Pemimpin Syiah Kuwait Jawab Fatwa Haram Mufti Saudi Soal Maulud
Pemimpin Syiah Kuwait mereaksi fatwa mufti Arab Saudi yang menilai peringatan hari kelahiran Nabi sebagai bid'ah denganmengatakan, "Peringatan maulud bukan berarti menyembah nabi dan juga bukan kesyirikan, melainkan sebuah sunnah kuno di dunia Islam."
Fars News (6/2) mengutip koran terbitan Kuwait al-Anba' menyebutkan, Sayid Muhammad Baqir al-Muhri, pemimpin Syiah Kuwait dalam pernyataannya menyambut peringatan maulud nabi, menyinggung pelaksanaan peringatan tersebut secara meriah di berbagai belahan penjuru dunia dan menilainya sebagai sebuah peringatan terbesar dalam sejarah umat manusia. Ditambahkannya, peringatan tersebut bukan berarti penyembahan kepada nabi atau kesyirikan, adapun kelompok-kelompok jahil dan terbelakang memang tidak dapat membedakan antara ibadah dan penghormatan.
"Mereka berpikir bahwa makna ibadah dan penghormatan terhadap para auliya Allah itu sama, dan bersandarkan pada pemikiran sesat itu, mereka mengharamkan peringatan bulan Rabiul Awal," jelas al-Muhri.
Lebih lanjut dikatakannya, "Semua ulama Islam dan seluruh kalangan masyarakat Muslim di sepanjang sejarah, merupakan sebuah tradisi. Mengenang Rasulullah seperti dalam firman Allah «ورفعنا لک ذکرک» herus dibarengi dengan mengenang keutamaan, kemuliaan, perjuangan, pengorbanan, dan jasa-jasa Nabi.
Sayid al-Muhri kemudian menyebutkan dua kitab تاریخ الخمیس dan المواهب اللدنیة yang memaparkan dengan gamblang peringatan maulud pada abad-abad lalu dan tidak ada pengharamannya. Bahkan dalam kitab صحیح مسلم jilid 2 halaman 819 dalam pembahasan puasa disebutkan, Rasulullah Saw ditanya tentang sebab mustahab puasa di hari Senin dan beliau menjawab, "Karena pada hari itu aku terlahir ke dunia dan pada hari itu juga al-Quran diwahyukan kepadaku."
(IRIB Indonesia/MZ)
Misi Armada 18 Iran Adalah Menggagalkan Iranophobia Musuh
Seorang pejabat Angkatan Laut Iran, Kapten Khordad Hakimi menyatakan, armada 18 kapal perang Angkatan Laut Iran telah merapat di pelabuhan Jeddah Saudi, menekankan bahwa misi tersebut bertujuan menggagalkan skenario Iranophobia musuh.
Angkatan Laut Iran mengirim armada 18 pada misi internasional untuk menggagalkan rencana Iranophobia musuh dan untuk menunjukkan tekad baik Republik Islam dalam mengupayakan perdamaian yang berkesinambungan dan persahabatan di kawasan. Demikian dilaporkan Press TV (6/2).
Ditambahkannya bahwa armada tersebut bertugas dalam misi menjaga rute maritim strategis internasional bagi Iran di Selat Bab-el-Mandeb dan menunjukkan kehebatan pertahanan negara.
Hakimi menekankan bahwa Iran tidak memiliki permusuhan dengan negara lain dan menyatakan bahwa Tehran telah berhasil mengatasi segala tantangan sejak kemenangan Revolusi Islam pada tahun 1979.
Ia memuji kapal perusak Jamaran yang diproduksi di dalam negeri dan mengatakan bahwa armada kapal angkatan laut sukses melindungi kepentingan Iran di Teluk Aden.
Irantelah memulai program swasembada industri pertahanan dan menjalankan berbagai proyek-proyek militer sejak kemenangan Revolusi Islam 33 tahun lalu.
Angkatan Laut Iran berhasil memproduksi kapal perusak dalam negeri pertamanya, Jamaran, dan mengirimnya ke perairan Teluk Persia pada bulan Februari 2010.
Kapal berbobot 1.420 ton itu dilengkapi dengan sistem radar modern dan kemampuan menghadapi perang elektronik. Kapal tersebut juga dilengkapi dengan meriam angkatan laut dan torpedo modern. (IRIB Indonesia/MZ)
Iran Berhasi Produksi Prokonvertin dan Antibodi Monoklonal
Bertepatan dengan Hari Sepuluh Fajr Kemenangan Revolusi Islam, Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad meresmikan produksi protein baru dan Prokonvertin (Factor VII/NovoSeven). Keduanya termasuk generasi baru obat bioteknologi.
Peresmian obat generasi baru ini digelar Senin pagi (6/2) di Perusahaan Environmental Medicine Ryzun di kota Garmdare, Provinsi Alborz dan dihadiri sejumlah pakar farmasi. Demikian dilaporkan IRNA.
Dengan dimulainya produksi obat-obatan ini, setiap tahunnya Iran dapat menghemat sekitar 100 juta dolar.
Prokonvertin (Factor VII/NovoSeven) adalah obat untuk mengobati penyakit Hemofilia dan Iran setiap tahunnya harus mengeluarkan biaya sekitar 50 juta dolar untuk mengimpor obat ini.
Sementara itu, protein baru khusus antibodi monoklonal adalah produk lain yang diresmikan pembuatannya oleh Ahmadinejad.
Produk antibodi terbaru dari jenis obat bioteknologi membuat Iran menempati urutan kedua setelah Denmark yang berhasil memproduksi prokonvertin khusus pagi penderita hemofilia (kelainan genetik darah).
Sementara keberhasilan Iran memproduksi antibodi monoklonal menjadikan negara ini berada di urutan kesembilan dunia yang mampu memproduksi antibodi jenis ini.
Dalam kesempatan tersebut, Ahmadinejad juga meninjau pabrik dan diberi penjelasan soal proses pembuatan obat-obatan bioteknologi tersebut. (IRIB Indonesia/MF)
Membidahkan Maulid, Upaya Menghancurkan Pilar Islam
Oleh: S. Ali Jakfari
"Tradisi mauludan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga umat dari berbagai musibah yang mengancam. Tradisi ini bukan hanya akan membangkitkan atau menyuburkan kembali kecintaan mereka kepada nabinya, namun ia berpotensi mengantar mereka kepada pintu kejayaan dan kebahagiaan yang abadi."
Bulan Rabiul Awal salah satu bulan Hijriah yang memiliki khas tersendiri bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Hal ini tidak lain dikarenakan pada bulan ini telah dilahirkan nabi mereka, manusia teragung sepanjang sejarah manusia, manusia yang kelahirannya telah diberitakan puluhan abad sebelumnya dan menjadi kabar gembira yang bersumber dari lisan suci para pembawa risalah ilahi.
Kecintaan dan kesetiaan umat Islam terhadap nabi mereka telah menjadikan mereka beratusias untuk selalu mengenang dan mengabadikan sejarah kehidupannya, mengingat perjuangan dan jasa yang telah diberikannya. Salah satu manifestasi dari tujuan ini, ialah dengan memperingati hari kelahiran manusia pilihan ini.
Dengan memperingati kelahiran nabi yang biasa disebut dengan Mauludan, kaum muslimin berupaya menjaga dan menghidupkan misi serta ajaran yang dibawa nabi mereka, sehingga ajaran ini tetap eksis di tengah masyarakat dan hidup di kalbu umat dari generasi ke generasi. Bayangkan, andaisaja umat Islam enggan mengenang sejarah nabi mereka, maka lambat laun sirah dan ajarannya akan terlupakan. Generasi yang akan datang tidak lagi akan mengenal kepribadian agung nabi terakhir, yang tentunya hal ini akan menjauhkan mereka dari hidayah yang dibawanya.
Saat kaum muslimin tidak mengenal pribadi dan sirah nabi mereka, maka berbagai musibah besar akan datang menimpa. Beragam bidah dan inovasi dalam agama akan bermunculan secara ekstrim tanpa ada yang mampu membendungnya, kejahilan umat akan ajaran nabi mereka menjadikan mereka kehilangan barometer yang dapat membedakan antara ajaran sebenarnya dan yang telah terdistorsi, antara ajaran asli ilahi dan ajaran baru syaitani. Pesan-pesan suci qurani akan kehilangan fungsinya, karena umat tidak lagi memahami dan mengamalkannya. Pilar-pilar kekuatan umat Islam akan runtuh, sehingga bukan hanya dalam ideologi dan iman, namun dalam berbagai ranah baik politik, sosial, ekonomi, budaya, mereka akan mengalami keterpurukan. Agama Ilahi yang sempurna pun akan menjadi bahan cemoohan sebagai imbas dari kondisi memprihatinkan para pemeluknya.
Tradisi mauludan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga umat dari berbagai musibah yang mengancam. Tradisi ini bukan hanya akan membangkitkan atau menyuburkan kembali kecintaan mereka kepada nabinya, namun ia berpotensi mengantar mereka kepada pintu kejayaan dan kebahagiaan yang abadi. Bagaimana tidak, dengan memperingati hari kelahiran Nabi tercinta Saw, kita akan mengenal kepribadian agungnya dan misi suci yang diperjuangkannya, tentunya pengenalan ini akan melahirkan tekad pada diri kita untuk mengimplementasikan misi tersebut dalam diri dan masyarakat sekitar kita. Dengan mengamalkan ajaran suci Nabi Saw, umat akan mampu melewati berbagai rintangan sehingga mereka berhasil mencapai kejayaan dan kebahagian hakiki yang menjadi tujuan penciptaan manusia itu sendiri.
Memperingati kelahiran Rasulullah Saw bukan hanya selaras dengan fitrah dan naluri manusia sebagai umat yang mencintainya, namun ia juga sejalan dengan tujuan pengutusan para nabi, penurunan kitab suci dan pensyariatan hukum-hukum ilahi. Tidak diragukan, kecintaan yang tertanam pada diri seseorang akan memotifasinya untuk mengagungkan dan mengenang pribadi yang dicintainya. Di saat yang sama, misi ilahi dalam membawa manusia kepada hidayah dan jalan menuju cahaya-Nya, juga tersirat dalam tradisi mulia ini. Para nabi adalah penyampai risalah ilahi kepada manusia, dengan mengenalkan masyarakat kepada pengemban misi suci ini, berati kita telah mendekatkan mereka kepada hidayah yang terkandung di dalamnya.
Dengan demikian, tradisi maulid adalah salah satu bentuk dari upaya menyampaikan misi ilahi yang menjadi tanggung jawab para nabi. Perkara agung yang untuk merealisasikannya, Allah Swt rela mengorbankan para kekasih-Nya dilecehkan bahkan dianiaya oleh para musuh-Nya. Betapa banyak utusan Allah yang mati syahid ditangan umatnya sendiri dikarenakan mereka tidak bersedia meninggalkan misi yang diembannya itu. Semua ini menunjukkan betapa besarnya urgensitas perkara tersebut, sehingga Allah Swt pun menjanjikan imbalan yang sangat besar bagi mereka yang menjalankannya. "Dan barangsiapa menghidupkan satu jiwa, ia bagaikan menghidupkan seluruh jiwa manusia." (QS. al-Maa'idah [5] : 32)
Ulama dan kaum mukmin dengan mencontoh nabi mereka dan berharap ridha ilahi, sepanjang masa selalu berupaya mengisi peran Rasul Saw sebagai perantara hidayah ilahi kepada umat manusia. Berbagai bentuk upaya telah dikerahkan demi terealisasinya tujuan ini, yang salah satunya adalah dengan merayakan hari kelahiran nabi terakhir utusan termulia Tuhan. Oleh karenanya, tradisi maulid tidak bisa dikatagorikan sebagai bidah atau inovasi baru dalam agama, karena ia merupakan variasi dari upaya penyebaran risalah ilahi yang telah diperintahkan sejak diturunkannya Adam as ke muka bumi, bahkan merupakan tujuan utama penciptaannya.
Tidak bisa dibayangkan, bagaimana jika seluruh kaum muslimin meyakini bahwa memperingati kelahiran nabi mereka adalah perbuatan bidah dan ritual yang meyimpang, maka cepat atau lambat berbagai musibah besar akan menimpa mereka. Mereka akan merasa asing dan terjauhkan dari simbol terbesar hidayah ilahi, tidak lagi mengenal serta menyadari akan ajaran suci nan sempurna yang dibawa oleh Nabi Saw, dan pada akhirnya mereka akan terjerumus kepada propaganda besar musuh-musuh Islam sehingga mereka pun akan mengalami keterpurukan yang fatal.
Mengapa perayaan maulid dianggap bidah oleh sebagian kolompok umat Islam? Apakah mereka tidak mengetahui maksud dari bidah yang sebenarnya? Mungkinkah mereka tidak mencintai pribadi yang mereka anggap sebagai nabi pembawa hidayah dan kebahagiaan hakiki bagi diri mereka? Ataukah ada niat tersembunyi di balik pandangan yang sangat kontrafersial ini? Jika perayaan besar ini dianggap bidah hanya lantaran tidak pernah dilakukan oleh para salaf, maka akan banyak sekali tradisi umat Islam yang tergolong bidah. Bukan hanya tahlilan dan doa bersama, tetapi menggunakan pakaian yang kita miliki saat ini untuk melaksanakan shalat juga termaksud bidah. Karena kaum salaf tidak pernah menggunakan pakaian model seperti ini saat melakukan shalat. Dakwah via internet pun termaksud bidah, karena tidak ada satu sejarawan pun yang mengatakan bahwa ada dari salaf yang pernah berdakwah melalui internet. Seorang yang berakal dan bijak, tidak akan melakukan sesuatu yang berdapak besar sebelum ia meneliti dan mengkaji terlebih dahulu. Oleh karenanya, alangkah baiknya jika kelompok yang membidahkan maulid itu terlebih dahulu mempelajari pengertian dari bidah sebelum mereka mengutarakan dan menyakini pandangan berbahaya tersebut.
Bulan Rabuil Awal adalah bulan yang mulia, bulan ini adalah momentum yang sangat tepat bagi kaum muslimin untuk kembali merapatkan barisan mereka. Karena pada bulan inilah telah dilahirkan pribadi mulia yang menjadi panutan seluruh umat Islam di mana pun mereka berada dan apa pun aliran serta mazhab yang dianutnya. Saat ini musuh-musuh Islam dengan segala daya dan dengan berbagai fasilitas yang mereka miliki, semangkin gencar dan agresif dalam memerangi Islam dan kaum muslimin. Di mata mereka tidak ada Sunni dan Syiah, Syafii dan Hanafi, Jakfari atau Zaydi, yang ada di benak mereka, umat Islam adalah satu yang mereka anggap sebagai kaum yang tidak berguna, yang hanya layak diperbudak atau dimusnahkan. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
"Tradisi mauludan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga umat dari berbagai musibah yang mengancam. Tradisi ini bukan hanya akan membangkitkan atau menyuburkan kembali kecintaan mereka kepada nabinya, namun ia berpotensi mengantar mereka kepada pintu kejayaan dan kebahagiaan yang abadi."
