Hidayat Nurwahid Tidak Akan Larang Minuman Keras
“Ia tidak akan menegakkan syariah Islam di Jakarta. HNW juga menegaskan tidak akan melarang miras (minuman keras), serta membuat peraturan yang akan melarang miras”
Pernyataan tidak akan membuat perda minuman keras (perda miras) pada acara dialog di sebuah stasiun televisi “Indonesia Lawyer Club” yang diselenggarakan TV One, Rabu malam, (28/03), membuat dukungan kepada Hidayat Nur Wahid semakin anjlok.
Kesimpulan tersebut disampaikan pendiri Partai Keadilan (PK) Ustadz Yusuf Supendi, (3/4) menyikapi peluang pencalonan Hidayat Nur Wahid (HNW), merebut kursi Gubernur DKI Jakarta. Bahkan Hidayat saat itu mengatakan, tidak akan menegakkan syariah Islam di Jakarta.
Menurut Yusuf Supendi, berdasarkan hasil survei internal PKS, dukungan paling tinggi terhadap cagub yang diusung PKS diberikan oleh kader PKS di Jakarta Timur. Sementara dukungan paling rendah dinyatakan oleh kader Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. “Hasil survei internal itu dilaksanakan sebelum ada pengakuan Hidayat yang tidak akan membuat perda miras. Jika survei tersebut dilakukan setelah acara dialog di televisi itu, mungkin dukungan kader terhadap Hidayat akan tambah anjlok lagi. Dukungan publik akan dibuktikan pada 11 Juli 2012 ,” tegas Yusuf. Seperti dikutip itoday.co.id.
Yusuf mengingatkan, persyaratan pertama untuk dibaiat menjadi kader “Al Fahmu”, semestinya kader yang paham, lebih cerdas dan lebih kritis dalam bersikap. Kader juga tidak boleh kalah dengan masyarakat yang semakin cerdas dalam berpolitik serta tidak mudah ditipu dan dibohongi oleh politisi.
Lebih lanjut Yusuf Supendi menyoal relevansi “tidak akan membuat perda miras,” dengan dukungan umat Islam. “Miras sumber dari kemunkaran yang perlu dicegah, diberantas, dan dipagari dengan perda. Di sisi lain, yang paling efektif dan sangat ideal mengubah kemunkaran adalah dengan kekuasaan,” ingat Yusuf.
“Sangatlah tidak etis, bahwa dalam mendulang suara dan simpati Hidayat memberikan pernyataan tersebut. Bagaimanapun, warga DKI mayoritas umat Islam, dan masih banyak yang bersikap sesuai fitrah dan hati nurani. Tentu akan menolak kejahatan dan kemunkaran seperti miras dengan segala implikasi dan madharatnya,” pungkas Yusuf Supendi.
Sebelumnya harian online Voa-Islam memberitakan, bahwa Hidayat Nurwahid (HNW), ketika berlangsung acara “Indonesia Lawyer Club” yang diselenggarakan TV One, Rabu malam, di mana saat itu, pemandu acara Karni Ilyas, menanyakan kepada “Ustadz” (HNW), apakah akan menegakkan syariah Islam di Jakarta, bila terpilih menjadi Gubernur DKI?
HNW yang doktor di bidang aqidah dari Madinah itu, menjawab dengan sangat tegas, bahwa ia tidak akan menegakkan syariah Islam di Jakarta. HNW juga menegaskan tidak akan melarang miras (minuman keras), serta membuat peraturan yang akan melarang miras. Menurut HNW tidak boleh ada peraturan daerah yang bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu UUD’45 dan Pancasila.
Mantan Presiden PKS dan Ketua MPR itu, memberikan gambaran para kader PKS yang menjadi pejabat, tidak ada yang melaksanakan syariah Islam dalam mengelola pemerintahannya. HNW mencontohkan seperti di Depok, di mana Walikota Depok, Dr.Nurmahmudi Ismail, tetapi ia tidak menerapkan dan menegakkan syariah Islam di wilayah itu.
