dalam acara-acara biasa atau acara belasungkawa keluarga Rasulullah Saw khususnya belasungkawa Imam Husein as hukumnya haram.

Mengunakan drum dan simbal dalam peringatan belasungkawa Imam Husein as atau lainnya dalam upaya memberikan semangat perjuangan hukumnya boleh. Dengan syarat tidak dilakukan dengan sia-sia. (Bisa merujuk ke istifta atau risalah, Imam Khomeini, Imam Khamenei, para Ayatullah Fadhil Lankarani, Makarim Shirazi, Ali Sistani, Javad Tabrizi, Nouri Hamedani dan Wahid Khorasani).

Menciptakan kebisingan dengan menabuh drum dan simbal di sebagian tempat seperti disekitar rumah sakit hukumnya haram. Demikian juga azadari sampai larut malam sehingga mengganggu ketenangan orang-orang yang beristirahat tidak sesuai dengan ajaran Imam Husein as, dan hukumnya haram. (IRIB Indonesia)




Falsafah Menangis atas Imam Husain as

Tangisan atas Imam Husain bukanlah tangisan kehinaan dan kekalahan, namun adalah protes keras atas segala bentuk kebatilan dan sponsornya di sepanjang masa. Orang-orang mukmin merasakan gelora dalam jiwanya ketika mengenang terbunuhnya Imam Husain, bahkan Mahatma Ghandi berkali-kali mengatakan semangat perjuangannya terinspirasi dari revolusi Imam Husain ra. 