Bulan Rabiul Awal salah satu bulan Hijriah yang memiliki khas tersendiri bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Hal ini tidak lain dikarenakan pada bulan ini telah dilahirkan nabi mereka, manusia teragung sepanjang sejarah manusia, manusia yang kelahirannya telah diberitakan puluhan abad sebelumnya dan menjadi kabar gembira yang bersumber dari lisan suci para pembawa risalah ilahi.
Kecintaan dan kesetiaan umat Islam terhadap nabi mereka telah menjadikan mereka beratusias untuk selalu mengenang dan mengabadikan sejarah kehidupannya, mengingat perjuangan dan jasa yang telah diberikannya. Salah satu manifestasi dari tujuan ini, ialah dengan memperingati hari kelahiran manusia pilihan ini.
Dengan memperingati kelahiran nabi yang biasa disebut dengan Mauludan, kaum muslimin berupaya menjaga dan menghidupkan misi serta ajaran yang dibawa nabi mereka, sehingga ajaran ini tetap eksis di tengah masyarakat dan hidup di kalbu umat dari generasi ke generasi. Bayangkan, andaisaja umat Islam enggan mengenang sejarah nabi mereka, maka lambat laun sirah dan ajarannya akan terlupakan. Generasi yang akan datang tidak lagi akan mengenal kepribadian agung nabi terakhir, yang tentunya hal ini akan menjauhkan mereka dari hidayah yang dibawanya.
Saat kaum muslimin tidak mengenal pribadi dan sirah nabi mereka, maka berbagai musibah besar akan datang menimpa. Beragam bidah dan inovasi dalam agama akan bermunculan secara ekstrim tanpa ada yang mampu membendungnya, kejahilan umat akan ajaran nabi mereka menjadikan mereka kehilangan barometer yang dapat membedakan antara ajaran sebenarnya dan yang telah terdistorsi, antara ajaran asli ilahi dan ajaran baru syaitani. Pesan-pesan suci qurani akan kehilangan fungsinya, karena umat tidak lagi memahami dan mengamalkannya. Pilar-pilar kekuatan umat Islam akan runtuh, sehingga bukan hanya dalam ideologi dan iman, namun dalam berbagai ranah baik politik, sosial, ekonomi, budaya, mereka akan mengalami keterpurukan. Agama Ilahi yang sempurna pun akan menjadi bahan cemoohan sebagai imbas dari kondisi memprihatinkan para pemeluknya.
Tradisi mauludan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga umat dari berbagai musibah yang mengancam. Tradisi ini bukan hanya akan membangkitkan atau menyuburkan kembali kecintaan mereka kepada nabinya, namun ia berpotensi mengantar mereka kepada pintu kejayaan dan kebahagiaan yang abadi. Bagaimana tidak, dengan memperingati hari kelahiran Nabi tercinta Saw, kita akan mengenal kepribadian agungnya dan misi suci yang diperjuangkannya, tentunya pengenalan ini akan melahirkan tekad pada diri kita untuk mengimplementasikan misi tersebut dalam diri dan masyarakat sekitar kita. Dengan mengamalkan ajaran suci Nabi Saw, umat akan mampu melewati berbagai rintangan sehingga mereka berhasil mencapai kejayaan dan kebahagian hakiki yang menjadi tujuan penciptaan manusia itu sendiri.
Memperingati kelahiran Rasulullah Saw bukan hanya selaras dengan fitrah dan naluri manusia sebagai umat yang mencintainya, namun ia juga sejalan dengan tujuan pengutusan para nabi, penurunan kitab suci dan pensyariatan hukum-hukum ilahi. Tidak diragukan, kecintaan yang tertanam pada diri seseorang akan memotifasinya untuk mengagungkan dan mengenang pribadi yang dicintainya. Di saat yang sama, misi ilahi dalam membawa manusia kepada hidayah dan jalan menuju cahaya-Nya, juga tersirat dalam tradisi mulia ini. Para nabi adalah penyampai risalah ilahi kepada manusia, dengan mengenalkan masyarakat kepada pengemban misi suci ini, berati kita telah mendekatkan mereka kepada hidayah yang terkandung di dalamnya.
Dengan demikian, tradisi maulid adalah salah satu bentuk dari upaya menyampaikan misi ilahi yang menjadi tanggung jawab para nabi. Perkara agung yang untuk merealisasikannya, Allah Swt rela mengorbankan para kekasih-Nya dilecehkan bahkan dianiaya oleh para musuh-Nya. Betapa banyak utusan Allah yang mati syahid ditangan umatnya sendiri dikarenakan mereka tidak bersedia meninggalkan misi yang diembannya itu. Semua ini menunjukkan betapa besarnya urgensitas perkara tersebut, sehingga Allah Swt pun menjanjikan imbalan yang sangat besar bagi mereka yang menjalankannya. "Dan barangsiapa menghidupkan satu jiwa, ia bagaikan menghidupkan seluruh jiwa manusia." (QS. al-Maa'idah [5] : 32)
Ulama dan kaum mukmin dengan mencontoh nabi mereka dan berharap ridha ilahi, sepanjang masa selalu berupaya mengisi peran Rasul Saw sebagai perantara hidayah ilahi kepada umat manusia. Berbagai bentuk upaya telah dikerahkan demi terealisasinya tujuan ini, yang salah satunya adalah dengan merayakan hari kelahiran nabi terakhir utusan termulia Tuhan. Oleh karenanya, tradisi maulid tidak bisa dikatagorikan sebagai bidah atau inovasi baru dalam agama, karena ia merupakan variasi dari upaya penyebaran risalah ilahi yang telah diperintahkan sejak diturunkannya Adam as ke muka bumi, bahkan merupakan tujuan utama penciptaannya.
Tidak bisa dibayangkan, bagaimana jika seluruh kaum muslimin meyakini bahwa memperingati kelahiran nabi mereka adalah perbuatan bidah dan ritual yang meyimpang, maka cepat atau lambat berbagai musibah besar akan menimpa mereka. Mereka akan merasa asing dan terjauhkan dari simbol terbesar hidayah ilahi, tidak lagi mengenal serta menyadari akan ajaran suci nan sempurna yang dibawa oleh Nabi Saw, dan pada akhirnya mereka akan terjerumus kepada propaganda besar musuh-musuh Islam sehingga mereka pun akan mengalami keterpurukan yang fatal.
Mengapa perayaan maulid dianggap bidah oleh sebagian kolompok umat Islam? Apakah mereka tidak mengetahui maksud dari bidah yang sebenarnya? Mungkinkah mereka tidak mencintai pribadi yang mereka anggap sebagai nabi pembawa hidayah dan kebahagiaan hakiki bagi diri mereka? Ataukah ada niat tersembunyi di balik pandangan yang sangat kontrafersial ini? Jika perayaan besar ini dianggap bidah hanya lantaran tidak pernah dilakukan oleh para salaf, maka akan banyak sekali tradisi umat Islam yang tergolong bidah. Bukan hanya tahlilan dan doa bersama, tetapi menggunakan pakaian yang kita miliki saat ini untuk melaksanakan shalat juga termaksud bidah. Karena kaum salaf tidak pernah menggunakan pakaian model seperti ini saat melakukan shalat. Dakwah via internet pun termaksud bidah, karena tidak ada satu sejarawan pun yang mengatakan bahwa ada dari salaf yang pernah berdakwah melalui internet. Seorang yang berakal dan bijak, tidak akan melakukan sesuatu yang berdapak besar sebelum ia meneliti dan mengkaji terlebih dahulu. Oleh karenanya, alangkah baiknya jika kelompok yang membidahkan maulid itu terlebih dahulu mempelajari pengertian dari bidah sebelum mereka mengutarakan dan menyakini pandangan berbahaya tersebut.
Bulan Rabuil Awal adalah bulan yang mulia, bulan ini adalah momentum yang sangat tepat bagi kaum muslimin untuk kembali merapatkan barisan mereka. Karena pada bulan inilah telah dilahirkan pribadi mulia yang menjadi panutan seluruh umat Islam di mana pun mereka berada dan apa pun aliran serta mazhab yang dianutnya. Saat ini musuh-musuh Islam dengan segala daya dan dengan berbagai fasilitas yang mereka miliki, semangkin gencar dan agresif dalam memerangi Islam dan kaum muslimin. Di mata mereka tidak ada Sunni dan Syiah, Syafii dan Hanafi, Jakfari atau Zaydi, yang ada di benak mereka, umat Islam adalah satu yang mereka anggap sebagai kaum yang tidak berguna, yang hanya layak diperbudak atau dimusnahkan. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
Mengenal Pionir Persatuan dan Strategi Pendekatan Antarmazhab
Nikmat terbesar yang dianugerahkan Allah Swt kepada umat Islam adalah solidaritas, cinta dan persatuan. Karena dalam periode sebelum kedatangan Islam, dunia dikuasai oleh kebodohan dan permusuhan di antara masyarakat. Allah Swt berfirman, "..., dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara ..." (Ali Imran: 103) dan di ayat lain Allah berfirman, "Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana."(Al Anfal: 63)
Berikut ini akan kami bawakan ucapan Syeikh Muhammad Arafah, ulama besar al-Azhar yang mengingatkan pentingnya persatuan umat Islam dengan bersandarkan pada ayat-ayat ilahi. Beliau menyebut ulama dan cendikiawan Islam sangat berpengaruh besar dalam terciptanya perpecahan atau persatuan umat Islam. Ia menulis, "Ulama dan cendikiawan di setiap mazhab punya saham terkait meluasnya perselihan dan perpecahan di antara umat Islam. Terkadang muncul perpecahan akibat ucapan seorang ulama yang dipublikasikan. Dalam membahas isu-isu akidah dan teologi, mereka kadang menggunakan istilah untuk menolak pendapat mazhab lain yang justru menjadi penyebab tersebarnya benih-benih kebencian. Tanpa disadari kebencian ini menyebar ke seluruh masyarakat Islam, seperti yang dapat kita saksikan dewasa ini."
Tapi peran positif ulama dalam mempersatukan dan membangkitkan umat Islam juga sangat besar. Di dekade 50-an di pelbagai negara-negara Islam, banyak cendikiawan dan ulama besar Syiah dan Sunni yang berusaha mendekatkan antarmazhab, termasuk Syeikh Musthafa Abdul Razzaq, Syeikh Abdul Majid Salim dan Mufti Agung Mesir, Syeikh Mahmoud Syaltut dari ulama Ahli Sunnah. Sementara Ayatullah Syeikh Muhammad Husein Kasyif al-Ghita, Sayid Syarafuddin al-Musawi, Ayatullah Boroujerdi, Sayid Hibatullah Syahrastani dari ulama Syiah merupakan pionir gerakan pendekatan antarmazhab.
Dalam satu abad terakhir, para pembaharu di negeri-negeri Islam telah berusaha keras untuk menciptakan persatuan Islam. Yang ada dalam pemikirannya adalah bagaimana membangun benteng kokoh bernama umat Islam yang satu. Bila hal itu tercipta, dengan mudah mereka akan menghadapi imperialisme Barat. Sayid Jamaluddin al-Afghani adalah satu di antara pionir persatuan Islam. Beliau meneriakkan suara persatuan di saat kemuliaan umat Islam terlihat lemah dan dunia Islam berada dalam kemunduran.
Di dekade 1960-an Imam Khomeini ra mengumandangkan seruan persatuan dunia Islam. Dalam pelbagai periode Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini ra senantiasa menyampaikan pentingnya persatuan umat Islam. Penetapan Hari Quds Sedunia di Jumat terakhir bulan Ramadhan dan Pekan Persatuan dari 12 hingga 17 Rabiul Awal merupakan langkah-langkah Imam Khomeini ra untuk mewujudkan persatuan di dunia Islam.
Ayatollah Khamenei, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran demi terciptanya persatuan Islam mengusulkan pendirian Majma Taqrib Madzahib Islami (Forum Pendekatan Antarmazhab Islam). Sekaitan dengan pendirian forum ini beliau berkata, "Republik Islam Iran ada untuk membentuk Majma Taqrib dan menjadi tuan rumah tokoh-tokoh ilmuwan Islam. ... Tujuan dari pendirian Taqrib baina Madzahib Islami untuk mendekatkan pelbagai mazhab Islam di bidang pemikiran. Dengan cara ini diharapkan segala bentuk kesalahpahaman dapat dihilangkan dan pemikiran ekstrim dapat diseimbangkan."
Selama ini umat Islam lupa bahwa mereka memiliki kapasitas luar biasa. Mereka memiliki segala anasir untuk menciptakan persatuan seperti mazhab pemikiran yang realistis, sumber kekayaan alam dan sumber daya manusia yang berlimpah. Kekuatan arogan dunia tahu benar akan kapasitas luar biasa yang dimiliki umat Islam. Oleh karenanya, dengan segala kekuatan yang dimilikinya mereka berusaha merusak unsur utama yang dimiliki umat Islam, yaitu persatuan. Mereka menggunakan segala macam cara untuk merealisasikan tujuan buruknya. Sekalipun demikian, umat Islam masih tetap berusaha menciptakan persatuan. Sekaitan dengan hal ini, fatwa-fatwa ulama dan cendikiawan muslim tentang pentingnya persatuan bermanfaat mencerahkan umat Islam dan dengan cepat mereka berusaha mewujudkannya.
Berikut ini adalah fatwa-fatwa ulama dan cendikiawan Islam yang mengajak umat Islam agar bersatu. Syeikh Mahmoud Syaltut, Mufti Agung al-Azhar mengeluarkan fatwa bersejarah tentang diperbolehkannya mengikuti mazhab Syiah Imamiyah. Dalam fatwanya Syeikh Syaltut mengatakan, "Agama islam tidak memerintahkan umatnya untuk mengikuti mazhab tertentu. Setiap muslim boleh mengikuti mazhab apapun yang benar riwayatnya dan mempunyai kitab fikih khusus. Setiap muslim yang mengikuti mazhab tertentu dapat merujuk ke mazhab lain (mazhab apapun) dan tidak ada masalah. Mazhab Ja'fari yang dikenal sebagai mazhab Syiah Dua Belas Imam adalah mazhab yang secara syariat boleh diikuti seperti mazhab-mazhab Ahli Sunah lainnya."
Kebanyakan ulama besar di masa itu mendukung fatwa bersejarah Syeikh Mahmoud Syaltut itu. Salah satu ulama yang menguatkan fatwa itu adalah Allamah Thabathabai, penulis buku tafsir al-Mizan. Dalam dukungannya beliau menulis, "Menurut akal dan logika, tidak ada keraguan dalam menerima dan memprioritaskan persatuan atau pendekatan Islam. Atas dasar ini, pengikut Syiah di masa periode awal Islam tidak menjauh dari barisan mayoritas, bahkan membantu kemajuan Islam dan urusan umat Islam di masa itu. Para marji Syiah mendukung pemikiran pendekatan mazhab-mazhab Islam dengan alasan seperti ini. Syeikh al-Azhar menjelaskan hakikat ini secara transparan dan menunjukkan kepada dunia akan persatuan Syiah dan Sunni."
