Home , , , , , , , , , , , , , , , , , , , � Kekuatan Tuhan bersama Negara Islam

Kekuatan Tuhan bersama Negara Islam









Soft Power, Sumber Kekuatan Iran



Dina Y. Sulaeman*

Dalam studi Hubungan Internasional, power, atau kekuatan negara-negara biasanya didefinisikan dalam dua kategori, hard power dan soft power.

Hard power secara singkat bisa dimaknai sebagai kekuatan material, semisal senjata, jumlah pasukan, dan uang yang dimiliki sebuah negara. Umumnya pemikir Barat (atau pemikir Timur yang westernized) lebih memfokuskan pembahasan pada  hitung-hitungan hard power ini. Contohnya saja, seberapa mungkin Indonesia bisa menang melawan Malaysia jika terjadi perang? Yang dikedepankan biasanya adalah kalkulasi seberapa banyak senjata, kapal perang, kapal selam, dan jumlah pasukan yang dimiliki kedua negara.

Begitu juga, di saat AS dan Israel berkali-kali melontarkan ancaman serangan kepada Iran, yang banyak dihitung oleh analis Barat adalah berapa banyak pasukan AS yang kini sudah dipindahkan ke pangkalan-pangkalan militer AS di kawasan sekitar Teluk Persia; seberapa banyak rudal yang dimililiki Iran, seberapa jauh jarak jelajahnya, dst.

Bila memakai kalkulasi hard power, harus diakui bahwa sebenarnya kekuatan Iran masih jauh di bawah AS. Apalagi, doktrin militer Iran adalah defensive (bertahan, tidak bertujuan menginvasi Negara lain). Iran hanya menganggarkan 1,8% dari pendapatan kotor nasional (GDP)-nya untuk militer (atau sebesar 7 M dollar). Sebaliknya, AS adalah negara dengan anggaran militer terbesar di dunia, yaitu 4,7% dari GDP atau sebesar  687 M dollar. Bahkan, AS telah membangun pangkalan-pangkalan militer di berbagai penjuru dunia yang mengepung Iran.

Tapi, dalam kasus Iran, memperhatikan kalkulasi hard power saja tidak cukup. Sebabnya adalah karena kunci kekuatan Iran justru di soft power-nya. Dan ini sepertinya diabaikan  oleh banyak analis Barat, mungkin sengaja, atau mungkin juga ketidaktahuan. Dalam papernya di The Iranian Journal of International Affairs, Manouchehr Mohammadi (Professor Hubungan Internasional dari Tehran University) menyebutkan bahwa kemampuan Republik Islam Iran untuk bertahan hingga hari ini adalah bergantung pada faktor-faktor yang sangat langka ditemukan dalam masyarakat Barat yang materialistis, yaitu faktor-faktor spiritual. Tentu saja, faktor hard power tetap diperhatikan oleh Republik Islam Iran, namun basisnya adalah soft power.

Apa itu soft power? Secara ringkas bisa dikatakan bahwa subtansi soft power adalah sikap persuasif dan kemampuan meyakinkan pihak lain; sementara hard power menggunakan kekerasan dan pemaksaan dalam upayanya menundukkan pihak lawan. Karena itulah, menurut Mohammadi, dalam soft power, mentalitas menjadi kekuatan utama dan investasi terbesar yang dibangun Iran adalah membangun mental ini, bukan membangun kekuatan militer. Pemerintah Iran berusaha untuk menumbuhkan nilai-nilai bersama, antara lain nilai tentang kesediaan untuk berkorban dan bekerja sama dalam mencapai kepentingan nasional.

Mohammadi mengidentifikasi ada 10 sumber kekuatan soft power Iran,tiga diantaranya adalah sebagai berikut.
1.    Rahmat Tuhan.
Faktor Tuhan memang jarang disebut-sebut dalam analisis politik. Tapi, kenyataannya, memang inilah yang diyakini oleh rakyat Iran, dan inilah sumber kekuatan mereka. Menurut Mohammadi, bangsa Iran percaya bahwa orang yang berjuang melawan penentang Tuhan, pastilah dibantu oleh Tuhan. Dengan kalimat yang indah, Mohammadi mendefinisikan keyakinan ini sebagai berikut, "Kenyataannya, mereka [yang berjuang di jalan Allah] bagaikan tetesan air yang bergabung dengan lautan luas, lalu menghilang dan menyatu dalam lautan, kemudian menjelma menjadi kekuatan yang tak terbatas."

