Home , , , , , , , , , , , , , , , � Hijab Refleksi Penentangan Muslimah Terhadap Budaya Barat : Perempuan Licik dan Putih Telur : Mantan Baptist Masuk Islam

Hijab Refleksi Penentangan Muslimah Terhadap Budaya Barat : Perempuan Licik dan Putih Telur : Mantan Baptist Masuk Islam

 



Hijab Refleksi Penentangan Muslimah Terhadap Budaya Barat



Sebuah buku berjudul "Islamic Hijab" karya Renata Bepthlli, seorang peneliti dan dosen Universitas Polonia, dipublikasikan pada 27 Februari oleh Percetakan Korotca, Italia.

Buku yang ditulis yang ditulis dalam bahasa Italia itu menginvestigasi masalah hijab dalam masyarakat Arab dan Barat dari perspektif agama dan sejarah. Sang penulis berpendapat bahwa hijab Islam merefleksikan pencarian kaum Muslim terhadap peradaban Islam yang dirinya untuk meneliti dalam peradaban dan budaya Barat.

Menurutnya, pemakaian jilbab ini membuktikan bahwa kaum Muslimah menentang identitas penjajah dan penekanan terhadap identitas agama mereka.

Bepthlli menegaskan bahwa tidak ada hal yang menimbulkan kekhawatiran di negara-negara Barat lebih dahsyat dari perluasan hijab. (IRIB Indonesia/MZ)

 




Perempuan Licik dan Putih Telur



Seorang perempuan pemfitnah jatuh cinta kepada seorang pemuda yang berasal dari warga Anshar. Tapi setiap usaha yang dilakukan ternyata tidak mampu menarik perhatian pemuda yang bertakwa itu. Oleh karenanya, ia tengah menyusun rencana untuk membalas sakit hatinya.

Suatu hari ini memecahkan sebuah telur dan putih telur dioleskan ke pakaiannya, tepat berada di antara pahanya. Dengan cara ini ia akan menuduh pemuda itu telah melakukan tindakan tidak terpuji atasnya. Ia lalu mendatangi Khalifah Umar bin Khattab. Kepada Khalifah ia berkata, "Wahai Khalifah! Pemuda ini telah menistakan aku!"

Mendengar pengaduan perempuan itu, Khalifah Umar memutuskan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pemuda Anshar itu. Sementara sang pemuda senantiasa bersumpah bahwa ia tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan perempuan itu. Ia meminta Khalifah Umar untuk meneliti lebih lanjut tuduhan perempuan itu. Kebetulan Imam Ali as ikut hadir dalam peradilan kasus itu. Khalifah Umar kemudian melihat beliau dan berkata kepadanya, "Wahai Ali! Apa pendapatmu terkait pengaduan perempuan ini?"

Imam Ali as melihat dengan seksama pada bekas berwarna putih di pakaian perempuan itu dan berkata, "Ambilkan aku air panas yang baru mendidih dan tuangkan di atas pakaian perempuan ini, tepat di atas bekas warna putih!"

Ketika mereka membawa air panas dan menuangkannya di atas pakaian perempuan tadi, Imam Ali as kembali memperhatikan pakaian perempuan itu yang ada bekas putih tadi, lalu memandang wajah perempuan itu. Imam Ali as mencela perempuan itu, sehingga kemudian ia mengakui perbuatannya. Dengan cara yang dilakukan oleh Imam Ali as, segala makar yang direncanakan oleh perempuan licik itu terbongkar. Berkat Imam Ali as pemuda Anshar itu terbebaskan dari hukuman yang telah dijatuhkan oleh Khalifah Umar. (Furu' al-Kafi, Kitab al-Qadha wa al-Ahkam, Bab al-Nawadir, Hadis ke-4. Tahdzib, Bab al-Ziayarat fi al-Qadhaya wa al-ahkam, Hadir ke-55)

Dalam Buku Manaqib al-Sarwi, Qadhayahu (alaihissalam) fi ‘Ahd al-Tsani, diriwayatkan bahwa ada seorang perempuan yang mengoleskan putih telur di atas ranjang seorang isteri dan kepada suaminya ia berkata, "Isterimu telah tidur dengan pria asing di sini." Kemudian kejadian ini disampaikan kepada Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah langsung mengeluarkan perintah untuk menghukum isteri orang tersebut.

Tapi Imam Ali as berkata, "Bawakan aku air panas!"

Setelah mereka menyediakan air panas, Imam Ali as kemudian menuangkannya ke atas bekas berwarna putih itu yang seketika langsung mengeras.

Imam Ali as kemudian melemparkan sebuah pakaian kepada perempuan itu dan berkata, "Ini merupakan kelicikan kalian, perempuan dan makar kalian sungguh teramat besar."

Setelah itu beliau memandang suaminya dan berkata kepadanya, "Lindungi isterimu dari tuduhan-tuduhan perempuan lain, sampai perempuan penuduh itu dijatuhi hukuman." (IRIB Indonesia/Saleh Lapadi)

Sumber: Allamah Muhammad Taqi at-Tustari, Qadhau Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib as, Qom, 1408 HQ, cetakan ke-2.

