Home , , , , , , , , , , , , , , , � Pasukan Imam Mahdi as dan Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, adalah seorang penghina Islam..!!!!!

Pasukan Imam Mahdi as dan Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, adalah seorang penghina Islam..!!!!!


    


Bagaimana Ahmadinejad Beristikharah?


Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah tulisan yang berusaha membuktikan bahwa Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, adalah seorang penghina Islam. Kesahajaan yang selama ini ditampilkannya adalah kepura-puraan karena sebenarnya ia menyembunyikan permusuhan terhadap Islam. Lalu, bagaimana cara Ahmadinejad memperlakukan Alquran?
Cara yang dilakukan Ahmadinejad sebagai seorang penghina Islam ternyata berdoa, membuka, membaca, dan mencium Alquran. Sebagai seorang pelayan rakyat, ia bisa saja menghadapi keraguan dan kebimbangan dalam menentukan keputusan. Cara yang dianjurkan bagi seorang muslim ketika menghadapi kebimbangan seperti ini adalah melakukan istikharah.
Istikharah berasal dari kata al-khair yang bermakna sesuatu yang baik. Ia dilakukan dengan tujuan agar Allah Swt. menunjukkan sesuatu yang baik, karena terkadang apa yang menurut manusia itu baik tidak sama dengan ketetapan Allah, begitu juga sebaliknya. Benarkah seorang presiden menetapkan keputusan hanya dengan istikharah?
Istikharah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa melalui tahapan dan pendahuluan yang benar. Istikharah bukanlah jalan pintas dengan mematikan daya pikir yang diberikan Allah Swt.Allamah Thabathabai mengatakan bahwa seseorang harus mencari tahu sendiri, menyelidiki, dan berpikir keras untuk menentukan. Jika tidak mampu, barulah berkonsultasi kepada orang lain. Jika tetap menemui jalan buntu, barulah dilakukan istikharah. Istikharah dilakukan untuk memberikan ketenangan pada hati.
Istikharah tidak dilakukan pada hal-hal yang sudah jelas, misalnya, terkait halal dan haram. Istikharah juga tidak dilakukan pada hal-hal yang kecil dan remeh. Meskipun ukuran kecil dan remeh itu bisa berbeda-beda bagi setiap orang, Imam Khomeini mengatakan bahwa orang yang melakukan istikharah pada hal-hal seperti melanjutkan hubungan pria dan wanita, atau perkara membeli rumah atau tidak, maka sebenarnya ia tidak tidak memiliki kecerdasan dan pemahaman yang benar tentang istikharah.[1]
Berdasarkan hadis, istikharah bukanlah jaminan bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan dan dijauhi dari segala kesulitan dan penderitaan. Dampak yang dialami orang yang melakukan istikharah juga tidak selalu berkaitan. Tapi jelas berdasarkan riwayat bahwa orang yang melakukan istikharah akan dianugerahi kebaikan dari Allah.
Di antara metode yang diajarkan ahlulbait dalam melakukan istikharah adalah melalui Alquran. Di antara caranya adalah dengan membaca surah Al-Ikhlas, bersalawat kepada nabi dan keluarganya, berdoa, baru kemudian membuka Alquran dan memaknai ayat yang kita baca. Berikut ini di antara foto-foto Ahmadinejad yang melakukan istikharah dengan menggunakan Alquran.
Note: If you find images which may be under copyright (even I already mention the source), please contact me with a removal request to Contact Me. Also remind me if I mention a wrong caption and information about the photos. This post inspired by Dr. Faisal Tehrani mailing list.

Tiga Ratus Tiga Belas


Selain angka 40 (empat puluh) atau arba’în, angka lain yang memiliki keunikan dan rahasia tersendiri adalah angka 313 (tiga ratus tiga belas). Dalam beberapa literatur, kita menemukan angka ini dalam sejarah pasukan langit. Mereka sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu sampai di masa mendatang.

313 Tentara Daud

Setelah diselamatkan oleh Nabi Musa alaihi salam, Bani Israil kembali melanggar hukum-hukum Tuhan hingga akhirnya mereka kembali ditindas oleh penguasa tiran. Kondisi sulit itu membuat mereka bertekad untuk berperang agar tidak menjadi bangsa yang terusir. Mereka memohon kepada Nabi Samuel untuk memimpin revolusi melawan para penindas. Tapi ketika Samuel meminta mereka untuk berkomitmen dengan janjinya, hanya sedikit yang mau melaksanakannya.
Samuel berkata, “Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Namun karena Thalut hanya seorang pengembala yang tidak memiliki harta, mereka menolak dan mengatakan, “Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan dari padanya.”
Dari ayat Quran di atas kita tahu bahwa para nabi memiliki pengganti dan penerus, dan penerusnya itu pastilah atas perintah Allah. Thalut yang diangkat oleh Allah tidak hanya ditugaskan sebagai pemimpin perang tetapi juga raja, yang berarti bahwa agama tidak bisa dipisahkan dari politik. Ayat ini juga mengkritik orang-orang yang hanya mengutamakan harta. Sebagai syarat utama, Allah menyatakan bahwa Thalut adalah orang berilmu. Karena dia juga pemimpin perang, maka syarat kedua ia memiliki tubuh yang perkasa.
Agar masyarakat yakin dengan kepemimpinannya, nabi berkata bahwa tabut suci Bani Israil akan dibuka di hadapan mereka. Tabut adalah peti kayu tempat dahulu ibu Musa menyimpan bayi Musa yang dilemparkan ke sungai Nil. Saat Musa diangkat menjadi nabi, beliau menyimpan papan (lauh) Taurat di dalam peti itu. Sebelum wafat, Musa juga meletakkan baju besi dan semua miliknya lalu diserahkan kepada penerima wasiat.
Tabut tersebut begitu suci sehingga Bani Israil selalu membawanya di setiap peperangan. Semakin lupa Bani Israil dengan tabut tersebut sampai akhirnya hilang di telan bumi. Allah memerintahkan malaikat untuk mengembalikan peti itu agar menjadi bukti bagi kepemimpinan Thalut.
Jika tabut yang berisi papan Taurat dan benda-benda peninggalan keluarga Musa begitu suci dan di dalamnya terdapat ketenangan, apatah lagi dengan benda suci dan makam para nabi? Ayat ini juga menyiratkan kita untuk menjaga warisan dan peninggalan para nabi.
Tatkala keluar membawa pasukan, Thalut berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kalian meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Siapa yang tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku.” (Q.S. Al-Baqarah: 249)
Bani Israil sekali lagi diuji untuk memperlihatkan kepatuhan terhadap pemimpinnya. Banyak di antara mereka yang lupa dengan pesan Thalut. Sebagian besar dari mereka bahkan memasukkan kepala ke dalam air. Menurut riwayat pasukan yang keluar pertama berjumlah 80.000 orang. Imam Baqir a.s. berkata, “Para pejuang yang setia menemani Thalut hanya berjumlah 313 orang.”[1]
Sebelum berperang, pasukan tersebut berdoa kepada Allah dan dengan izin-Nya mereka berhasil mengalahkan tentara Jalut. Dalam perang tersebut, Daud yang merupakan sahabat Thalut, berhasil membunuh Jalut yang dikenal besar dan kuat. Sesudah wafatnya Thalut, “Allah memberikan kepada Daud pemerintahan dan hikmah dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.”
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 249)

313 Tentara Nabi

Pada tanggal 12 Ramadan, sebuah kafilah keluar dari Madinah. Setelah melakukan perjalanan selama empat hari, mereka tiba di daerah Badar. Badar berasal dari nama orang yang pernah memiliki mata air ini, Badar bin Harits bin Mukhallid bin Nadhr bin Kinanah. Pada masa itu, Badar merupakan terminal dan pasar yang ramai dikunjungi pedagang dari seluruh jazirah.
Keesokan harinya, Jumat, dua pasukan bertemu. Kaum muslimin berjumlah 313 orang, belum termasuk nabi. Sementara kekuatan kaum jahiliah Quraisy 1.000 orang lebih. Rasul memerintahkan tiga orang pertama yang maju: Hamzah bin Abdul Muthalib, Ubaidah bin Harits bin Abdul Muthalib, serta Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib.
Dalam perang ini, Hamzah berhasil membunuh Utbah, ayah Hindun. Sementara Ali membunuh ayah Khalid bin Walid. Ubaidah sempat membunuh Syaibah bin Rabiah, namun akhirnya harus syahid. Setelah terjadi perang terbuka, kemenangan berhasil diraih kaum muslimin. Di pihak kaum muslim, empat belas orang wafat.[2]