Ayatollah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengeluarkan fatwa haram menghina isteri Nabi Muhammad Saw dan segala hal yang disucikan oleh pengikut Ahli Sunnah. Ketika fatwa ini dikeluarkan oleh beliau, dunia Islam menyambutnya dengan suka cita. Saat dimintai fatwa oleh ulama dan cendikiawan Syiah Arab Saudi, beliau menyatakan, "Menghina simbol-simbol saudara Ahli Sunnah, termasuk menuduh isteri Nabi Muhammad Saw adalah haram. Masalah ini mencakup seluruh nabi, khususnya penghulu para nabi, Muhammad Saw."
Ayatollah Vahid Khorasani, Marji Syiah dalam masalah persatuan Islam menulis, "Siapa saja yang bersaksi akan keesaan Allah dan risalah Nabi Muhammad Saw adalah muslim. Jiwa, kehormatan dan hartanya terhormat sama seperti jiwa, kehormatan dan harta seseorang yang mengikuti mazhab Ja'fari. Kewajiban kalian adalah memperlakukan baik setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadah. Bila salah satu dari mereka sakit, maka kalian hendaknya pergi menjenguknya dan bila meninggal dunia, maka hadir dalam upacara berkabungnya. Bila ia membutuhkan sesuatu, maka hendaknya kalian menolongnya.
Kalian harus berserah diri dalam hukum-hukum Allah. Karena Allah dalam surat al-Maidah ayat 8 berfirman, "...Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa..." Begitu juga dalam surat an-Nisa' ayat 94 Allah Swt berfirman, "... Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin"." (IRIB Indonesia)
Persatuan dan Revolusi Islam
Kemunculan Revolusi Islam di era modern menebarkan aroma baru di dunia politik kontemporer. Sebagaimana zaman Rasulullah, salah satu faktor utama dalam kemenangan revolusi Islam adalah persatuan. Imam Khomeini salah satu simbol persatuan yang paling berhasil dan terbesar di era kekinian.
Dunia dewasa ini mengalami krisis nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan. Dunia material membutuhkan kebangkitan baru di bidang kemanusiaan dan kesadaran. Kini kebangkitan yang dicanangkan Rasulullah Saw menebarkan pesan pembuka bagi terwujudnya keadilan, keamanan dan moral. Sejatinya, karakteristik agama menghantarkan manusia menuju dunia yang dipenuhi spiritualitas dan keadilan.
Pesan pencerahan dari Revolusi Islam yang dibangun oleh Rasulullah Saw membawa manusia menuju taman kebajikan nan abadi. Agama Islam merupakan hadiah paling berharga sebagai hasil perjuangan Rasulullah selama 23 tahun. Agama yang holistik dan komprehensif itu tidak mengajak satu bangsa tertentu saja, tapi menyerukan persatuan Islam yang tanpa mengenal batasan suku, bangsa maupun warna kulit, dan termasuk di dalamnya aspek politik dan sosial. Dalam Islam, Rasulullah mempersembahkan persatuan dan persaudaraan dalam kerangka iman kepada Allah swt.
Rasulullah pada periode awal memasuki Madinah mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar dalam sebuah persaudaraan Islam. Persatuan ini berhasil mematahkan fanatisme tribal serta diskriminasi etnis, dan menggantinya dengan persaudaraan sejati.
Rasulullah yang berpegang pada Al-Quran, menyerukan umat Islam untuk bersatu di bawah ikatan agama Allah, dan menghindari perpecahan umat. Kaum muslimpun mematuhi seruan Rasulullah tersebut dan mengamalkan perintahnya.
Kebangkitan Revolusi Islam di era modern menebarkan aroma persatuan dan kehagiaan bagi manusia. Pada periode Rasulullah Saw, persatuan kalimat merupakan faktor penting bagi kemenangan revolusi. Di era kontemporer, sejarah mencatat Imam Khomeini sebagai salah seorang penyeru persatuan yang terbesar dan terbaik. Beliau bukan hanya tokoh politik yang piawai, namun juga menguasai berbagai displin ilmu dari irfan, fikih hingga filsafat.
Imam Khomeini meyakini hukum dan ajaran Islam sebagai kumpulan undang-undang dan aturan ilahi yang diturunkan untuk membimbing manusia dalam kehidupan. Karena itu, ajaran ini menjamin kebahagiaan umat manusia.
Di mata bapak revolusi Islam Iran, Islam sudah mengatur semua hal termasuk hubungan manusia dengan keluarga, sanak famili, tetangga, kewarganegaran, pernikahan, aturan perang dan perdamaian, perdagangan, pembangunan, industri, pertanian, dan semua hal yang menyangkut kehidupan. Imam Khomeini menyatakan bahwa ajaran Islam memiliki target dan cita-cita yang sangat agung. Seluruh ajaran Islam dimaksudkan untuk membentuk manusia yang sempurna dan mulia.
Imam Khomeini menilai Revolusi Islam sebagai model berpengaruh yang lahir dari rahim persatuan. Beliau mengatakan, "Semua bangsa dunia, menyaksikan kekuatan bangsa Iran sebagai pengaruh dari persatuan kalimat. Lihatlah keimanan rakyat Iran, bagaimana mereka dengan tangan kosong berhasil menggulingkan monarki berusia 2500 tahun, padahal seluruh negara seperti AS mendukungnya."
Salah satu faktor penyulut lahirnya Revolusi Islam adalah gencarnya serangan budaya Barat yang dipromosikan rezim Pahlevi yang mengancam keyakinan agama masyarakat. Padahal, tercatat 98 persen warga Iran beragama Islam dan keyakinan Islam telah mengakar dalam hati dan jiwa mereka. Tak mengherankan jika serangan Rezim Pahlevi terhadap agama Islam memicu penentangan rakyat.
Berkat persatuan bangsa yang berpijak dari keyakinan keagamaan, rakyat Iran berhasil menggulingkan rezim monarki Pahlevi dan kemudian melahirkan revolusi Islam.
Imam Khomeini sebagai penerus ajaran Rasulullah Saw menegaskan urgensi persatuan dan solidaritas bangsa. Beliau berkeyakinan bahwa persatuan Syiah dan Sunni menjadi faktor penyebab kemuliaan muslim di dunia.
Senada dengan pandangan Imam Khomeini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei menyebut upaya menebar perselisihan antara Syiah dan Sunni baik di Dunia Islam, maupun di dalam wilayah Iran sebagai agenda strategis musuh saat ini. Rahbar menegaskan, "Kita umat Islam, baik Syiah maupun Sunni, memiliki banyak kesamaan dalam agama dan akidah. Kita juga mempunyai banyak kepentingan yang sama. Akan tetapi musuh berusaha mengecilkan persamaan-persamaan yang ada untuk mewujudkan target hegemoni mereka."
Di bagian lain, Rahbar menyatakan bahwa solidaritas yang kuat antara Syiah dan Sunni di Iran ibarat pukulan telak bagi para konspirator. Beliau menandaskan, kelestarian hubungan yang akrab dan bersaudara ini membawa pesan kepada musuh bahwa Iran bukan tempat untuk menebar perselisihan. Sama seperti sebelumnya, persatuan rakyat dan pejabat Iran baik saat ini maupun di masa mendatang, menyebabkan negara ini tak akan mundur menghadapi siapapun dan tekanan apapun.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut perlawanan dan muqamawa yang kontinyu dan sadar sebagai solusi tunggal untuk menggagalkan aksi musuh-musuh Islam dan umat Islam. Kepada umat Islam beliau mengatakan, "Tegarlah menghadapi musuh seperti ketegaran bangsa Iran. Sebab, jika tidak, musuh akan semakin berani. Setelah berhasil memecah-belah antara Syiah dan Sunni mereka akan mencerai-beraikan antara kelompok-kelompok di tubuh Sunni sendiri."
Iran pasca kemenangan Republik Islam menghadapi berbagai konspirasi adidaya global. Berbagai cara dilakukan kekuatan arogan untuk melemahkan Revolusi Islam Iran. Namun semua itu kandas, dan Iran kian hari semakin kuat dan mandiri berkat persatuan bangsa. (IRIB Indonesia)
Persatuan dan Solidaritas Islam dalam Nahjul Balaghah
Lembaran sejarah Islam menunjukkan bahwa tiada satu faktor pun melebihi persatuan dan solidaritas yang dapat memformat kekuatan dan kemajuan bangsa. Dari sisi lain, perselisihan dan perpecahan adalah faktor terbesar yang senantiasa mencegah turunnya kebaikan dan rahmat Ilahi; sebagaimana yang disabdakan oleh Imam Ali as: "Sesungguhnya Allah Swt tidak pernah memberikan kebaikan kepada (sebuah bangsa) yang terdahulu dan akan datang dengan (adanya) perpecahan[1]."
Dari sinilah artikel ini berusaha mengkaji tema persatuan Islam dari sisi teoritis dan praktis; yang mana pada permulaan membahas urgensitas solidaritas Islam menurut akal dan dengan menyebutkan sebuah contoh komprehensif menunjukkan bahwa persatuan, disamping sebuah kewajiban dan keharusan tekstual juga sebuah rinsip dan urgensitas rasional. Keuntungan-keuntungan persatuan adalah bagian penting lain yang dijelaskan oleh Imam Ali as melalui pendekatan akal, teks dan pengalaman.
Selanjutnya, tulisan ini menyinggung tantangan dan halangan yang menghadang persatuan religius yang diringkas dalam dua bagian halangan-halangan eksternal dan internal dengan menjelaskan contoh satu persatu.
Persatuan dan solidaritas, urgensitas rasional
Melihat sekilas kepada persatuan dan solidaritas masyarakat dan sistem-sistem yang tidak meyakini kausa prima dan hari akhir dan membatasi seluruh eksistensi hanya terbatas pada alam materi, akan membawa kita kepada sebuah hakekat bahwa permasalahan solidaritas dan persatuan pada tingkat pertama adalah sebuah kebutuhan alamiah dan keharusan rasional yang akan menjamin kepentingan-kepentingan umum dan masyarakat; artinya permasalahan persatuan bukan hanya sebuah kewajiban tekstual dan syareat bagi pemeluk agama, akan tetapi juga sebuah urgensitas rasional bagi semua orang; dengan kata lain, kondisi-kondisi tertentu menuntut dua kaum yang bahkan saling bermusuhan untuk bersatu dalam menghadapi sebuah bahaya dan ancaman yang mengarah kepada mereka. Rasio menyebut aksi ini sebagai penjagaan eksistensi dalam berhadapan dengan sebuah ancaman yang satu.
Sebagai contoh kita lihat dua kaum yang sejak lama saling bermusuhan dan tidak memiliki titik temu dalam satu prinsip pun. Apabila sebuah banjir besar mengancam wilayah mereka dan memerlukan untuk membangun sebuah bendungan kokoh yang sebagian bahannya berada di tangan satu kaum dan bahan lain di tangan kaum lainnya dan membutuhkan tenaga insani dari kedua kaum tersebut, apakah urgensitas rasional tidak mengharuskan kedua kaum ini mengumpulkan bahan-bahan dan tenaga insani dan mulai membuat bendungan?!
Pada dasarnya menjaga eksistensi yang di dalam kehidupan manusia mengarah kepada format dan relasi kolektif, terkadang untuk mengusir ancaman dari kehidupan, mempersatukan dua atau beberapa orang yang adil dan memiliki keutamaan, dan juga orang-orang jahat yang apabila bahaya tidak mengancam maka mereka akan saling memangsa; seperti kerjasama singa dengan kijang dan kucing dengan tikus untuk mengusir musuh; sebagaimana juga untuk memperoleh keuntungan, bisa saja terjadi berjuta-juta orang dengan berbagai keinginan dan target yang berbeda bahkan bertentangan saling bekerjasama[2].
Dalam sirah (sejarah kehidupan) Nabi Muhammad Saw dapat disaksikan bahwa beliau Saw mengadakan perjanjian difensif dan keamanan bersama dengan tujuan menjaga keuntungan-keuntungan dan norma-norma bersama dengan kaum Yahudi yang tinggal di Madinah (kabilah-kabilah Bani Nadhir, Bani Quraidhah, Bani Qainuqa' dan kelompok-kelompok lain Yahudi) sehingga wilayah Islam lebih banyak terjaga dari ancaman-ancaman luar dan kemungkinan bahaya lain dari pada sebelumnya.
Dalam surat perjanjian ini –yang dapat dianggap sebagai sebuah langkah politik rasional untuk memformat umat yang satu dari para pemeluk agama-agama- terlihat beberapa butir yang menarik dan layak untuk diperhatikan. Di antara isinya dapat kita saksikan butir-butir sebagai berikut:
1- Mempertahankan Madinah bersama-sama oleh kaum Yahudi dan kaum Muslimin;
2- Partisipasi kedua belah pihak dalam biaya-biaya peperangan yang mungkin terjadi;
3- Kesatuan kaum Muslimin dan kaum Yahudi;
4- Dilarang menzalimi hak pihak yang menerima perjanjian dan keharusan membantu pihak yang teraniaya;
5- Berlaku baik kepada pihak-pihak yang bersangkutan;
6- Larangan kerjasama pihak Yahudi dengan musuh-musuh Nabi Saw melalui penyerahan senjata dan kendaraan[3].
Poin penting dan layak untuk diperhatikan dalam surat perjanjian ini adalah bahwa Nabi Muhammad Saw membuat perjanjian persatuan dan persahabatan dengan kaum Yahudi yang tidak memiliki titik persamaan dari sisi kitab, nabi dan fikih dengan kita, bahkan titik perbedaan mereka dengan kaum Muslimin sangat banyak; akan tetapi dengan demikian perjanjian ini disepakati; dari sini tidak lagi ada keraguan bahwa tuntutan Nabi Saw pertama kali dari dunia Islam sekarang adalah realisasi prisma persatuan Islami dan kerukunan di atas berbagai prinsip dan dasar yang dimiliki oleh aliran-aliran Islam sebagai nikmat; bahkan dapat dikatakan: Berdasarkan sirah Nabi Saw kaum Muslimin, disamping persatuan di antara mereka sendiri juga harus menjalin kesepakatan persahabatan dan persatuan dengan agama-agama tauhidi lain sehingga dapat menjaga nilai-nilai kultural dan keuntungan-keuntungan ekonomi mereka di hadapan musuh-musuh agama dan keadila.