Ismail Amin

Falsafah Menangis atas Imam Husain as
Karbala, nama hamparan sahara dekat sungai Eufrat yang menjadi panggung drama nyata tragedi kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah. Sebuah padang pasir yang di beritakan dalam Al-Kitab, bahwa di tempat ini terjadi penyembelihan yang teramat dahsyat, yang digambarkan pedang akan makan sampai kenyang dan akan puas minum darah mereka (Yeremia 46:1).
Dari sekian tragedi kemanusiaan yang terjadi, tragedi di Karbalalah yang terbesar. Bukan dilihat dari jumlah korban, melainkan siapa yang telahmenjadi korban dan bergelimang darah. Jumlah mereka tidak seberapa, 'hanya' kurang lebih 72 orang. Yang menjadikan peristiwa ini sulit untuk terlupakan adalah Karbala menjadi samudera pasir yang menyuguhkan genangan darah dan air mata suci putera-puteri Rasul. 10 Muharram 61 Hijriah, Imam Husain bersama 72 pengikutnya — termasuk di dalamnya anak-anak — syahid dibantai oleh sekitar 30.000 tentara Yazid bin Muawiyyah di padang Karbala , Irak. Kepala Imam dan para syuhada dipenggal dan diarak keliling kota .
Tragedi Karbala merupakan tragedi terbesar sepanjang sejarah Islam. Meski telah berlalu berabad-abad lamanya, namun masih sangat membekas dan berpengaruh dalam benak umat manusia, seakan-akan peristiwa ini terjadi kemarin sore. Kita tidak menemukan peristiwa apapun di dunia ini yang dikenang sedemikian rupa melebihi kenangan atas tragedi Karbala. Tragedi Karbala benar-benar menggelitik nalar dan nurani kita untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan;  mengapa tragedi ini harus selalu dikenang ? Mengapa kematian sekelompok orang yang sudah berlalu sekian abad masih terus ditangisi? Mengapa perasaan benci terhadap para pembantai keluarga Nabi masih terus dipelihara? Bukankah sebagai seorang muslim sudah seharusnya melupakan masa lalu dan memaafkan segala kesalahan mereka? Bukankah membahas peristiwa ini hanya akan menyulut benih-benih perpecahan antara kaum muslimin, antara kelompok yang pro dengan kebangkitan dan kesyahidan Imam Husain as, dengan kelompok yang kontra dan menganggap Imam Husain as adalah agitor dan pemberontak terhadap penguasa yang sah ?. Masihkah relevan kita memperbincangkan tentang kesyahidan Imam Husain di padang Karbala di abad yang justru orang-orang membincangkan perdebatan antar budaya dan peradaban melalui dunia maya? Apa faedah kita mengungkit-ngungkit tragedi yang telah menjadi masa lalu ini, dan buat apa kita menangisinya ?. Bukankah semestinya kita berpikir tentang upaya mendirikan peradaban yang lebih manusiawi dan membangun masyarakat yang inklusif-prularis di tengah perseteruan yang tajam antar penganut agama?
Saya pribadi, menganggap hal ini sangat penting untuk kita perbincangkan. Terlepas dari tragedi Karbala, di Indonesia, atas nama suku, agama, ras dan golongan, nyawa manusia tidak lebih mahal dari sebungkus rokok. Aceh, Ambon , Sambas, Sampit, Poso, Papua adalah sebagian diatara kota-kota yang telah menjadi saksi prahara itu. Kitapun menyaksikan sampai detik ini, Jet-jet tempur Rezim Zionis Israel tak henti-hentinya menggempur sejumlah kawasan di Jalur Gaza yang menjadikan ratusan orang hancur menjadi debu dan darah dalam waktu singkat. Genangan darah, tumpukan mayat diantara bangunan yang roboh, jerit tangis dan air mata telah menjadi saksi atas kebiadaban segelintir manusia atas manusia lainnya. Lalu, di manakah kemanusiaan kita? Tersentuhkah kita dengan derita-derita mereka? Sayyid Muhammad Husain Fadhlullah pernah berkata, “Mereka yang tidak pernah tersentuh dengan tragedi Karbala, tidak akan pernah tersentuh dengan tragedi kemanusiaan yang lain.” Tragedi Karbala menjadi ukuran. Kepedulian kita atas tragedi kemanusiaan, khususnya di bumi Nusantara maupun yang terjadi di Gaza saat ini akan terukur dari kepedulian kita pada Karbala . Imam Ja;far Ash-Shadiq as pernah berkata, “Sungguh kesyahidan Husain senantiasa membakar hati-hati orang-orang yang beriman.” Dari sini, saya melihat tragedi Karbala sangat relevan untuk kita kenang.