Keyakinan ini semakin kuat setelah bangsa Iran pasca Revolusi terbukti berkali-kali meraih kemenangan dalam melawan berbagai serangan dari pihak musuh, mulai dari invasi Irak (yang didukung penuh oleh AS, Eropa, Arab, dan Soviet), hingga berbagai aksi terorisme (pengeboman pusat-pusat ziarah, pemerintahan, dan aparat negara). Salah satu kejadian yang dicatat dalam sejarah Iran adalah kegagalan operasi rahasia Angkatan Udara AS untuk memasuki Teheran. Pada tahun 1980, Presiden AS Jimmy Carter mengirimkan delapan helicopter dalam Operasi Eagle Claw. Misinya adalah menyelamatkan 52 warga AS yang disandera para mahasiswa Iran di Teheran. Operasi itu gagal ‘hanya' karena angin topan menyerbu kawasan Tabas, gurun tempat helikopter itu ‘bersembunyi' sebelum meluncur ke Teheran. Angin topan dan pasir membuat helikopter itu saling bertabrakan dan rusak parah. Mengomentari kejadian ini, Imam Khomeini mengatakan, "Pasir dan angin adalah ‘pasukan' Allah dalam operasi ini."

2.    Kepemimpinan dan Otoritas
 Peran kepemimpinan dan komando adalah faktor yang sangat penting dalam situasi konflik, baik itu militer, politik, atau budaya. Pemimpin-lah yang menjadi penunjuk arah dalam setiap gerakan perjuangan. Dialah yang menyusun rencana dan strategi untuk berhadapan dengan musuh. Menurut Mohammadi, hubungan yang erat dan solid antara pemimpin dengan rakyatnya adalah sumber power yang sangat penting. Di Iran, karena yang menjadi pemimpin adalah ulama yang memiliki kredibilitas tinggi, kepatuhan kepada pemimpin bahkan dianggap sebagai sebuah gerakan relijius, dan inilah yang menjadi sumber utama kekuatan soft power Iran. Dalam kalimat Mohammadi, "[it] is a source of power per se, that assures the friends and frightens the foes."

3.  Mengubah Ancaman Menjadi Kesempatan
Revolusi Islam Iran telah menggulingkan Shah Pahlevi yang didukung penuh oleh Barat.
 Pra-revolusi Islam, Barat sangat mendominasi Iran, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun budaya. Kepentingan Barat di Iran terancam oleh naiknya seorang ulama yang menyuarakan independensi dan sikap anti kapitalisme-liberalisme, yaitu Imam Khomeini. Karena itulah, Barat dengan berbagai cara berusaha menggulingkan pemerintahan Islam, antara lain dengan memback-up Saddam Husein untuk memerangi Iran. Saddam yang sesumbar bisa menduduki Teheran hanya dalam sepekan, ternyata setelah berperang selama 8 tahun tetap tidak mampu mengalahkan Iran. AS dan Eropa kemudian menerapkan berbagai sanksi dan embargo; berusaha meminggirkan Iran dalam pergaulan internasional, mempropagandakan citra buruk terhadap pemerintahan Islam, dll.

Karena didasari oleh dua faktor sebelumnya (keyakinan pada rahmat Tuhan dan faktor kepemimpinan relijius), bangsa Iran mampu bertahan hidup dalam situasi yang sulit dan berjuang untuk mengubah tekanan dan ancaman ini menjadi kesempatan untuk maju dan berdikari. Contoh mutakhirnya adalah, ketika akhir-akhir ini semakin marak pembunuhan terhadap pakar nuklir Iran yang didalangi oleh agen-agen rahasia asing; jumlah pendaftar kuliah di jurusan teknik nuklir justru semakin meningkat. Inilah jenis mental yang berhasil dibangun oleh pemerintah Iran selama 34 tahun terakhir:  semakin ditekan, semakin kuat semangat perjuangan mereka.