Dengan kata lain, kita harus berusaha keras dalam dua medan persatuan: pertama di antara kaum Muslimin yang berjumlah lebih dari satu miliar jiwa sebagai umat Islam dalam satu barisan dan yang kedua setelah memperoleh persatuan Islami, kita harus melangkah lebih jauh, untuk menjamin persatuan kaum muwahhid dunia sehingga seluruh kaum Muslimin bersatu dengan seluruh orang yang memiliki kitab samawi agar dapat melawan kaum mulhid internasional; karena keyakinan ketiadaan Tuhan, pengingkaran alam supranatural, pembatasan keberadaan pada materi, pengingkaran wahyu, risalah, kiamat, hari kebangkitan, kenabian, mukjizat dan seluruh hal-hal ghaib membawa dampak pahit dan tragedi mengenaskan yang tidak dapat dihindari; oleh karena itu Allah Swt disamping menyeru kaum Muslimin juga para muwahhid seluruh dunia untuk bersatu: "Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun." (QS. Ali Imran [3]: 64) [4]
Keuntungan-keuntungan persatuan Islami
Di dalam khutbah Qashi'ah (khutbah 234 Nahjul Balaghah), Imam Ali as menjelaskan keuntungan-keuntungan persatuan Islam dan kerugian-kerugian perpecahan dan perselisihan secara komprehensif. Karena esensi dan susunan khutbah ini berdasarkan celaan terhadap kesombongan dan egois dan ajakan untuk bertawadlu', maka kesombongan, fanatik dan egois dapat dianggap salah satu faktor urgen dalam perpecahan dan perselisihan.
Dengan mengajak orang lain untuk memikirkan dan merenungkan keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi umat-umat terdahulu, Imam Ali as menginginkan dari mereka untuk memikirkan dengan baik faktor-faktor pencipta kebaikan dan keburukan orang-orang terdahulu. Dalam lanjutan khutbah, beliau as menyebutkan sebagian sebab dan akibat hal tersebut:
"Apabila kalian memikirkan kondisi-kondisi orang-orang terdahulu, maka berpegang teguhlah kalian kepada hal-hal yang menjadi sebab kemuliaan mereka, bagaimana mengalahkan musuh-musuh, menyambut afiat dan kenikmatan, menggandeng kemuliaan dan kehormatan; di antara sebab-sebab keberhasilan ini adalah menjauhi perpecahan dan perselisihan dan berpegang teguh kepada kasih sayang, persatuan, motifasi dan saling memesankan akan hal tersebut[5]."
Dalam lanjutan khutbah, Imam Ali as memperingatkan bahaya perpecahan:
"Jauhilah segala hal yang dapat meretakkan tulang punggung masyarakat dan melemahkan potensi dan kekuatannya; di antaranya adalah dendam dan permusuhan hati serta ketiadaan saling mendukung dan menolong di antara sesama[6]."
Dengan kata lain, Imam Ali as ingin menegaskan: Jauhilah perpecahan dan dendam yang dapat mengguncang landasan dan dasar setiap umat.
Selanjutnya Imam Ali as membahas perbandingan dua periode kehinaan dan kemuliaan kaum-kaum terdahulu, menggambarkan sebagian alamat-alamatnya dan mengingatkan kembali urgensitas dan kepentingan hal tersebut.
Sebagian dari pesan-pesan dan poin-poin penting khutbah di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1- Keistimewaan suatu umat yang ideal dan teladan adalah berkumpul dalam titik-titik temu atau persamaan, membentuk sebuah kerukunan dalam keputusan dan sehati atau sejalan dari segi intern.
2- Keistimewaan lain suatu umat yang berwibawa adalah kekuatan, kemampuan dan potensi defensif dan militer digunakan untuk saling membantu sesama, bukan untuk saling berhadapan; pada hakekatnya untuk menjaga eksistensi pemerintahan-pemerintahan Islami sangat membutuhkan untuk mengumpulkan kemampuan dan potensinya sehingga dapat membutakan mata tamak negara-negara penindas dan musuh-musuh Islam.
3- Berpandangan dalam dan perpikiran ke depan adalah salah satu faktor keberhasilan sebuah masyarakat insani yang satu. Fungsi urgen faktor dasar ini mencegah kelompok-kelompok dan mazhab-mazhab Islam untuk tidak berpikiran polos, berpandangan dangkal, fanatik dan kaku.
4- Mungkin saja persatuan dan solidaritas tidak dapat terwujud dalam hal-hal parsial (sebagaimana dapat disaksikan dalam kelompok-kelompok intern Syi'ah dan Ahlu Sunnah), akan tetapi hal urgen ini harus dapat direalisasikan dalam hal-hal universal dan keputusan-keputusan umum yang diekspresikan oleh Imam Ali as dengan "al-‘azaaim waahidah" (tekad-tekad yang satu).
5- Apabila setiap umat dapat mewujudkan hal-hal di atas dengan menyingkirkan perbedaan-perbedaan dan berkumpul dalam titik temu (hal-hal yang sama), maka otomatis akan dapat menduniakan kultur dan powernya; dan apabila umat ini mengikuti kultur al-Qur'an, maka pada akhirnya hukum-hukum, akidah-akidah dan akhlak Qur'ani akan menguasai seluruh dunia; tidak seperti saat ini ketika mayoritas penduduk dunia berada dalam cengkeraman kesyirikan, kekafiran dan penyembahan berhala dan sebagian dunia Islam tertawan oleh kehinaan dan kerendahan.
6- Dari sisi lain, apabila suatu umat mengalami perpecahan, perselisihan dan pertikaian antar kelompok dan mazhab, maka Allah Swt akan membuka pakaian kemuliaan dari mereka dan akan mengambil berbagai kenikmatan yang telah diberikan kepada mereka.
Ibnu Maitsam di akhir bagian khutbah Alawi ini menyatakan: "Mereka adalah orang-orang (umat-umat) yang Imam Ali perintahkan untuk mengambil pelajaran dari keadaan-keadaan mereka, bukan umat tertentu, bahkan mencakup setiap umat; karena apabila setiap umat bergandengan tangan dan saling membantu satu sama lain, maka hal ini akan menjadi sebab kemuliaan keadaan mereka dan dapat mengusir musuh-musuh dan setiap kaum yang mengalami perpecahan maka akan berakhir dengan kehinaan dan hegemoni musuh-musuh[7]."
Ibnu Maitsam meyakini ucapan-ucapan Imam Ali as tersebut sebagai tidak terbatas kepada suatu kaum tertentu, akan tetapi mengatakan permasalahan ini dapat terjadi pada setiap waktu dalam sejarah untuk setiap umat.
Ketika Khalifah Umar bin Khattab ingin bermusyawarah dan meminta petunjuk dari Imam Ali as mengenai permasalahan-permasalahan militer dan keamanan, Imam Ali as di tengah wasiat-wasiat beliau as kepada Khalifah Umar mengingatkan bahwa kemuliaan dan jumlah besar kaum Muslimin berasal dari agama Islam, persatuan dan kebersamaan mereka;[8] artinya persatuan dan kebersamaan disebutkan sebagai salah satu dari dua faktor keberhasilan dan kemuliaan. Atau apa yang terdapat di dalam surat Imam Ali as kepada penduduk Mesir menyebutkan sebab-sebab partisipasi dan kerjasama Imam as dengan para Khalifah –yang menjadi penyebab persatuan dan kebersamaan umat Islam itu sendiri-, bahaya penyelewengan umat, huruhara kaum murtad dan pemberantasan agama Nabi Muhammad Saw; dan dengan tegas Imam Ali as menyatakan: Apabila tidak mencegah kondisi perpecahan dan perselisihan, maka sebuah hantaman akan mengenai Islam yang tidak ada satu musibah pun lebih besar dari hal itu[9].
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, secara global sebagian keuntungan persatuan Islami dapat disebutkan sebagai berikut:
1- Kemuliaan Islam dan negara;
2- Kewibawaan Islam dan negara dan selanjutnya kemakmuran dan power ekonomi;
3- Keamanan negara;
4- Perluasan dan penyebaran kultural di dunia;
5- Mencari keafiatan, rahmat dan nikmat Ilahi;
6- Menciptakan suasana kasih sayang, kebersamaan dan efektifitas;
7- Memperkokoh pondasi-pondasi agama;
8- Menjaga ancaman-ancaman internal dan eksternal. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
________________
Sumber: Balaghah.net
[1] Nahjul Balaghah, khutbah 176.
[2] Ja'fari, Muhammad Taqi, Wahdat-e ‘Ali-ye Insani (Persatuan Tinggi Insani), Penyusun dan peringkas Muhammad Ridlo Jawadi, Teheran, Daftar-e Nasyr-e Farhang-ge Islami, 1380 Syamsi, hal 30
[3] Majlisi, Muhammad Baqir, Biharul Anwar, Beirut, Muassasah Al-Wafa', 1404 Qamari, jilid 19, hal 10; Ibnu Katsir Demesyqi, Ismail, Al-Bidayah Wa An-Nihayah, Beirut, Dar Ihya' At-Turats Al-Arabi, 1408, jilid 3, hal 273.
[4] Javadi Amuli, Abdullah, Wahdat Jawami' Dar Nahjul Balaghah (Persatuan Sosial dalam Nahjul Balaghah), Pengumpul dan penyusun Said Band Ali, Qom, Isra', 1380 Syamsi, hal 73
[5] Khutbah 234.
[6] Ibid
[7] Ibnu Maitsam Bahrani, Maitsam bin Ali, Syarh Nahjul Balaghah, Teheran, Percetakan Khadamaat Chaapi, 1404, jilid 4, hal 295.
[8] Khutbah 146.
[9] Nahjul Balaghah, surat 62.
Dari sinilah artikel ini berusaha mengkaji tema persatuan Islam dari sisi teoritis dan praktis; yang mana pada permulaan membahas urgensitas solidaritas Islam menurut akal dan dengan menyebutkan sebuah contoh komprehensif menunjukkan bahwa persatuan, disamping sebuah kewajiban dan keharusan tekstual juga sebuah rinsip dan urgensitas rasional. Keuntungan-keuntungan persatuan adalah bagian penting lain yang dijelaskan oleh Imam Ali as melalui pendekatan akal, teks dan pengalaman.
Selanjutnya, tulisan ini menyinggung tantangan dan halangan yang menghadang persatuan religius yang diringkas dalam dua bagian halangan-halangan eksternal dan internal dengan menjelaskan contoh satu persatu.
Persatuan dan solidaritas, urgensitas rasional
Melihat sekilas kepada persatuan dan solidaritas masyarakat dan sistem-sistem yang tidak meyakini kausa prima dan hari akhir dan membatasi seluruh eksistensi hanya terbatas pada alam materi, akan membawa kita kepada sebuah hakekat bahwa permasalahan solidaritas dan persatuan pada tingkat pertama adalah sebuah kebutuhan alamiah dan keharusan rasional yang akan menjamin kepentingan-kepentingan umum dan masyarakat; artinya permasalahan persatuan bukan hanya sebuah kewajiban tekstual dan syareat bagi pemeluk agama, akan tetapi juga sebuah urgensitas rasional bagi semua orang; dengan kata lain, kondisi-kondisi tertentu menuntut dua kaum yang bahkan saling bermusuhan untuk bersatu dalam menghadapi sebuah bahaya dan ancaman yang mengarah kepada mereka. Rasio menyebut aksi ini sebagai penjagaan eksistensi dalam berhadapan dengan sebuah ancaman yang satu.
Sebagai contoh kita lihat dua kaum yang sejak lama saling bermusuhan dan tidak memiliki titik temu dalam satu prinsip pun. Apabila sebuah banjir besar mengancam wilayah mereka dan memerlukan untuk membangun sebuah bendungan kokoh yang sebagian bahannya berada di tangan satu kaum dan bahan lain di tangan kaum lainnya dan membutuhkan tenaga insani dari kedua kaum tersebut, apakah urgensitas rasional tidak mengharuskan kedua kaum ini mengumpulkan bahan-bahan dan tenaga insani dan mulai membuat bendungan?!
Pada dasarnya menjaga eksistensi yang di dalam kehidupan manusia mengarah kepada format dan relasi kolektif, terkadang untuk mengusir ancaman dari kehidupan, mempersatukan dua atau beberapa orang yang adil dan memiliki keutamaan, dan juga orang-orang jahat yang apabila bahaya tidak mengancam maka mereka akan saling memangsa; seperti kerjasama singa dengan kijang dan kucing dengan tikus untuk mengusir musuh; sebagaimana juga untuk memperoleh keuntungan, bisa saja terjadi berjuta-juta orang dengan berbagai keinginan dan target yang berbeda bahkan bertentangan saling bekerjasama[2].
Dalam sirah (sejarah kehidupan) Nabi Muhammad Saw dapat disaksikan bahwa beliau Saw mengadakan perjanjian difensif dan keamanan bersama dengan tujuan menjaga keuntungan-keuntungan dan norma-norma bersama dengan kaum Yahudi yang tinggal di Madinah (kabilah-kabilah Bani Nadhir, Bani Quraidhah, Bani Qainuqa' dan kelompok-kelompok lain Yahudi) sehingga wilayah Islam lebih banyak terjaga dari ancaman-ancaman luar dan kemungkinan bahaya lain dari pada sebelumnya.
Dalam surat perjanjian ini –yang dapat dianggap sebagai sebuah langkah politik rasional untuk memformat umat yang satu dari para pemeluk agama-agama- terlihat beberapa butir yang menarik dan layak untuk diperhatikan. Di antara isinya dapat kita saksikan butir-butir sebagai berikut:
1- Mempertahankan Madinah bersama-sama oleh kaum Yahudi dan kaum Muslimin;
2- Partisipasi kedua belah pihak dalam biaya-biaya peperangan yang mungkin terjadi;
3- Kesatuan kaum Muslimin dan kaum Yahudi;
4- Dilarang menzalimi hak pihak yang menerima perjanjian dan keharusan membantu pihak yang teraniaya;
5- Berlaku baik kepada pihak-pihak yang bersangkutan;
6- Larangan kerjasama pihak Yahudi dengan musuh-musuh Nabi Saw melalui penyerahan senjata dan kendaraan[3].
Poin penting dan layak untuk diperhatikan dalam surat perjanjian ini adalah bahwa Nabi Muhammad Saw membuat perjanjian persatuan dan persahabatan dengan kaum Yahudi yang tidak memiliki titik persamaan dari sisi kitab, nabi dan fikih dengan kita, bahkan titik perbedaan mereka dengan kaum Muslimin sangat banyak; akan tetapi dengan demikian perjanjian ini disepakati; dari sini tidak lagi ada keraguan bahwa tuntutan Nabi Saw pertama kali dari dunia Islam sekarang adalah realisasi prisma persatuan Islami dan kerukunan di atas berbagai prinsip dan dasar yang dimiliki oleh aliran-aliran Islam sebagai nikmat; bahkan dapat dikatakan: Berdasarkan sirah Nabi Saw kaum Muslimin, disamping persatuan di antara mereka sendiri juga harus menjalin kesepakatan persahabatan dan persatuan dengan agama-agama tauhidi lain sehingga dapat menjaga nilai-nilai kultural dan keuntungan-keuntungan ekonomi mereka di hadapan musuh-musuh agama dan keadila.