Hakikat Tangisan
Pertama-tama, kami tegaskan bahwa masalah memperingati tragedi Karbala (10 Muharram) bukanlah masalah khas Syi'ah saja, tetapi masalah islami. Meskipun muslim yang bermadhzab Syi'ah lebih memberikan prioritas terhadap peristiwa ini dibanding kelompok muslim lainnya. Sebab, Imam Husain ra tokoh utama dibalik tragedi ini, bukanlah pelita bagi kaum Syi'ah saja, melainkan lentera hati setiap mukmin, apapun madhzabnya. Karenanya, kami tegaskan lagi, apapun yang berkaitan dengan peristiwa karbala pada hakikatnya adalah fenomena islami. Yang akan saya ketengahkan adalah, tangisan dan perilakunya terhadap manusia. Kami berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis seputar tangisan yang biasa dilakukan orang-orang Syi'ah saat mengenang peristiwa Karbala. Peringatan akan tragedi Karbala dengan tangisan dan ratapan yang mereka lakukan bagi sebagian muslim yang lain adalah bid'ah bahkan cenderung kepada kesyirikan. Manusia manapun pasti mengalami kegetiran hidup yang membuatnya harus menangis. Bahkan lembaran kehidupan manusia diawali dengan tangisan dan diakhiri pula dengan tangisan perpisahan. Tangisan sesuatu yang alamiah, sesuatu yang telah menjadi fitrah kemanusiaan. Menurut Syaikh Taqi Misbah Yazdi, menangis disebabkan empat tingkatan spiritual : keridhaan (ar-rida'), kebenaran (ash-shidiq), petunjuk (al-hidayah) dan pemilihan (al-isthifa'). Dan para nabi telah mencapai empat tingkatan spiritual yang tinggi ini. "Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur'an al-Karim dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi." Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." (Qs. Al-Isra' : 107-109). Melalui ayat ini, disimpulkan bahwa ilmu dan makrifat adalah penyebab timbulnya tangisan. Setiap orang yang mengetahui hakikat sesuatu, mengetahui hakikat kenabian Rasulullah SAW dan mengetahui hakikat kesyahidan Imam Husain as, maka hatinya sangat peka dan matanya muda mengucurkan air mata. Rasul bersabda, "Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Di ayat lain Allah SWT berfirman, "Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul, kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (Qs. Al-Maidah : 83).
Seseorang yang menjadikan Imam Husain sebagai kekasihnya dan mendengar sang kekasih mengalami musibah dan bencana, apa layak hanya menanggapinya dengan dingin dan tidak menangis ?. Imam Husain adalah adalah kekasih bagi setiap muslim, beliau gugur dalam keadaan kehausan dan tidak cukup dibantai, tapi kepala beliau dipisahkan dari tubuhnya dan ditancapkan di atas tombak serta di bawa untuk dipersembahkan kepada raja Yazid yang bermukim di Syuriah. Oleh karenanya bagi yang ingin menziarahi tubuh Imam Husain, maka hendaknya pergi ke Karbala Irak dan bagi yang ingin menziarahi kepalanya, maka hendaknya pergi ke Suriah. Ini bukan cerita dongeng, sejarahnya sangat masyhur dan ditulis dalam kitab-kitab ahli sejarah. Tidak ada yang memungkiri, Imam Husain adalah cucu kesayangan nabi, dan berkali-kali menyampaikan kepada para sahabat untuk juga menyayanginya. Abu Hurairah bercerita, “Rasulullah SAW datang kepada kami bersama kedua cucu beliau, Hasan dan Husain. Yang pertama di bahu beliau yang satu, yang kedua di bahu beliau yang lain. Kemudian beliau bersabda, ‘Barang siapa mencintai keduanya (Hasan dan Husain) berarti juga mencintai daku; barang siapa membenci keduanya berarti juga membenci daku.” Imam Husain adalah kekasih setiap mukmin dan mukminah dan teman dekat setiap Muslim dan Muslimah, sehingga setiap orang mukmin akan merasa sedih atas kepergiannya. Tidak sedikit rakyat Pakistan yang menangisi kematian Benazir Bhutto yang tragis ataupun mahasiswa Makassar yang tidak bosan-bosannya memperingati tragedi AMARAH tiap tahunnya, maka bagaimana mungkin kita tidak menangis atas kematian Imam Husain yang mengajari dan menjaga nilai-nilai dan prinsip-prinsip kebenaran! Seandainya kalau bukan karena jihad sucinya, niscaya Islam akan lenyap bahkan namanya pun tidak akan terdengar. "Jikalau raga diciptakan untuk menyongsong kematian, maka kematian di ujung pedang di jalan Allah jauh lebih baik dan mulia ketimbang mati di atas ranjang." (Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib).