Dalam pidato terbarunya di Teheran, pemimpin tertinggi Republik ISLAM Iran, Ayatullah Khamenei, menyinggung masalah ini. Beliau mengatakan, 
"Ketika kita diembargo, kemampuan kita justru semakin meningkat, potensi kita justru semakin terasah, kita tumbuh dari dalam. Jika kita tidak diembargo senjata, hari ini kita tidak akan mencapai kemajuan yang mengagumkan. Jika kita tidak diembargo dalam pengembangan nuklir –padahal reaktor nuklir Bushehr itu mereka [Barat] yang membangunnya—hari ini kita tidak memiliki kemampuan dalam pengayaan uranium,. Jika mereka tidak menutup pintu-pintu ilmu dari kita, hari ini kita tidak akan mampu menciptakan stem cell, menguasai ilmu antariksa dan mengirim satelit ke angkasa luar. Karena itu, semakin mereka mengembargo kita, semakin besar kita mampu menggali kemampuan dan potensi kita sendiri. Dan semakin hari, potensi kita itu akan semaki mekar berkembang. Karena itulah, embargo sesungguhnya bermanfaat bagi kita."

Belajar dari Iran, kita perlu mengajukan pertanyaan, bagaimana dengan Indonesia hari ini? Faktor kepemimpinan yang lemah dan lebih mendahulukan membeli pesawat produk luar negeri jelas faktor yang sangat melemahkan soft power Indonesia. Namun sebagai bangsa, kita masih memiliki kekuatan untuk membangun dari dalam, dimulai dari diri sendiri, yaitu membangun kekuatan dan keyakinan spiritual; membangun etos perjuangan berbasis relijiusitas. (IRIB Indonesia)
*penulis adalah alumnus magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran











Fatwa Mati untuk Salman Rushdie, Lini Pertahanan dari Serangan Budaya Barat



Ahmad Salman Rushdie, tentu termasuk salah satu penulis yang paling benci masyarakat dunia. Seorang antek-antek yang menjual nafas setannya untuk menistakan dunia Islam. Akan tetapi ia lupa bahwa telah menjadi sunnah ilahi, bahwa orang-orang yang beranggapan dapat menenggelamkan cahaya abadi Islam, akan hancur.

Ahmad Salman Rushdie, adalah putra tunggal dari seorang pengusaha lulusan Cambridge, dan ibunya adalah seorang guru di Bombay. Mengenai kehidupan pribadinya, tersebar isu bahwa ibunya adalah seorang penari, namun berdasarkan sumber-sumber resmi, ibunya adalah seorang pengajar.

Sebelum menginjak usia 14 tahun, berhijrah ke Inggris untuk belajar di sebuah sekolah rubgy, Salman Rushdie belajar di sebuah sekolah privat di Bombay. Setelah itu, Salman Rushdie belajar di King's College di jurusan sejarah.

Karya pertama Salman Rushdie berjudul Grimus yang terbit tahun 1975. Novel tersebut tidak mendapat sambutan pasar. Novel berikutnya berjudul Midnight's Children, yang terbit tahun 1981 dan mendapat penghargaan Booker Prize dan pada tahun 1993 dan 2008, novel itu mendapat penghargaan Best of the Bookers.

Setelah itu ia menulis buku Shame pada tahun 1983. Dan karya keempat Salman Rushdie dan yang paling kontroversial adalah Satanic Verses, yang secara resmi dilarang publikasinya di Iran, India, Pakistan, Bangladesh, Mesir, dan Afrika Selatan.

Buku tersebut adalah sebuah cerita panjang yang diterbitkan pada 26 September 1988 oleh penerbitan Viking. Buku tersebut pada hakikatnya ditulis Salman Rushdie atas pesanan Gillon Aitken, oleh pemimpin penerbitan Viking keturunan Yahudi, dengan komisi hingga 580 ribu pound.

Dukungan luas media massa dari buku ini dan publikasi meluasnya di berbagai negara dunia, mengungkap dukungan banyak pihak di balik tabir terhadap buku Salman Rushdie. Secara bertahap protes umat Islam atas penerbitan buku tersebut semakin meluas dan ratusan warga Muslim di kota Bradford membakar ratusan kopi buku tersebut. Di banyak negara Islam, termasuk Pakistan dan India, masyarakat menggelar demo massif. Dilaporkans sejumlah orang tewas dalam demonstrasi tersebut.

Pemimpin Revolusi Islam Iran dan pendiri pemerintahan Republik Islam, Imam Khomeini pada 14 Februari 1989, mengeluarkan fatwa mati kepada Salman Rushdie dan fatwa tersebut hingga kini tetap berlaku. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei tujuh tahun lalu menyatakan bahwa fatwa Imam Khomeini atas Salman Rushdie itu tidak dapat diubah.