Dengan kata lain, kita harus berusaha keras dalam dua medan persatuan: pertama di antara kaum Muslimin yang berjumlah lebih dari satu miliar jiwa sebagai umat Islam dalam satu barisan dan yang kedua setelah memperoleh persatuan Islami, kita harus melangkah lebih jauh, untuk menjamin persatuan kaum muwahhid dunia sehingga seluruh kaum Muslimin bersatu dengan seluruh orang yang memiliki kitab samawi agar dapat melawan kaum mulhid internasional; karena keyakinan ketiadaan Tuhan, pengingkaran alam supranatural, pembatasan keberadaan pada materi, pengingkaran wahyu, risalah, kiamat, hari kebangkitan, kenabian, mukjizat dan seluruh hal-hal ghaib membawa dampak pahit dan tragedi mengenaskan yang tidak dapat dihindari; oleh karena itu Allah Swt disamping menyeru kaum Muslimin juga para muwahhid seluruh dunia untuk bersatu: "Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun." (QS. Ali Imran [3]: 64) [4]
Keuntungan-keuntungan persatuan Islami
Di dalam khutbah Qashi'ah (khutbah 234 Nahjul Balaghah), Imam Ali as menjelaskan keuntungan-keuntungan persatuan Islam dan kerugian-kerugian perpecahan dan perselisihan secara komprehensif. Karena esensi dan susunan khutbah ini berdasarkan celaan terhadap kesombongan dan egois dan ajakan untuk bertawadlu', maka kesombongan, fanatik dan egois dapat dianggap salah satu faktor urgen dalam perpecahan dan perselisihan.
Dengan mengajak orang lain untuk memikirkan dan merenungkan keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi umat-umat terdahulu, Imam Ali as menginginkan dari mereka untuk memikirkan dengan baik faktor-faktor pencipta kebaikan dan keburukan orang-orang terdahulu. Dalam lanjutan khutbah, beliau as menyebutkan sebagian sebab dan akibat hal tersebut:
"Apabila kalian memikirkan kondisi-kondisi orang-orang terdahulu, maka berpegang teguhlah kalian kepada hal-hal yang menjadi sebab kemuliaan mereka, bagaimana mengalahkan musuh-musuh, menyambut afiat dan kenikmatan, menggandeng kemuliaan dan kehormatan; di antara sebab-sebab keberhasilan ini adalah menjauhi perpecahan dan perselisihan dan berpegang teguh kepada kasih sayang, persatuan, motifasi dan saling memesankan akan hal tersebut[5]."
Dalam lanjutan khutbah, Imam Ali as memperingatkan bahaya perpecahan:
"Jauhilah segala hal yang dapat meretakkan tulang punggung masyarakat dan melemahkan potensi dan kekuatannya; di antaranya adalah dendam dan permusuhan hati serta ketiadaan saling mendukung dan menolong di antara sesama[6]."
Dengan kata lain, Imam Ali as ingin menegaskan: Jauhilah perpecahan dan dendam yang dapat mengguncang landasan dan dasar setiap umat.
Selanjutnya Imam Ali as membahas perbandingan dua periode kehinaan dan kemuliaan kaum-kaum terdahulu, menggambarkan sebagian alamat-alamatnya dan mengingatkan kembali urgensitas dan kepentingan hal tersebut.
Sebagian dari pesan-pesan dan poin-poin penting khutbah di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1- Keistimewaan suatu umat yang ideal dan teladan adalah berkumpul dalam titik-titik temu atau persamaan, membentuk sebuah kerukunan dalam keputusan dan sehati atau sejalan dari segi intern.
2- Keistimewaan lain suatu umat yang berwibawa adalah kekuatan, kemampuan dan potensi defensif dan militer digunakan untuk saling membantu sesama, bukan untuk saling berhadapan; pada hakekatnya untuk menjaga eksistensi pemerintahan-pemerintahan Islami sangat membutuhkan untuk mengumpulkan kemampuan dan potensinya sehingga dapat membutakan mata tamak negara-negara penindas dan musuh-musuh Islam.
3- Berpandangan dalam dan perpikiran ke depan adalah salah satu faktor keberhasilan sebuah masyarakat insani yang satu. Fungsi urgen faktor dasar ini mencegah kelompok-kelompok dan mazhab-mazhab Islam untuk tidak berpikiran polos, berpandangan dangkal, fanatik dan kaku.
4- Mungkin saja persatuan dan solidaritas tidak dapat terwujud dalam hal-hal parsial (sebagaimana dapat disaksikan dalam kelompok-kelompok intern Syi'ah dan Ahlu Sunnah), akan tetapi hal urgen ini harus dapat direalisasikan dalam hal-hal universal dan keputusan-keputusan umum yang diekspresikan oleh Imam Ali as dengan "al-‘azaaim waahidah" (tekad-tekad yang satu).
5- Apabila setiap umat dapat mewujudkan hal-hal di atas dengan menyingkirkan perbedaan-perbedaan dan berkumpul dalam titik temu (hal-hal yang sama), maka otomatis akan dapat menduniakan kultur dan powernya; dan apabila umat ini mengikuti kultur al-Qur'an, maka pada akhirnya hukum-hukum, akidah-akidah dan akhlak Qur'ani akan menguasai seluruh dunia; tidak seperti saat ini ketika mayoritas penduduk dunia berada dalam cengkeraman kesyirikan, kekafiran dan penyembahan berhala dan sebagian dunia Islam tertawan oleh kehinaan dan kerendahan.
6- Dari sisi lain, apabila suatu umat mengalami perpecahan, perselisihan dan pertikaian antar kelompok dan mazhab, maka Allah Swt akan membuka pakaian kemuliaan dari mereka dan akan mengambil berbagai kenikmatan yang telah diberikan kepada mereka.
Ibnu Maitsam di akhir bagian khutbah Alawi ini menyatakan: "Mereka adalah orang-orang (umat-umat) yang Imam Ali perintahkan untuk mengambil pelajaran dari keadaan-keadaan mereka, bukan umat tertentu, bahkan mencakup setiap umat; karena apabila setiap umat bergandengan tangan dan saling membantu satu sama lain, maka hal ini akan menjadi sebab kemuliaan keadaan mereka dan dapat mengusir musuh-musuh dan setiap kaum yang mengalami perpecahan maka akan berakhir dengan kehinaan dan hegemoni musuh-musuh[7]."
Ibnu Maitsam meyakini ucapan-ucapan Imam Ali as tersebut sebagai tidak terbatas kepada suatu kaum tertentu, akan tetapi mengatakan permasalahan ini dapat terjadi pada setiap waktu dalam sejarah untuk setiap umat.
Ketika Khalifah Umar bin Khattab ingin bermusyawarah dan meminta petunjuk dari Imam Ali as mengenai permasalahan-permasalahan militer dan keamanan, Imam Ali as di tengah wasiat-wasiat beliau as kepada Khalifah Umar mengingatkan bahwa kemuliaan dan jumlah besar kaum Muslimin berasal dari agama Islam, persatuan dan kebersamaan mereka;[8] artinya persatuan dan kebersamaan disebutkan sebagai salah satu dari dua faktor keberhasilan dan kemuliaan. Atau apa yang terdapat di dalam surat Imam Ali as kepada penduduk Mesir menyebutkan sebab-sebab partisipasi dan kerjasama Imam as dengan para Khalifah –yang menjadi penyebab persatuan dan kebersamaan umat Islam itu sendiri-, bahaya penyelewengan umat, huruhara kaum murtad dan pemberantasan agama Nabi Muhammad Saw; dan dengan tegas Imam Ali as menyatakan: Apabila tidak mencegah kondisi perpecahan dan perselisihan, maka sebuah hantaman akan mengenai Islam yang tidak ada satu musibah pun lebih besar dari hal itu[9].
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, secara global sebagian keuntungan persatuan Islami dapat disebutkan sebagai berikut:
1- Kemuliaan Islam dan negara;
2- Kewibawaan Islam dan negara dan selanjutnya kemakmuran dan power ekonomi;
3- Keamanan negara;
4- Perluasan dan penyebaran kultural di dunia;
5- Mencari keafiatan, rahmat dan nikmat Ilahi;
6- Menciptakan suasana kasih sayang, kebersamaan dan efektifitas;
7- Memperkokoh pondasi-pondasi agama;
8- Menjaga ancaman-ancaman internal dan eksternal. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
________________
Sumber: Balaghah.net
[1] Nahjul Balaghah, khutbah 176.
[2] Ja'fari, Muhammad Taqi, Wahdat-e ‘Ali-ye Insani (Persatuan Tinggi Insani), Penyusun dan peringkas Muhammad Ridlo Jawadi, Teheran, Daftar-e Nasyr-e Farhang-ge Islami, 1380 Syamsi, hal 30
[3] Majlisi, Muhammad Baqir, Biharul Anwar, Beirut, Muassasah Al-Wafa', 1404 Qamari, jilid 19, hal 10; Ibnu Katsir Demesyqi, Ismail, Al-Bidayah Wa An-Nihayah, Beirut, Dar Ihya' At-Turats Al-Arabi, 1408, jilid 3, hal 273.
[4] Javadi Amuli, Abdullah, Wahdat Jawami' Dar Nahjul Balaghah (Persatuan Sosial dalam Nahjul Balaghah), Pengumpul dan penyusun Said Band Ali, Qom, Isra', 1380 Syamsi, hal 73
[5] Khutbah 234.
[6] Ibid
[7] Ibnu Maitsam Bahrani, Maitsam bin Ali, Syarh Nahjul Balaghah, Teheran, Percetakan Khadamaat Chaapi, 1404, jilid 4, hal 295.
[8] Khutbah 146.
[9] Nahjul Balaghah, surat 62.
Perjuangan Hasan al-Banna Dalam Mewujudkan Persatuan
Oleh: Ayatullah Muhammad Ali Taskhiri
Ustadz Syahid Hasan al-Banna (semoga Allah Swt merahmatinya) adalah salah satu tokoh yang memiliki peran besar dalam mendirikan "Lembaga Pendekatan Antar Mazhab Islam" (Dâr at-Taqrîb Baina al-Madzâhib al-Islâmiyah). Ia bersama dengan para tokoh dan ulama termuka lainnya, yang diantaranya ialah:
• Ustadz Muhammad Ali Basha.
• Syekh Abdul Majid Salim (Syekh Al-Azhar).
• Haj Amin Husaini (Mufti Palestina).
• Syekh Muhammad Abdul Fattah ‘Anany (anggota" dewan Kibar al-Ulama dan tokoh pengikut mazhab Maliki).
• Syekh Isa Manun (anggota" dewan Kibar al-Ulama dan tokoh mazhab Syafi'i).
• Syekh Mahmoud Syaltut (Syekh Al-Azhar dan salah satu ulama terkemuka mazhab Hanafi).
• Syekh Muhammad Taqi Qommi (salah satu ulama terkemuka mazhab Syiah Imamiyah).
• Syekh Abdul Wahhab Khalaf (Salah satu ulama besar konservatif kontemporer)
• Syekh Ali Khafif (Syekh Al-Azhar).
• Syekh Ali bin Ismail Muayad (ulama mazhab Syiah Zaidiyah).
• Syekh Muhammad Abdul Lathif Subki ( guru besar Al-Azhar dari mazhab Hanbali).
• Syekh Mohammad Mohammad Madany (seorang ruhaniawan terkemuka).
• Syekh Mohammad Husein Kasyif la-Ghita' (marja' taklid kota Najaf Asyraf).
• Sayyid Hibatuddin Syahrustani (ulama dari kota Kadzimain).
• Allamah Abdul Husain Syarafuddin (ulama Syiah terkemuka).
Kehadiran figur Syahid Hasan al-Banna di sisi para ulama dan tokoh terkemuka dunia Islam ini, menggambarkan akan keberanian dan idenya yang cemerlang terutama seputar pendekatan antar mazhab, ide yang sejalan dengan misi dan tujuan ikatan yang dibentuk oleh para tokoh tersebut, dimana dalam pasal kedua anggaran dasar ikatan para ulama ini –sekaitan dengan misi dan tujuan- tercantum beberapa draf berikut:
1. Upaya dalam membangun asas kesatuan dan solidaritas antara pelbagai mazhab Islam, hal ini dapat direalisasikan karena dalam pandangan masing-masing mazhab tidak terdapat perbedaan menyangkut prinsip umum agama Islam yang menjadi batas pemisah antar kaum Muslimin dan pengikut masing-masing mazhab.
2. Publikasi dan penyebaran akidah, hukum dan undang-undang universal Islam dalam berbagai bahasa serta menjelaskan perkara-perkara yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam tatanan praktis.
3. Upaya dalam menyelesaikan perselisihan dan konflik nasional atau sektarian antara kaum Muslimin dan mengupayakan pendekatan serta solidaritas di antara mereka.
Kendati Imam Hasan al-Banna tidak termaksud ulama al-Azhar, akan tetapi, ia memiliki jiwa revolusioner yang tinggi dan pengaruh yang besar terhadap para ulama lainnya. Besar pengaruh ulama karismatik ini dapat kita saksikan dalam ucapan seorang ulama dan tokoh persatuan seperti Syekh Muhammad Taqi Qommi.
Saat Syekh Taqi Qommi berbicara mengenai Hasan al-Banna, dirinya tampak bersemangat seakan semangat al-Banna telah marasuki jiwanya. Dengan kalimat panjang ia menuliskan:
"Hasan al-Banna bukanlah ulama al-Azhar, ia pun tidak memiliki ikatan khusus dengan para Syekh al-Azhar, akan tetapi, semangat, tekad, pengabdian, cita-cita mulia dan keikhlasan dirinya, telah menjadikannya bagaikan gunung yang kokoh. Dengan kriteria yang agung ini, ia mampu terjun di kalangan muda akademisi dan menebarkan pengaruhnya dalam jiwa mereka. Ia berhasil mencetak generasi yang bertakwa, pejuang, berjiwa bersih, mengenal budaya Islam dan memiliki kesadaran tinggi. Dengan tetap fokus kepada tujuan utama perjuangannya dalam mengembalikan umat Islam kepada kejayaan masa lalu –yang menjadi tujuan hidupnya-, ia senantiasa memikirkan permasalahan persatuan dan pendekatan antar mazhab. Semangatnya ini telah mempengaruhi jiwa kelompok Ikhwanul Muslimin sebuah organisasi besar Islam yang ia dirikan, dan hingga saat ini pun pengaruh ini masih dapat kita saksikan. Terlebih kelompok terdahulu dari mereka yang selalu menjauhi fanatisme mazhab dan menjalin ikatan dengan kelompok Islam lainnya dengan berdasarkan prinsip Islam dan bukan mazhab, serta tidak mempermasalahkan perbedaan-perbedaan antara kelompok dan mazhab kaum Muslimin. Kelompok inil, adalah kelompok Ikhwanul Muslimin[1].
