Sheikh Obeikan Rilis Fatwa 'Wanita Boleh Susui Lelaki Asing'
RIYADH (voa-islam): Penasehat Hukum di Departemen Kehakiman Saudi Arabiya, Sheikh Abdul Mohsen Al-Obeikan menegaskan kebenaran berita yang beredar di situs, forum dan berbagai media masa tentang fatwanya yang membolehkan "menyusui lelaki dewasa asing" dalam keadaan tertentu.
Dia menekankan dalam wawancaranya dengan "Alarabiya.net" pada hari Jumat 21/5/2010 bahwa "berita yang telah beredar tidak menyertakan syarat dan kondisi, yaitu tidak boleh menyusui dari payudara secara langsung, dia menegaskan bahwa mengambil susunya harus dengan cara yang sesuai dan jauh darinya, lalu diberikan kepada orang yang bersangkutan".
Dia mencatat bahwa pembicaraannya ketika itu dalam sebuah wawancara dengan salah satu saluran televisi Saudi baru-baru ini, dia mengatakan: "Jika satu anggota keluarga membutuhkan seorang laki asing yang sering memasuki rumah mereka,dan juga orang tersebut hanya memiliki anggota keluarga rumah itu dan sulit memasuki mereka dan menyebabkan mereka malu, terutama jika dalam rumah ada perempuan atau istri, maka istri berhak untuk menyusuinya. "
Dia berhujah dengan riwayat Salim maula Hudzaifah dan beberapa pendapat lain yang dikutip dari Ummul Mukminin Aisha radhiallahu 'anha istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, demikian juga yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dia menegaskan bahwa fatwa itu disebutkan dan ada dalam literatur Ibnu Taimiyah, dengan catatan bahwa fatwa "menyusui lelaki asing" disesuaikan dengan batasan yang ditentukan. Jika demikian maka itu menjadi: " kondisi yang tidak terikat waktu, tetapi bersifat umum untuk setiap zaman".
Berita tersebut sering muncul di media masa akhir-akhir ini, terutama setelah satu surat kabar dari "sumber elektronik" memaparkan wawancara televisi Sheikh Al-Obeikan, lalu dihubungkan dengan berbagai fatwa yang serupa dan yang menentangnya, Sheikh Obeikan dalam banyak kesempatan mengingatkan untuk tidak membiarkan para penuntut ilmu menyebarkan fatwa yang akan memicu perdebatan di kalangan umat Islam, di samping menyerukan pembentukan komisi tinggi yang khusus mengurusi kasus ini.
(ar/alarabiya/
Sabtu, 22 May 2010
)
Sheikh Obeikan Rilis Fatwa 'Wanita Boleh Susui Lelaki Asing'
Dia menekankan dalam wawancaranya dengan "Alarabiya.net" pada hari Jumat 21/5/2010 bahwa "berita yang telah beredar tidak menyertakan syarat dan kondisi, yaitu tidak boleh menyusui dari payudara secara langsung, dia menegaskan bahwa mengambil susunya harus dengan cara yang sesuai dan jauh darinya, lalu diberikan kepada orang yang bersangkutan".
Dia mencatat bahwa pembicaraannya ketika itu dalam sebuah wawancara dengan salah satu saluran televisi Saudi baru-baru ini, dia mengatakan: "Jika satu anggota keluarga membutuhkan seorang laki asing yang sering memasuki rumah mereka,dan juga orang tersebut hanya memiliki anggota keluarga rumah itu dan sulit memasuki mereka dan menyebabkan mereka malu, terutama jika dalam rumah ada perempuan atau istri, maka istri berhak untuk menyusuinya. "
Dia berhujah dengan riwayat Salim maula Hudzaifah dan beberapa pendapat lain yang dikutip dari Ummul Mukminin Aisha radhiallahu 'anha istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, demikian juga yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dia menegaskan bahwa fatwa itu disebutkan dan ada dalam literatur Ibnu Taimiyah, dengan catatan bahwa fatwa "menyusui lelaki asing" disesuaikan dengan batasan yang ditentukan. Jika demikian maka itu menjadi: " kondisi yang tidak terikat waktu, tetapi bersifat umum untuk setiap zaman".
Berita tersebut sering muncul di media masa akhir-akhir ini, terutama setelah satu surat kabar dari "sumber elektronik" memaparkan wawancara televisi Sheikh Al-Obeikan, lalu dihubungkan dengan berbagai fatwa yang serupa dan yang menentangnya, Sheikh Obeikan dalam banyak kesempatan mengingatkan untuk tidak membiarkan para penuntut ilmu menyebarkan fatwa yang akan memicu perdebatan di kalangan umat Islam, di samping menyerukan pembentukan komisi tinggi yang khusus mengurusi kasus ini.