 




Mantan Baptist Masuk Islam


Aminah Assilmi adalah sosok wanita yang pernah menjadi seorang pembaptist, feminis yang radikal,reporter danjurnalis. Namun kini dia adalah seorang duta Islam dan menjabat sebagai Direktur International Union of Muslim Women serta tinggal di Fairfield, Ohio. Dia telah melakukan kunjungan ke berbagai perguruan tinggi dan memberikanwawasan serta pemahaman tentang Islam. Sebagai seorang muslimah, Assilmi memakai pakaian Islami secara lengkap dan sempurna.

Saat Assilmi belajar di kelas teater di kampusnya beberapa tahun lalu, hampir saja dia keluar dari kelas tersebut ketika melihat beberapa mahasiswa Arab mengenakan hijab. Dia menceritakan hal itu dalam bukunya yang berjudul "Choosing Islam". Dalam buku itu, Assilmi menyebutkan bahwa tidak mungkin dia mengikuti kelas bersama orang-orang"kotor", kemudian dia menutup pintu kelas dan kembali ke rumahnya.

Setelah mendapat dorongan dan semangat dari suaminya untuk melanjutkan belajar teater di kelasnya, Assilmi merasa terpanggil untuk mengubah bentuk kehidupan umat Islamyang dianggapnya terbelakang dan bodoh. Panggilan jiwanya tersebut telah mendorong Assilmi untuk mulai mempelajari al-Quran, namun dia juga memiliki tujuan lain yaitu berharap memperoleh buktibahwa Nabi Muhammad Saw adalah nabi palsu dan Islam bukan agama yangvalid. Semakin jauh dia membaca, semakin bertambah pula minatnya kepada Islam. Dia begitu tertarik dengan apa yang diterangkan al-Quranterkait kedudukan antara pria dan wanita.

Pada awalnya, Assilmi berpikir bahwadalam ajaran Islam, suami bebas memukul istri dan mencampakkannya begitu saja. Dia menyakini cara pandang seperti ini berdasarkan stereotypes. Namun,persepsi itu ternyata tidak dia temui di dalam al-Quran, atau dengan kata lain, pandangan tersebut tidak selaras dengan ajaran Islam.

Setelah mengkaji Islam dengan teliti, Assilmi memahami bahwa dalam ajaran Islam, wanita sama dengan priadari sisiprofesi yang mereka lakukan tanpa memandang gender. Priadan wanita sama-sama mempunyaihak untuk mendapat pelajaran. Seorang muslimahmempunyaihak untuk memiliki harta sejak lebih dari 1,400 tahun lalu. Ketika wanita muslim menikah, mereka tidak perlu mengubah nama akhir mereka (nama keluarga) dan dapatterus menggunakan nama bapaknya.

Selama dua tahun,Assilmi mengkaji Islamdengan tujuanmenjadikan umat Islam sebagai Kristen. Sedikit demi sedikit apa yang dia pelajari telah mengubah cara hidupnya. Suami Assilmi juga mulai merasakan ada perubahan dalam diri istrinya. Assilmitidakberminat lagi untuk pergi ke bar atau pesta. Dia lebih senang tinggal dirumah dan mempelajari al-Quran.

Suami Assilmimenyangka perubahan tersebut karena istrinya mempunyai pria simpanan. Lantas pasangan ini pun berpisah. Assilmi bersama tiga orang anaknya memutuskan untuk pindah. Di tempat tinggal yang baru, Assilmi dikunjungi oleh seorang pemimpin Islam yang memberinya jawaban tentang agama ini. Orang tersebut bertanya kepada Assilmi, "Apakah Anda percaya akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa?", Assilmi menjawab, "Ya".  "Apakah Anda percaya kepada Nabi Muhammad Saw?" lanjutnya. Assilmi menjawab, "Ya". Kemudian orang itu mengatakan bahwa dia telah menjadi seorang muslim. Assilmi membantahnya dan mengatakan bahwa dirinya seorang Kristen dan baru saja ingin memahami Islam. Assilmi berkata, "Tidak mungkin saya seorang muslim! Saya seorang Amerika dan berkulit putih!"

Dengan tenang orang itumenjelaskan bahwa untuk mendapat ilmu pengetahuan dan memahami spiritualitas bak seperti menaiki tangga.Tangga paling awal adalah Syahadat, pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Mohammad Saw adalah utusan Allah Swt. Pengakuanini dilakukan didepan saksi, sama seperti dalam ajaran Kristen yang memberi pengakuan akan Nabi Isa as sebagai Penyelamat.

Pada tahun1977, Assilmi mengucapkan dua kalimat syahadat dan hal itumerupakan satu langkah maju untuk lebih memahami Islam. Namun demikian, dia masih merasakesulitan terkait hijab. Dia berkata, "Saya menyetujui kesopanan, tetapi saya rasa sia-sia terkait rambut saya. Al-Quran memerintahkan kita untuk menutup diri kita. Saya seorang muslimah dan saya memahami dengan baikhak yang diberikan Tuhan kepada saya. Hijab bukan satu paksaan atau halangan, tetapi merupakan hak dan keistimewaan."