Menangis atas Imam Husain, Sunnah atau Bid'ah?
Allah SWT berfirman tentang nabi Yaqub as yang menangisi kepergian anaknya, Nabi Yusuf as, "…Aduhai duka citaku terhadap Yusuf; dan kedua matanya menjadi putih (buta) karena kesedihan dan dialah yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya)." (Qs. Yusuf : 85). Dari ayat ini, kita bisa bertanya, apakah tangisan Nabi Yaqub as karena terpisah dengan anaknya sampai matanya menjadi buta adalah bentuk jaza' (keluh kesah) yang dilarang ? apakah Nabi Yaqub as melakukan sesuatu yang menjemuruskan dia dalam kebinasaan sampai anak-anaknya bertanya, " Demi Allah, senantiasa kamu mengingat Yusuf, sehingga kamu mengidap penyakit yang berat atau termasuk orang yang binasa ?" (Qs. Yusuf : 86). Alhasil, Al-Qur'an menceritakan bahwa ketika Yusuf dijauhkan Allah SWT dari pandangan Yaqub serta merta Yaqub menangis sampai air matanya mengering karena sangat sedihnya. Tentu saja tangisan Nabi Yaqub as bukanlah tangisan keluh kesah yang sia-sia, melainkan ungkapan kesedihan atas kebenaran yang telah dikotori, atas anaknya Yusuf yang telah di dzalimi. Hakim an-Naisaburi dalam Mustadrak Shahih Muslim dan Bukhari meriwayatkan, bahwa Rasulullah keluar menemui para sahabatnya setelah malaikat Jibril memberitahunya tentang terbunuhnya Imam Husain dan ia membawa tanah Karbala. Beliau menangis tersedu-sedu di hadapan para sahabatnya sehingga mereka menanyakan hal tersebut. Beliau memberitahu mereka, "Beberapa saat yang lalu Jibril mendatangiku dan membawa tanah Karbala , lalu ia mengatakan kepadaku bahwa di tanah itulah anakku Husain akan terbunuh." Kemudian beliau menangis lagi, dan para sahabatpun ikut menangis. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa inilah acara ma'tam (acara kesedihan dan belasungkawa untuk Imam Husain).
Jika ketika mendengar kisah terbunuhnya Imam Husain lalu tidak mengucurkan air mata, maka kitapun akan dingin terhadap tragedi-tragedi kemanusiaan lainnya. Karenanya wajar, hati masyarakat kita tidak tersentuh ketika mendengar berita seorang suami membakar istrinya, seseorang membunuh dengan dalih yang sepele dan sebagainya. Mayoritas kita kehilangan kepekaan kemanusiaan dan empati sosial ketika menatap korban-korban di Jalur Gaza yang berlumuran darah dan debu bangunan. Masyarakat kita tidak terbiasa menangis tetapi terbiasa untuk tertawa. Hati kita cenderung keras dan menganggap tangisan adalah bentuk kekalahan. Tangisan atas Imam Husain bukanlah tangisan kehinaan dan kekalahan, namun adalah protes keras atas segala bentuk kebatilan dan sponsornya di sepanjang masa. Orang-orang mukmin merasakan gelora dalam jiwanya ketika mengenang terbunuhnya Imam Husain, bahkan Mahatma Ghandi berkali-kali mengatakan semangat perjuangannya terinspirasi dari revolusi Imam Husain ra.
Kullu Yaumin As-Syura , Kullu ardin Karbala, semua hari adalah As-Syura, semua tempat adalah Karbala. Hari asy-Syura sesungguhnya termasuk hari-hari Allah, tentangnya Allah berfirman: "Keluarkanlah kaummu dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah." (Qs. 14:5). Meskipun ada usaha-usaha untuk memadamkan gelora perlawanan akan ketertindasan dan kedzaliman. Tetapi Allah Maha Perkasa, Dia tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun musuh-musuh-Nya tidak suka. Allah tetap menjaga gelora spiritual itu tetap menyala di hati-hati orang mukmin dan tidak akan pernah padam sampai hari kiamat. Semua mukminin wajib mengenang tragedi ini dan menangis atasnya, "Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis?" (QS. An-Najm: 59-60)
Wallahu'alam bishshawwab
Qom, penghujung tahun 2010 M (abna.ir)