313 Tentara Mahdi

Menurut beberapa hadis, seseorang yang akan menegakkan pemerintahan Ilahi di akhir zaman akan hadir di Mekah. Orang-orang yang pertama kali memenuhi seruannya berjumlah 313 orang. Jumlah tersebut bukan mengartikan bahwa pengikutnya hanyalah sedikit, namun jumlah tersebut adalah orang-orang pilihan dan tulus yang siap mendampinginya. Lambat laun, jumlah tersebut akan bertambah.
Imam Baqir a.s. mengatakan bahwa Allah akan mengumpulkan untuk Imam Mahdi para pejuang dari berbagai negeri yang jumlahnya sama seperti pejuang Badar. Imam juga mengatakan bahwa banyak dari pasukan ini yang justru merupakan orang-orang ajam.[3]
Pasukan berjumlah 313 yang sama seperti jumlah pasukan Badar, juga dicatat dalam kitab ahlusunah. Imam Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath dan lainnya meriwayatkan:
عن أم سلمة قالت قال رسول الله صلى الله عليه و سلم يبايع لرجل بين الركن والمقام عدة أهل بدر فيأتيه عصائب أهل العراق وأبدال أهل الشام فيغزوه جيش من أهل الشام حتى إذا كانوا بالبيداء خسف بهم فيغزوهم رجل من قريش أخواله من كلب فيلتقون فيهزمهم الله فالخائب من خاب من غنيمة كلب
Ummu Salamah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Seseorang akan dibaiat di antaraAr-Rukn dan Al-Maqâm oleh sejumlah orang seperti ahli Badar. Kemudian ‘ashâ’ib dari penduduk Irak dan abdâl dari penduduk Syam akan datang kepadanya. Sebuah pasukan dari penduduk Syam akan menyerang mereka. Ketika mereka mencapai Al-Baida’, mereka akan ditelan oleh bumi. Lalu seorang pria dari Quraisy yang paman dari ibunya berasal dari Kalb akan menyerang mereka. Allah akan mengalahkan mereka, dan pihak yang kalah pada hari itu adalah mereka yang kehilangan ganimah Kalb.”
Al-Qurthubi mengatakan bahwa Imam Mahdi akan memerangi Bani Sufyan dan yang bersamanya dari keturunan Kalb. Ia dan pengikutnya akan muncul dari Damaskus dan membunuh para wanita dan anak-anak. Imam Mahdi yang keturunan ahlulbait akan keluar dari Mekah. Pasukan yang dikirim Bani Sufyan untuk menyerang akan dibinasakan.[4]
Beberapa riwayat menyatakan bahwa pasukan Imam Mahdi yang berjumlah 313 itu bukan saja beriman dan tulus, tetapi juga memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan yang tinggi.[5] Tentu saja orang-orang ini tidak muncul begitu saja dari langit. Semua itu bergantung kepada bagaimana kita mendidik keluarga, teman, sekolah, masyarakat dan negara semampu kita. Kita harus memulainya dari diri sendiri untuk menghindari dosa dan meraih pengetahuan agar lebih taat kepada Allah.

