Perempuan dan Pembangunan Sosial dalam Perspektif Islam
"Dalam memandang perempuan, terkadang kita melihat mereka sebagai manusia yang memiliki peran signifikan dalam proses pembangunan, dan terkadang kita juga harus fokus pada karakteristik unik yang mereka miliki sebagai seorang ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan istri."
Allah swt berfirman,"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. an-Nahl: 97)
Jika kita ingin mendefinisikan perkembangan sosial dengan sebuah definisi umum, maka kita dapat mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah pergerakan sosial yang penuh kesadaran, terorganisasi dan terkoordinasi di berbagai tingkatan materil dan immateril ke arah yang lebih baik bagi kemanusiaan.
Definisi ini mencakup unsur-unsur seperti:
1. Tujuan kemanusiaan, sebuah tujuan yang berbeda dengan tujuan naluri hewaniah yang buta, gerakan ini hanya akan mengupayakan tujuan yang sesuai dengan aspirasi dan indikator fitrah manusia.
2. Aktifitas yang merdeka menuju target kemanusiaan, berbeda dengan aktifitas hewan. Ia adalah gerakan kesadaran, kebebasan dan intelektual.
3. Adanya keharmonisan, proporsionalitas, pengorganisasian semua aspek fisik dan moral, melalui gerakan ini.
Ini adalah syarat mutlak, pembangunan yang mengabaikan unsur proporsionalitas akan mewujudkan pertumbuhan alami di satu sisi atau beberapa sisi, sementara aspek-aspek lain mengalami kemacetan dan tidak berkembang, sehingga menyebabkan lahirnya ketimpangan dalam perjalanan pembangunan sosial dan berujung pada perpecahan dan kesenjangan.
4. Aksi sosial, dalam arti bahwa setiap bagian dari komponen masyarakat harus memberikan kontribusi untuk pembangunan ini dan tumbuh melaluinya, dan efek dari gerakan ini harus dapat dirasakan berbagai elemen dan komponen sosial.
Setelah pendahuluan ini, saya mencoba untuk menjadikan pembahasan ini dalam dua tema:
Pertama: Menyinggung peran perempuan dalam pembangunan sosial.
Kedua: Menyinggung beberapa seminar dan konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam hal ini, dan sikap kita mengenainya.
Tema pertama: Peran perempuan dalam proses pembangunan sosial
Dalam memandang perempuan, terkadang kita melihat mereka sebagai manusia yang memiliki peran signifikan dalam proses pembangunan, dan terkadang kita juga harus fokus pada karakteristik unik yang mereka miliki sebagai seorang ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan istri. Dengan demikian, mereka memiliki karakter yang berbeda dengan laki-laki dalam ketajaman emosional, potensi pengaruh, dan kemudian apa yang bisa mereka lakukan dalam fungsi-fungsi sosial yang khas.
Jika kita melihatnya sebagai elemen yang signifikan dalam proses pembangunan, dan memperhitungkan fakta bahwa "manusia adalah poros pembangunan" dan postulat yang menyatakan bahwa "pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi unsur keseimbangan peran semua elemen pembangunan dan keseimbangan fondasi-fondasi budaya immaterilnya", kemudian kita pahami bahwa komponen fitrah manusia adalah fondasi yang paling penting dan berpengaruh dalam eksistensi manusia, bahkan, tanpa adanya hal ini, manusia berubah menjadi "sesuatu" yang tidak bisa kita diskusikan tentang "hak-haknya" atau "pertumbuhan sosialnya" , atau "keadilannya", atau "moralitasnya", atau bahkan "eksistensi peradabannya".
Dan kami tambahkan sebuah hakikat lain, yaitu bahwa agama -yang ajaran pokoknya bersumber dari sumber-sumber fitrah- adalah serangkaian formula sempurna yang diciptakan Allah Sang Pencipta agar manusia mencapai kemajuan baik fisik dan moralnya secara integral, dan bahwa agama adalah satu-satunya aturan yang dapat memberikan ketetapan -dalam proses ini- identitas pribadi, ketenangan dalam hati dan harapan untuk masa depan. Sebagaimana ia mampu memecahkan persoalan-persoalan sosial dasar, dengan memecahkan kontradiksi antara egoisme dan berkarya untuk kemaslahatan sosial, melupakan sejenak kepentingan pribadi dalam proyek sosial, memecahkan problematika kontradiksi antara atheisme dan keimanan yang berlebihan terhadap sesuatu yang relatif (kelak disebut syirik).