Menyusul fatwa tersebut, media massa asing di Barat mengklaim bahwa jika Salman Rushdie bertobat, maka fatwa mati terhadapnya akan dihapus. Imam Khomeini dengan segera menepis berita tersebut dan menekankan bahwa meski Salman Rushdie bertobat dan menjadi orang yang paling zuhud di dunia, wajib bagi setiap umat Islam untuk mengerahkan seluruh kemampuannya dari sisi materi maupun maknawi untuk mengantarkan Salman Rushdie ke neraka. Dan jika seorang non-Muslim mengetahui tempat persembunyian Salman Rushdie dan membunuhnya lebih cepat dari umat Islam, maka wajib bagi umat Islam untuk memberinya imbalan sebesar-besarnya.

Setelah statemen Imam Khomeini, pemerintah Inggris menyatakan bersedia melindungi Salman Rushdie dan bahkan menyediakan pengawal pribadi.

Salman Rushdie bersembunyi sejak fatwa Imam Khomeini dan polisi Inggris bertanggung jawab menjaganya di tempat yang dirahasiakan. Biaya pengawalan Salman Rushdie setiap tahunnya mencapai 10 juta pound. Besarnya dana tersebut hingga membuat pangeran Inggris pernah menyatakan bahwa Salman Rushdie telah menjadi beban berat bagi para pembayar pajak Inggris.

Meski menghadapi kemarahan umat Islam dunia, Salman Rushdie tidak jera untuk mencetak ulang novelnya. Ketika pemerintah Inggris menolak untuk mencetak ulang buku Ayat-Ayat Setan, Salman Rushdie membawanya ke Amerika Serikat dan mencetak ulang buku kontroversial itu dan dijual dengan harga yang sangat murah. (IRIB Indonesia/MZ)








Imam Khomeini Ungkap Makar Dinas Intelijen Barat di Balik Publikasi Buku Ayat-Ayat Setan




Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Parlemen Republik Islam Iran, Heshmatollah Falahat menilai fatwa mati terhadap Salman Rushdie yang dikeluarkan oleh Imam Khomeini, sebagai langkah bijak dan bahwa fatwa tersebut bukan hanya sesuai dengan prinsip-prinsip al-Quran, melainkan juga sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional.

Dalam wawancaranya dengan Mehr News (13/2), Heshmatollah mengatakan, "Di Inggris, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Eropa, dibentuk berbagai komite budaya yang beraktivitas di bawah pengawasan lembaga-lembaga intelijen. Komite-komite budaya tersebut secara resmi merekrut para cendikiawan untuk dikerahkan dalam program perang budaya."

"Mereka [Barat] berpendapat bahwa para cendikiawan yang dikerahkan pada era Perang Dingin dalam melawan paham komunisme era Uni Soviet, dapat kembali di aktifkan untuk melawan dunia Islam sebagai tantangan baru bagi Barat. Salah satu dari cendikiawan tersebut adalah Salman Rushdie," tegas Hehsmatollah.

Anggota Komisi Keamanan Nasional dan Politik Luar Negeri Parlemen Iran itu mengatakan, "Salman Rushdie  dan komite budaya Barat menggelar propaganda anti-Islam itu untuk dua tujuan. Pertama melawan gelombang kecenderungan terhadap Islam yang semakin meluas di Barat dan keud menghadapi dunia Islam secara keseluruhan dalam upaya mewujudkan atmosfer sekulerisme di negara-negara Islam.

"Imam Khomeini pada masa itu mengungkap tujuan-tujuan di balik layar Barat dan menjelaskan bahwa blok Barat tengah menggelar perang baru yaitu perang dengan Islam. Imam Khomeini ra berusaha menciptakan baris pertahanan baru menghadapi propaganda Barat dengan fatwa tegas itu. Fatwa Imam Khomeini itu mengubah perimbangan internasional dan kini setelah bertahun-tahun berlalu sejak, para pemuda Muslim mengetahui bahwa fatwa Imam Khomeini itu merupakan langkah pencegahan menghadapi politik budaya distorsif Barat," jelas Heshmatollah.

Menurutnya, fatwa Imam Khomeini bukan hanya sesuai dengan prinsip al-Quran dan agama melainkan juga sesuai dengan hukum internasional. Karena Salman Rushdie melalui jenis pengingkarannya tengah berupaya menggelar perang era abad pertengahan anti-Islam dan menciptakan fitnah besar dalam dunia Islam serta menyulut medan perang baru antara Barat dan Islam.