Makna Arbain dan Kesyahidan Imam Husain


Kita tidak dapat menjangkau seluruh makna arba’în. Kita tidak tahu persis mengapa angka 40 hari itu yang dipilih; bukan 30, bukan 20, bukan juga 100. Tapi yang jelas angka 40 disebut di dalam Alquran sebanyak empat kali. Nabi Musa as. tadinya dijanjikan untuk “bertemu” dengan Allah, tapi kemudian Allah menyempurnakannya: “…Maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam” (QS. Al-A’râf [7] : 142). Seorang manusia oleh Alquran juga dinyatakan mencapai kesempurnaannya. Hatta idzâ balagha asyuddahu wa balagha arba’în sannah (QS. Al-Ahqâf [46] : 15). Bani Israil disebutkan bahwa mereka dihukum Tuhan tersesat selama 40 tahun.
Dalam hadis-hadis pun kita temukan angka 40 itu. Sekian banyak ulama, baik dari mazhab apapun, mengakui sabda nabi yang menyatakan, “Barang siapa yang menghafal 40 hadis dan memeliharanya, ia akan dibangkitkan kelak dalam kelompok orang-orang alim.” Karena itu dari kalang suni misalnya, kita menemukan Imam Nawawi menyusun Al-Arba’în An-Nawawiah. Dalam kalangan Syiah kontemporer Imam Khomeini menulis 40 hadis pilihan.
Kita menemukan di dalam hadis misalnya, ada hadis yang menyatakan “Barang siapa yang salat 40 kali—dalam riwayat lain 40 hari—di Madinah Rasul, maka ia terbebas dari kemunafikan.” Kita menemukan misalnya dalam hukum, 2,5% zakat harta atau 1 bagi setiap 40 ekor binatang; juga menggunakan angka 40. Kelihatannya 40 ini adalah angka kesempurnaan. Jika demikian kalau kita memperingati tokoh yang telah berlalu, yang kita ingin teladani pada masa keempatpuluhnya, maka sebenarnya salah satu yang diharapkan adalah kesempurnaan keteladan kita kepada beliau.
Hal kedua yang ingin saya garis bawahi adalah bahwa Allah Swt. memerintahkan kita untuk merenung. Berulang-ulang dalam Alquran, tidak kurang 200 kali, kata “merenung” atau “mengingat” terulang di dalamnya. Banyak hal yang perlu direnungkan. Sejak dulu misalnya, Allah berpesan kepada Nabi Musa agar mengingatkan kaummya: “Wa dzakkirhum bi ayyâmillâh. Ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah” (QS. Ibrâhîm [14] : 5), maka kita dapat berkata, bahwa salah satu hari Allah adalah hari gugurnya Sayidina Husain.
Saya terkadang berpikir, kalau unta atau sapi dijadikan Allah min sya’âirillâh (bagian dari syiar-syiar Allah), maka apakah tokoh tidak dapat menjadi salah satu dari sya’âirillâh? Kalau Kakbah,al-hadyaal-qalâid (binatang yang dibawa ke Kakbah untuk disembelih saat haji), semua dinamai Allah sebagai sya’âirillâh, maka heran rasanya kalau ada tokoh, baik yang disebut di dalam Alquran maupun yang tidak, selama dia tokoh, heran kalau dia tidak dapat dinilai sebagai salah satu dari sya’âirillâh.
Seperti kita baca dalam Alquran: “Barang siapa yang mengagungkan sya’âirillâh (syiar-syiar Allah) maka sesungguhnya itu adalah tanda ketakwaan dari hati” (QS. Al-Hajj [22] : 32). Itu sebabnya kita merayakan maulid nabi, itu sebabnya kita mengagungkan tokoh-tokoh. Itu sebabnya sebagaimana kita bergembira dengan kelahiran Nabi Muhammad, sebagaimana kita menyambut tokoh-tokoh yang kita agungkan, kita pun wajar bersedih dalam batas-batas yang dibenarkan agama, dengan kepergian siapa yang mesti kita cintai.
Syi’âr – sya’âir – sya’irah seakar dengan kata syu’ûr, rasa. Setiap yang menjadi syiar mesti menimbulkan rasa. Ketika pada hari Idul Adha misalnya, kita melihat kambing, domba atau sapi yang dijadikan syiar oleh Allah, maka ketika itu dia tidak menjadi syiar kalau dia tidak menjadi tanda kebesaran Allah dan tidak timbul di dalam hati Anda rasa kekaguman akan kebesaran Allah. Ketika kita menjadikan seorang tokoh sebagai syiar, maka harus timbul rasa di dalam hati Anda. Rasa hormat, rasa kagum dan boleh jadi rasa menyesal kenapa kita tidak hidup pada masa beliau (Imam Husain) dan ikut berjuang bersama beliau.
Hal ketiga yang ingin saya kemukakan, mengapa kita mengagungkan Sayidina Husain? Tentu akan sangat panjang uraian kalau kita berbicara tentang beliau. Kita hanya bisa menunjuk dengan jari telunjuk; kita tidak dapat merangkul semua dari keistimewaan beliau. Kata orang menunjuk ke suatu gunung yang tinggi terkadang lebih mampu untuk menggambarkannya dari pada usaha kedua lengan untuk merangkul dunia ini. Kita hanya ingin menunjuk dan menyinggung sedikit dari banyak yang diakui oleh seluruh muslim, apapun mazhabnya baik suni atau Syiah, dan yang terdapat dalam semua kitab menyangkut Sayidina Husain.
Pertama, beliau dan Sayidina Hasan adalah Sayyid Syabâb Ahli Jannah (Pemimpin Pemuda Penghuni Surga). Semua mengakui. Ada hal yang menarik dari dua sosok agung ini. Sepintas terlihat bahwa kepribadiannya bertolak belakang. Sayidina Hasan mau damai, Sayidina Husain revolusioner. Kelihatannya bertolak belakang, tapi sebenarnya tidak bertolak belakang. Semua bersumber dari didikan ayah beliau, Sayidina Ali bin Abi Thalib, dan semua yang dari Imam Alibersumber dari Rasulullah saw. Semua diajarkan untuk membela agama dan mempertahankannya sambil melihat kondisi yang sedang dialami.
Kondisi yang dihadapi oleh Imam Hasan sudah berbeda dengan kondisi yang dialami oleh Imam Husain. Ketika masa Sayidina Hasan diperlukan kedamaian yang bersyarat. Tetapi ketika kedamaian yang bersyarat itu ternodai, situasi berubah dan tampillah Sayidina Husain. Ketika Sayidina Hasan “bersedia” menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah itu menunjukkan bahwa beliau tidak pernah berpikir untuk suatu kekuasaan. Kalau begitu, ketika Sayidina Husain bersedia gugur walau dengan memberi pilihan kepada pengikutnya untuk mundur ketika dikepung, beliau juga dalam perjuangannya bukan menuntut kekuasaan. Yang beliau inginkan ketika itu adalah syu’ûr, rasa, kepekaan terhadap ajaran agama dan nilai-nilainya. Yang beliau inginkan ketika itu adalah tumbuh suburnya ajaran ini yang sejak masa ayah beliau sudah mulai menjauh dari nilai-nilai yang diajarkan rasul. Bahwa beliau tidak menghendaki kekuasaan itu sebenarnya adalah ajaran Sayidina Ali.
Abbas Al-Aqqad, seorang ulama Mesir yang diakui otoritas keilmuannya, menulis dalam bukuAbqarîyat ‘Ali bahwa kendati Sayidina Ali merasa bahwa beliau wajar untuk menjadi khalifah setelah Rasul, tetapi beliau tidak ingin menuntut itu sebelum umat menyerahkannya kepada beliau. Ditulis oleh ulama-ulama Syiah, salah satunya di dalam buku Ashlu Syî’ah wa Ushulihâ, bahwa Sayidina Ali menerima kepemimpinan Sayidina Abu Bakar dan Umar, kepimpinan dalam urusan kenegaraan karena beliau melihat bahwa apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan jalan Rasulullah. Walaupun dalam buku itu dikatakan beliau tidak menyerahkan soal imamah keagamaan. Sekali lagi saya ingin katakan, ketika Sayidina Hasan, Sayidina Husain dan sebelumnya Sayidina Ali, beliau tidak pernah berpikir untuk duduk sebagai penguasa. Inilah suatu ajaran yang perlu kita camkan sekarang ini.
Hal terakhir yang saya ingin kemukakan dalam konteks berbicara tentang Imam Husain adalah bahwa beliau, menurut nabi saw., adalah Sayyîd Asy-Syuhadâ, penghulu, tokoh yang terutama dari para syuhada. Saya tidak ingin membatasi pengertian syuhada itu hanya dalam arti orang yang gugur membela agama. Syuhada adalah bentuk jamak dari syahîd. Syahid itu kata yang patronnya bisa berarti objek dan bisa berarti subjek. Syahâdah adalah kesaksian. Kalau dia berarti subjek maka syahîd berarti yang menyaksikan, kalau dia berarti objek berarti bahwa beliau yang disaksikan.
Keguguran dan darah yang terpancar memang menjadi saksi akan ketulusan perjuangan beliau. Tapi karena kita tidak ingin membatasi arti syahadah hanya pada pengertian gugur di medan juang, itu juga berarti ketika kita menjadikan beliau sebagai syahîd (yang disaksikan), berarti kita ikut menyaksikan dihadapan Allah berdasarkan pada pengetahuan kita bahwa beliau tokoh dan di sisi lain kita menyaksikan beliau sebagai teladan kita dalam hidup. Itu sebabnya dalam Quran disebutkan: “Wa kadzâlika ja’alnâkum ummatan wasatha litakûnû syuhadâ ‘alâ an-nâs wa yakûna ar-rasûl ‘alaikum syahîda. Dan Kami telah menjadikan kalian umat pertengahan agar kamu menjadi saksi-saksi atas manusia, sedang rasul adalah saksi kalian (QS. Al-Baqarah [2] : 143)
Ketika Rasul menyatakan bahwa Imam Husain adalah Sayyîd Asy-Syuhadâ, maka jangan batasi pengertian itu hanya pada keguguran beliau, tapi jadikanlah beliau teladan dalam segala apa yang beliau lakukan. Beliau berjuang, beliau mengorbakan jiwa raga untuk nilai-nilai agar dapat lebih dirasakan oleh umat. Itu sebabnya beliau adalah Sayyîd Asy-Syuhadâ. Mudah-mudahan kita dapat mengambil sedikit teladan dari apa yang telah dipersembahkan Sayyîd Asy-Syuhadâ. Sekali lagi kita kagum, kita mengagungkan beliau, kita tidak perlu berkata bahwa perjuangan beliau gagal, tapi justru perjuangan beliau amat berhasil, jauh lebih berhasil dibanding kalau beliau tidak gugur.
Mengapa saya berkata begitu? Karena kita tidak pernah berkata bahwa hidup ini hanya di dunia; kita berkata hidup di dunia ini adalah perjuangan sepanjang masa. Kita perlu teladan-teladan yang baik, dan keteladan Imam Husain itu berlanjut hingga sekarang. Itu sebabnya tadi dikatakan sampai sekarang masih jutaan orang berkunjung ke Karbala. Sampai sekarang saya tahu persis di Mesir, Masjid Imam Husain itu dikunjungi orang; yang berkunjung bukan hanya orang Syiah tapi juga suni yang mengelilingi bagaikan bertawaf di sana. Mengagungkan Imam Husain karena perjuangannya sehingga kita dapat berkata, “Siapa yang tidak mengagungkan beliau (Imam Husain) maka diragukan keimanannya.” Aqûlu qauli hadzâ wastaghfirullâh lî walakum.
Sumber: Ceramah disampaikan oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam acara Peringatan Arbain Imam Husain di Islamic Cultural Center, Jakarta, pada tanggal 16 Februari 2009 (20 Safar 1430 H).
Pentranskrip: Ali Reza Aljufri © 2009

Penyimpangan Terjemahan Hadis Bukhari tentang Imam Mahdi


Oleh: Ahlul Bayt Digital Islamic Library Project
Hadis nomor 658 bab empat kitab Shahîh al-Bukhârî edisi bahasa Arab/Inggris menyebutkan riwayat singkat tentang kedatangan Yesus (Nabi Isa alaihisalam) dan kehadiran seorang Imam. Terjemahan itu berubah pada edisi cetakan berikutnya! Shahîh al-Bukhârî merupakan kitab hadis utama bagi saudara ahlusunah dan dianggap sebagai kitab terpercaya setelah Alquran. Penerjemahan bahasa Inggrisnya yang dilakukan oleh Muhammad Muhsin Khan dalam 9 jilid, telah diterbitkan dalam beberapa edisi.
Hadis yang didiskusikan ini terdapat pada edisi Dar al-Fikr (tanpa tahun, meskipun baru) sebagai berikut:
Shahîh Al-BukhârîMuhammad b. Ismail (w. 256 H), jilid 4, hal. 437, hadis nomor 658,Beirut: Dar al-Fikr (9 jilid), diterjemahkan oleh Muhammad Muhsin Khan, t.t.
Bagi mereka, yang meskipun pemahaman bahasa Arabnya kurang, akan dapat melihat bahwa teks hadis Arab yang digarisbawahi (wa imâmukum minkum) dan padanan bahasa Inggrisnya sangat berbeda!
Terjemahan yang tepat seharusnya:
How will you do when the son of Mary descends and your imam is one of your number?
Apa yang akan kalian lakukan ketika putra Mariam turun sedangkan imam kalian berada di antara kalian?
Terjemahan ini dapat dilihat pada terjemahan James Robson dalam kitab Misykat Al-Mashabihkarya Khatib At-Tabrizi, yang mengutip hadis tersebut dari Shahîh Al-Bukhâri:
Misykat Al-Mashabih, Al-Khatib At-Tabrizi (w. 737 H), jilid 3, hal. 1159, bab enam (Keturunan Yesus), Lahore: Shaikh Muhammad Ashraf (2 jilid), diterjemahkan oleh James Robson, 1964.

