Paus Benedict Berharap Toleransi Beragama di Indonesia Terus Berkembang
Paus Benediktus XVI dari Takhta Suci Vatikan menyampaikan kegembiraannya terhadap kehidupan beragama di Indonesia dan mengharapkan agar toleransi beragama di Indonesia dapat terus berkembang.
Hal itu disampaikan Paus Benediktus XVI usai menerima Duta Besar RI yang baru untuk Takhta Suci Vatikan, Budiarman Bahar yang menyerahkan surat kepercayaan (letters of credence) dari Presiden Republik Indonesia kepada Paus Benediktus XVI.
Sekretaris Tiga KBRI untuk Takhta Suci Vatikan, Bonifacius R. Wijayanto kepada ANTARA London, Jumat mengatakan dengan diserahkannya surat kepercayaan ini maka secara resmi Budiarman Bahar dapat menjalankan aktifitasnya sebagai Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan.
Rangkaian prosesi penyerahan surat kepercayaan dimulai dengan penjemputan Dubes Budiarman beserta rombongan pendamping Gentleman of Pope, untuk selanjutnya dibawa ke Istana Kepausan di Kota Vatikan.
Di Istana Kepausan, Dubes Budiarman diterima Paus Benediktus XVI di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut Dubes Budiarman, menyampaikan salam dari Presiden Indonesia Yudhoyono dan dari masyarakat Indonesia kepada Paus.
Lebih lanjut, Dubes Budiarman juga menyampaikan harapannya untuk meningkatkan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Takhta Suci Vatikan melalui kerjasama di berbagai forum internasional.
Dalam pertemuan tersebut, Paus Benediktus XVI menyampaikan kegembiraannya terhadap kehidupan beragama di Indonesia dan mengharapkan agar toleransi beragama di Indonesia dapat terus berkembang.
Seusai pertemuan, Paus berkenan menerima rombongan pendamping yang terdiri dari istri Dubes RI Yetty Bahar, putri Dubes RI Fadillah Fatharani, pejabat Fungsi Sosbudpol, Pejabat Fungsi Penprotkons, para atase di KBRI dan pegawai setempat KBRI Vatikan.
Dalam kesempatan tersebut, Paus Benediktus XVI memberikan berkat serta kenang-kenangan bagi Dubes RI serta anggota delegasi yang menyertai Dubes dalam penyerahan surat kepercayaan ini.
Seusai penyerahan acara surat kepercayaan, Dubes RI mengadakan acara toast bersama Gentleman of Pope dan para staf di lingkungan KBRI Vatikan.
Dubes Budiarman Bahar merupakan diplomat karir di Kementerian Luar Negeri RI, yang mengawali karirnya sebagai staf di Departemen Luar Negeri tahun 1975, dengan penempatan pertama di Meksiko, dari tahun 78 sampai 82.
Dubes yang pernah menjadi Konsul Jenderal di Melbourne , Australia juga pernah bertugas di bagian politik KBRI di Madrid, Spanyol, dan juga pernah bertugas di Sanaa, Yamen. Selain itu juga bertugas di bagian Politik Affair KBRI Turki di Ankara, serta Kepala Seksi Ekonomi di Korea Selatan di Seoul, serta pernah bertugas di Direktorat Amerika Affair. (IRIB Indonesia/Antara/SL)
"Pemerintahan Islam Perlu Dibentuk di Negara-Negara Muslim"
Ayatullah Nouri Hamedani menyatakan, "Eksistensi pemerintahan Islam sangat diperlukan untuk menjaga kemuliaan manusia dan pemerintahan tersebut memiliki kedudukan yang sangat tinggi."
Hal itu dikemukakan Kamis (16/2) oleh Ayatullah Hamedani, pada penutupan festival budaya, seni, dan dakwah Islam yang digelar di Madrasah Imam Khomeini, di kota Qom. Ditambahkan beliau bahwa menurut pandangan Islam, kemuliaan manusia tidak membiarkan rakyat berada di bawah kekuasaan para penjajah dan kaum penjahat."
Dijelaskannya bahwa Islam, tidak membiarkan manusia jatuh ke tangan pemerintahan taghut dan zalim.
Seraya menegaskan bahwa pemerintahan adalah sumber kekuatan Ayatullah Hamedani mengatakan, "Menurut Islam pemerintahan harus berada dipegang oleh Rasulullah dan para imam maksum serta faqih yang telah memenuhi syarat, dan mereka harus berada di puncak kepemimpinan."