Agama dan Kekerasan

"Jika aku bisa mengayunkan tongkat sihirku dan harus memilih apakah melenyapkan perkosaan atau agama, aku tidak akan ragu-ragu lagi untuk melenyapkan agama," tulis Sam Harris, yang bersama Daniel Dennett dan Richard Dawkins dikenal sebagai the Unholy Trinity of Atheism.

Jalaluddin Rakhmat

Agama dan Kekerasan
"Jika aku bisa mengayunkan tongkat sihirku dan harus memilih apakah melenyapkan perkosaan atau agama, aku tidak akan ragu-ragu lagi untuk melenyapkan agama," tulis Sam Harris, yang bersama Daniel Dennett dan Richard Dawkins dikenal sebagai the Unholy Trinity of Atheism.
"Agama sudah semestinya ditinggalkan manusia bukan karena alasan teologis, tetapi -masih kata Harris dalam The End of Faith: Religion: Terror and the Future of Reason - "karena agama telah menjadi sumber kekerasan sekarang ini dan pada setiap zaman di masa yang lalu".

Romo Magnis pernah mengatakan kepadaku bahwa orang menjadi ateis lebih banyak bukan karena pemikiran filsafat atau sains. Mereka menjadi ateis karena tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pengikut agama. Mereka melihat kontradiksi antara apa yang dikhotbahkan dengan apa yang dilakukan.
Alkisah, ada seorang Inggris yang sangat religius. Kalau bukan orang yang tekun ibadat, ia orang yang rajin 'mencoba' berbagai agama. Ia dibesarkan sebagai Anglikan, dididik sebagai Methodist, berpindah kepada Greek Orthodoxy karena perkawinan, dan dikawinkan kembali oleh seorang rabbi Yahudi.
Sebagai wartawan, ia mengembara secara geografis dan intelektual. Ia mengumpulkan setumpuk data tentang keterlibatan semua agama dalam berbagai peperangan dalam sejarah. Hasil pengembaraan 'spiritualnya' membuahkan buku: god (dengan huruf kecil) is not Great. Ia menuliskan namanya dengan setiap huruf pertamanya huruf besar: Christopher Hitchens. Ia membagi bab-bab dalam bukunya berdasarkan kontribusi setiap agama pada pembunuhan, peperangan, dan kekejaman. Seumur hidupnya, ia menjadi pendakwah ateis yang efektif, terutama terhadap orang-orang yang menjadi korban kekejaman agama.
Setelah Hitchens, Dan Baker menulis buku dengan judul yang ditulis dengan huruf kecil dan subjudul dengan huruf besar semua: godless, How an Evangelical Preacher Became One of America’s Leading Atheists. Jawab: Karena tindakan kekerasan umat beragama.
Ayaan Hirsi Ali untuk Islam sama dengan Hitch dan Dan Baker untuk Kristen. Ia lahir di Somalia, dari keluarga bangsawan Muslim. Waktu remaja, ia masuk sekolah muslimah yang berbahasa Inggris dan didanai Saudi. Guru-gurunya keluaran Saudi. Dengan semangat ia berpindah dari mazhab Syafii yang toleran kepada mazhab baru yang sangat keras. Hidup dengan aliran keras ini tidak membahagiakannya. Ia menyaksikan berbagai tindakan kekerasan, terutama kepada perempuan, atas nama agama.
Ia mengungsi ke negeri Belanda. Di sini, ia mendapat perlakuan yang tidak enak dari sesama Muslim. Setelah kecewa dengan peristiwa 11 September, setelah membaca Manifesto Atheis dari Herman Philipse, secara resmi ia meninggalkan Islam dan menyatakan diri Atheis.
Pada 2004, Ayaan, yang kini menjadi anggota Parlemen Belanda, menulis naskah dan menyediakan suara untuk film pendek Submission. Seorang aktris, berpakaian chador yang tembus pandang, mengisahkan penderitaan empat tokoh perempuan yang ditindas atas nama Islam.