Mungkinkah ini ketidaksengajaan penerjemah Shahîh Al-Bukhârî?

Terjemahan Muhammad Muhsin Khan telah diperiksa ulang oleh beberapa ulama, sebagaimana terlihat dalam lembar pengesahan di halaman pertama setiap jilidnya:
Shahîh Al-Bukhârî, Muhammad b. Ismail (w. 256 H), jilid 4, hal. 1, Beirut: Dar al-Fikr (9 jilid), diterjemahkan oleh Muhammad Muhsin Khan, t.t.

Lalu, siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan ini?

Lembar pengesahan tersebut juga muncul pada edisi awal yang diterbitkan di Pakistan pada tahun 1971. Pada edisi tersebut kami menemukan bahwa penyimpangan fatal itu tidak ada. Hadis itu diterjemahkan lebih akurat. Perlu diingat bahwa pada jilid, halaman, dan nomor hadis pada edisi berikut, serupa dengan edisi Dar al-Fikr sebelumnya.
Shahîh Al-BukhârîAl-Bukhari, Muhammad b. Ismail (w. 256 H), jilid 4, hal. 437, hadis nomor 658, Pakistan: Sethi Straw Board Mills (Conversion) Ltd (9 jilid), diterjemahkan oleh Muhammad Muhsin Khan, 1971
Terlihat bahwa “kesalahan” ini sebenarnya penyimpangan yang jelas dan sengaja dari teks terjemahannya. Hal ini terus terjadi hingga edisi terakhir yang dicetak ulang sampai sekarang dan masih menunjukkan penyimpangan (tahrif). Termasuk edisi terakhir yang diterbitkan di Pakistan. Bahkan database hadis online memiliki terjemahan yang keliru. Misalnya lihat:
Shahîh Al-Bukârî, Al-Bukhari, Muhammad b. Ismail (w. 256 H), jilid 4, kitab 55, hadis nomor 658. Terjemahan online: (Klik di sini untuk lihat online)
hadis_usc2

Apa hubungan Fath Al-Bârî dengan versi yang keliru ini?

Fath al-Bârî merupakan uraian (syarh) paling terkenal dalam Shahîh al-Bukhârî. Kitab itu ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H), seorang ulama dengan reputasi besar di kalanganahlusunah. Meskipun analisis di atas menunjukkan penyimpangan yang jelas dan terlihat sengaja, pengecekkan terhadap syarah hadis tersebut dalam Fath Al-Bârî menjadi lebih jelas. Berikut ini adalah teks yang panjang dan sangat beralasan jika Ibnu Hajar mengutip pendapat beberapa pihak mengenai arti dan maksud riwayat tersebut. Beberapa komentar diterjemahkan di bawah:
Fath al-Bârî bî Syarh Shahîh al-Bukhârî, Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H), dalam hadis nomor 3193 (klik di sini untuk lihat online)
hadis_alislam
Menurut Ahmad dari Jabir tentang kisah dajal dan turunnya Isa, “Ketika mereka bersama Isa, akan dikatakan: ‘Bangkitlah wahai Ruhullah (Nabi Isa)’, beliau berkata: ‘Biarkan imam kalian memimpin salat‘.” Juga Ibnu Majah dalam hadis panjang dari Abu Umamah tentang dajal berkata: Mereka semua, maksudnya kaum kuslim, di Baitul Muqaddas (Yerusalem) dan imam mereka yang saleh maju memimpin salat mereka, ketika Isa turun; sang imam mundur dan meminta Isa untuk memimpin. Lalu Isa berdiri di antara bahunya (maksudnya menghadapnya) lalu berkata, “Pimpinlah! (Salat ini) disiapkan untukmu.”
Abul Hasan al-Khasai al-Abidi berkata dalam Manâqib asy-Syâfi’î bahwa kabar itu adalah mutawatir yakni al-Mahdi berasal dari umat ini dan Isa akan salat dibelakangnya. Dia menyebutkan tentang penolakan hadis yang dikeluarkan Ibnu Majah yang berasal dari Anas yang mengatakan “tidak ada Mahdi kecuali Isa”.
Abu Dzar al-Harawi berkata dari al-Jauzaqi dari beberapa orang terdahulu, berkata: arti dari perkataan “imam kalian berada di antara kalian” adalah bahwa dia akan memerintah berdasarkan al-Quran dan bukan Injil.
[...]
Ibnu al-Jauzi berkata: Jika Isa memimpin maka akan terjadi keraguan dipikiran manusia apakah ia akan memimpin sebagai wakil atau sebagai pemrakarsa hukum [baru]. Oleh karena itu, dia akan salat sebagai makmum sehingga tidak diliputi keraguan, mengingat ucapan (nabi kita) “tidak ada nabi setelahku”. Tentang salatnya Isa dibelakang lelaki dari umat ini, yang terjadi di akhir zaman menjelang hari kiamat, merupakan dalil sahih (bukti yang benar) dari ucapan bahwa bumi tidak mungkin ada tanpa tegaknya hujah Allah (qâ’im lillâh bi hujjah). Wallahualam.
Menjadi jelas dari kutipan di atas bahwa terdapat berbagai penjelasan yang dikutip Ibnu Hajar untuk menyatakan makna hadis ini dan identitas sang imam. Penyimpangan teks terjemahan Muhsin Khan dilakukan dengan mengganti terjemahan dan memilih salah satu dari beberapa penjelasan, yakni yang diwarnai merah. Sedangkan yang lainnya, termasuk yang diwarnai biru, ditolak.

Lalu siapa “imam” yang disebutkan dalam riwayat itu?

Pemahaman Syiah ini mengacu kepada Imam Mahdi yang merupakan Imam Kedua Belas dan Penerus dari Nabi (saw.) dari keluarganya (ahlulbait). Beliau merupakan Qâim al-Hujjah, di mana Yesus (Nabi Isa) akan salat di belakangnya ketika turun. Wallahualam.
Penerjemah: Ali Reza Aljufri © 2009