Memang, tidak ada wacana menegakkan syariah Islam, di mana kader PKS menjadi pejabat. Di Bekasi, Sa’duddin saat menjadi bupati, atau Jawa Barat yang dipimpin kader PKS, Ahmad Heriawan, tak pula ada wacana menegakkan syariah Islam. Di Padang, Gubernur Sumatera Barat, Prof.Dr. Irwan Prayitno, dan Sumatera Utara, Gubernur Gatot Pudjo, juga tidak ada wacana menegakkan syariah.
Di Depok pun, Walikota Nurmahmudi Ismail, malah tak memenuhi aspirasi umat Islam, yang menginginkan pembubaran Ahmadiyah. Ahmadiyah dibiarkan eksis. Padahal tuntutan pembubaran Ahmadiyah itu sudah menjadi aspirasi umat Islam di Depok. Sedihnya, Depok yang dipimpin kader PKS itu, disebutkan berdasarkan survey dari KPK merupakan kota terkorup nomor dua di seluruh Indonesia.
Sementara itu, menurut HNW yang melaksanakan perda-perda “syariah”, yang melarang minuman keras dan pelacuran yang merupakan penyakit masyarakat itu, bukan dari kader PKS. HNW menyebutkan seperti Walikota Tangerang Wahidin Halim, Kabupaten Bandung, dan satu lagi kabupaten di luar Jawa. Inilah yang dijelaskan oleh HNW, saat berlangsung acara di “Indonesia Lawyer Club”, TV ONE.
Nampaknya, HNW sudah benar-benar masuk dalam jebakan demokrasi, yang lebih berorientasi kepada kuantitas. Karena demokrasi itu tak lain, anak kandungnya adalah pemilu. Pemilu yang menang yang didukung suara mayoritas (terbanyak).
Asumsi HNW, karena masyarakat di Jakarta penduduknya majemuk, dan dari segi keagamaan masih sangat tipis, maka HNW harus menyesuaikan dengan kehidupan rakyat. Jadi kalau rakyatnya masih jahiliyah, maka tidak perlu ada wacana tentang penegakan syariah.
Masalahnya sikap HNW itu, benar-benar bersifat i’tiqodi (diyakini) atas penolakannya menegakkan syariah Islam, atau memang ini sebagai langkah pendekatan semata?
Lalu dengan apa membangun kota Jakarta ini? Dengan pendekatan apa membangun Jakarta ini? Dapatkah pembangunan kota Jakarta, tanpa dikaitkan dengan nilai-nilai agama (Islam)? Karena kehidupan kota Jakarta semakin rusak dan hancur, bersamaan dengan masuknya berbagai budaya dan ideologi yang begitu deras masuk dalam kehidupan.
Rakyat Jakarta ingin model kepemimpinan baru yang lebih jelas dasar orientasinya dalam mengelola Jakarta. Kalau yang menjadi wacana hanya tentang kemacetan, banjir, penataan kota, dan sejumlah masalah lainnya, serta HNW tanpa mengedepankan nilai-nilai Islam dalam melakukan pembangunan kota Jakarta, tentu tidak ada yang membedakan antara HNW dengan kader yang diusung PDIP, Golkar dan Demokrat. [KbrNet/itoday]
Jawaban atas Surat Terbuka Kepada Kwik Kian Gie
Sebelumnya, KabarNet memuat artikel berjudul “Surat Terbuka untuk Kwik Kian Gie”, pada hari Senin (02/04/2012). Artikel yang ditulis oleh Sdr. Fikar Rahman, mendapat respon berupa jawaban dari Sdr. Husin Ali, yang dikirim pada Admin KabarNet.Berikut ini surat tanggapannya:
Kepada Yth, Saudaraku Fikar Rahman
Maaf, walau pun surat Sdr. Fikar Rahman ini ditujukan kepada Bapak Kwik Kian Gie, namun saya merasa tergelitik untuk mencoba menjawab, semoga mendapatkan pencerahan.