Fatwa Imam Khomeini terhadap Salman Rushdie itu merupakan langkah pencegahan karena terungkap bahwa di masa-masa berikutnya, muncul Salman Rushdie baru di Belanda, Denmark, Jerman, dan di banyak negara Barat, yang semuanya merupakan hasil dari komite budaya yang berada di bahwa pengawasan lembaga-lembaga intelijen.

Menjawab pertanyaan apakah fatwa mati terhadap Salman Rushdie itu akan membuat musuh-musuh Islam semakin kurang ajar? Heshmatollah mengatakan, "Fatwa Imam Khomeini ra telah menunjukkan pengaruhnya, mungkin jika Salman Rushdie terbunuh, pengaruhnya tidak seperti sekarang. Karena setiap tahun umat Islam memperingati solidaritas mereka dalam mendukung fatwa Imam Khomeini terhadap Salman Rushdie."

"Dunia barat dengan seluruh kemampuan mereka berusaha melindungi Salam Rushdie dan ini membuktikan kekhawatiran Barat terhadap dunia Islam, dan bahkan sejak fatwa terhadap Salman Rushdie itu, kecenderungan terhadap agama Islam di Barat semakin meluas." (IRIB Indonesia/MZ)







Dosen Kairo: “Kami Semua di Mesir Syiah”



Doktor Mohammad al-Dasuqi, dosen universitas Kairo, Mesir, Syeikh Abdul Naser Jabri, Rektor Fakultas Dakwah Islam Lebanon, Taufik Ali Wahbah, Direktur Lembaga Riset Kairo, bertemu dengan Ayatullah Muqtadaee, pemimpin Hawzah Ilmiah.

Mehr News melaporkan, dalam pertemuan tersebut, Doktor Muhammad al-Dasuqi mengatakan,"Politik Barat dan Amerika Serikat adalah agar tidak satu pun negara Islam yang memiliki kemulian dan kewibawaan, serta tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menghadapi bahaya dan tantangan. Akan tetapi bertentangan dengan tuntutan dan keinginan Amerika Serikat, kemuliaan dan kewibawaan tersebut akan kembali ke pangkuan umat Islam."

Seraya menjelaskan bahwa Islam telah mengumpulkan umat Muslim di satu barisan dan mewujudkan persatuan, al-Dasuqi mengatakan, "Satu-satunya cara untuk menghadapi makar musuh, adalah persatuan Islam, dan kita harus menyatukan genggaman di hadapan kaum arogan.

Dosen Universitas Kairo itu seraya menegaskan bahwa agama kita adalah agama kemuliaan dan kewibawaan, kita harus bahu-membahu dan bersatu guna mewujudkan kemuliaan dunia Islam.

Menyinggung kecintaan rakyat Mesir kepada Ahlul Bait as, Doktor al-Dasuqi menjelaskan, "Kita semua di Mesir dari sisi kecintaan terhadap Ahlul Bait as, kami semua adalah orang Syiah, ini adalah fakta yang ada."

"Meski kita memiliki perbedaan di bidang fiqih, akan tetapi kami tumbuh besar dengan kecintaan terhadap Ahlul Bait," kata Doktor al-Dasuqi. (IRIB Indonesia/MZ)






Memperingati Satu Tahun Revolusi Bahrain



Polisi Bahrain bentrok dengan pengunjuk rasa pada hari Senin (13/2) di tengah seruan para aktivis untuk menandai ulang tahun pertama kebangkitan rakyat Bahrain.

Satu tahun setelah protes pro-demokrasi, Dinasti Al Khalifa berada pada kebuntuan politik, dengan pengunjuk rasa kembali ke jalan-jalan meskipun penguasa melakukan tindakan mematikan terhadap pemprotes. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan ribuan demonstran yang menuju Bundaran Mutiara di Manama, titik fokus protes tahun lalu.

Koalisi Pemuda Revolusi 14 Februari mendesak simpatisan untuk berkumpul di Manama guna memperingati ulang tahun pertama pemberontakan melawan rezim diktator Al Khalifa. Kelompok-kelompok oposisi bersikeras bahwa aspek gerakan damai merupakan strategi permanen mereka dan menolak terlibat dalam konfrontasi.

Terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir, rakyat Bahrain turun ke jalan pada tanggal 14 Februari 2011 untuk menuntut reformasi demokratis. Akan tetapi, rezim Manama menumpas protes damai itu dan bahkan meminta bantuan pasukan Arab Saudi untuk memberangus aksi tersebut. Rakyat Bahrain menuntut perubahan konstitusi yang akan memberikan wewenang kepada parlemen terpilih untuk membentuk pemerintah.