10 Komentar on “Penyimpangan Terjemahan Hadis Bukhari tentang Imam Mahdi

  1. tidak ada itu imam yang ke 12….
    para ahli sejarah telah mengetahuinya secara pasti dan ini sudah menjadi maklum bagi mereka. karena berdasarkan hasil penelitian ahli sejarah/maupun ulama syiah terdahulu imam ke 11 ini tidak memiliki anak laki2. terus dari mana anda mengatakan kalau imam mahdi yang anda klaim itu berasal dari keturunan imam ke 11..???
    • Tidak ada “imam ke-12″ tapi tidak meragukan kedatangan Imam Mahdi?
      Sebelas Imam pertama dibunuh. Begitu juga para penguasa zalim berusaha membunuh yang kedua belas dan Allah “menggaibkan” Imam Kedua Belas. Keluarga pun berusaha menyembunyikan putra Imam Kesebelas ini dari kejaran tirani. DalamKitab Al-Irsyad bahkan disebutkan, setelah Imam Kesebelas syahid, banyak orang yang belum tahu tentang putranya. (Silakan baca Kitab Al-Irsyad, Syaikh Mufid).
    • 1. Di keluarkan dari Bukhari, Ahmad dan Baihaqi, dari Jabir bin Samurah, berkata,
      “Akan wujud 12 orang amir”.
      Jabir berkata: Setelah itu baginda(sawa) mengatakan sesuatu yang tidak dapat aku mendengarnya. Lantas bapaku berkata bahawa baginda bersabda:
      “Semuanya dari Quraish.”
      2. Di keluarkan oleh Muslim dari Jabir bin Samurah berkata: Aku masuk bersama bapaku ke hadhrat Nabi lalu aku mendengar baginda(sawa) bersabda:
      ‘Urusan agama ini tidak akan selesai hingga sempurna 12 orang Khalifah.”
      Jabir berkata: Kemudian baginda mengatakan sesuatu yang kabur dari pendengaran ku, maka aku bertanya kepada bapaku. Bapaku menjawab:
      “Semuanya daripada Quraish”
      3. Dikeluarkan oleh Muslim dan Ahmad dari Jabir bin Samurah: Aku telah mendengar bahawa Rasulullah bersabda:
      “Urusan agama akan tetap berjalan lancar selagi mereka dipimpin oleh 12 orang lelaki.”
      4. Di keluarkan oleh Muslim, Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban, al Khatib al Tabrizi, dari Jabir bin Samurah, Rasulullah(sawa) bersabda:
      “Islam akan tetap mulia(selagi mereka dipimpin oleh) dengan 12 orang khalifah”
      5. Dikeluarkan oleh Muslim dari Jabir bin Samurah berkata: Aku telah mendengar Nabi bersabda pada petang Jumaat ketika al Aslani di rejam:
      “Agama ini akan tetap teguh berdiri hingga hari kiamat kerana kamu dipimpin oleh 12 orang khalifah.”
      6. Di keluarkan oleh Ahmad, Al Hakim, al Haithami di dalam Majma’ uz Zawaid dinukil dari Thabrani dan al Bazzar, dari Jabir bin Samurah, Nabi bersabda:
      “Urusan umatku akan berada dalam keadaan baik sehinggalah cukup 12 orang khalifah.”
      7. Di keluarkan oleh Ahmad, al Haithami di dalam Majma uz Zawaid, Ibnu Hajar di dalam al Mathalibul ‘Aliyah, al Busairi di dalam Mukhtasar al Ithaf dari Masruq berkata: Telah datang seorang lelaki kepada Abdullah Ibnu Mas’ud lalu berkata:
      Apakah Nabimu pernah mengkhabarkan bilangan khalifah setelah pemergiannya?
      Ibnu Mas’ud menjawab:
      “Ya, tetapi tiada orang pun selain kamu yang bertanyakan perkara ini. Sesungguhnya kamu masih muda. Bilangan khalidah adalah seperti bilangan majlis Musa(as), iaitu 12 orang.”
      Inilah antara hadis yang menunjukkan bilangan khalifah/amir sepeninggalan Rasulullah (sawa), iaitu 12 orang, yang mana selagi di bawah pimpinan mereka:-
      1. Islam akan tetap mulia.
      2. Agama ini akan tetap teguh.
      3. Urusan umat akan tetap dalam keadaan baik.
      Syeikh Sulaiman al Qunduzi al Hanafi menerusi kitabnya Yanabi al Mawaddah telah mengkhususkan satu bab hanya untuk himpunan hadis 12 orang khalifah ini. Beliau menyatakan bahawa Yahya bin Hassan menerusi kitabnya, al Umdah menyenaraikan 20 jalan sanad bahawa khalifah sepeninggalan Nabi(sawa) ialah 12 orang. Manakala Bukhari menyenaraikan 3 jalan, Muslim 9 jalan, Abu Daud 3 jalan, dan Tarmizi 1 jalan.
    • Dalam Ikmal al-Din terdapat sebuah hadis melalui Jabir al-Jufri yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah yang berkata: “Ya Rasulullah kami telah mengetahui Allah dan Rasul-Nya, lalu siapakah ulil amri yang Allah jadikan ketaatan kepada mereka sama dengan ketaatan kepadamu?”
      Lalu Nabi SAW bersabda: “Wahai Jabir, mereka adalah penerusku dan para pemimpin muslimin. Yang pertama dari mereka adalah ‘Ali bin Abi Thalib, kemudian (Imam) Hasan dan (Imam) Husain, kemudian ‘Ali bin Husain, kemudian Muhammad bin ‘Ali, yang dikenal dalam taurat dengan nama al-Baqir, yang engkau akan jumpai kelak. Wahai Jabir! Apabila engkau menjumpainya, sampaikanlah salamku padanya. Setelahnya adalah ash-Shadiq, Ja’far bin Muhammad; kemudian Musa bin Ja’far, kemudian ‘Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin ‘Ali, kemudian ‘Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin ‘Ali, setelahnya adalah al-Qa’im yang nama asli dan gelarnya sama denganku. Dia adalah hujjah Allah di bumi dan pengingat hamba-hamba-Nya. Dia anak (Imam) Hasan bin ‘Ali (al-’Askari). Peribadi inilah yang menyebabkan tangan Allah akan membukakan arah Timur dan Barat dunia dan peribadi ini jugalah yang akan digaibkan dari para pengikut dan pencintanya. karena inilah (kegaiban -penerj) keimamahannya tidak dapat dibuktikan oleh pernyataan siapapun kecuali oleh orang yang keimanannya telah Allah uji.”
      Jabir berkata: “Aku bertanya padanya: ‘Wahai Rasulullah! Apakah para pengikut (syi’ah)-nya akan mendapatkan manfaat dari kegaibannya?’ Dia menjawab: ‘Ya. Demi Zat yang mengutusku dengan kenabian, mereka akan mencari cahaya dan taat kepadanya pada masa gaibnya sebagaimana manusia mendapat manfaat dari (cahaya) matahari ketika awan menutupnya’ …”
      (Ikmal al-Din, jilid 1, hal. 253, dengan makna yang hampir sama dalam Yanabi’ al-Mawaddah, hal.117)
      * Yanabi al Mawaddah : hal 134 dan 137
      * Syawahidul Tanzil:1/48 hadis 202-204
      * Tafsir Razi:3/375
      Telah diriwayatkan oleh al Hamwini, di dalam Fara’id al-Simtayn dan dinukilkan darinya di dalam Yanabi al Mawaddah, dengan sanad dari Ibnu Abbas berkata:
      Seorang Yahudi yang bergelar Nat’sal datang bertemu Rasulullah(sawa) lalu berkata;
      Wahai Muhammad(sawa) aku berhajat untuk bertanya kepadamu sesuatu yang aku pendamkan di dalam diriku. Jika kamu menjawabnya, maka aku akan mengisytiharkan keislamanku di hadapan mu.” Rasulullah(sawa) menjawab, “Tanyalah wahai Abu Imarah.” Dia lalu menyoal baginda sehingga beliau merasa puas dan mengakui kebenaran baginda(sawa).
      Kemudian dia berkata, “ Beritahu aku tentang pengganti kamu, siapakah mereka? Sesungguhnya tiada Rasul yang tidak mempunyai wasi(pengganti).Rasul kami Musa melantik Yusha bin Nuun sebagai pengganti dirinya. Baginda menjawab: “Wasi ku ialah Ali bin Abi Thalib, diikuti oleh kedua cucuku, Hassan dan Hussain, seterusnya diikuti pula oleh 9 orang keturunan Hussain.
      Dia bertanya lagi: “Sebutkan nama-nama mereka kepada ku waha Muhammad(sawa).” Rasul menjawab, “Apabila Hussain pergi, beliau akan diganti oleh anaknya, Ali, apabila Ali pergi, Muhammad akan menggantikannya. Apabila Muhammad pergi, Ja’afar akan menggantikannya. Apabila Ja’afar pergi, beliau akan digantikan oleh anaknya Musa. Apabila Musa pergi, anaknya Ali akan menggantikannya. Setelah Ali pergi anaknya Muhammad akan menggantikannya. Setelah Muhammad pergi, anaknya Ali akan menggantikannya. Apabila Ali pergi, anaknya Hassan akan menggantikannya. Apabila Hassan pergi, anaknya Muhammad al Mahdi akan menggantikannya. Inilah mereka yang 12 orang.Dengan jawapan tersebut yahudi itu memuji Allah dan menyatakan keislamannya.
  2. Ghaib???? mengapa hal itu tak dijelaskan Imam Thariqah Alawiyyah ya??? bisa nt jelaskan?
    • Dalam alam mistis, gaib yg dimaksud tidak tampak oleh orang awam (saya gunakan tanda petik). Ahlusunah tidak (banyak) menjelaskan “kegaiban” karena diyakini belum lahir.
  3. Para Imam Thariqah seperti Imam Haddad ra atau sebutlah sekarang Habib Salim Syathri Sulthonul Alamah fil akhir umruhu apakah masuk kategori awam?
    • Untuk sedikit mengetahui tentang kegaiban Imam Mahdi sila rujuk ke karya Ayat. Ibrahim Amini dan Syahid Baqir Shadr.
      Para urafa dari kalangan Syiah pun tidak serta mengklaim mendapat hubungan intens dengan Imam Zaman. Buku-buku pengalaman spiritual pun lebih sering mengisahkan pertemuan dengan “sosok tertentu” dan tidak mengklaim bertemu dengan Imam Mahdi. Sebagaimana seorang wali tidak akan mengklaim dirinya adalah wali, maka mereka yg memanfaatkan dengan mengaku-ngaku bertemu dengan Imam Mahdi adalah pembohong.
  4. NABI ISA ………DIGAIBKAN OLEH ALLAH SWT KETIKA AKAN DIBUNUH PENGUASA ZALIM.
    IMAM MAHDI….DIGAIBKAN OLEH ALLAH SWT KETIKA AKAN DIBUNUH PENGUASA ZALIM.
    KEDUANYA AKAN DIMUNCULKAN DI AKHIR ZAMAN GUNA MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN ISLAM GLOBAL YANG AKAN DIPIMPIN IMAM MAHDI YANG MERUPAKAN KETURUNAN RASULULLAH SAW.
    MELALUINYA PEMERINTAHAN AKAN TERKALAHKAN OTORITER/HEGEMONI ZALIM KONSPIRASI GLOBAL.
    SEBUAH GRAND STRATEGY YANG PASTI AKAN TERWUJUD ATAS KEHENDAK ALLAH AZZA WA JALLA.
  5. KEAGUNGAN ISLAM SEBAGAI RANGKAIAN AJARAN TAUHID SEJAK ADAM A.S. ADALAH PERHATIAN KEPADA HAL GAIB DAN ESENSI ASPEK FUTURISTIK (BEYOND TOMORROW).
    IMAM MAHDI ……ADALAH CONTOH BAGAIMANA OPTIMISME AKAN ESENSI APLIKASI KEMURNIAN AJARAN ISLAM MELALUI PEMERINTAHAN “IMAM DARI AHLUL BAYT RASULULLAH SAW” MENJADI “PAMUSKAS” KEBERHASILAN SISTEM PEMERINTAHAN YANG SECARA KOMPREHENSIF INTEGRAL MEMBAWA KESEJAHTERAAN DI ATAS PERMUKAAN BUMI.
    OPTIMISME TERDAHSYAT…! BAHWA SIAPAPUN SECARA TERPAKSA ATAU IKHLAS…..BERDASARKAN PREDIKSI KENABIAN DAN KELAK AKAN TERWUJUD … “STRATEGIC PLANNING” DARI ALLAH SWT “SEBAGAI SANG MAHA PENGATUR SEGALA URUSAN”