DR. Muhammad Ali Adzarshab mengatakan bahwa Syekh Hasan al-Banna pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin sangat mementingkan gerakan taqrib (pendekatan antar mazhab). Adzarshab menuliskan: "Pada hari-hari menjelang didirikannya Lembaga Pendekatan Antar Mazhab, para tokoh lembaga ini di antaranya Ayatullah Muhammad Taqi Qommi –sebagai pendiri lembaga tersebut- sedang memikirkan nama apakah yang layak untuk lembaga tersebut. Apakah dengan mengunakan istilah persatuan, solidaritas atau pun persaudaraan. Pada saat itu, Syekh Hasan al-Banna menyarankan untuk memberi nama taqrib (pendekatan), dengan alasan bahwa nama ini lebih sesuai dengan tujuan-tujuan lembaga tersebut dibanding dengan nama atau istilah lainnya. Akhirnya lembaga ini pun dinamakan dengan nama taqrib sesuai dengan pendapat pejuangan besar ini.
Surat Kabar "Hasan Al-Banna" Media Pendekatan Antar Mazhab
Dalam isi surat kabar yang dirilisnya, tampak Syekh Hasan al-Banna sangat mementingkan permasalahan persatuan antara Sunnah dan Syiah. Ia tidak segan-segan -dengan bekerjasama dengan lembaga Darul al-Taqrib- berupaya untuk menyampaikan pesan persatuan kepada para ulama bahkan kepada penguasa kerajaan Saudi saat itu, dimana pada saat itu, berbicara mengenai persatuan Sunnah dan Syiah merupakan perkara yang dilarang di negeri itu. Berkaitan dengan masalah ini, Ayatulah Muhammad Taqi Qommi menuliskan:
Setelah peristiwa eksekusi Sayid Abu Thalib Yazdi di negeri Hijaz (yang saat ini berubah nama menjadi Saudi Arabia), untuk beberapa tahun, pemberangkatan jamaah haji Iran sempat terhenti, meskipun setelah itu mereka kembali diizinkan untuk menunaikan ibadah Haji. Dalam upaya meminimalisir kesalahpahaman umat Islam terhadap mazhab Syiah, terutama setelah propaganda negatif terhadap Syiah paska persitiwa eksekusi Sayyid Yazdi dan pelarangan haji bagi masyarakat muslim Iran, lembaga "Dar at-Taqrib" menerbitkan panduan manasik haji berdasarkan pandangan lima mazhab, yaitu empat mazhab Ahlu Sunnah beserta mazhab Syiah Imamiyah.
Buku manasik haji yang diterbitkan ini, secara jelas mengungkapkan banyaknya kesamaan dalam amalan dan manasik haji yang diyakini mazhab Ahlu Sunnah dan Syiah. Dikarenakan muatannya ini, pemerintah Saudi pun secara tegas melarang masuknya buku ini ke wilayah Saudi. Pada saat inilah, Syekh Hasan al-Banna menemukan solusi agar materi yang dimuat dalam kitab tersebut dapat dibaca oleh kaum Muslimin yang menunaikan Ibadah Haji. Dengan kecerdasannya, ia memuat seluruh materi manasik haji dalam buku itu dalam korannya dan mencetaknya dangan skala besar dan kemudian pada musim haji, ia mengirimnya ke Saudi Arabia dan membagikannya kepada para jamaah haji.
Upaya yang dilakukan Hasan al-Banna ini memiliki pengaruh positif yang luar biasa di kalangan kaum Muslimin [sehingga menjadi salah satu faktor yang mendorong para pejabat Saudi untuk menarik kembali pelarangan haji atas masyarakat muslim Iran]. Pada tahun itu pula, Syekh al-Banna pergi menunaikan ibadah haji dan di tanah suci umat Islam ini, ia mengadakan pertemuan dengan seorang ulama Syiah Ayatullah Abu Qasim Kashani, pemimpin Gerakan Nasionalisasi Minyak Iran[2].
Allamah Sayid Hadi Khosrow Shahi mengkonfirmasikan kepada saya (penulis) bahwa sebagian ulama besar Iran memandang statement Syekh Hasan al-Banna dengan penuh pujian. Ia (Allamah Hadi Khosrow) dalam pada tahun 1375 H.Q. menghadiri majlis Ayatullah Sayid Ridha Sadr (salah satu ulama besar Syiah) dan mendengar ceramah beliau seputar peran ibadah haji dalam kehidupan sosial dan persatuan umat Islam. Dalam ceramah ini, beliau mengungkapkan peran besar Hasan al-Banna dalam banyak permasalahan, terutama dalam perjalanan dan statemennya pada musim haji, dalam memperkenalkan masyarakat Muslim Mesir akan ideologi mazhab Syiah yang sebenarnya, meredam penyebaran isu-isu anti-syiah dan mengeluarkan pernyataan akan keislaman para pengikut Syiah. Pada saat itu, Ayatullah Sadr menekankan kepada para hadirin dan mengatakan: "Kaliah harus mengenal kepribadian Syekh Hasan al-Banna, beliau adalah pahlawan yang pemberani dan pemimpin abadi dunia Islam dari kelompok Ikhwanul Muslimin[3]."
Di saat di dunia Islam sedang tersebar kebencian terhadap mazhab Syiah bahkan sedang gencar-gencarnyanya tuduhan kafir dan fasik terhadap para pengikut mazhab Ahlul Bait as ini, Syekh hasan al-Banna berjuang keras melakukan berbagai pendekatan dengan menunjukkan berbagai kesamaan antara akidah Syiah dengan akidah Ahlu Sunnah. Sungguh, sebuah perjuangan dan upaya yang mengekspresikan jiwa pemberani beliau.
Semangat "pendekatan antar mazhab" ini terus bergulir dalam prinsip gerakan Ikhwanul Muslimin, dan hari demi hari terus melebarkan pengaruhnya di dunia Islam. Salah satu prinsip dalam gerakan Islam ini, ialah menjauhi segala bentuk konflik sektarian dan perselisihan mazhab[4].
Ikhwanul Muslimin senantiasa konsisten dalam esensi keislamannya, gerakan ini adalah gerakan lintas mazhab yang tidak membatasi diri pada mazhab tertentu, yang selalu menghindari perselisihan parsial antar mazhab dan mengingatkan kaum Muslimin akan permasalahan penting ini. Di mata para tokoh gerakan ini, perselisihan pendapat antara para ulama Islam merupakan faktor yang dapat mengembangkan wacana pemikiran dunia Islam dan memajukan kaum Muslimin, terutama dalam aspek fleksibilitas dan dinamisme agama Islam serta praktek ijtihad[5].
Misi persatuan ini pun terus dilanjutkan oleh para peminmpin Ikhwanul Muslimin setelah Syekh al-Banna, salah satunya adalah almarhum Syekh Musthafa Masyhur. Ia pernah mengirimkan pesan ukhuwahnya kepada Ayatullah Khosrow Shahi. Dalam suratnya ini ia menuliskan:
Sejak semula didirikan oleh pemimpin besar, Imam Hasan al-Banna, Ikhwanul Muslimin, dengan mengesampingkan segala perselisihan antar mazhab dan kecenderungan atas pandangan aliran tertentu, senantiasa mengajak seluruh kaum Muslimin kepada persatuan umat, karena perpecahan dan perselisihan antar umat Islam akan menjadikan mereka hina dan lemah di hadapan musuh.
Allah Swt pun berfirman: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai", dalam ayat lain, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat"
Fondasi ide persatuan umat dan seruan yang dilakukan Ikhwanul Muslimin ini, bertumpu pada sikap saling mengerti dan prinsip syariat. Kitab suci al-Quran dan sunah Nabawi merupakan dua sumber utama undang-undang agama Islam. Kami tidak akan mengkafirkan setiap Muslim yang mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengamalkan kandungannya, selama ia tidak melakukan perbuatan kufur. Selain itu, kami akan selalu mempraktekkan syiar yang populer dan dikenal sebagai prinsip emas yang berbunyi: "Saling kerjasama dalam masalah-masalah yang disepakati dan menolelir perbedaan pandangan". Makna prinsip ini sangatlah jelas, tentunya kesamaan pandangan umumnya terletak dalam prinsip-prisip agama, adapun perbedaan terletak dalam furu' atau cabang agama.
Imam Syahid Hasan al-Banna (semoga Allah Swt merahmatinya), baik dalam ucapan dan prilaku beliau, secara sempurna menyadari dan menekankan akan masalah ini. Saya pribadi menyaksikan foto beliau yang diambil pada tahun 1325 H.Q. Dalam foto tersebut tampak beliau sedang mengadakan pertemuan di "Lembaga Pendekatan Antar Mazhab Islam" bersama para ulama besar lainnya, diantaranya ialah: Syekh Abdul Majid Salim (Syekh al-Azhar masa itu), Mufti Palestina Syekh Amin Husaini, Ayatullah Muhammad Taqi Qommi dan beberapa ulama lainnya. Hubungan baik antara Ikhwanul Muslimin dan para pengikut Syiah di Iran dan negara lainnya, semenjak dekade lima puluhan abad ini (abad 20 Masihi) dan paska kemenagan revolusi Islam Iran, sebuah realita yang menjadi saksi akan hal ini.
Kaum Muslimin pada masa ini, lebih membutuhkan kepada persatuan dan solidaritas di banding dengan masa-masa sebelumnya. Cukup sudah, masa dimana perpecahan kaum Muslimin telah menambah kekuatan kepada musuh hingga mampu menundukan mereka (umat Islam).
Perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah Zaidiyah maupun Imamiyah hanya sebatas dalam sebagian cabang agama. Mereka (pengikut Syiah) mengucapakan dua kalimat syahadat "Tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah" dan menyakini bahwa al-Quran sebagai sumber pertama syariat Islam dan sunah Nabawi sebagai sumber kedua dan [saat shalat] menghadap kepada kiblat yang sama. Agama bukanlah alat permainan masyarakat umum (awam), saat ini telah tiba masanya untuk meredam fitnah dan memadamkan kobaran apinya.
Tertanda: Musthafa Masyhur, 27 Rajab 1423 H.Q. – Kairo
Semangat pendekatan antar mazhab tetap terjaga sehingga kita dapat merasakannya di seluruh tulisan para ulama terkemuka seperti Syekh Ghazali, Syekh Hasan Hudhayyi, Syekh Umar Talmasani, Sayyid Quthub, Syekh Turabi, Syekh Muhammad Hamid Abu Nashr, Syekh Ma'mun Hudhaibi, Syekh Allamah Qaradhawi, Ustadz Muhammad Mahdi ‘Akif dan para ulama lainnya.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa semangat persatuan ini merupakan salah satu faktor terpenting keberhasilan revolusi Islam di Iran yang dipimpin oleh Imam Khomaini, yang tentunya berbicara mengenai hal ini akan memakan waktu yang panjang.
Dari semua ini dapat disimpulkan bahwa sikap obyektif dan jauh dari fanatisme mazhab merupakan kriteria yang paling menonjol yang dimiliki oleh [para tokoh dan anggota] gerakan Ikhwanul Muslimin. Ustazd Muhammad Abdul Halim dalam penelitiannya mengenai gerakan ini menuliskan: "Di antara prestasi terbesar yang diraih oleh kelompok Ikhwanul Muslimin adalah penjagaan dan arahan yang mereka lakukan atas pemikiran Islam tanpa terjerumus kepada penyimpangan, terbawa isu yang menyebar di masyarakat umum dan terjebak pada kondisi yang sulit[6].
Ungkapan ini dapat kita rasakan dalam banyak tulisan para tokoh Ikhwanul Muslimin. Dibandingkan dengan para ulama lainnya, mereka pun lebih banyak merujuk kepada kitab-kitab yang diakui dalam pandangan Syiah, seperti kitab Nahjul Balaghah –yang memuat khutbah-khutbah dan mutiara hikmah Imam Ali as yang dikumpulkan oleh Syarif Radhi-. Sebagai contoh, Ustadz Abdul Hamid saat mengomentari perintah Imam Ali as yang ditujukan kepada Malik Asytar dan pengangkatannya sebagai gubernur Mesir, ia menuliskan: "Surat ini merupakan salah satu dokumen bersejarah, ia bagaikan harta karun yang langka yang hingga saat ini belum pernah terlintas di benak para ulama maupun para ahli, kebijakan yang menyerupai atau mirip dengan dokumen tersebut[7]."
Tidak diragukan lagi, ungkapan adalah sebuah kebenaran.
Sikap dan pandangan para tokoh Ikhwanul Muslimin ini terilhami dari kebijakan-kebijakan Imam Hasan al-Banna terutama seruan-seruannya untuk merangkul seluruh kelompok dan golongan umat Islam. Dalam misinya ini, ia menghadapi berbagai tantangan berat terutama dari kelompok Salafi fanatik dan Sufi ekstrim. Semua ini ia alami karena ia telah menempuh jalan tengah dan realistis.
Di pertengahan dekade tiga puluhan, Syekh al-Banna menulis sebuah makalah yang dimuat dalam majalah Ikhwanul Muslimin, dalam makalah tersebut ia menggambar sebuah persegi empat dan di keempat segi tersebut ke arah dalam, ia menuliskan:
لااله الا الله ، محمدا رسول الله
Dan di bagian tengahnya pun ia menggambar sebuah segi empat kecil yang di dalamnya tertuliskan:
لااله الا الله محمد رسول الله
لا لا
اله اله
الا الا
الله الله
محمد محمد
رسول رسول
الله الله
لااله الا الله محمدا رسول الله
Setelah itu, Syekh al-Banna menuliskan:
"Saudara-saudara yang mengkritik sikap kami, seruan mereka hanya terbatas pada makna yang terkandung dalam segi empat kecil yang berada di tengah, yakni mereka hanya akan menerima kelompok yang memiliki ideologi yang sesuai dan benar –secara sempurna- menurut penilaian akidah mereka. Akan tetapi, jumlah mereka hanya sedikit. Adapun seruan [persatuan] kami tertuju kepada seluruh yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad Saw adalah utusan Allah Swt, meskipun menurut keyakinan kami, terdapat problem dalam sebagian ideologi mereka. Kami menyerukan agar di antara setiap golongan dan mazhab Islam terjalin ikatan persaudaraan dalam rangka mewujudkan kembali kejayaan dan kemuliaan Islam. Reruan yang tidak terdapat syarat di dalamnya kecuali ucapan dua kalimat syahadat, dimana dua kalimat syahadat ini mencakup seluruh kaum muslimin dengan berbagai derajat keimanan dan amalan mereka terhadap ajaran-ajaran Islam.
Tidak diragukan lagi, Syekh al-Banna memandang bahwa sikap yang dilakukan ini merupakan jalan untuk memberi hidayah dan diterapkannnya ajaran Islam –secara sempurna- di tengah-tengah masyarakat. Dalam pandangannya, pintu untuk berdialog secara damai dan ilmiah dalam pelbagai permasalahan fiqih, ushul, akidah dan sejarah tidak pernah tertutup. Seluruh permasalahan ini dapat diterima dan ditolelir dalam lingkaran dua kalimat syahadat dan keimanan kepada rukun-rukun iman dan Islam[8].
Semoga Allah Swt membalas segala amal baik yang ia lakukan ini dengan pahala yang agung! Sekali lagi kami ucapkan salam kepada ruh beliau, kami akan meneruskan misi beliau dan mengajak kepada seluruh umat Islam agar bersama-sama berupaya dalam mewujudkan persatuan Islam, karena tanpa upaya kita semua, persatuan antar umat Islam tidak akan pernah terealisasi dan akibatnya kita pun tidak akan memiliki keutamaan-keutamaan yang disebutkan al-Quran bagi umat pembawa kitab suci ini. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
Catatan:
[1] DR. Muhammad Ali Adzar Shab: Parwandeh Taqrîb bainal madzâhib, Hal. 137.