To The Point,
Mengenai Pertanyaan, “Seandainya menurut Pak Kwik biaya penyediaan bensin di dalam negeri memang Rp4500/liter sementara di pasar internasional sebesar Rp5944/liter, apakah itu tidak sama saja seandainya Pemerintah menjualnya di luar negeri kemudian memberikan selisihnya kepada pengguna di dalam negeri dari hasil penjualan di luar negeri atau menggunakannya untuk subsidi langsung kepada masyarakat yang mana lebih tepat sasaran?”
Mengenai Pertanyaan, “Seandainya menurut Pak Kwik biaya penyediaan bensin di dalam negeri memang Rp4500/liter sementara di pasar internasional sebesar Rp5944/liter, apakah itu tidak sama saja seandainya Pemerintah menjualnya di luar negeri kemudian memberikan selisihnya kepada pengguna di dalam negeri dari hasil penjualan di luar negeri atau menggunakannya untuk subsidi langsung kepada masyarakat yang mana lebih tepat sasaran?”
Jawaban: Bahwa Negara RI Punya Konstitusi UUD 1945 Pasal 33 (Silakan Baca)…. Kebutuhan domestik harus didahulukan, jika kita menjual BBM kita di pasar International sedangkan untuk kebutuhan domestik kita membeli lagi dari pasar Internasional, maka hal tersebut melanggar konstitusi UUD 1945.
Perlu anda perhatikan, bahwa subsidi langsung yang selama ini pernah dilakukan Pemerintah juga sarat dengan nuansa politik, apalagi dengan carut marutnya database penduduk miskin yang belum sungguh-sungguh dibenahi oleh Pemerintah, bahkan sering lebih banyak menimbulkan masalah baru saat teknis pembagiannya dan sarat akan pungli serta sering menimbulkan gejolak sosial diantara rakyat kelas bawah.
Mengenai Pertanyaan, ”Apakah benar subsidi BBM telah menjadi alat politik partai-partai untuk mewujudkan kepentingannya?. Saya mengamati kebijakan penyesuaian harga BBM sejak Orde Baru hingga 2009 ternyata terjadi selalu 1 tahun setelah pemilu, tidak pernah 1 tahun sebelum pemilu, kecuali 2008 kemarin, meskipun kemudian SBY menurunkannya 3 kali 5 bulan menjelang pemilu. Kalo benar, sebagai seorang ekonom, apakah Bapak akan bersikukuh untuk mempertahankan BBM sebagai objek kepentingan politik? Saya pribadi mutlak berpendapat untuk segera melakukan depolitisasi subsidi BBM dengan menggantinya menjadi subsidi langsung kepada masyarakat. Pangan, kesehatan dan pendidikan wajib hukumnya untuk dijamin oleh pmerintah dari pada BBM”.
Jawaban: Bisa iya juga Bisa tidak, akan tetapi problemnya saat ini bukan disisi itu, problemnya bahwa Pemerintah tidak pernah menjelaskan hal tersebut secara transparan, harga BBM premium selalu dijadikan kambing hitam atas defisitnya APBN. Dengan adanya transparansi, maka BBM sudah tidak bisa lagi dijadikan alat politik, artinya depolitisasi yang anda maksud akan berjalan dengan sendirinya karena rakyat yang menentukan dan dampaknya Pemerintah akan membenahi hal-hal yang lebih urgent seperti saat ini, dan saya yakin jika Pemerintah mau bekerja sedikit lebih keras, Pemerintah akan menemukan jalan keluarnya, sekali lagi saya katakan untuk saat ini jika harga BBM premium dinaikkan, maka yang akan menanggung akibatnya adalah rakyat menengah kebawah. Bahkan lebih ekstrim saya katakan, kenaikan harga BBM saat ini tidak berdampak apa-apa pada kelas menengah keatas karena kemampuan daya beli dan ketimpangannya jauh sekali dibanding dengan kelas menengah kebawah, kita semua tahu bahwa BLT atau BLSM yang cuma Rp. 150.000 sebulan tidak berarti jika dibandingkan naiknya kebutuhan kebutuhan pokok yang mengiringi naiknya harga BBM.