Nabi Yusuf dan Imam Mahdi


Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik (ahsanal qashash) dengan mewahyukan Alquran ini kepadamu dan sesungguhnya kamu sebelumnya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”
Itulah bagian awal dari surah Yusuf yang selalu diputar dalam setiap episode film besutan Farajollah Salahshoor. Memang benar bahwa satu huruf dalam ayat Quran bisa memiliki beragam makna, apalagi dengan satu ayatnya. Jadi ayat di atas juga tentu memiliki beragam pemaknaan, misalnya bidang astronomi. Tapi, mendengarkan ayat di atas pada setiap awal episode film Yusuf membuat saya teringat dengan dua belas imam ahlulbait. Apa hubungannya?
Begini… Nabi Yakub a.s. memiliki dua belas putra yang kelak menjadi pemimpin suku Bani Israil. Jumlah ini sama seperti para imam ahlulbait keturunan nabi, yang pernah diberitakan oleh beliau saw. sebagaimana yang diriwayatkan dalam sahih Muslim: “Islam akan senantiasa tegak dan mulia hingga berlalunya dua belas khalifah…” Mereka jugalah yang disabdakan oleh Rasul saw. bahwa ahlulbait adalah bintang-bintang di langit yang memberikan kesalamatan bagi penduduk bumi.
Siapa matahari dan bulan yang sujud? Kalau dalam sejarah kita tahu bahwa matahari adalah Nabi Yakub dan bulan adalah ibu pengasuh Nabi Yusuf a.s., maka di sini saya teringat dengan Nabi Muhammad saw. dan Fatimah az-Zahra. Bagaimana Yakub sebagai seorang ayah sujud kepada Yusuf sebagai seorang anak? Inilah sujud ketaatan atas perintah Allah kepada pribadi yang memiliki kesempurnaan dalam penyampaian risalah.
Sejak awal kelahirannya, Nabi Yusuf a.s. sudah memiliki keutamaan tersebut. Dalam kisah, Yakub a.s. terlihat seperti kesulitan dalam menyampaikan risalah, terlebih dalam melawan arogansi kuil berhala. Tapi kelahiran Yusuf, mampu membungkam semua itu; hujan turun pertanda akhir paceklik dan kuil berhala kemudian terbakar. Barulah kemudian Yakub a.s. berhasil menyampaikan risalahnya dengan mengislamkan seluruh penduduk Faddan Aram.
Hal lain yang patut diketahui dalam kaitannya dengan kedudukan spiritual adalah berpisahnya Yusuf a.s. dengan Yakub a.s. Nabi Yakub begitu sedih, menangis terus-menerus hingga matanya memutih dan buta. Bagi orang awam, seperti kebanyakan penduduk Kanaan, yang tidak mengerti akan mengatakan bahwa perilakunya berlebihan. Namun tangisan ini bukan sekedar tangisan ayah kehilangan anak dalam hal hubungan darah. Tapi tangisan kerinduan akan kekasih Allah. Nah, seharusnya kerinduan dan penantian kita kepada Imam Mahdi, sama seperti penantian Yakub kepada Yusuf a.s.
Di dalam hati seorang nabi hanya ada Allah, semua perilakunya karena Allah semata. KetikaRasulullah saw. menyerukan kita untuk mencintai dan mengikuti ahlulbait dan mengabarkan bahwa Imam Mahdi yang akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi kezaliman berasal dari keluarganya, itu bukan karena latar belakang hubungan darah. Tapi ia memang perintah dari Allah. Karena nabi adalah pribadi paling sensitif terhadap makhluk dan Khalik.
Kedudukan Nabi Yusuf yang lebih tinggi dari ayahnya semakin terlihat ketika beliau mampu melewati segala ujian dan menjadi penguasa Mesir. Tidak sekedar penguasa dalam arti politik kekuasaan wilayah tetapi juga menjadi pemimpin risalah dari Allah. Syariat sempurna yang dibawa Rasulullah saw. akan menyelimuti seluruh bagian bumi dengan kehadiran Imam Mahdi a.s. Pemerintahan Yusuf a.s. akan menjadi contoh kecil pemerintahan Imam Mahdi afs. yang dicita-citakan oleh seluruh nabi dan malaikat.
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (mustadafin) di bumi itu dan hendak menjadikan mereka imam-imam dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (QS. 28: 5)

Kontroversi Visualisasi

Larangan visualisasi nabi melalui peran dalam sebuah film memang menuai kontroversi. KulturPersia sepertinya memang tidak melihat adanya “tabu” dalam hal tersebut, terlihat dari berbagai film sejarah-keagamaan yang sudah cukup banyak diproduksi. Namun kultur suni sangat keras melarang. Tidak heran film buatan Iran mengenai para nabi dilarang diputar di stasiun televisi Timur Tengah. Saya pernah dengar kabar bahwa film Yusuf ash-Shiddiq ini rencananya akan diputar di salah satu stasiun televisi Indonesia. Tapi karena sampai sekarang tidak terwujud, saya maklum potensi kontroversi yang mungkin terjadi.
Melihat dua pandangan yang berbeda tersebut dan untuk mengurangi kontroversi, menurut saya, film tersebut disajikan dengan cara berbeda. Misalnya, dengan menambah efek cahaya pada wajah para pemeran sosok suci tersebut sehingga tidak nampak (rugi dong artisnya!). Film-film berlatarkan sejarah keagamaan yang tentunya mengandung nilai-nilai penting sangat sayang jika tidak bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Lagi pula, film Yusuf ash-Shiddiq ini merupakan hasil riset 8 tahun di perpustakaan al-Azhar Mesir, telaah 60 kitab tafsir, dan kunjungan ke Musée du Louvre yang menyimpan benda purbakala Mesir Kuno.
Akan lebih bijak jika fatwa larangan itu ditujukan kepada setiap film yang menceritakan kisah percintaan, kekerasan, fantasi atau fiksi-fiksi lain yang tak masuk akal (silakan Anda bandingkan sendiri film ini dengan sinetron Indonesia!). Meski demikian, fatwa pelarangan tersebut cukup dipandang sebagai sebuah usaha. Karena di era internet seperti sekarang sangat mudah memperolehnya. Semakin dilarang, semakin penasaran, kan? Buat yang mau lihat-lihat silakan klik di sini.
Catatan: Terima kasih buat @ivahabsyech, janji sudah terpenuhi, kan?! :D