Jika kita mencermati semua fakta tersebut, maka kita akan memahami bahwa perempuan adalah poros pembangunan dan perkembangan sosial. Tidak akan ada satupun proses perkembangan sosial yang akan terwujud sesuai dengan jati diri dan motifnya, kecuali jika sensitifitas dan fitrah manusia berkembang dalam eksistensi perempuan dan memberikannya kedudukan kemanusiaan yang alami, menghilangkan semua perbedaan –dari segi kemanusiaan- antara laki-laki dan perempuan dengan memberikannya peran yang sama dalam pembangunan, kemudian berupaya mengambil faidah dari potensi kemanusiaan yang baik ini untuk kemaslahatan komunitas sosial dengan metode terbaik.
Dan tidak lupa pula kami isyaratkan, bahwa jika perempuan sudah memiliki keteguhan dalam karakternya, ketenangan dalam hatinya, optimisme dalam eksistensinya, maka ia akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sosial dan memantapkan fondasi yang kokoh.
Peran Perempuan Sesuai Karakternya
Jika kita menelaah dan memfokuskan diri terhadap karakter dan ciri khas yang membedakan perempuan dengan laki-laki, kita akan menemukan bahwa karakternya sama sekali tidak mengurangi kadar kemanusiaannya, bahkan memberikan nilai tambah, meskipun kita menemukan sedikit perbedaan, dalam arti ada pembagian secara alami potensi rahmat ilahiyah antara tugas laki-laki dengan tugas perempuan dalam proses pembangunan sosial, bahkan secara individu.
Wanita sebagai istri dan wanita sebagai ibu memiliki peran yang berbeda dari semua peran laki-laki sebagai suami atau laki-laki sebagai ayah, hanya saja, dua fungsi ini –meskipun berbeda- berjalan saling melengkapi, dimana salah satunya tidak mungkin melepaskan diri dari peran yang lainnya, satu peran tidak bisa menggantikan peran pihak lainnya.
Setelah pemaparan di atas, bisa kita simpulkan, bahwa perempuan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menyokong pertumbuhan sosial, meskipun faktor pertumbuhan sangat beragam, mencakup berbagai aspek; efektifitas, tujuan akhir, konsep dan materi, namun mengesampingkan peran perempuan hanya akan membuat dampak negatif yang sangat besar, karena bagaimanapun, perempuan memiliki peran yang sangat krusial, di antaranya:
1. Mempersiapan lingkungan keluarga yang sehat dan mengkondisikannya. Dengan demikian, ia telah meletakkan batu fondasi masyarakat yang sehat, memiliki keteguhan dan karakter serta masa depan yang cerah.
Tanpa adanya ini, masyarakat akan tetap terkoyak secara emosional, bermoral lemah, rawan kejahatan, mendatangkan kemalasan dan menghilangkan sifat kreatif sedikit demi sedikit.
Wanita yang menjadi ibu yang benar dan istri yang salehah adalah kekuatan keluarga yang saleh, dan keluarga inilah yang menjadi fondasi dari masyarakat yang saleh (sebagaimana yang ditegaskan teks-teks Islam).
2. Memberikan suasana yang tepat untuk membina generasi yang kuat.
Sebagaimana yang telah kami katakan: bahwa manusia yang saleh adalah poros pembangunan yang memerlukan sebuah proses pendidikan berkelanjutan agar bisa mengoptimalkan energi yang dimilikinya dan memancarkan semua potensi dirinya, karena, semua potensi tidak bisa muncul secara instan atau otomatis, tetapi memererlukan proses pendidikan dan kondisi yang mendukung berlangsungnya pendidikan tersebut.
Tidak diragukan lagi, bahwa perempuan memiliki dampak terbesar dalam pendidikan kemanusiaan, dan di belakang setiap tokoh besar terdapat peran wanita yang agung -seperti yang mereka katakan- bahkan, dalam sejarah kita, tidak terhitung banyaknya pahlawan agung dari kaum wanita.