[2] Ibid, hlm. 138.
[3] Referensi ada pada penulis.
[4] Sukhanrânihâye Syekh Hasan al-Banna, hlm. 18-20.
[5] Da'watunâ, hlm: 292.
[6] Al-Ikhwân al-Muslimîn Ru'yatu min ad-Dakhil, Jld. 3, hlm. 581.
[7] Ibid, hlm. 292.
[8] Ibid, jld. 2, hlm. 355.
Ustadz Syahid Hasan al-Banna (semoga Allah Swt merahmatinya) adalah salah satu tokoh yang memiliki peran besar dalam mendirikan "Lembaga Pendekatan Antar Mazhab Islam" (Dâr at-Taqrîb Baina al-Madzâhib al-Islâmiyah). Ia bersama dengan para tokoh dan ulama termuka lainnya, yang diantaranya ialah:
• Ustadz Muhammad Ali Basha.
• Syekh Abdul Majid Salim (Syekh Al-Azhar).
• Haj Amin Husaini (Mufti Palestina).
• Syekh Muhammad Abdul Fattah ‘Anany (anggota" dewan Kibar al-Ulama dan tokoh pengikut mazhab Maliki).
• Syekh Isa Manun (anggota" dewan Kibar al-Ulama dan tokoh mazhab Syafi'i).
• Syekh Mahmoud Syaltut (Syekh Al-Azhar dan salah satu ulama terkemuka mazhab Hanafi).
• Syekh Muhammad Taqi Qommi (salah satu ulama terkemuka mazhab Syiah Imamiyah).
• Syekh Abdul Wahhab Khalaf (Salah satu ulama besar konservatif kontemporer)
• Syekh Ali Khafif (Syekh Al-Azhar).
• Syekh Ali bin Ismail Muayad (ulama mazhab Syiah Zaidiyah).
• Syekh Muhammad Abdul Lathif Subki ( guru besar Al-Azhar dari mazhab Hanbali).
• Syekh Mohammad Mohammad Madany (seorang ruhaniawan terkemuka).
• Syekh Mohammad Husein Kasyif la-Ghita' (marja' taklid kota Najaf Asyraf).
• Sayyid Hibatuddin Syahrustani (ulama dari kota Kadzimain).
• Allamah Abdul Husain Syarafuddin (ulama Syiah terkemuka).
Kehadiran figur Syahid Hasan al-Banna di sisi para ulama dan tokoh terkemuka dunia Islam ini, menggambarkan akan keberanian dan idenya yang cemerlang terutama seputar pendekatan antar mazhab, ide yang sejalan dengan misi dan tujuan ikatan yang dibentuk oleh para tokoh tersebut, dimana dalam pasal kedua anggaran dasar ikatan para ulama ini –sekaitan dengan misi dan tujuan- tercantum beberapa draf berikut:
1. Upaya dalam membangun asas kesatuan dan solidaritas antara pelbagai mazhab Islam, hal ini dapat direalisasikan karena dalam pandangan masing-masing mazhab tidak terdapat perbedaan menyangkut prinsip umum agama Islam yang menjadi batas pemisah antar kaum Muslimin dan pengikut masing-masing mazhab.
2. Publikasi dan penyebaran akidah, hukum dan undang-undang universal Islam dalam berbagai bahasa serta menjelaskan perkara-perkara yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam tatanan praktis.
3. Upaya dalam menyelesaikan perselisihan dan konflik nasional atau sektarian antara kaum Muslimin dan mengupayakan pendekatan serta solidaritas di antara mereka.
Kendati Imam Hasan al-Banna tidak termaksud ulama al-Azhar, akan tetapi, ia memiliki jiwa revolusioner yang tinggi dan pengaruh yang besar terhadap para ulama lainnya. Besar pengaruh ulama karismatik ini dapat kita saksikan dalam ucapan seorang ulama dan tokoh persatuan seperti Syekh Muhammad Taqi Qommi.
Saat Syekh Taqi Qommi berbicara mengenai Hasan al-Banna, dirinya tampak bersemangat seakan semangat al-Banna telah marasuki jiwanya. Dengan kalimat panjang ia menuliskan:
"Hasan al-Banna bukanlah ulama al-Azhar, ia pun tidak memiliki ikatan khusus dengan para Syekh al-Azhar, akan tetapi, semangat, tekad, pengabdian, cita-cita mulia dan keikhlasan dirinya, telah menjadikannya bagaikan gunung yang kokoh. Dengan kriteria yang agung ini, ia mampu terjun di kalangan muda akademisi dan menebarkan pengaruhnya dalam jiwa mereka. Ia berhasil mencetak generasi yang bertakwa, pejuang, berjiwa bersih, mengenal budaya Islam dan memiliki kesadaran tinggi. Dengan tetap fokus kepada tujuan utama perjuangannya dalam mengembalikan umat Islam kepada kejayaan masa lalu –yang menjadi tujuan hidupnya-, ia senantiasa memikirkan permasalahan persatuan dan pendekatan antar mazhab. Semangatnya ini telah mempengaruhi jiwa kelompok Ikhwanul Muslimin sebuah organisasi besar Islam yang ia dirikan, dan hingga saat ini pun pengaruh ini masih dapat kita saksikan. Terlebih kelompok terdahulu dari mereka yang selalu menjauhi fanatisme mazhab dan menjalin ikatan dengan kelompok Islam lainnya dengan berdasarkan prinsip Islam dan bukan mazhab, serta tidak mempermasalahkan perbedaan-perbedaan antara kelompok dan mazhab kaum Muslimin. Kelompok inil, adalah kelompok Ikhwanul Muslimin[1].
DR. Muhammad Ali Adzarshab mengatakan bahwa Syekh Hasan al-Banna pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin sangat mementingkan gerakan taqrib (pendekatan antar mazhab). Adzarshab menuliskan: "Pada hari-hari menjelang didirikannya Lembaga Pendekatan Antar Mazhab, para tokoh lembaga ini di antaranya Ayatullah Muhammad Taqi Qommi –sebagai pendiri lembaga tersebut- sedang memikirkan nama apakah yang layak untuk lembaga tersebut. Apakah dengan mengunakan istilah persatuan, solidaritas atau pun persaudaraan. Pada saat itu, Syekh Hasan al-Banna menyarankan untuk memberi nama taqrib (pendekatan), dengan alasan bahwa nama ini lebih sesuai dengan tujuan-tujuan lembaga tersebut dibanding dengan nama atau istilah lainnya. Akhirnya lembaga ini pun dinamakan dengan nama taqrib sesuai dengan pendapat pejuangan besar ini.
Surat Kabar "Hasan Al-Banna" Media Pendekatan Antar Mazhab
Dalam isi surat kabar yang dirilisnya, tampak Syekh Hasan al-Banna sangat mementingkan permasalahan persatuan antara Sunnah dan Syiah. Ia tidak segan-segan -dengan bekerjasama dengan lembaga Darul al-Taqrib- berupaya untuk menyampaikan pesan persatuan kepada para ulama bahkan kepada penguasa kerajaan Saudi saat itu, dimana pada saat itu, berbicara mengenai persatuan Sunnah dan Syiah merupakan perkara yang dilarang di negeri itu. Berkaitan dengan masalah ini, Ayatulah Muhammad Taqi Qommi menuliskan:
Setelah peristiwa eksekusi Sayid Abu Thalib Yazdi di negeri Hijaz (yang saat ini berubah nama menjadi Saudi Arabia), untuk beberapa tahun, pemberangkatan jamaah haji Iran sempat terhenti, meskipun setelah itu mereka kembali diizinkan untuk menunaikan ibadah Haji. Dalam upaya meminimalisir kesalahpahaman umat Islam terhadap mazhab Syiah, terutama setelah propaganda negatif terhadap Syiah paska persitiwa eksekusi Sayyid Yazdi dan pelarangan haji bagi masyarakat muslim Iran, lembaga "Dar at-Taqrib" menerbitkan panduan manasik haji berdasarkan pandangan lima mazhab, yaitu empat mazhab Ahlu Sunnah beserta mazhab Syiah Imamiyah.
Buku manasik haji yang diterbitkan ini, secara jelas mengungkapkan banyaknya kesamaan dalam amalan dan manasik haji yang diyakini mazhab Ahlu Sunnah dan Syiah. Dikarenakan muatannya ini, pemerintah Saudi pun secara tegas melarang masuknya buku ini ke wilayah Saudi. Pada saat inilah, Syekh Hasan al-Banna menemukan solusi agar materi yang dimuat dalam kitab tersebut dapat dibaca oleh kaum Muslimin yang menunaikan Ibadah Haji. Dengan kecerdasannya, ia memuat seluruh materi manasik haji dalam buku itu dalam korannya dan mencetaknya dangan skala besar dan kemudian pada musim haji, ia mengirimnya ke Saudi Arabia dan membagikannya kepada para jamaah haji.
Upaya yang dilakukan Hasan al-Banna ini memiliki pengaruh positif yang luar biasa di kalangan kaum Muslimin [sehingga menjadi salah satu faktor yang mendorong para pejabat Saudi untuk menarik kembali pelarangan haji atas masyarakat muslim Iran]. Pada tahun itu pula, Syekh al-Banna pergi menunaikan ibadah haji dan di tanah suci umat Islam ini, ia mengadakan pertemuan dengan seorang ulama Syiah Ayatullah Abu Qasim Kashani, pemimpin Gerakan Nasionalisasi Minyak Iran[2].
Allamah Sayid Hadi Khosrow Shahi mengkonfirmasikan kepada saya (penulis) bahwa sebagian ulama besar Iran memandang statement Syekh Hasan al-Banna dengan penuh pujian. Ia (Allamah Hadi Khosrow) dalam pada tahun 1375 H.Q. menghadiri majlis Ayatullah Sayid Ridha Sadr (salah satu ulama besar Syiah) dan mendengar ceramah beliau seputar peran ibadah haji dalam kehidupan sosial dan persatuan umat Islam. Dalam ceramah ini, beliau mengungkapkan peran besar Hasan al-Banna dalam banyak permasalahan, terutama dalam perjalanan dan statemennya pada musim haji, dalam memperkenalkan masyarakat Muslim Mesir akan ideologi mazhab Syiah yang sebenarnya, meredam penyebaran isu-isu anti-syiah dan mengeluarkan pernyataan akan keislaman para pengikut Syiah. Pada saat itu, Ayatullah Sadr menekankan kepada para hadirin dan mengatakan: "Kaliah harus mengenal kepribadian Syekh Hasan al-Banna, beliau adalah pahlawan yang pemberani dan pemimpin abadi dunia Islam dari kelompok Ikhwanul Muslimin[3]."
Di saat di dunia Islam sedang tersebar kebencian terhadap mazhab Syiah bahkan sedang gencar-gencarnyanya tuduhan kafir dan fasik terhadap para pengikut mazhab Ahlul Bait as ini, Syekh hasan al-Banna berjuang keras melakukan berbagai pendekatan dengan menunjukkan berbagai kesamaan antara akidah Syiah dengan akidah Ahlu Sunnah. Sungguh, sebuah perjuangan dan upaya yang mengekspresikan jiwa pemberani beliau.
Semangat "pendekatan antar mazhab" ini terus bergulir dalam prinsip gerakan Ikhwanul Muslimin, dan hari demi hari terus melebarkan pengaruhnya di dunia Islam. Salah satu prinsip dalam gerakan Islam ini, ialah menjauhi segala bentuk konflik sektarian dan perselisihan mazhab[4].
Ikhwanul Muslimin senantiasa konsisten dalam esensi keislamannya, gerakan ini adalah gerakan lintas mazhab yang tidak membatasi diri pada mazhab tertentu, yang selalu menghindari perselisihan parsial antar mazhab dan mengingatkan kaum Muslimin akan permasalahan penting ini. Di mata para tokoh gerakan ini, perselisihan pendapat antara para ulama Islam merupakan faktor yang dapat mengembangkan wacana pemikiran dunia Islam dan memajukan kaum Muslimin, terutama dalam aspek fleksibilitas dan dinamisme agama Islam serta praktek ijtihad[5].
Misi persatuan ini pun terus dilanjutkan oleh para peminmpin Ikhwanul Muslimin setelah Syekh al-Banna, salah satunya adalah almarhum Syekh Musthafa Masyhur. Ia pernah mengirimkan pesan ukhuwahnya kepada Ayatullah Khosrow Shahi. Dalam suratnya ini ia menuliskan:
Sejak semula didirikan oleh pemimpin besar, Imam Hasan al-Banna, Ikhwanul Muslimin, dengan mengesampingkan segala perselisihan antar mazhab dan kecenderungan atas pandangan aliran tertentu, senantiasa mengajak seluruh kaum Muslimin kepada persatuan umat, karena perpecahan dan perselisihan antar umat Islam akan menjadikan mereka hina dan lemah di hadapan musuh.
Allah Swt pun berfirman: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai", dalam ayat lain, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat"
Fondasi ide persatuan umat dan seruan yang dilakukan Ikhwanul Muslimin ini, bertumpu pada sikap saling mengerti dan prinsip syariat. Kitab suci al-Quran dan sunah Nabawi merupakan dua sumber utama undang-undang agama Islam. Kami tidak akan mengkafirkan setiap Muslim yang mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengamalkan kandungannya, selama ia tidak melakukan perbuatan kufur. Selain itu, kami akan selalu mempraktekkan syiar yang populer dan dikenal sebagai prinsip emas yang berbunyi: "Saling kerjasama dalam masalah-masalah yang disepakati dan menolelir perbedaan pandangan". Makna prinsip ini sangatlah jelas, tentunya kesamaan pandangan umumnya terletak dalam prinsip-prisip agama, adapun perbedaan terletak dalam furu' atau cabang agama.
Imam Syahid Hasan al-Banna (semoga Allah Swt merahmatinya), baik dalam ucapan dan prilaku beliau, secara sempurna menyadari dan menekankan akan masalah ini. Saya pribadi menyaksikan foto beliau yang diambil pada tahun 1325 H.Q. Dalam foto tersebut tampak beliau sedang mengadakan pertemuan di "Lembaga Pendekatan Antar Mazhab Islam" bersama para ulama besar lainnya, diantaranya ialah: Syekh Abdul Majid Salim (Syekh al-Azhar masa itu), Mufti Palestina Syekh Amin Husaini, Ayatullah Muhammad Taqi Qommi dan beberapa ulama lainnya. Hubungan baik antara Ikhwanul Muslimin dan para pengikut Syiah di Iran dan negara lainnya, semenjak dekade lima puluhan abad ini (abad 20 Masihi) dan paska kemenagan revolusi Islam Iran, sebuah realita yang menjadi saksi akan hal ini.