(ar/alarabiya/
Yakin cuma ngomong doang..biasa kan kalo perempuan udah putus asa jadinya ngancem macem2 jd seringnya ga rasional..yah berbicara sbg wanita..dan memang itulah yg akan wanita lakukan
selain itu, mereka (pihak kerajaan) harus belajar watak masyarakat sekarang yang sudah banyak terpengaruh budaya barat..jadi harus lebih hati-hati dalam membuat peraturan dan harus lebih detail serta tegas terhadap penerapannya..
juga harus belajar untuk mengurangi rasa chauvinisme yang sudah membumbung tinggi di kalangan masyarakat arab saudi..
kalau ada yang salah dari ucapan saya, saya mohon ma’af..
wallohu a’lam bis showab..
Menelisik Hari Perempuan Sedunia
Aktivitas Ekonomi Perempuan dalam Perspektif Al-Quran (Bagian Pertama)
"Dan Kami telah tundukkan (pula kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain dari itu; dan Kami-lah yang memelihara mereka itu"(QS. Anbiya' [21]: 82).
Kedua, ayat-ayat yang membolehkan manusia untuk melakukan "usaha materiil" dan ayat-ayat ini lebih banyak menggunakan dalam bentuk frasa"ibtighâ' fadhl".
Ketiga, ayat-ayat yang menghalalkan dan mengharamkan beberapa transaksi.
Keempat, ayat-ayat yang dapat digunakan untuk beberapa pekerjaan tertentu.
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu"(QS. al-Maidah [5]: 1).
Dalam ayat, "Allah telah menghalalkan jual beli" (QS. al-Baqarah [2]: 275), Allah telah menghalalkan jual beli yang merupakan satu modus dari "bekerja". Ayat "Allah telah mengharamkan riba" (QS. al-Baqarah [2]: 275), "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda" (QS. Ali Imran [3]: 130) dan ayat-ayat lainnya secara tegas memerangi riba dengan kata-kata yang bermacam-macam[10], dan menganggap penghasilan serta peningkatan modal yang didapatkan melalui riba sebagai praktek tidak sah.
Sekelompok ayat-ayat lain yang, meskipun tidak mengandung kata-kata yang populer dalam ekonomi dan fikih, darinya dapat disimpulkan hukum bolehnya aktivitas ekonomi baik bagi pria maupun wanita, seperti ayat-ayat berikut:
[2] Murteza Gore Baqban, Farhangge Egteshodi va Bozergoni. Jld. II, Rasa, 1376 HS.
[3] Siyvush Muridy & Ali Reza Nurouzi, Farhangge Egteshodi.
[4] & [5], Muhammad Vali Kyanmehr, "Ta'sir-e Eshtigal-e Zanon dar Khonevodeh", dalamMajaleh-e Kar va Jame`eh , no, 23, Azar & Dey, 1378 HS.
[6] Ibnu Manzdur, Lisan Al-Arob, Beirut.
[7] Fazl bin Hasan Thabarsi, Majma` Al-Bayan, Jld. II. Tehran, Naser Khoshrow, Jld. III, hlm. 258.
[8] Sayyed Muhammad Hossein Tabatabai, Al-Mizan, Qom, Entisharate Islami, jld. 5, hlm. 152.
[9] Al-Baqarah [2]: 43, 45, 83, 110.
[10] "Dan riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah dalam harta manusia, maka riba itu tidak bertambah di sisi Allah. Dan zakat yang kamu berikan dengan maksud untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang memiliki pahala yang berlipat ganda"(Al-Rum[30]: 39), "Allah akan memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak mencintai setiap orang yang tetap dalam kekafiran lagi selalu berbuat dosa" (al-Baqarah [2]: 276), "Orang-orang yang makan (mengambil) riba, (pada hari kiamat) mereka tidak akan dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila" (al-Baqarah [2]:275) atau, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman" (al-Baqarah [2]: 278).
[11]Silakan merujuk: Sayyed Muhammad Hossein Thabathabai, al-Mizan, jld. II, hlm. 51.
[12]Silakan merujuk: Fazl bin Hassan Tabarsi, Majma‘ al-Bayan, jld. II, hlm. 24; Muhaqiq Ardebili, Zubdat Al-Bayan, edisi Mohammad Bagir Behbudy, Maktabatul Murtadhawiah, hlm. 427; Muhammad Ya`kub Kulaini, Ushul Al-Kafi, Tehran, Eslamiyah, 1350, jld. 5, hlm. 122.