Ziarah Nabi Yusuf As di Thebes [1150 BC]

kota-thebes2
Thebes adalah kota kuno Mesir. Kota ini selama berabad merupakan ibu kota Mesir Kuno. Letak kota ini berada di tepi sungai Nil, kurang-lebih 725 Km bagian Selatan dari Kairo (ibu kota kiwari Mesir).  Thebes adalah kota yang diidentifikasi dalam ALKITAB bahasa Ibrani sebagai NO (kota) atau No-Amon (Kota Tuhan).  Thebes oleh orang-orang Yunani, disebut Diospolis (Kota Tuhan). Thebes (baca: Thebs) di samping di Mesir, juga terdapat di Yunani. Thebes Mesir lebih antik dan kuno ketimbang Thebes yang terdapat di Yunani (479 BC).  Thebes menjadi istimewa dan mempesona setidaknya bagi saya karena konon menurut sejarawan dan penafsir al-Qur’an di ibu kota Mesir inilah Nabi Yusuf melewati hampir seluruh masa hidupnya. Semenjak menjadi budak hingga menjadi seorang gubernur yang dicintai tidak hanya oleh Akhenatun (1150 BC) Raja Mesir kala itu, tapi juga oleh seluruh rakyat Mesir, termasuk Zulaikha, kisah amor seorang aristokrat jelita yang tertawan keindahan Yusuf meski ia adalah seorang budak belian. Di Thebes, untuk beberapa tahun kemudian, Yusuf muda memproklamirkan risalahnya yang menyeru manusia untuk meninggalkan sesembahan tuhan-tuhan batu dan besi menuju kepada Tuhan yang Esa. Di kota Mesir Kuno inilah, pesona, keindahan tutur kata, keelokan tingkah laku, kesucian jiwa,  ketepatan ta’bir dan takwil mimpi serta kebijakan Yusuf dalam menghadapi setiap persoalan sepelik apa pun menjadi buah-bibir setiap warga kota serta hikmah yang mengalir dari lisan Yusuf bak Nil yang memberi kehidupan bagi rakyat Mesir di sepanjang alirannya.
nabi-yusuf-setelah-menakwil-mimpi-amenhotep-iv-akhenatun-didaulat-menjadi-gubernur-mesir
Nabi Yusuf didaulat Menjadi Gubernur oleh Akhenatun setelah menakwil mimpi Raja Mesir ini
Di tempat inilah Jum’at kemarin saya dan keluarga melakukan “ziarah”. Anda jangan kaget dulu.  Saya dan keluarga tidak berziarah ke kota kuno ini dengan mengendarai mesin waktu seperti yang sering ditayangkan di film-film. Juga tidak  sedang melakukan ziarah ruhani dengan melintasi lorong ruang dan waktu dengan menjumpai ruh-ruh yang hidup pada masa 1150 BC (sebelum masehi).  Namun saya berziarah ke tempat itu di pinggiran kota Teheran, tepatnya di lokasi syuting sinetron Nabi Yusuf As yang kini sedang ditayangkan setiap malam Sabtu oleh Channel 1, jam 22.15 di seluruh Iran. Dan kabarnya sinetron ini telah disiarkan selain bahasa Persia, juga disiarkan dalam berbahasa Arab dan Turki.
Berziarah ke Thebes ini merupakan sebuah perjalanan yang menarik. Meski berupa replika Thebes Mesir, tapi perjalanan ke Thebes Iran ini mengantarkan kita kepada sebuah cakrawala baru tentang sebuah karya seni, peradaban, dan sebuah kematangan. Menyitir Sa’adi, pujangga terkemuka Iran:
Bisyâr bâyad safar kard
Ta pukhte syawad Khâmi
Banyaklah melakukan perjalanan
Hingga engkau menjadi matang, wahai belia
Iya.. segala perjalanan yang saya atau Anda lakukan adalah sebuah upaya ekskursif untuk melihat dunia baru dan mencicipi hidangan atmosfer baru untuk menjadi lebih matang dan dewasa dari sebelumnya. Betapa tidak, misalnya, ziarah ke Thebes ini kita dapat melihat sebuah karya seni, peradaban dan kematangan hidup orang-orang Thebes di masa Nabi Yusuf dan apresiasi tinggi seniman-seniman Iran atas kisah yang digelari al-Qur’an sebagai kisah terbaik (ahsanul qishas) dalam format sinetron Nabi Yusuf.
dua-aktor-figuran-iran-yang-sedang-syutingan-film-perang1
Dua aktor figuran Iran yang sedang syutingan film perang, dari kejauhan tampak S. Nil
“Thebes ala Iran” tempat pembuatan sinetron Nabi Yusuf ini dibuat di lokasi syuting film “Defâ-e Muqaddas (holy defence) yang banyak melahirkan film-film perang yang berkecamuk antara Iran dan Iraq. Sebelum memasuki “Thebes” kita akan melewati “medan perang” dengan tank-tank tempur bertebaran di mana-mana, barak-barak militer yang di depannya berjejer kendaraan-kendaaran tempur. Di mana pada waktu kami berkunjung ke tempat ini, terdapat beberapa krue film, aktor dan aktris sedang sibuk mengambil film untuk konsumsi festival film Fajr, dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Iran yang jatuh pada tanggal 10 Februari mendatang.
 Thebes ala Iran ini kini setelah dua tahun usainya proses pembuatan sinetron dijadikan sebagai museum oleh dinas pariwisata dan kebudayaan pemerintah setempat. Jadi kalau Anda kini mengenal dan bahkan pernah berkunjung ke Thebes yang ada di Mesir atau Yunani, kini Anda juga harus mengenal dan berkunjung ke Thebes di pinggiran kota Teheran. Sebagaimana Thebes yang asli di Mesir ada sungai Nilnya, ada patung Luxor atau Spinxnya, pahatan-pahatan kuno, dan patung Amenhotep III ayah Amenhotep IV, yang kemudian mengubah gelarnya menjadi Akhenatun setelah menjawab seruan Yusuf menyembah Tuhan yang Esa, kini Anda juga dapat melihatnya di pinggiran kota Teheran. Demikianlah apresiasi seni sineas Iran dalam menyuguhkan film-film religius dan bersejarah.
Hingga kini, para sineas Iran telah dan kini sedang membuat beragam film yang bercorak sejarah dan religius. Anda barangkali pernah mendengar bahkan telah menyaksikan film The Seven of Ephesus(Ashabul Kahf), atau Saint Mary (Maryam-e Muqaddas), atau membaca tentang pembuatan film Jesus Spirit of God dan The Kingdom of Solomon. Mengangkat kisah-kisah historis dan religius yang sarat dengan pesan-pesan samawi juga nasihat-nasihat bumi merupakan sebuah keahlian tersendiri para sineas Iran. Kisah-kisah al-Qur’an yang diangkat ke layar lebar atau dijadikan sinetron ini tentu bukan pekerjaan mudah, diperlukan selaksa nara-sumber baik berupa kitab-kitab klasik sejarah, tafsir, hadis, Sunni-Syiah, serta eksplorasi berani seorang sutradara. Dan yang lebih pelik lagi adalah ketika menukil sumber-sumber hadis yang sahih dan membedakannnya dari hadis-hadis Israiliyyat yang banyak bersileweran dalam kitab-kitab hadis, umumnya Ahlusunnah.
Dalam domain film-film kemanusiaan, sineas bangsa Persia ini acapkali menjadi langganan juara di beberapa festival film internasional yang berpengaruh di dunia. Tentu terkecuali Oscar yang memang lebih cenderung pada obyek perfilman komersil, sensual dan serba kolosal.
Nabi Yusuf didampingi Istrinya Asyat di Istana Akhenatun
Nabi Yusuf didampingi Istrinya Asnat di Istana Akhenatun
Sinetron Nabi Yusuf, atau Yusuf-e Payambar dalam Persianya, merupakan salah satu sinteron paling anyar yang dibuat oleh sineas ternama Iran, Farajullah Salahsyur. Sinetron ini dibuat selama 4 tahun dengan menelan biaya produksi kurang-lebih 7 Milyar Toman (sekitar 70 Milyar Rupiah). Sinetron besutan Farajullah Salahsyur  merupakan hasil dari 8 tahun riset di perpustakaan al-Azhar Mesir dan kunjungan ke museum Musée du Louvre, Paris, lantaran di museum ini, benda-benda purbalaka perdaban kuno Mesir banyak tersimpan. Sinetron ini mengangkat kisah Nabi Yusuf, semenjak usia belia hingga diangkat menjadi nabi. Hasil riset 8 tahun dan telaah kurang-lebih 60 kitab tafsir kini berbentuk 45 episode dengan durasi tayang 60 menit. “Utamanya saya banyak merujuk kepada tafsir al-Mizan karya Allamah Thaba-thabai,” Aku Salahsyur.