"Akan tetapi sayang sekali setelah Rasulullah, masalah kepemimpinan tersebut telah disimpangkan dan negara-negara Islam melupakan hal tersebut," jelas Ayatullah Hamedani.
Menurut beliau kebangkitan dan revolusi Islam merupakan nikmat dari Allah swt dan mengatakan, "Revolusi Islam dipimpin oleh Imam Khomeini dan revolusi tersebut melawan rezim-rezim taghut. Kemuliaan dan keagungan Islam terikat dengan perjuangan dan kesyahidan yang saat ini kita saksikan dalam perjuangan dan kebangkitan umat Islam di seluruh dunia." (IRIB Indonesia/MZ)
pembebasan tahanan palestina
Sekitar empat bulan pasca tumbangnya rezim diktator Gaddafi, tensi ketegangan Libya tidak kunjung mereda. Negeri kaya minyak di kawasan Afrika Utara itu dibelit perang saudara yang mengkhawatirkan.
Selama beberapa pekan terakhir terjadi bentrokan berdarah antarkubu revolusioner dengan loyalis Gaddafi yang tewas secara mengenaskan. Selain itu, pertumpahan darah terjadi antarsuku yang semakin memperkeruh keadaan.
Baru-baru terjadi pertempuran di wilayah tenggara Libya yang menewaskan setidaknya 20 orang dan menciderai sejumlah lainnya. Pusat bentrokan terjadi di kota al-Kufrah. Sejumlah lelaki dari etnis al-Tabu bentrok dengan al-Zawiya menggunakan senjata berat dan sedang.
Tampaknya, perang antarsuku bukan sesuatu yang baru dalam sejarah Libya. Kini, masalah serupa membayangi masa transisi pasca tergulingnya rezim Gaddafi. Dalam beberapa hari terakhir tensi ketegangan semakin memanas dipicu oleh perebutan sumber-sumber minyak maupun balas dendam pasca kemenangan kubu revolusi di negara berbahasa Arab itu.
Dalam kondisi demikian, Dewan Transisi Nasional (NTC) melakukan terobosan baru dengan merekrut milisi bersenjata dari berbagai etnis yang tersebar luas di Libya untuk bergabung bersama departemen pertahanan.
Brigadir Yusuf Manques, Panglima Gabungan Angkatan Bersenjata Libya di Bengazi mengatakan program merekrut milisi bersenjata akan diterapkan secara penuh dalam waktu dekat. Ditegaskannya, hingga kini lima ribu orang milisi bersenjata telah direkrut di departemen pertahanan. Setelah melalui berbagai tahapan sejumlah lainnya akan menyusul hingga mencapai 12 ribu orang.
Langkah ini ditempuh NTC setelah gagal membujuk milisi bersenjata dari berbagai etnis untuk menyerahkan senjata mereka masing-masing. Dalam rangka meningkatkan stabilitas di Libya, pemerintahan transisi akhirnya menempuh langkah baru dengan mendekati etnis-etnis yang saling berseteru dan merekrut anggota dari pihak mereka. NTC tahu persis bahwa senjata milisi dari berbagai suku menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan pemerintahan transisi yang baru seumur jagung.
Tampaknya tidak mudah bagi NTC untuk mengelola bangsa yang sudah terbiasa hidup di bawah sistem kediktoran ala Gaddafi yang mewariskan pekerjaan rumah besar bagi pemerintahan baru.
Para analis politik menilai masalah paling penting bagi pemerintahan transisi adalah menggalang persatuan antarsuku yang telah tercabik-cabik di tengah ketamakan NATO dan AS atas emas hitam di Negara Afrika Utara itu.(IRIB Indonesia/PH)
Selama beberapa pekan terakhir terjadi bentrokan berdarah antarkubu revolusioner dengan loyalis Gaddafi yang tewas secara mengenaskan. Selain itu, pertumpahan darah terjadi antarsuku yang semakin memperkeruh keadaan.
Baru-baru terjadi pertempuran di wilayah tenggara Libya yang menewaskan setidaknya 20 orang dan menciderai sejumlah lainnya. Pusat bentrokan terjadi di kota al-Kufrah. Sejumlah lelaki dari etnis al-Tabu bentrok dengan al-Zawiya menggunakan senjata berat dan sedang.
Tampaknya, perang antarsuku bukan sesuatu yang baru dalam sejarah Libya. Kini, masalah serupa membayangi masa transisi pasca tergulingnya rezim Gaddafi. Dalam beberapa hari terakhir tensi ketegangan semakin memanas dipicu oleh perebutan sumber-sumber minyak maupun balas dendam pasca kemenangan kubu revolusi di negara berbahasa Arab itu.