3. Mempersiapkan suasana dan lingkungan yang penuh semangat dan kasih sayang sesuai dengan sifat alamiah wanita, sehingga bisa mengatasi hambatan di satu sisi dan menciptakan pembangunan sosial yang berkelanjutan di sisi lain.
Masyarakat yang tidak memiliki sensitifitas emosi dan semangat adalah masyarakat yang kaku dan lingkungan yang beku. Mungkin saja mereka mengalami kemajuan dalam beberapa bidang materil, akan tetapi mereka kehilangan kesucian kemanusiaan yang diinginkan, dengan demikian mereka akan kehilangan kemampuan untuk menciptakan perkembangan yang seimbang.
Oleh karena itu, tampak jelas bahwa perempuan memiliki peran dalam memberikan suasana kekeluargaan yang bersih. Dan keluarga, dengan berbagai formulanya dalam konsep klasik, seperti yang dikenal oleh semua masyarakat dan agama, adalah landasan pokok dalam proses pembangunan.
Jelas pula, bahwa serangan apapun yang diarahkan kepada peran wanita dalam membangun keluarga yang telah disebutkan, upaya apapun untuk meminimalisir pentingnya ikatan keluarga yang suci, atau upaya untuk menanamkan konsep-konsep baru yang selaras dengan motif kontemporer, melemahkan ikatannya, atau menciptakan konsep semu, semua itu hanya akan mengakibatkan efek negatif yang sangat besar, mengancam kelangsungan masa depan manusia secara keseluruhan dan menjauhkan mereka dari pergerakan pembangunan yang diinginkan. Bahkan, ini jelas-jelas sebuah konspirasi untuk menuntaskan eksistensi manusia, meskiupun konspirasi ini dikemas dibalik tirai pelayanan negara untuk proses pembangunan.
Tema kedua: Upaya Negara dalam Pembangunan Masyarakat
Tidak diragukan lagi, bahwa proses pembangunan banyak dipengaruhi oleh kegiatan PBB, terutama pada tahun-tahun terakhir, mengadakan berbagai seminar internasional dalam berbagai level, seperti Konferensi Bucharest, 1974, Konferensi Mexico City tahun 1984, Muktamar Kairo tahun 1994, Konferensi Kopenhagen tahun 1995 dan konferensi internasional lainnya, terutama Konferensi yang khusus membahas mengenai hak-hak wanita, seperti Konferensi Nairobi dan Konferensi Beijing. Konferensi tersebut memfokuskan diri pada peran keluarga dalam proses pembangunan dengan meneliti berbagai komunitas internasional. Hanya saja, para peneliti tidak berlaku seimbang, mereka tidak memperhatikan peran agama dalam kehidupan dan melupakan pengaruh unsur spiritual dalam pembangunan.
Nota Kairo yang diusulkan pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan merupakan gelombang besar yang mengguncang situasi. Para pejuang keikhlasan melihat adanya konspirasi untuk menghapus semua nilai-nilai dan kesucian kemanusiaan, karena terciumnya upaya untuk membongkar ikatan keluarga, menempatkan konsep pluralisme untuk keluarga dan membuka peluang untuk hubungan di luar ikatan keluarga. Saya menghadiri konferensi ini sebagai kepala delegasi Iran Islam dengan harapan bahwa kita bisa meninggalkan dampak positif pada nota ini dan demikianlah apa yang terjadi.