Yang istimewa dari sinteron ini adalah pemerannya adalah seorang yang sama sekali “perawan” dalam dunia perfilman. Berbekal wajah ganteng dan tiadanya pengalaman dalam seni akting, dalam proses casting sang sutradara menjatuhkan pilihan kepada pemuda belia, Mustafa Zamani untuk melakoni peran Nabi Yusuf. “Keperawanan” Mustafa Zamani untuk memerankan tokoh suci Yusersif (dalam film ini, Yusuf oleh orang-orang Thebes dipanggil dengan nama ini) sangat penting karena ketika aktornya telah pernah bermain film dan sinetron dalam beragam peran, apakah itu protagonist atau antagonis dapat menimbulkan kesan dan citra yang kurang baik bagi Yusuf, “Tutur Salahsyur. Apatah lagi kalau aktor ini pernah bermain film komedian. Tentu bakalan lebih runyam lagi.
Oleh itu, untuk membekali Mustafa Zamani guna tidak canggung di depan kamera, sang sutradara memintanya untuk menempuh pelajaran intensif seni akting selama lima sampai enam bulan supaya ia dapat menyesuaikan diri dengan peran yang akan dimainkannya. Bahkan, Mustafa Zamani terikat kontrak untuk tidak bermain di film manapun  hingga tayangan perdana oleh itu, ia dibayar secara percuma sebesar 500.000 Toman (kurang lebih 5 jutaan Rupiah) tiap bulan meski proses take film udah lama usai. Konon, setelah tayangan perdana dimulai, pelakon Yusuf ini sudah banyak menerima tawaran main film, tapi ia masih saja menolak alasannya ingin mempertahankan citranya sebagai tokoh Yusuf dalam film tersebut. Sikap ini tentu saja Anda tidak akan dapatkan di dunia perfilman nusantara yang serba “boleh” dengan peran apa saja asalkan tetap dapat dipakai.
Thebes dari atas...kini jadi museum setelah 2 tahun usai penyutingan
Thebes dari atas...kini jadi museum setelah 2 tahun usai penyutingan
Ihwal penggalan-penggalan cerita sinetron barangkali akan dialokasikan pada waktu yang lain, namun dari sisi pendekatan bagi Anda yang ingin memahami ayat-ayat Tuhan yang terabadikan dalam surah Yusuf, barangkali menyaksikan sinetron ini akan sangat membantu terwujudkannya keinginan itu. Mengikut Vernon A. Magnesen, dalamQuantum Teaching, yang menyatakan bahwa manusia belajar sebanyak 50 % dari apa yang didengar dan dilihat. Pelajaran audio-visual berupa sinteron yang mengangkat kisah Nabi Yusuf dapat kita ikuti dengan menyaksikan film ini. Sebagai seorang Muslim yang ingin melakukan tadabbur dantafakkur atas surah Yusuf ini barangkali dengan menyaksikan film ini dapat memperoleh pelajaran sebanyak 50 % selebihnya pada taufik dari Tuhan untuk dapat memahami dan mengamalkan pesan-pesan yang tertimbun di dalamnya. Kabarnya, penerbit Al-Huda Jakarta pernah menerbitkan buku tafsir ukuran saku, Tafsir Surah Yusuf untuk Kawula Muda, yang dikarang oleh Mohsen Qiraati. Tentu dengan gaya bahasa Mohsen Qiraati yang lugas, sederhana tapi menukik akan mengantarkan Anda berziarah abadi secara ruhani dengan Nabi Yusuf melintasi ruang lorong dan waktu, menjambangi kota Thebes fantasi dalam penyingkapan (mukasyafah, disclosure) dan penyaksian (syuhudwitnessing) Anda. Tapi sepertinya Anda sementara ini harus bersabar sampai sinetron Nabi Yusuf ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, atau minimal bahasa Inggris sehingga Anda dapat segera memulai pelancongan ruhani ini. Kalaulah Anda telah melancong, jangan lupa sampaikan salam saya kepada Yusuf As. Terima kasih.

mainsource:www.ejajufri.wordpress.com

1 comments to "Pasukan Imam Mahdi as dan Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, adalah seorang penghina Islam..!!!!!"

  1. elfan says:

    PEWARIS DINASTI KETURUNAN AHLUL BAIT ITU MEMANG TIDAK ADA!

    Siapakah Ahlul Bait para Nabi

    Jika merujuk dalam Al Quran maka yang dianggap masuk kriteria Ahlul Bait bukan hanya dimaksudkan pada ‘Orang Rumah’ dari Nabi Muhammad SAW saja, ada juga dalil yang kuat dalam Al Quran seperti dari SQS. Hud, 11:73, Al Qashash, 28:12 dan Al Ahzab, 33:33.

    Oleh karena itu, istilah Ahlul Bait para nabi meliputi:

    1) isteri-isteri nabi;
    2) kedua orang tua kandung (bapak/ibu);
    3) saudara kandung perempuan dan lelaki dan jika khusus lelakinya bisa mempunyai ‘nasab’ keturunannya, serta;
    4) anak-anak kandung dan khusus lelakinya bisa mempunyai ‘nasab’ keturunannya.

    Nasab Nabi Muhammad SAW 'memang' terputus

    Berdasarkan sejarah panjang perjalanan 'peradaban umat manusia' sejak dari era Adam As sampai pada era Nabi Isa Al Masih ibnu Maryam inilah maka Allah SWT telah menskenario perjalanan hidup dan kehidupan dari Nabi Muhammad SAW. Sebagai contoh soal keringanan Allah SWT dibidang beban tanggungjawabnya dalam kaitan dengan nasab baik jalur ke atas maupun ke bawah yaitu keturunannya sendiri.

    Ketika Nabi Muhammad SAW mulai dianugerahi sebagai nabi maka beliau sudah tidak dipertemukan dengan kedua orang tuanya dan begitu pula sebaliknya ketika misi sucinya selesai diotuntaskan beliau ada dianugerahi anak laki-lakinya tetapi tidak sampai dianugerahi penerus keturunannya (QS. 2:124).

    Selanjutnya dalam Al Quran tidak memuat adanya istilah atau kalimat secara umum seperti keturunan ahlul bait, keturunan nabi apa lagi keturunan rasul Allah tetapi memuat istilah yang pasti seperti istilah keturunan Adam, keturunan Ibrahim atau keturunan Israel (QS. 19:58). Wajarlah jika di dalam Al Quran tidak ditemukan istilah KETURUNAN MUHAMMAD.

    Dengan demikian adanya pengakuan akan adanya dinasti keturunan seperti mengaku-ngaku sebagai keturunan ahlul bait, keturunan nabi, keturunan rasul selama ini adalah satu bentuk kekeliruan terbesar kaum MUSLIM di dunia.


    https://myrepro.wordpress.com/2016/04/06/benarkah-khomeini-adalah-seorang-ahlul-bait/

Leave a comment