Mengenai Pertanyaan, ”Kalo memang alasannya adalah melindungi rakyat miskin, apakah subsidi BBM merupkan pilihan kebijakan terbaik? Tentunya Pak Kwik telah banyak melanglang buana. Di negara-negara penganut neo-liberal (mengikuti stigmatisasi banyak kalangan di Indonesia), sepertinya Pemerintahan mereka lebih pro rakyat dari pada di Indonesia. Di negara-negara tersebut (contoh USA dan Australia), rakyat dijamin akan akses pangan (cash transfer dan food stamps), akses untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan setinggi-tingginya (student loan di USA dan HECS di Australia). Anak-anak yang pintar tidak perlu khawatir tidak ada biaya. Bandingkan dengan di Indonesia! Tidakkah terpikirkan untuk menggunakan dana subsidi BBM yang konon lebih dari Rp250 trilyun untuk menjamin kebutuhan-kebutuhan dasar seperti ini?”
Jawaban: Untuk saat ini iya, harga BBM premium Rp. 4.500,- adalah pilihan kebijakan terbaik, karena masih banyak hal-hal yang lebih urgent mengenai problem permasalahan yang ada dalam Pemerintahan. Seharusnya yang perlu didahulukan adalah meningkatkan kinerja APBN serta daya beli rakyat menengah kebawah. Problem menyeimbangkan APBN dengan hutang adalah problem utama, karena setiap tahun APBN tidak pernah diserap 100% oleh kementerian, bahkan dibanyak kementerian dana APBN yang efektif baru sekitar 80% (artinya hutang tersebut adalah hutang yang mubadzir), kebijakan ini dampaknya negative kepada rakyat, jika anda membandingkan dengan Australia dan USA, jangan lupa juga memberikan prespektif APBN mereka yang sudah efisien, daya beli mereka juga sudah mumpuni untuk itu. Lain halnya di negeri ini, banyak masalah kejahatan keuangan yang merugikan negara hingga trilyunan rupiah, hampir mustahil tersentuh hukum, tentunya hal ini akan mempengaruhi management keuangan negara sehingga semakin amburadul. Jelas dalam hal ini tidak bisa dibandingkan dengan kondisi negara lain dimana korupsi tidak merajalela seperti di negara ini.
Mengenai Pertanyaan, “Tampaknya Bapak juga belum pernah menyentuh mengenai aspek keadilan. Ada dua hal terkait ini; (i) keadilan antar kelompok pendapatan masyarakat, dan keadilan antar generasi. Pertanyaannya; mohon dijelaskan sejujur-jujurnya dengan data yang bisa dipercaya, siapa sebenarnya yang menikmati subsidi BBM? Mohon jelaskan juga bagaimana dengan rasa keadilan Bapak dengan generasi mendatang kalo konsumsi BBM dibiarkan boros karena harga yg begitu murah.”
“Mohon dibuatkan perbandingan yang sepadan mengenai harga jual BBM dalam negeri dari beberapa negara yang Bapak tampilkan di tulisan Bapak menyangkut jumlah cadangan minyaknya, jumlah penduduknya, dan konsumsi per tahun BBM-nya. Jangan hanya harganya. Menurut saya membandingkan Indonesia dengan negara2 tersebut sangat tidak benar. Contoh Iran, cadangan minyak kita hanya sekitar 4 milyar barel sementara Iran hampir 140 milyar barel, jumlah penduduk kita 240 juta, iran hanya sekitar 40 juta. Brunei juga begitu, dengan penduduk hanya sekitar 400 ribu, gratispun rasanya mereka sanggup.”
Jawaban: Jika saya mau jujur, karena pertanyaan diatas mengenai aspek keadilan sudah saya jawab dengan tidak menaikan harga BBM Premium untuk saat ini, maka saya lebih senang membandingkan harga rokok di RI dengan harga rokok dinegara lain. Saat ini rata-rata harga rokok di RI +/-Rp 11.000,- per bungkus, sedangkan di Malaysia rata-rata harga rokok sudah mencapai +/-35.000,- jumlah perokok di Indonesia mencapai 100 juta orang.