Meskipun kurangnya koordinasi antara sikap negara-negara Islam -yang beberapa dari mereka tidak bisa menghadiri konferensi tersebut-, meskipun kuatnya tekanan yang dilakukan Barat anti-Islam, akan tetapi kami mampu membentuk benteng Islam yang kuat berkolaborasi dengan kelompok agama Kristen sehingga mampu mengubah puluhan istilah dan posisi dalam nota Konferensi tersebut, seperti penghapusan istilah "hak seksual", dan "ikatan lain" selain pernikahan serta meretifikasi materi yang mengizinkan adanya aborsi dan lain-lain. Dalam sebuah pertemuan internasional, Saya telah menyampaikan beberapa hal dalam sebuah pidato:
Pertama: Ketika kita mencoba untuk mengorganisir pergerakan penduduk dalam rangka pembangunan yang diinginkan, maka sebelumnya, kita harus melihat manusia dari semua aspeknya; materi dan moral, sehingga menjadi perencanaan yang integral dengan fitrah kemanusiaannya dan posisinya di alam semesta. Dalam hal ini, kami percaya bahwa masalah sosial tidak terletak pada kurangnya sumber daya alam untuk merespon tingkat pertumbuhan penduduk, akan tetapi berasal dari tidak adanya optimalisasi dalam mengolah potensi dan adanya pola ketidakadilan dalam distribusi. Al-Quran mengatakan setelah menyebutkan berbagai karunia Ilahi:
"Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur."(QS. Ibrahim: 37)
Kedua,sesungguhnya dengan memperhatikan realitas manusia sepanjang sejarah dan apa yang telah ditentukan oleh hukum-hukum Allah dalam teori-teori sosial, menegaskan bahwa entitas keluarga adalah landasan dalam pembangunan sosial. Setiap upaya untuk melemahkan atau menempatkan pengganti peran keluarga berarti pukulan dahsyat bagi perjalanan kemanusiaan yang otentik, namun hal ini tidak berarti bahwa kita tidak perlu mengorganisir entitas ini dengan cara-cara yang disyariatkan, karena hal ini merupakan bagian dari pengaturan dan pengarahan pembangunan.
Ketiga: perempuan sebagai bagian dari komunitas manusia memilikki peran yang penting dalam membangun dan memberikan warna dalam sosial, politik. Dan dalam menjalani perannya, perempuan diwajibkan untuk tidak melanggar kehormatan atau melecehkan nilai-nilai kemanusiannya.
Keempat: semua langkah strategis untuk menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan tidak mungkin melupakan peran nilai-nilai moral dan akidah keagamaan dalam membentuk fondasi pertumbuhan dan pemenuhan tuntutan manusia –sebagai poros pembangunan- secara seimbang. Dengan demikian, wajib menegaskan nilai-nilai moral ini dan berupaya untuk menegakkannya dan melenyapkan semua nilai yang bertentangan dengannya.
Kelima: sesungguhnya prinsip keseteraan dalam hal memanfaatkan kekayaan alam, yang merupakan hibah Allah, memanggil kita semua untuk menciptakan pemerataan tingkat kehidupan dan dalam level yang lebih luas. Hal ini menjadikan negara-negara besar memiliki beban yang sangat besar, dimana ia tidak mampu melepaskan diri dari kewajiban ini jika ia menginginkan terciptanya integrasi manusia yang diinginkan.
Keenam: Hak asasi manusia, sebagaimana ditentukan oleh piagam-piagam internasional dan piagam lain, seperti Piagam Islami harus dijaga secara serius. Akan tetapi, secara alami, negara atau komunitas manapun tidak berhak memaksakan konsepnya kepada negara lain atau mencoba untuk mengabaikan unsur-unsur budaya dan keagamaan yang dimiliki negara lain melalui pemahamannya sendiri, akan tetapi, semua negara bisa mencapai definisi umum yang dapat diterima semua pihak, sehingga memungkinkan untuk merealisasikan hakikat ini tanpa adanya semacam serangan. Dan piagam-piagam ini hendaknya menjadi suatu hal yang bisa dijadikan pegangan melalui ketelitian dan kecermatan, sehingga tidak dapat dieksploitasi dengan mudah.
Peran Organisasi masyarakat dalam merealisasikan tujuan negara
Umat manusia telah jauh berkembang melalui pembentukan berbagai lembaga negara yang universal untuk memecehkan semua problematikanya, merealisasikan kesepahaman antara anggota-anggotanya, berupaya untuk sampai kepada wacana global dan meninggalkan pengaruh positif dalam level internasional.
Maka terbentuklah PBB sebagai organisasi terbesar berskala internasional dengan berbagai sub organisasi yang bernaung di bawahnya, meliputi masalah budaya, ekonomi, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain.
Selain itu, didirikan pula Gerakan Non -Blok dalam cakupan yang lebih sempit dan OKI dalam tataran dunia Islam.