Rekonsiliasi nasional sepertinya tidak akan membuahkan hasil selama rezim Manama menolak untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya dan mengakhiri penggunaan kekerasan terhadap warga sipil. Demonstran menuntut pembentukan monarki konstitusional dan hak istimewa terbatas untuk raja.

Sebenarnya ada beberapa masalah yang telah memicu protes di Bahrain seperti, diskriminasi sektarian. Mayoritas penduduk Bahrain menganut paham Syiah, namun mereka terpinggirkan dan mendapat perlakuan diskriminatif oleh kelompok minoritas Sunni yang dipimpin oleh Dinasti Al Khalifa. Kelompok mayoritas menderita diskriminasi sektarian di hampir semua aspek kehidupan, termasuk sektor lapangan kerja dan representasi pemilu.

Isu lain yang telah memicu protes nasional di Bahrain adalah sistem politik, pemilihan umum dan pembatasan partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Dalam ranah politik, Bahrain menganut sistem monarki absolut dan Dinasti Al Khalifa telah memerintah negara itu selama lebih dari 40 tahun.

Masalah lain adalah pembatasan kebebasan berbicara. Dinasti Al Khalifa membatasi kebebasan berekspresi di Bahrain. Rezim melecehkan aktivis yang mengkritik mereka secara terbuka. Di Bahrain, semua siaran media adalah milik negara, karena itu suara-suara oposisi tidak menemukan ruang untuk mengudara.

Belum lagi, oposisi terhadap monarki tidak akan ditolerir di Bahrain. Monarki telah secara terbuka dan keras menekan para kritikus rezim. Pada awal tahun 2007, pasukan keamanan Bahrain telah membasmi kritikus vokal pemerintah, menahan tokoh oposisi, merampas hak-hak dasar mereka, termasuk akses ke pengacara dan kunjungan oleh anggota keluarga.

Rezim juga membungkam para tahanan dengan perlakuan kasar dan penyiksaan. Kelompok hak asasi manusia telah mendokumentasikan penggunaan penyiksaan terhadap tahanan dan menyeru masyarakat internasional untuk menghentikan perlakuan tidak manusiawi rezim Bahrain.

Oleh karena itu, rakyat Bahrain sekarang menuntut sebuah monarki konstitusional dan pelaksanaan Piagam Aksi Nasional Bahrain, yang antara lain, melindungi kebebasan individu dan kesetaraan, kebebasan berekspresi dan penerbitan, dan mengakui rakyat sebagai sumber kekuatan. Selain itu, demonstran juga menuntut pembatasan kekuasaan raja, melepaskan tahanan politik, menggelar pemilu yang bebas dan adil serta mengadili mereka yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah. (IRIB Indonesia/RM)









Anggota Parlemen Inggris Kritik Pembunuhan di Bahrain



Anggota Mejelis Rendah Inggris mengkritik pembunuhan terhadap warga Bahrain dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di negara ini.

Lord Nazir Ahmed pada Selasa (14/2) kepada televisi al-Alam mengatakan, "Saya sangat menyesalkan berlanjutnya pembunuhan terhadap warga Bahrain dan tidak dilaksanakannya rekomendasi Komite Pencari FaktaSherif Basyouni.

Anggota Majelis Rendah Inggris tersebut menambahkan, amat jelas bahwa rezim Al Khalifa mendapat dukungan dari Arab Saudi dan kekuatan-kekuatan arogan dunia. Oleh sebab itu, rezim Manama tidak sedang berupaya melaksanakan rekomendasi Komite Basyouni dan malah melanjutkan pelanggaran HAM-nya di Bahrain.

Nazer Ahmed menandaskan, pada awalnya Saudi mengumumkan bahwa guna menjaga keamanan di wilayah-wilayah sensitif di Bahrain, Riyadh akan mengirimkan pasukan. Namun, hingga kini pasukan rezim Saudi justru bergabung dengan pasukan Bahrain melakukan pelanggaran HAM dan menumpas protes damai rakyat negara ini.

Anggota Majelis Rendah Inggris menilai pengiriman pasukan Saudi ke Bahrain adalah langkah yang keliru dan menegaskan, pasukan tersebut dikirim ke Bahrain tidak berdasarkan keputusan Dewan Keamanan. Kehadiran pasukan Riyadh di Bahrain adalah penyebab meningkatnya pelanggaran HAM dan pembunuhan terhadap rakyat negara itu. (IRIB Indonesia/RA)









Menguji Objektivitas PBB Soal Suriah ?