[13]Silakan merujuk: Ali bin Ibrahim Qomi, Tafsir Al-Qommi, jld. III, Qom, Dar Al-Kutub, jld. 1, hlm. 136.
[14] Muhaqiq Ardabili, Zubdat Al-Bayan, hlm. 427.
[15]. Ibnu Katsir Al-Qurashi, Tafsir Al-Qur'an Al-Azdim, Beirut, Dar Al-Ma`rifah. 1412 H, jld. III, hlm. 54; Muhammad bin Ahmad Qurthubi, al-Jami` li Ahkam Al-Qur'an, Beirut, Dar Ihya`i Al-Tutats Al-Arabi, 1415 H, jld. 10, hlm. 290; Ibnu Jauzi, Zad al-Masir, jld. 5, hlm. 44; Raghib Isfahani, Mufradat fi Gharib al-Quran, Tehran, Nashre Kitab, 1404 H, hlm. 381; Muhammad bin Jarir Thabari, Jami` al-Bayan an Ta`wil Al-Qur'an, Beirut, Dar Al-Fikr, 1415 H, jld. 15, hlm. 153; Sayyed Mohammad Hossein Thabathabai, al-Mizan, jld. 13, hlm. 152; Maula Mohsen Feiz Kashani, Tafsir al-Shafi, karya riset Husein A`lami, jld. II, Qom, Al-Hadi, 1416 H, jld. 3, hlm. 181.
[16] Allamah Thabathabai dalam penafsiran ayat ini mengatakan, "Dialah yang telah menjadikan bumi ... untuk kalian dimana kalian dapat menghuni dan berjalan di atasnya, serta memakan dari rizki-Nya yang telah ditentukan untuk kalian dengan aneka macam permohonan dan pemanfaatan" (Al-Mizan, jld. 20,hlm. 13). (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
Aktivitas Ekonomi Wanita dalam Perspektif Al-Quran (Bagian Kedua)
[18] Fazl bin Hasan Tabarsi, Majma‘ Al-Bayan, jld. 10, hlm. 48; Sayyed Muhammad Hossein Thabathabai, Al-Mizan, jld. 19, hlm. 317; Ibnu Jauzi, Zad AmlMasir, jld. 8, hlm. 45; Muhammad bin Ahmad Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam Al-Qur'an, jld. 18, hlm. 169; Muhammad binHasan Al-Thusi, Al-Tibyan fi Tafsir Al-Qur'an, penelitian Ahmad Habib Ghasir Alamili, Maktabul A`lamil Islami, 1409 H, jld. 10, hlm. 37.
[19]Silakan merujuk: Muhammad Hadi Yusufi Gharavi, Tarikh-e Tahqiqi Eslom, terj. Hussein Ali Arabi, Qom, Muasseseh Omuzeshi va Pezuheshi Imam Khomeini, 1382 HS, jld. 1, hlm. 222.
[20] "Dia (Syu‘aib) berkata, ‘Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja untukku selama delapan tahun, dan jika kamu sempurnakan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu'" (Al-Qashash: 27).
[21]Silakan merujuk: Muhammad bin Hasan Al-Thusi, Al-Tibyan fi Tafsir Al-Qur'an, jld. 8, hlm. 145; Mohammad Shekh Ali Sharif Lahiji, Tafsir Sharif Lahiji, Tehran, Ilmiah, 1363 HS, jld. 3, hlm. 68.
[22] Ahmad bin Hanbal, Musnad Al-Imam Ahmad ibn Hanbal, jld. 3, hlm. 503; Muhammad bin Ya`qub Al-Kulaini, Ushul Al-Kafi, jld. 5, hlm. 86 dan 119.
[23] & [24] Muhammad bin Ya`qub Al-Kulaini, Ushul Al-Kafi, jld. 5, hlm. 151, jld. 5, hlm. 86.
[25] Ibid., hlm. 119.
[26] Ibid., hlm. 151.
[27] Rasulullah saw. bersabda, "Apabila engkau menjual barang, maka berlakulah dengan baik dan jangan engkau menipu karena hal itu merupakan ketaqwaan yang paling tinggi dan harta yang paling kekal." (ibid., hlm. 151).
[28] Tentunya, seorang wanita menjadi imam shalat jamaah diperbolehkan apabila makmumnya juga wanita menurut beberapa mujtahid.
[29] Majalah Ma`rifat, no. 83, Edisi Khusus Ilmu Al-Quran.