Assilmi menambahkan, saya telah meninggalkan posisi saya sebagai seorang perempuan liberasionis karena saya tidak menemukan apa yang saya cari. Kini saya menjadi seorang muslimah demi mencari kebebasan dan kemerdekaan karena Islam memberikan kemerdekaan bagi wanita.

Assilmi yang memilih namanya ketika peristiwa penyanderaan terhadap 52 warga Amerika Serikat di Kedutaan Besar Washington di Tehran, Iran pada tahun 1980, menandaskan, seorang muslimah dapat terjun ke berbagai bidang dan profesi. Tetapi bidang yang paling utama adalah menjadi seorang ibu. Karena peran ibu sangat penting untuk membentuk pemikiran generasi berikutnya.

Wanita muslimah sering menjadi korban diskriminasi karena mengenakan hijab. Assilmi pun tak luput dari diskriminasi itu. Kini dia harus kehilangan pekerjaannya karena mengenakan hijab. Padahal dia adalah seorang pemenang award penyiar di Denver Market. Terkait hal itu dia mengatakan, "Saya pernah di paksa keluar dari bank dan diseret ke jalan, kemudian dipukuli, padahal saya tidak pernah memukul siapa pun. Peristiwa itu dialaminya ketika dia mengambil uang dari salah satu bank di kotanya. Sementara itu, seorang petugas keamanan mengeluarkan senapan dan hampir menembak Assilmi karena dianggap melakukan gerakan yang mencurigakan."

Assilmi tidak hanya kehilangan pekerjaan saat memeluk agama Islam, dia juga kehilangan anak-anaknya di mahkamah karena agama yang dipeluknya dianggap sebagai perusak terhadap anak-anaknya. Namun kini Tuhan telah mengembalikan semua hak-haknya yang hilang, anak-anak dan ibu bapaknya memeluk Islam, dan bahkan mantan suaminya serta sanak keluarga yang lain.

Di bagian lain kehidupannya, selama setengah abad Assilmi menderita kanker tulang. Meski dalam kondisi fisik seperti itu, dia telah menunaikan ibadah haji sebanyak dua kali. Kini Assilmi harus menggunakan kursi roda untuk melakukan aktivitasnya. Dia mengatakan, "Terkait hidup saya, semuanya kembali kepada Allah Swt. Saya tidak takut pada siapa pun, yang penting bagi saya adalah saya harus menyuarakan kebenaran dimana saja. Saya harus bertanggungjawab di hadapan Tuhan mengenai apa yang saya lakukan dan katakan. Saya amat suka berkongsi tentang Islam."

Aminah Assilmi yang dulu kehilangan pekerjaan, kini menjadi Presiden Persatuan Wanita Muslim Internasional. Dia pernah berhasil melobi Kantor Pos Amerika Serikat untuk membuat perangko Idul Fitri dan berjuang agar hari raya itu menjadi hari libur nasional AS. Pengorbanan yang yang dulu diberikan Aminah demi mempertahankan Islam seakan sudah terbalas.

"Kita semua pasti mati. Saya yakin bahwa kepedihan yang saya alami mengandung berkah," tuturnya.(IRIB Indonesia)

Muslimah Palestina Diminta Berkonsentrasi Menghadapi Makar Kaum Perempuan Zionis di Baitul Madis


Para pemimpin agama dan nasional Baitul Maqdis, mengimbau warga perempuan Palestina di Baitul Maqdis dan di Palestina pendudukan tahun 1948, untuk berkonsentrasi di Masjid al-Aqsha, dalam rangka melawan keputusan para kaum perempuan Zionis untuk masuk ke Masjid al-Aqsha.

Rohama melaporkan, sejumlah tokoh perempuan Zionis menyerukan kaum perempuan Israel untuk memasuki Masjid al-Aqsha dalam menunaikan ibadah dan ritual Yahudi. Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi fenomena tersebut, kaum perempuan Palestina diharap untuk berpatisipasi mencegah masuknya para perempuan Zionis ke Masjid al-Aqsha.

Sekelompok perempuan Zionis ekstrim yang tergabung dalam Lembaga Perempuan Pembela Kuil Sulaiman, mengumumkan akan memasuki Masjid al-Aqsha dan menyeru seluruh kaum perempuan di sekitar Baitul Maqdis untuk mengikuti aksi tersebut.

Bahkan kelompok perempuan Zionis itu berencana akan menjadikan aksi mereka itu menjadi rutinitas dua hari dalam sebulan. Rencana mereka didukung penjagaan ketat polisi Zionis.

20 Februari lalu, warga Zionis memasuki Masjid al-Aqsha  dengan tenang karena mendapat penjagaan ketat dari pasukan keamanan Israel.

Para warga permukiman Zionis melakukan patroli di sekitar Masjid al-Aqsha sementara di lain pihak, militer Israel mencegah masuknya para pemuda Palestina menuju Masjid al-Aqsha. (IRIB Indonesia/MZ)

0 comments to "Hijab Refleksi Penentangan Muslimah Terhadap Budaya Barat : Perempuan Licik dan Putih Telur : Mantan Baptist Masuk Islam"

Leave a comment