Kaum Muslimin pada masa ini, lebih membutuhkan kepada persatuan dan solidaritas di banding dengan masa-masa sebelumnya. Cukup sudah, masa dimana perpecahan kaum Muslimin telah menambah kekuatan kepada musuh hingga mampu menundukan mereka (umat Islam).
Perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah Zaidiyah maupun Imamiyah hanya sebatas dalam sebagian cabang agama. Mereka (pengikut Syiah) mengucapakan dua kalimat syahadat "Tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah" dan menyakini bahwa al-Quran sebagai sumber pertama syariat Islam dan sunah Nabawi sebagai sumber kedua dan [saat shalat] menghadap kepada kiblat yang sama. Agama bukanlah alat permainan masyarakat umum (awam), saat ini telah tiba masanya untuk meredam fitnah dan memadamkan kobaran apinya.
Tertanda: Musthafa Masyhur, 27 Rajab 1423 H.Q. – Kairo
Semangat pendekatan antar mazhab tetap terjaga sehingga kita dapat merasakannya di seluruh tulisan para ulama terkemuka seperti Syekh Ghazali, Syekh Hasan Hudhayyi, Syekh Umar Talmasani, Sayyid Quthub, Syekh Turabi, Syekh Muhammad Hamid Abu Nashr, Syekh Ma'mun Hudhaibi, Syekh Allamah Qaradhawi, Ustadz Muhammad Mahdi ‘Akif dan para ulama lainnya.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa semangat persatuan ini merupakan salah satu faktor terpenting keberhasilan revolusi Islam di Iran yang dipimpin oleh Imam Khomaini, yang tentunya berbicara mengenai hal ini akan memakan waktu yang panjang.
Dari semua ini dapat disimpulkan bahwa sikap obyektif dan jauh dari fanatisme mazhab merupakan kriteria yang paling menonjol yang dimiliki oleh [para tokoh dan anggota] gerakan Ikhwanul Muslimin. Ustazd Muhammad Abdul Halim dalam penelitiannya mengenai gerakan ini menuliskan: "Di antara prestasi terbesar yang diraih oleh kelompok Ikhwanul Muslimin adalah penjagaan dan arahan yang mereka lakukan atas pemikiran Islam tanpa terjerumus kepada penyimpangan, terbawa isu yang menyebar di masyarakat umum dan terjebak pada kondisi yang sulit[6].
Ungkapan ini dapat kita rasakan dalam banyak tulisan para tokoh Ikhwanul Muslimin. Dibandingkan dengan para ulama lainnya, mereka pun lebih banyak merujuk kepada kitab-kitab yang diakui dalam pandangan Syiah, seperti kitab Nahjul Balaghah –yang memuat khutbah-khutbah dan mutiara hikmah Imam Ali as yang dikumpulkan oleh Syarif Radhi-. Sebagai contoh, Ustadz Abdul Hamid saat mengomentari perintah Imam Ali as yang ditujukan kepada Malik Asytar dan pengangkatannya sebagai gubernur Mesir, ia menuliskan: "Surat ini merupakan salah satu dokumen bersejarah, ia bagaikan harta karun yang langka yang hingga saat ini belum pernah terlintas di benak para ulama maupun para ahli, kebijakan yang menyerupai atau mirip dengan dokumen tersebut[7]."
Tidak diragukan lagi, ungkapan adalah sebuah kebenaran.
Sikap dan pandangan para tokoh Ikhwanul Muslimin ini terilhami dari kebijakan-kebijakan Imam Hasan al-Banna terutama seruan-seruannya untuk merangkul seluruh kelompok dan golongan umat Islam. Dalam misinya ini, ia menghadapi berbagai tantangan berat terutama dari kelompok Salafi fanatik dan Sufi ekstrim. Semua ini ia alami karena ia telah menempuh jalan tengah dan realistis.
Di pertengahan dekade tiga puluhan, Syekh al-Banna menulis sebuah makalah yang dimuat dalam majalah Ikhwanul Muslimin, dalam makalah tersebut ia menggambar sebuah persegi empat dan di keempat segi tersebut ke arah dalam, ia menuliskan:
لااله الا الله ، محمدا رسول الله
Dan di bagian tengahnya pun ia menggambar sebuah segi empat kecil yang di dalamnya tertuliskan:
لااله الا الله محمد رسول الله
لا لا
اله اله
الا الا
الله الله
محمد محمد
رسول رسول
الله الله
لااله الا الله محمدا رسول الله
Setelah itu, Syekh al-Banna menuliskan:
"Saudara-saudara yang mengkritik sikap kami, seruan mereka hanya terbatas pada makna yang terkandung dalam segi empat kecil yang berada di tengah, yakni mereka hanya akan menerima kelompok yang memiliki ideologi yang sesuai dan benar –secara sempurna- menurut penilaian akidah mereka. Akan tetapi, jumlah mereka hanya sedikit. Adapun seruan [persatuan] kami tertuju kepada seluruh yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad Saw adalah utusan Allah Swt, meskipun menurut keyakinan kami, terdapat problem dalam sebagian ideologi mereka. Kami menyerukan agar di antara setiap golongan dan mazhab Islam terjalin ikatan persaudaraan dalam rangka mewujudkan kembali kejayaan dan kemuliaan Islam. Reruan yang tidak terdapat syarat di dalamnya kecuali ucapan dua kalimat syahadat, dimana dua kalimat syahadat ini mencakup seluruh kaum muslimin dengan berbagai derajat keimanan dan amalan mereka terhadap ajaran-ajaran Islam.
Tidak diragukan lagi, Syekh al-Banna memandang bahwa sikap yang dilakukan ini merupakan jalan untuk memberi hidayah dan diterapkannnya ajaran Islam –secara sempurna- di tengah-tengah masyarakat. Dalam pandangannya, pintu untuk berdialog secara damai dan ilmiah dalam pelbagai permasalahan fiqih, ushul, akidah dan sejarah tidak pernah tertutup. Seluruh permasalahan ini dapat diterima dan ditolelir dalam lingkaran dua kalimat syahadat dan keimanan kepada rukun-rukun iman dan Islam[8].
Semoga Allah Swt membalas segala amal baik yang ia lakukan ini dengan pahala yang agung! Sekali lagi kami ucapkan salam kepada ruh beliau, kami akan meneruskan misi beliau dan mengajak kepada seluruh umat Islam agar bersama-sama berupaya dalam mewujudkan persatuan Islam, karena tanpa upaya kita semua, persatuan antar umat Islam tidak akan pernah terealisasi dan akibatnya kita pun tidak akan memiliki keutamaan-keutamaan yang disebutkan al-Quran bagi umat pembawa kitab suci ini. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
Catatan:
[1] DR. Muhammad Ali Adzar Shab: Parwandeh Taqrîb bainal madzâhib, Hal. 137.
[2] Ibid, hlm. 138.
[3] Referensi ada pada penulis.
[4] Sukhanrânihâye Syekh Hasan al-Banna, hlm. 18-20.
[5] Da'watunâ, hlm: 292.
[6] Al-Ikhwân al-Muslimîn Ru'yatu min ad-Dakhil, Jld. 3, hlm. 581.
[7] Ibid, hlm. 292.
[8] Ibid, jld. 2, hlm. 355.
Ayatullah Hamedani: “Saat ini Kita Berada di Antara Segitiga Kemunkaran”
Ayatullah Husein Noori Hamedani menilai pilar-pilar agama Islam berdiri di atas pondasi logika dan rasionalitas. Menyinggung keabadian konfrontasi antara kebenaran dan kebenaran, Ayatullah Hamedani mengatakan, "Saat ini kita berada di antara segitiga kemunkaran yaitu kekufuran, kemunafikan, dan Zionisme.
Rasa News (6/2) melaporkan, Ayatullah Husein Noori Hamedani menegaskan "Dalam konfrontasi antara kebenaran dan kebatilan, kebenaran akan selalu menang. Agama Islam berlandaskan pada pondasi logika dan rasionalitas dan tidak ada kekuatan apapun yang mampu melawan logika Islam."
Beliau menilai ajaran agama Islam telah menjawab semua tuntutan umat manusia. "Kita [sebagai umat Islam] harus menjawab tuntutan tersebut dan kita harus berhati-hati karena saat ini kita berada di antara segitiga kemunkaran yaitu kekufuran, kemunafikan, dan Zionisme. Oleh karena itu kita harus mewaspadai makar musuh."
Seraya menegaskan bahwa pemerintahan Republik Islam Iran di bawah kepemimpinan Ayatullah Khamenei telah menaklukkan puncak-puncak keberhasilan, Ayatullah Hamedani mengimbau semua pihak untuk ikut menjaga prinsip penting revolusi karena pembentukan pemerintahan ini terinspirasi dari kebangkitan Asyura yang juga dalam rangka mempersiapkan kemunculan Imam Mahdi as. (IRIB Indonesia/MZ)
Imam Askari Berpesan Kepada Syiahnya
Senin, 2012 Februari 06 00:49
رُوِيَ عَنْ حَسَن بن عَليٍّ العَسكري (عليهما السّلام) قال لِشیعَتِه:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ اللَّهِ وَ ذِكْرَ الْمَوْتِ وَ تِلَاوَةَ الْقُرْآنِ وَ الصَّلَاةَ عَلَى النَّبِيِّ فَإِنَّ الصَّلَاةَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ عَشْرُ حَسَنَات.[*]
Diriwayatkan dari Imam Hasan bin Ali al-Askari as yang berkata untuk pengikutnya: "Perbanyaklah kalian mengingat Allah Swt, mengingat kematian, membaca al-Quran, dan bersalawat kepada Rasulullah (Saw). Maka sesungguhnya shalawat kepada Rasulullah memiliki sepuluh kebaikan."
Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan hadis dari Imam Hasan Askari ini dan mengatakan, "Harus diperhatikan bahwa mengingat Allah Swt dan kematian memiliki peran sangat besar dalam pembentukan kepribadian manusia. Ketika manusia –semoga tidak terjadi—ketika khilaf sebabnya adalah karena dia telah melupakan Allah Swt dan kematian. Bukankah demikian? Karena jika manusia selalu mengingat Allah Swt dan kematian maka dia tidak akan berbuat maksiat."
"Oleh karena itu, Imam Hasan Askari as dalam riwayat tersebut kepada umat Syiahnya memperingatkan untuk memperbanyak mengingat Allah Swt dan kematian. Karena keduanya selain menjauhkan manusia dari dosa dan pada saat yang sama mendekatkan manusia pada ketaatan kepada-Nya."
"Perbanyaklah membaca al-Quran al-Karim. Al-Quran adalah ucapan Allah Swt dan pengaruh dari ucapan-Nya adalah dapat menjaga manusia. Kemudian Imam Hasan Askari mengingatkan untuk memperbanyak bershalawat kepada Rasulullah Saw karena shalawat kepada Nabi membawa sepuluh kebaikan. Ini dapat menjadi bekal bagi manusia. Mereka yang ingin memperbanyak bekal, maka zikir terbaik adalah shalawat. Dalam Islam terdapat banyak zikir, namun di antara seluruh zikir yang ada, shalawat selain memiliki sepuluh kebaikan yang telah disebutkan Imam Hasan Askari as, ia juga dapat menyelesaikan banyak masalah yang juga telah disebutkan dalam banyak riwayat lain.Di antara banyak zikir, ada zikir yang sangat utama yaitu shalawat dan istighfar, kedua zikir tersebut yang mampu membantu menyelesaikan masalah."
"Saya juga ingin menekankan masalah ini bahwa terkadang jika ada yang menentukan jumlah shalawat, jangan kalian beranggapan bahwa jumlah shalawat itu sangat penting. Saya mendapat pelajaran dari guru-guru besar untuk tidak terpaku pada jumlah shalawat yang dibaca. Benar bahwa jumlah shalawat itu tentu penting akan tetapi shalawat itu dengan sendirinya menjadi penyelesai masalah."
*بحارالانوار، جلد 75، صفحه 372 - تحف العقول، صفحه 488
Blognya orang syiah ini.
Ya Alloh lindungilah bangsa kami dari kerusakan aqidah syiah.
terutama banua ulun ya Alloh musnahkan bangsa yahudi syi'i ini dari banua kami ya Alloh.
siapapun yang mengucap tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusanNya maka dia muslim,,,,,,,,,,,,,,,jgn terpaku (terjebak)dengan kata-2 sunni,siah,fpi,muhamadiahhh, blablabla...jgn kau tak suka pada suatu kebenaran karena membeci pada sesuatu kelompok
dilarang memvonis sesama muslim
benarkah syiah mengucapkan sahadat sama dengan apa yang di ajarkan Rasulullah ???? beda kalian syiah menambah dengan Ali wali Allah dan yang membenci dan meng kafirkan pertama siapa ?? bukan kah kalian Syiah Rofidhoh dan bahkan ulama syiah Abu Ja'far ath-Thusi menghalalkan darah dan harta umat islam dalam kitap : 'Ilal asy-Syar'i. Hlm. 44. Cetakan Beirut. jadi benarkah kalian syiah Muslim ????
Ya memang bid'ah. Tapi ngomong2 syiah khan bukan muslim to.....!
Buat Anonymous, Zionis dan Amerika tidak perduli Sunni dan Syi'ah....Kecuali kalau Anda Anonymous adalah bagian dari Pengadu Domba ISLAM (kawan dari Zionis & Amerika cs)...!!!!!!....http://ejajufri.wordpress.com/2013/04/18/amerika-tidak-peduli-suni-syiah/#more-8816
@Anonymous, setia banendra & Banjarbanar Tu Pang ...AKU SUNNI kl "dipaksa" jadi "Wahabi atau SYi'ah"....AKU TIDAK RELA, AKU Syi'ah Kalau "DIPAKSA" jadi SUNNI atau WAHABI....AKU TIDAK RELA....., AKU WAHABI kl "DIPAKSA" jadi SUNNI atau SYI'AH...AKU TIDAK RELA...kalian KAFIR & BID'AH....hehehehe...KEYAKINAN jadi ISLAM SUNNI (mayoritas Sunni Syafe'i adlh negara Republik Indonesia & Bukan Negara ARAB) atau jadi ISLAM SYI'AH (mayoritas Syi'ah 12 Imam adlh negara Republik Islam Iran & Bukan Negara Arab) atau Jadi ISLAM WAHABI (mayoritas Wahabi adlh Kerajaan Arab Saudi & Negara Arab)...adalah KEYAKINAN yg terletak Di HATI masing-masing orang...BUKAN diPAKSAKAN diatas Tandatangan atau CAP JEMPOL ber MAterai....INGAT kalian telah DIADU DOMBA oleh SETAN berbaju ISLAM....Bersatulah Wahai Islam ku, kita & kalian jng berpecahbelah dihadapan musuh kita bersama Zionis Israel, Zionis Amerika, Zionis Barat Cs
http://banjarkuumaibungasnya.blogspot.com/2013/08/aku-sunni-kl-dipaksa-jadi-wahabi-atau.html#ixzz2bvTpnYQ3
Under Creative Commons License: Attribution