Jika setiap perokok menghabiskan 7 batang per hari, maka akan ada 700 juta batang rokok yang dihisap per hari. Jika cukai rokok dinaikkan Rp 250 per batang, maka harga rokok (dengan isi 16 batang per bungkus) akan menjadi Rp 15.000,- per bungkus (masih jauh lebih murah dibandingkan dengan harga rokok di Malaysia), hal tersebut akan menambah pendapatan baru dari Cukai rokok, yakni: 700 juta batang rokok X Rp. 250,- X 365 Hari = 63,875 Trilyun. Hal ini tidak akan mengurangi jumlah perokok di Indonesia dan hanya mengurangi pertumbuhan perokok baru dikalangan siswa SD dan SMP.
Mengenai Pertanyaan: ”Pada saat Partai bapak menang Pemilu, Bapak memegang portofolio penting di negeri ini, mengapa ide-ide brilian dan revolusioner Bapak tidak diterapkan? Padahal Bapak memegang portofolio tersebut pada momen yang sangat tepat, Partai Bapak menang Pemilu dan Ketua Partai Bapak sebagai presiden. Saya mencoba membuka-buka kembali dkumen letter of intent (LOI) antara Indonesia dengan IMF, dalam LOI tahun 2000, Bapak merupakan salah satu wakil Pemerintah Indonesia yang ikut menandatangani LOI tersebut dimana didalamnya ada poin menyangkut reformasi energy. Saya cuplikan saja. Artikel 80, “…In the oil and gas sector, the government is firmly committed to the following actions: replacing existing laws with a modern legal framework; restructuring and reforming Pertamina; ensuring that fiscal terms and regulations for exploration and production remain internationally competitive; allowing domestic product prices to reflect international market levels; and establishing a coherent and sound policy framework for promoting efficient and environmentally sustainable patterns of domestic energy use…”. Sebagian besar artikel dalam LOI mengenai sector energy juga tercermin pada UU Migas No22/2001 yang bapak permasalahkan dalam tulisan Bapak. Mohon kiranya Bapak berkenan menjawab sejujur-jujurnya mengenai hal ini sehingga respek kami atas kejujuran, kelugasan, dan komitmen keberpihakan Bapak pada rakyat tetap bisa kami jaga.”
Jawaban: Hanya Bapak Kwik Kian Gie sendiri yang dapat menjelaskan pertanyaan tersebut.
Saudaraku, percayalah tidak ada niatan saya untuk mempolitisir masalah BBM, saya hanya mengharap Pemerintah bisa lebih kreatif, lebih mau bekerja keras dan selalu transparan dalam hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dalam hal ini adalah masyarakat Indonesia.
“Baru saja saya mendengar bahwa pertamina lebih senang menggarap kilang-kilang minyak di luar negeri, karena untungnya lebih besar ketimbang menggarap kilang minyak di dalam negeri sendiri. Apakah pertamina tidak menghitung berapa tenaga kerja yang diserap jika mereka menggarap kilang-kilang minyak di negeri sendiri?.. Apakah pertamina tidak berfikir, sebenarnya hal itu dapat menjadikan kita tuan di negeri sendiri?. Apakah pertamina tidak menghitung, bahwa dengan menggarap kilang-kilang minyak di dalam negeri maka posisi tawar bangsa RI akan ikut naik?.
Saudaraku, sungguh fenomena ini sangat ironis.
Salam hormat,
Husin Ali
selamat ya atas provokasi anda... sekarang beliau kalah. dan anda menjadi salah satu unsur dari sekian unsur kekalahan tersebut. dan mari kita nikmati bahwa yang akhirnya tampil adalah mereka yang jangankan dikatakan tidak mendukung syariah, malah lebih dari itu anti terhadap syariah... selamat sekali lagi untuk provokasi anda. orang2 yang ber cinta Islam berhasil anda buat seakan2 anti terhadap Islam. selamat, MERDEKA!!!