Selain itu, muncul pula berbagai organisasi dan lembaga-lembaga internasional yang memiliki efek yang besar dalam perjalanan pembangunan. Hanya saja, mayoritas organisasi internasional masih mengalami berbagai kendala yang menyulitkan mereka untuk mencapai tujuan kemanusiaan, di antaranya adalah hal-hal di bawah ini:
1. Keputusan-keputusan organisasi ini hanya mampu merealisasikan kemaslahatan bagi pemerintahan dan tidak begitu terlihat pengaruhnya pada level masyarakat, bahkan, pada kenyataannya, keputusan itu hanya menguntungkan poros yang sedang berkuasa saat itu, jika kita tidak ingin mengatakan: keputusan itu hanya menguntungkan satu blok yang berkuasa saja pada masa itu.
2. Pada kenyataannya, pada beberapa kasus, organisasi ini justeru bergerak di bawah tekanan kekuatan yang memerangi Islam, seperti zionisme, gerakan atheis kapitalis dan gerakan-gerakan lain yang justeru memberikan sumbangan terbesar atas kerugian bagi perjalanan kemanusiaan.
3. Jika kita menganalisa keputusan-keputusannya, terkadang kita mendapati bahwa organisasi ini hanya memberikan penyelesaian semu terhadap berbagai tuntutan masyarakat, bersifat formal tanpa ada pengaruh yang sigifikan. Seperti dalam ketetapan tentang hak-hak asasi manusia, memerangi rasialisme, membela hak-hak perempuan, mengorganisir proses pertumbuhan kemasyarakatan dan lain-lain. Kita temukan bahwa keputusan diambil dengan mempertimbangkan kepentingan sempit, sementara keputusan hakikinya tetap berada di atas kertas, selagi tidak sesuai dengan kepentingan pihak yang berkuasa.
Seperti halnya kelemahan yang kita lihat dalam resolusi-resolusi Organisasi Konferensi Islam dalam menangani berbagai isu-isu Islam, meskipun kuatnya syiar-syiar dalam masalah Palestina -misalnya- atau masalah lain, tetapi mereka tetap tidak mampu mengeksekusinya.
4. Kemudian keputusan yang diambil banyak menggunakan cara wait and see, kompromi, moderat, metode di balik layar dan lain-lain sehingga memperlambat solusi yang diperlukan dan menimbulkan efek-efek negatif lainnya.
Dari fakta-fakta di atas, kita menemukan adanya ruang yang leluasa untuk organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan internasional dan berusaha menekan pihak berwenang untuk mengambil keputusan yang lebih sesuai dengan target yang hendak dicapai.
Partisipasi organisasi-organisasi ini dapat meninggalkan efek positif dari berbagai segi, di antaranya:
1. Karena organisasi-organisasi akar rumput lebih dekat dengan realitas masalah-masalah sosial, maka mereka lebih memahami solusi yang diperlukan masyarakat, dan karenanya, mereka dapat membuat resolusi yang lebih tepat untuk tujuan ini.
2. Karena organisasi non-pemerintah mampu menganalisis secara bebas, tidak terikat oleh formalitas, maka mereka dapat mencapai solusi yang realistis dan menyuarakannya dengan tegas di depan forum internasional.
3. Bahwa kehadiran organisasi-organisasi ini menjadi penyambung lidah antara masyarakat dengan penguasa dan bisa menjadi opini publik internasional yang baik, sehingga otoritas resmi tidak memiliki pilihan lain, kecuali merespon opini publik ini. Dengan demikian, pemerintah akan memiliki semangat publik dan langkah-langkah agresif menuju sesuatu yang lebih realistis.
Kesimpulan
Dari apa yang telah dipaparkan di atas, kita dapat menentukan fakta-fakta berikut:
1. Proses pembangunan sosial adalah proses kemanusiaan yang tidak dibatasi oleh batas-batas kebangsaan, geografis atau materi, dan bahwa wanita dalam konsep Islam merupakan sebuah elemen penting dalam proses ini, dan tanpa mereka, proses ini akan stagnan dan tidak efektif.