Setelah kandas menggulirkan resolusi anti-Suriah di Dewan Keamanan PBB, negara-negara Barat dan  Liga Arab semakin agresif melanjutkan kebijakan menyerang Damaskus di arena politik internasional. Kini giliran menteri luar negeri negara-negara anggota Liga Arab mendesak Dewan Keamanan PBB merilis resolusi untuk mengizinkan pengiriman pasukan penjaga perdamaian ke Damaskus.

Para menteri luar negeri Liga Arab di draf statemen sidang yang digelar Ahad (12/2) di Kairo menyepakati diakhirinya misi tim pemantaunya di Suriah serta menuntut dibekukannya kerjasama diplomatik dengan Damaskus. Sebelumnya Sekjen Liga Arab, Nabil el-Arabi menyetujui pengunduran diri ketua tim pengawas untuk Suriah, Muhammad Mustafa al-Dabi. Menteri luar negeri anggota Liga Arab juga memutuskan meningkatkan dukungannya terhadap kubu pemberontak pemerintah Suriah.

Pada saat yang sama, Arab Saudi semakin gencar mendorong resolusi PBB terhadap Suriah. Hal itu dilakukan satu pekan setelah usulan yang sama diveto oleh Rusia dan Cina di Dewan Keamanan PBB (DK PBB).

Sementara itu, Majelis Umum PBB Senin (13/2) menggelar sidang membahas laporan Kepala HAM PBB Navi Pillay mengenai kondisi terbaru di Suriah.Pillay yang berada dalam tekanan para pemimpin negara Barat menyampaikan laporan infaktual yang menyudutkan rezim Damaskus. Ironisnya,  Kepala HAM PBB itu tidak menyinggung sedikitpun mengenai aksi teror yang dilakukan pemberontak Suriah.

Pillay dalam laporan yang mengulang klaim klise Barat mengenai Suriah mengingkari keberadaan kelompok teroris bersenjata di negara Arab itu. Padahal tim pemantau Liga Arab yang dikirim ke Suriah mengakui fakta tersebut.

Sidang darurat Majelis Umum PBB mengenai laporan Navi Pillay sangat dipengaruhi oleh tekanan politik yang dilancarkan Liga Arab dan sejumlah negara Barat. Pada saat yang sama, Kepala HAM PBB itu bungkam menyikapi pelanggaran kemanusiaan yang berulangkali dilakukan rezim Zionis.

Sontak, kebijakan kontroversial dan ilegal PBB memicu kecaman keras dari Bashar al- Jafari, delegasi Suriah di organisasi internasional itu. Pejabat teras Suriah itu  dengan nada menyindir menyatakan, amat disayangkan semangat anti-Suriah di Majelis Umum tidak dilakukan terhadap rezim agresor Israel demi mengakhiri pendudukan Palestina dan pembangunan distrik ilegal Zionis.

Tampaknya, PBB harus semakin transparan dan objektif terhadap anggotanya, dan melepaskan diri dari intervensi negara-negara Barat dan Liga Arab yang menyudutkan negara lain.(IRIB Indonesia)






Pasukan Saudi Tangkap Manajer Rumah Sakit Awamiyah



Pasukan Saudi menangkapmanajer rumah sakit di kota Awamiyah di daerah Qatif, Provinsi Timur Arab Saudi. Dia ditangkap karena dituduh telah mengobati luka para demonstran damai anti-rezim Riyadh. Press TV melaporkan, Selasa (14/2).

Pasukan rezim Riyadh menindas para pengunjuk rasa secara kejam. Mereka menangkap Kepala Puskesmas Awamiya di Provinsi Timur karena memberikan pertolongan kepada pengunjuk rasa yang terluka dalam demonstrasi anti-rezim Al Saud.

Sebelumnya, pada Ahad, sekelompok pemrotes Saudi mengadakan demonstrasi di wilayah Qatif. Mereka menuntut diakhirinya kekuasaan rezim Al Saud.

Pada 9 Februari, seorang pengunjuk rasa tewas dan beberapa lainnya terluka dalam bentrokan dengan pasukan rezim Riyadh setelah pasukan Saudi melepaskan tembakan dengan peluru tajam guna membubarkan para demonstran di kota Qatif.