Dalam kondisi demikian, Dewan Transisi Nasional (NTC) melakukan terobosan baru dengan merekrut milisi bersenjata dari berbagai etnis yang tersebar luas di Libya untuk bergabung bersama departemen pertahanan.
Brigadir Yusuf Manques, Panglima Gabungan Angkatan Bersenjata Libya di Bengazi mengatakan program merekrut milisi bersenjata akan diterapkan secara penuh dalam waktu dekat. Ditegaskannya, hingga kini lima ribu orang milisi bersenjata telah direkrut di departemen pertahanan. Setelah melalui berbagai tahapan sejumlah lainnya akan menyusul hingga mencapai 12 ribu orang.
Langkah ini ditempuh NTC setelah gagal membujuk milisi bersenjata dari berbagai etnis untuk menyerahkan senjata mereka masing-masing. Dalam rangka meningkatkan stabilitas di Libya, pemerintahan transisi akhirnya menempuh langkah baru dengan mendekati etnis-etnis yang saling berseteru dan merekrut anggota dari pihak mereka. NTC tahu persis bahwa senjata milisi dari berbagai suku menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan pemerintahan transisi yang baru seumur jagung.
Tampaknya tidak mudah bagi NTC untuk mengelola bangsa yang sudah terbiasa hidup di bawah sistem kediktoran ala Gaddafi yang mewariskan pekerjaan rumah besar bagi pemerintahan baru.
Para analis politik menilai masalah paling penting bagi pemerintahan transisi adalah menggalang persatuan antarsuku yang telah tercabik-cabik di tengah ketamakan NATO dan AS atas emas hitam di Negara Afrika Utara itu.(IRIB Indonesia/PH)
Sayyid Hasan Nasrullah: Mengapa Dialog Dengan Suriah Dilarang
Sekjen Gerakan Perlawanan Islam Lebanon (Hizbullah), Sayyid Hasan Nasrullah mengatakan, sejumlah negara Barat yang mencetuskan perdamaian dengan Israel harus menjawab pertanyaan sampai di mana nasib prakarsa mereka tersebut dan mengapa berunding dengan Israel diperbolehkan, namun dialog dengan pemerintah Suriah tidak.
"Sikap kami terhadap pemerintah Suriah bukan timbul dari ungkapan kepatuhan terhadap pemerintah tersebut, namun muncul dari strategi pemerintah Damaskus yang mengedepankan kepentingan umat Islam dalam mengadapi agresor Rezim Zionis Israel," ungkap Sayyid Hasan Nasrullah Kamis malam (16/2) seperti dilaporkan IRNA dari Beirut.
Seraya mengisyaratkan mengapa mereka yang mengaku membela kepentingan rakyat kawasan malah bungkam terhadap kepentingan rakyat Bahrain, Sayyid Hasan Nasrullah menambahkan, kami berada di belakang rakyat Bahrain dan semua pihak sadar terhadap startegi pemerintah Bahrain terhadap Israel baik itu yang transparan maupun rahasia.
"Kita harus berusaha untuk menutup peluang bagi Rezim Zionis Israel guna menciptakan krisis di negara-negara Arab seperti Mesir, Suriah, Lebanon dan Irak," tandas Sayyid Hasan Nasrullah.
Sekjen Hizbullah ini juga mengisyaratkan proses reformasi di Suriah atas instruksi Presiden Bashar Assad. Beliau menjelaskan, apakah reformasi ini pernah terlihat di negara-negara yang menghendaki keruntuhan pemerintah Suriah.
Bertepatan dengan peringatan teror Rafiq Hariri, mantan Perdana Menteri Lebanon, Sayyid Hasan Nasrullah juga mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga Hariri. "Kami kembali mengutuk aksi teror ini," tekan Sayyid Hasan Nasrullah.
Sekjen Hizbullah juga mengisyaratkan dukungannya terhadap seruan dialog nasional tanpa prasyarat. "Kami akan berpartisipasi di dialog seperti ini dengan catatan agendanya cukup jelas sebelum dialog diselenggarakan," tambah Sayyid Hasan Nasrullah. Sekjen Hizbullah ini menyebut seruan berunding dengan prasyarat adalah upaya meraih konsesi dan bukannya dialog. (IRIB Indonesia/MF)
0 comments to "Paus Benediktus XVI dari Takhta Suci Vatikan Berharap Toleransi Beragama di Indonesia Terus Berkembang"