2. Dunia baru menyadari fakta ini setelah Islam mencetuskannya lebih dari sepuluh abad sebelumnya, ketika Islam mempersamakan wanita dan pria dalam proses kemasyarakatan dan memberikan hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan politik, ekonomi dan sosial.
3. Pemerintah dan badan-badan resmi memiliki peran penting dalam mencapai pola-pola emansipasi ini, akan tetapi, itu tidak akan mencapai hasil yang diinginkan kecuali dengan adanya organisasi akar rumput yang bergerak untuk mendorong maju proses ini.
4. Organisasi Konferensi Islam belum mencapai harapan yang diinginkan dalam hal ingetralisasi emansipasi perempuan dengan pandangan Islam tentang perempuan serta belum memberikan peran dasar yang diinginkan, sehingga tetap tertinggal dari karakter Islam yang sejati. Mulai saat ini, OKI harus berpacu dengan waktu untuk menjamin tercapainya keselarasan ini.
Sebenarnya, keputusan KTT Kedelapan yang diadakan di Teheran merupakan preseden yang baik dalam bidang ini, akan tetapi, menurut hemat saya masih tetap terbelakang untuk mengikuti perkembangan internasional yang begitu pesat dalam hal ini.
Di sini, saya ingin mengatakan bahwa kita tidak boleh melupakan tantangan-tantangan yang kita hadapi dalam abad kedua puluh satu ini; baik pengembangan politik, ekonomi, sosial, tantangan globalisasi, tantangan dominasi budaya, revolusi media massa dan tantangan dalam bentuk slogan-slogan yang gemerlap, padahal di baliknya tersembunyi permusuhan akan hubungan kemanusiaan.
Hal ini mendorong kita untuk lebih kreatif dalam semua bidang. Sebut saja misalnya dalam bidang olahraga, kita tidak dapat membiarkan perempuan menjadi pemalas dan berbadan lemah, akan tetapi, kita juga harus merancang metode yang bisa menjaga harga diri perempuan dan sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagai metode alternatif untuk metode yang selama ini digunakan dan bertentangan dengan semua nilai dan kebiasaan Islam. Ini hanyalah salah satu contoh perlunya melakukan pengembangan dan perubahan di berbagai bidang. Seperti halnya bidang politik, tidak ada alasan untuk mengabaikan peran aktif perempuan dalam perumusan keputusan politik, dan justru inilah yang hilang dalam beberapa wilayah Islam. Bahkan, kami menemukan beberapa kelompok yang mewajibkan perempuan untuk menjadi pesakitan dalam rumahnya, jauh dari pendidikan, alih-alih berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sebagai hasil dari ijtihad yang keras dan jauh dari ruh Islam. Langkah ini, selain mendistorsi pencitraan Islam juga akan menghambat perjalanan bangsa untuk menghadapi tantangan yang telah disebutkan.
Pada saat ini, kita tidak perlu menuliskan strategi budaya kita dalam berbagai bidang, atau menyetujui daftar hak asasi manusia dalam perspektif Islam, bahkan tidak perlu merumuskan strategi informasi atau sosial dunia Islam, semuanya itu telah dikodifikasi sejak lama, semua sudah begitu jelas dalam benak orang-orang yang sadar akan ajaran Islam, akan tetapi, yang diperlukan adalah bekerja secara terstruktur dan terpadu –pada level dunia Islam– untuk mengeksekusi strategi yang disepakati baik dalam konferensi Islam internasional seperti KTT Keenam di Dakar (Senegal) atau konferensi ke 18 Menteri Luar Negeri di Kairo atau Konferensi lainnya.
Sayangnya, harus saya katakan bahwa dunia Islam pada tingkat Organisasi Konferensi Islam belum sepakat akan formula praktis untuk mengimplementasikan strategi ini meskipun sudah banyak contoh konsep operasional di berbagai tempat.