Sejak Februari 2011, para pengunjuk rasa Saudi melakukan demonstrasi secara teratur di hampir seluruh Provinsi Timur Saudi yang kaya minyak, terutama di Qatif dan kota Awamiyah. Mereka menyerukan pembebasan semua tahanan politik, kebebasan berekspresi dan berkumpul serta mengakhiri diskriminasi.

Parapengunjuk rasa juga menginginkan diakhirinya diskriminasi ekonomi dan agama terhadap wilayah kaya minyak itu. Beberapa demonstran tewas dan puluhan aktivis telah ditangkap sejak awal protes di wilayah tersebut. (IRIB Indonesia/RA)








Rusia Siap Bela Iran Jika Diserang AS



Kepala Staf Militer Rusia Jenderal Nikolai Makarov memperingatkan bahwa Rusia akan mengambil reaksi keras jika Amerika Serikat melakukan segala bentuk serangan militer ke Iran.

IRNA pada Selasa (14/2) melaporkan, Makarov kepada wartawan mengatakan, Rusia secara objektif memantau kondisi terkait Iran dan mengamati setiap manuver pasukan asing di kawasan. Ditambahkannya, Moskow memiliki berbagai opsi jika terjadi segala bentuk kemungkinan perang di kawasan.

Seraya menyinggung pernyataan para pejabat Tehran seputar kesiapan pasukan militer Iran untuk membalas agresi musuh, Makarov menandaskan, "Kami juga sepenuhnya mengikuti reaksi Iran terhadap pernyataan-pernyataan provokatif para pejabat AS."

Berbicara tentang perkembangan di Suriah, Makarov menegaskan, "Kami setiap hari memantau kondisi di Suriah dan kami percaya bahwa Barat ingin menerapkan strategi Libya di Suriah."

Menyinggung penentangan lembaga-lembaga militer Rusia terhadap konspirasi Barat terhadap Suriah, Makarov menambahkan, tanpa ragu bahwa upaya untuk menjalankan skenario Libya di Suriah akan menghadapi penentangan dari banyak negara. (IRIB Indonesia/RM)







Iran: Ledakan Kedubes Hanya Akal-akalan Israel



Seorang anggota parlemen senior Iran mengatakan, Israel sengaja melancarkan serangan terhadap kedutaannya sendiri di India dan Georgia untuk membangkitkan simpati dari negara lain.

Pada hari Senin (13/2), seorang diplomat Israel di New Delhi terluka ketika sebuah mobil kedutaan meledak dan kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sementara Dubes Israel untuk India tidak terluka dalam insiden itu, Press TV melaporkan.

Dalam serangan kedua, pekerja lokal Georgia untuk kedutaan Israel di Tbilisi menemukan sebuah bom di bawah mobil saat mengemudi ke kedutaan. Bom itu berhasil dijinakkan sebelum meledak.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu langsung menuduh Iran dan Hizbullah mendalangi kedua serangan tersebut.

Catatan masa lalu Israel menunjukkan bahwa rezim itu sebelumnya telah melakukan operasi serupa untuk memperoleh popularitas dan menarik simpati dari negara-negara lain, kata Wakil Ketua Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Majelis Islam Iran, Ismail Kowsari pada Selasa (14/2).

Kowsari menegaskan bahwa Israel melancarkan serangan terhadap diri mereka sendiri dalam upaya untuk menuding negara-negara lain, terutama Iran dan mencari keuntungan politik untuk kepentingannya.

"Israel, yang mendalangi pembunuhan para ilmuwan bangsa kita, sengaja menuding Iran untuk membela dirinya sendiri dan menyimpangkan opini publik internasional," tambahnya.

Iranberulang menegaskan bahwa agen Zionis Israel, AS dan Inggris bertanggung jawab atas upaya pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir negara itu, yang sejauh ini telah menggugurkan empat pakar Iran sejak awal 2010. (IRIB Indonesia/RM)


1 comments to "Kekuatan Tuhan bersama Negara Islam"

  1. Kita menghendaki kebangkitan yang benar dan berdiri di atas pencampakan semua akidah, pemikiran atau sistem yang tidak terpancar dari Islam. Kita pun menghendaki kebangkitan yang tegak di atas pelepasan segala hal yang menyalahi Islam sejak dari akarnya. Semua itu tidak akan pernah tercapai, kecuali dengan melanjutkan kehidupan Islam dan mengubah negeri dari dar al-kufr menjadi Dar al-Islam.

Leave a comment