Melalui chador yang transparan, penonton melihat tubuh telanjang yang bertuliskan ayat-ayat Al-Quran. Film ini tentu saja menimbulkan kemarahan hatta di negeri Belanda sekalipun. Produsernya, Theo van Gogh, dibunuh di jalan di Amsterdam. Di atas jenazahnya diselipkan surat dan pisau yang berisi ancaman kepada Ayaan. Ia ditunjuk Time sebagai 100 most influential people in the world. "This woman is a major hero of our time," kata Richard Dawkins, anggota trinitas Atheis. Hirsi Ali menjadi dewi ateis sedunia.
Walhasil, kenapa orang menjadi atheis? Karena mereka menyaksikan atau mengalami sendiri tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama agama. Agamanya sendiri sebetulnya hanya menjadi kambing hitam. Bisa saja orang menyulut konflik karena motif-motif sekular –misalnya, ekonomi, politik, rasialisme - tetapi mereka menyelimuti nya dengan jubah agama.
Jika kita belajar sejarah, kita akan segera tahu bahwa konflik Palestina adalah konflik etnis (Yahudi yang terdiri dari 22,9 persen ateis, 21 persen sekular dan sisanya menganut agama Yahudi dan etnis Arab yang terdiri dari Islam dan Kristen); bahwa konflik di Irlandia Utara disebabkan karena masalah etnis-politis, setelah Inggris mendirikan Perkebunan Ulster tahun 1609; bahwa konflik bersenjata antara Pakistan dan India tentang Kashmir ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah kolonial Inggris, dan bukan karena anjuran Kitab Suci; bahwa perang Irak dan Iran dimulai dari perebutan wilayah, bukan karena perbedaan mazhab (terbukti setelah perang diketahui bahwa Syiah juga mayoritas di Irak).
Bagaimana dengan konflik Sunnah dan Syiah di berbagai tempat di Jawa Timur, termasuk Sampang? "Bukan karena perbedaan pendapat, tetapi karena perbedaan pendapatan," kata petinggi NU masih dari daerah yang sama. Rois dan Tajul, kakak-beradik, dilantik sebagai pengurus Ijabi (Ikatan Jamaah Ahlil Bait Indonesia) pada 2007. Pada 2009, mereka terlibat konflik keluarga, antara lain karena masalah santri perempuan di pesantren Tajul.
Karena persoalan pendapatan, Rois meninggalkan paham Syiah dan beralih pendapat. Katanya, "Saya kembali ke Nahdhiyin, karena banyaknya penyimpangan dalam ajaran Syiah". Pada pengujung 2011, Rois –menurut pengakuannya sendiri- membiarkan orang-orang yang sependapat dengan dia menghancurkan teritori dan massa pengikut saudaranya. Media melaporkan, "Roisul Hukama memimpin massa Ahli Sunnah untuk menyerang perkampungan dan pesantren Tajul Muluk, yang berpaham Syiah". Para tokoh Islam, dengan pendapatan yang lebih besar, kemudian menabuh genderang perang. Atas nama agama!
Siapakah yang beruntung? Tidak satu pihak pun. Tidak Rois dan tidak Tajul. Siapakah yang menang? Kaum ateis. Mereka punya amunisi baru. Mereka akan menisbahkan tindakan kekerasan dan kekejian kepada agama. Tidak jadi soal apakah penyebab yang sebenarnya itu berasal dari masalah ekonomis, politis, ideologis, ethnis, atau sekedar pertikaian di antara keluarga miskin di kampung yang miskin!

*) Jalaluddin Rakhmat adalah Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia.(abna.ir)

1 comments to "Menangisi, berduka tiap tahun untuk al Husain Penghulu Pemuda Surga dan kematian Nabi Muhammad Rasulullah = "BID'AH"...yang bener..???!!!!!"

  1. Anonymous says:

    Barang siapa tidak kira dia dari Puak Syiah atau Puak Sunnah, tahu siapakah sebenar2nya Imam Sayyedina Hussin AS itu, nescaya dia akan menangis meratapi kehilangan kesyahidan baginda itu....

    Kolaan menering, Ancapik korehing... Wassalam...

Leave a comment