Pada akhir pembahasan ini, saya tegaskan bahwa ummat Islam memiliki karakteristik tertentu yang menunjukkan identitasnya dan menggambarkan nilai-nilai al-Qur'an, seperti: karakteristik ilahiyah dan menggantungkan semua doktrin dan undang-undang kepada Allah. Selain itu ada juga karakteristik etis, yang mencerminkan semua nilai-nilai moral Islam, membuang semua kecacatan dan konsep tidak bermoral, dimana naluri seksual memainkan peranannya dalam mendistorsi konsep yang benar. Tidak mungkin umat bisa membanggakan diri, kecuali jika menerapkan ajaran Islam yang luhur, menciptakan interaksi antara mereka atas dasar standar Islam, membentengi masyarakat dengan wawasan yang diperlukan, serta menciptakan -termasuk komponen perempuan yang memegang peranan besar- berbagai solusi untuk menghadapi berbagai tantangan.
Kebangkitan Islam adalah takdir kita, jika tidak, maka tantangan yang datang akan menghancurkan jati diri kita.
Di sini terlihat jelas besarnya peran ulama, laki-laki dan perempuan, untuk bertindak sebagai ahli waris para nabi. Semoga Allah Swt membimbing kita menuju ridha-Nya dan mewujudkan harapan kita. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
Gugurnya Jakfar At-Thayyar, Memulai Budaya Baru Dalam Umat Islam
Setelah gugur syahidnya Jakfar bin Abi Thalib dalam perang Mu'tah, Rasulullah Saw memerintahkan putri beliau Sayidah Fatimah as untuk menyiapkan makanan bagi keluarga Jakfar dan memberikannya kepada mereka. Sejak masa itu muncul tradisi dalam umat Muslim untuk membawa makanan kepada saudara Muslim yang sedang berkabung.
Perang Mu'tah terjadi pada tanggal enam Jumadil Awal tahun ketujuh Hijrah dan dalam perang tersebut tiga ksatria Islam yaitu, Ja'far bin Abi Thalib, Zaib bin Haritsah, dan Abdullah bin Rawahah, gugur syahid.
Perang Mu'tah meletus setelah Harits bin Amir Azdi yang membawa surat dari Rasulullah untuk Kaisar Romawi, ditangkap atas instruksi panglima pasukan Romawi di wilayah Mu'tah. Utusan Rasulullah Saw itu diikat dan dipenggal.
Mendengar berita itu Rasulullah Saw sangat sedih dan mengirim pasukan menuju Mu'tah.
Dalam perang tersebut, jumlah pasukan Muslim mencapai 3.000 orang sementara pasukan kufar mencapai 100 ribu orang. Rasulullah Saw dan Imam Ali as tidak ikut dalam perang tersebut. Akan tetapi Rasulullah menunjukk Jakfar, Zaid, dan Abdullah sebagai para panglima pasukan Islam. Ketiga ksatria besar Islam itu ditunjuk sebagai panglima jika salah satu di antara mereka gugur syahid.
Akan tetapi dalam perang tersebut, ketiga panglima yang ditunjuk oleh Rasulullah Saw gugur syahid. Pertama, saudara Imam Ali as yaitu Jakfar bin Abi Thalib yang terjun ke medan perang. Dua tangannya diputus. Meski telah menderita luka-luka akan tetapi musuh tidak berani memenggal kepala Jakfar. Akhirnya mereka mengangkat badannya dengan menggunakan tombak.
Ketika itu, Rasulullah Saw yang berada di Madinah, pergi ke atas mimbar dan menceritakan kisah Jakfar kepada masyarakat. Kemudian Rasulullah menengadahkan kepala menuju langit dan mengangat tangan mendoakan Jakfar bin Abi Thalib. Allah Swt telah memberikan dua sayap kepada Jakfar dan terbang menuju sorga bersama para malaikat.
Setelah gugunya ketiga panglima yang ditunjuk oleh Rasulullah Saw, jenazah mereka disemayamkan dalam satu makam. Rasulullah Saw sangat bersedih dan menangisi kepergian Ja'far bin Abi Thalib dan memerintahkan untuk mengantarkan makanan ke rumah keluarga Ja'far selama tiga hari.
Asma' binti Umais, istri Jakfar bin Abi Thalib dalam hal ini mengatakan, "Pada hari ketika Jakfar gugur syahid di Mu'tah, aku sedang membuat roti di rumah dan memandikan anak-anakku. Tiba-tiba Rasulullah datang ke rumahku dan berkata; mana anak-anakku? Kemudian aku mengantar anak-anakku kepada Rasulullah, beliau memeluk dan mengelus-elus kepala mereka.
Aku berkata kepada Nabi, "Wahai Rasulullah, Anda seperti sedang mengelus-elus kepala anak yatim. Setelah itu Rasulullah menitikkan air mata dan berkata, "Jakfar telah gugur syahid!"
Asma' kemudian berkata, "Setelah itu aku menangis dan para perempuan mengelilingiku dan menangis. Rasulullah berdiri dan pulang serta menyuruh Fatimah sa memasak makanan untuk keluarga Jakfar dan memberikan kepada mereka. Rasulullah juga memerintahkan kepada para istri beliau untuk pergi ke rumah Jakfar dan ikut dalam acara berkabung mereka.
Dalam riwayat disebutkan bahwa hal itu diulangi selama tiga hari dan oleh karena itu hal tersebut menjadi budaya bagi umat Islam hingga setelah Rasulullah Saw wafat. (IRIB Indonesia/MZ)
Menjaga Batasan Muhrim dan Non-Muhrim, Memperkuat Pondasi Keluarga
Hujjatul Islam Sayid Hamid Mirbaqeri, seorang pengajar hauzah ilmiah Qom menilai salah satu faktor melemahnya pondasi dalam keluarga adalah tidak terjaganya batasan-batasan muhrim dan non-muhrim. Dikatakannya, perempuan yang bekerja seperti suaminya akan berdampak negatif pada kepribadiannya dan membuat perempuan tidak mencapai pertumbuhan maknawi.
Rasa News (19/3) melaporkan, Mirbaqeri mengatakan, "Sayidah Zainab sangat mulia dari sisi kesucian dan hijab dan jilbab yang kita saksikan saat ini juga sama dengan jilbab di era Rasulullah Saw."
Mirbaqeri menyinggung ayat 59 surat al-Ahzab;
"Wahai Rasulullah katakanlah kepada seluruh perempuan mukmin untuk mengenakan jilbab yang panjang dan longgar di kepala mereka sehingga mereka akan dikenal dengan kesucian mereka dan tidak terganggu."
Lebih lanjut dijelaskannya, pada ayat 30 surat an-Nur disebutkan, "Katakanlah kepada kaum lelaki mukin untuk menutup mata atas yang haram dan menjaga kemaluannya, maka sesungguhnya ini lebih suci bagi mereka, dan Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan."
Ungkapan itu berarti bahwa kaum lelaki harus menghindari pandangan-pandangan yang berlebihan dan mempersingkat pandangan mereka serta hanya memandang jika diperlukan. Dan dalam ayat berikutnya juga diperintahkan agar para perempuan mukmin untuk menutup mata mereka atas pandangan yang haram.
Menyinggung tren saat ini yang menggunakan perempuan sebagai unsur yang memikat dalam menjual barang, Tebraeyan mengatakan, "Aksi seperti ini akan merusak kepribadian kaum perempuan dan mencegah pertumbuhan spiritual mereka. Jilbab yang dikenakan saat ini bukan hanya untuk 1400 tahun lalu, karena dari sisi sosial, tidak ada perbedaan antara kondisi saat ini dan masa lalu."
Hujjatul Islam Mirbaqerimenilai salah satu faktor yang menghancurkan pondasi keluarga adalah karena tidak menjaga batas-batas muhrim dan non-muhrim. Hal ini muncul karena pandangan yang berlebihan terhadap orang yang bukan muhrim. Dan terkadang karena canda gurau yang diharamkan dalam keluarga.
Disebutkannya pula bahwa Imam Ali as pernah mengatakan, "Mata kalian adalah alat untuk memancing setan." Yakni untuk memancing orang lain dan dalam riwayat lain disebutkan, "Hati-hati kalian adalah buku catatan kecil mata kalian." Yakni apa yang kita lihat akan bersemayam di hati kita dan dalam sebuah hadis lain beliau mengatakan, "Jangan sampai sebuah pandangan kepada orang yang bukan muhrim meninggalkan hasrat yang mendalam di hati manusia." (IRIB Indonesia/MZ)
0 comments to "Peran Ulama, Laki-laki dan Perempuan, untuk bertindak sebagai ahli waris para Nabi"